Anda di halaman 1dari 9

11

GENETIKA DAN INTERAKSI DENGAN LINGKUNGAN

Pendahuluan
Berbagai pendapat sering ditemui dalam pembicaraan mengenai pengaruh alam dan
pengasuhan dalam penentuan sifat manusia, tetapi terdapat pula beberapa keadaan
dimana perkembangan normal atau penyakit terjadi tanpa interaksi faktor genetik atau
non genetik. Bahkan bila hanya faktor genetik yang berperan, mutasi pun tidak akan
terjadi dalam isolasi. Proses tersebut terpengaruh kerja gen-gen lain. Farmakogenetik
dapat menunjukkan interaksi antara genotipe dan lingkungan. Kebanyakan dari sifat-
sifat normal (seperti tingkah laku) dan penyakit-penyakit pada usia pertengahan
(seperti diabetes mellitus, hipertensi, atau penyakit manik-depresif) timbul akibat
pengaruh multifaktorial (dengan kata lain timbul akibat kombinasi faktor genetik dan
non genetik). Sebagian besar anomali kongenital adalah multifaktorial.

Farmakogenetik merupakan pengaruh gen terhadap respon terapi dari obat. Respons
tersebut dapat berupa peningkatan respons fisiologis dari tubuh, resistensi obat, atau
peningkatan frekuensi timbulnya efek samping. Zat-zat farmakologis dapat pula
memicu timbulnya beberapa penyakit genetik.

A. Gen yang mempengaruhi metabolisme obat.


1. Polimorfisme dari beberapa gen dapat menimbulkan efek aktivitas enzim yang
penting pada metabolisme obat.
a. Asetilasi terlibat dalam metabolisme kebanyakan obat. Polimorfisme
dalam proses asetilasi dapat mengakibatkan efek yang berbeda pada pasien
yang berbeda pula. Sebagai contoh bila pasien mempunyai fenotipe
asetilasi lambat pada obat-obat seperti isoniazid dapat menampakkan
gejala-gejala timbulnya efek samping terapi isoniazid walaupun pada dosis
konvensional.
b. Sebaliknya, pasien yang mempunyai sifat asetilasi cepat dapat
mempunyai level isoniazid yang rendah. Dengan demikian dapat timbul
rekurensi penyakit.
12

c. Polimorfisme genetik proses asetilasi telah banyak dijelaskan pada


obat-obat yang biasa digunakan dalam pengobatan.

2. Sistem enzim sitokrom P450 juga banyak terlibat dalam metabolisme beberapa
obat. Variasi gen pada sistem enzim ini dapat menimbulkan peningkatan efek
samping pada beberapa orang.
a. Sekitar 8-10% populasi amerika-kaukasia dan kurang dari 1%
populasi cina memiliki metabolisme yang buruk dari sistem ini
b. Obat-obat yang termasuk kategori ini meliputi propanolol, suatu
beta bloker yang digunakan dalam pengobatan hipertensi dan angina
c. Pada golongan yang mempunyai metabolisme yang buruk
mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap propanolol dan
peningkatan frekuensi timbulnya efek samping pada dosis
konvensional.
3. Terdapat perbedaan yang signifikan dalam respons individual terhadap etanol
mengingat adanya perbedaan kecepatan metabolismenya.
a. Orang-orang Asia termasuk Cina dan Jepang mempunyai metabolisme
etanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang Eropa. Dengan
demikian terjadi peningkatan produk sampingan dari etanol serta
peningkatan efek klinisnya.
b. Variasi metabolisme etanol adalah akibat polimorfisme dari enzim
alkohol dehidrogenase.
13

B. Efek farmakologis obat-obatan terhadap beberapa penyakit genetik


1. Defisiensi enzim Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD).
Pasien yang mengalami defisiensi enzim ini dapat mengalami hemolisis akibat
penggunaan beberapa jenis obat seperti antimalaria dan sulfonamide. Hal
tersebut dapat terlihat pada penduduk Mediteranian dan Afrika
a. Orang-orang dengan defisiensi enzim G6PD tidak mengalami hemolisis
kecuali terjadi stress kimia atau farmakologis terhadap sel darah merah.
b. Lokus pengendali G6PD terdapat pada kromosom X, sehingga keadaan ini
dapat diturunkan sebagai kelainan x-linked resesif.
2. Obat-obat anestesi dapat memicu terjadinya malignant hyperthermia. Terjadi
spasme otot, hipertermia dan asidosis yang bila tidak ditangani dapat
menyebabkan kematian.
a. Malignant hyperthermia merupakan keadaah heterogenous genetik
b. Keadaan in dapat terlihat pula pada miopati yang diturunkan secara
autosomal resesif.
c. Beberapa pasien yang tampak dapat mengalami malignant hyperthermia
yang diturunkan secara autosomal dominan
1. defek genetik pada gen calcium release channel di beberapa
keluarga adalah pada kromosom 19
2. pada keluarga lain, defek genetik terjadi pada lengan panjang
kromosom 17
3. pada keluarga lain dengan malignant hipertermia yang diturunkan
tampak adanya keterlibatan gen lain
4. Beberapa efek merugikan akibat obat dipengaruhi oleh gen HLA
dalam respons imun. Sebagai contoh pada pasien yang menggunakan
terapi logam emas yang memiliki antigen HLA DRW3 lebih mungkin
mengalami efek samping dibandingkan dengan yang tidak memiliki
antigen tersebut.
5. Sensitivitas terhadap suksinilkolin. Enzim butirilkolinesterase
(yang disebut juga pseudokolinesterase) menhidrolisa ester kolin,
14

termasuk asetilkolin dan suksinilkolin yang banyak digunakan sebagai


pelemas otot. Sekitar 1/3000 ras kaukasian adalah homozigous terhadap
alel butirilkolinesterase, yang mengakibatkan ketidakmampuan memecah
suksinilkolin sehingga dapat timbul apnea dan relaksasi otot yang
berkepanjangan setelah pembiusan. Aktivitas enzim yang abnormal ini
dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium.

C. Kepentingan klinis dari farmakogenetik


1. Gen dapat mengubah respons terapeutik obat secara bermakna, dan pada
beberapa keadaan obat-obat tersebut dapat mencetuskan manifestasi klinis
penyakit-penyakit genetik. Kunci dalam pendeteksian keadaan tersebut adalah
dengan menggali riwayat keluarga secara mendalam.
a. Riwayat keluarga dapat mengungkap adanya reaksi yang merugikan
dari obat-obatan yang mungkin dapat diturunkan.
b. Pada beberapa kasus, dokter harus mengambil langkah-langkah yang
dianggap perlu sebelum memberikan obat kepada pasien atau
menghindari obat-obat yang dicurigai dapat memicu reaksi yang
membahayakan pasien.
c. Masalah yang timbul adalah dalam mengidentifikasi pasien dan
keluarganya yang rentan terhadap suatu obat tertentu secara genetik
d. Perlu diingat bahwa metabolisme obat termasuk absorpsi, distribusi,
pengikatan dengan reseptor, dan degradasi ditentukan sebagian besar oleh
faktor genetik.
2. Adanya reaksi yang merugikan dari zat-zat farmakologis dapat mencerminkan
adanya alel genetik yang merupakan faktor predisposisi reaksi yang dapat
membahayakan pasien.
3. Beberapa obat dapat bersifat teratogenik akibat adanya variasi gen pada ibu atau
janin. Pada beberapa keadaan kelainan genetik mungkin dapat melindungi janin
dari efek berbahaya beberapa obat.
15

Multifactorial inheritance berperan penting pada kebanyakan perbedaan fenotipik


normal antar individu, kelainan kongenital dan penyakit-penyakit pada masa dewasa.
A. Definisi dan Terminologi
1. Istilah multifaktorial digunakan untuk menggambarkan kelainan yang
disebabkan oleh kombinasi dari faktor genetik dan non genetik. Bila hanya
didapatkan faktor genetik, sifat tersebut dinamakan poligenik.
a. Definisi kelainan multifaktorial ini berpengaruh secara familial
maupun lingkungan.
b. Predisposisi genetik kelainan multifaktorial biasanya diturunkan
dari kedua orang tua
c. Faktor gen dan lingkungan pada kelainan multifaktorial dapat
berbeda antar masing-masing individu.
2. Kelainan kuantitatif adalah kelainan yang dapat diukur, seperti tinggi badan,
berat badan dan kadar kolesterol.
a. Secara umum, kelainan kuantitatif menunjukkan
variabilitas yang kontinyu.
b. Fenotipe kuantitatif biasanya diturunkan sebagai kelainan
multifaktorial pada individu normal
16

B. Variasi normal
1. Kebanyakan variasi fenotipe pada individu normal disebabkan oleh kelainan
multifaktorial, seperti warna kulit, tinggi badan, dan kecerdasan.
2. Beberapa keadaan yang ekstrim dapat timbul dalam variasi normal.
3. Anak-anak cenderung menyerupai orang tuanya berdasarkan komponen
genetik. Secara kuantitatif anak-anak cenderung mempunyai sifat rata-rata
dari sifat kedua orang tuanya, yang disebut juga midparent value
4. Tiap orang tua menyumbangkan setengah dari faktor genetik kepada anak-
anaknya. Dengan kata lain bila terdapat nilai ekstrim pada orang tua, sifat
tersebut biasanya akan tampak lebih lemah pada anak-anaknya.
5. Walaupun kelainan kuantitatif bersifat variabel secara kontinyu, kejadiannya
biasanya didapat dalam rentang yang terbatas.
6. Karakteristik kuantitatif dapat tampak sebagai perubahan mayor akibat faktor
lingkungan atau genetik.

C. Penyakit Multifaktorial
Beberapa penyakit diturunkan secara kelainan multifaktorial :
1. Beberapa penyakit multifaktorial didefinisikan secara klinis
dengan menggunakan istilah-istilah kuantitatif. Sebagai contoh, hipertensi
didiagnosis atas daar tekanan darah pasien yang lebih tinggi dari normal.
2. Penyakit multifaktorial lain berbeda secara kualitatif dengan
keadaan normal, misalkan penyakit celah langit-langit.
3. Penyakit yang diturunkan secara kelainan multifaktorial
a. Kebanyakan anomali kongenital timbul akibat kelainan
multifaktorial. Contohnya adalah bibir sumbing dengan atau tanpa celah
langit-langit, penyakit jantung kongenital, dan anensefali.
b. Kebanyakan penyakit pada masa dewasa diduga terjadi akibat
kelainan multifaktorial. NIDDM, penyakit jantung arteriosklerotik dan
skizofrenia merupakan contohnya.
4. Karaksteristik penyakit multifaktorial antara lain :
17

i. Penyakit cenderung diturunkan namun tidak mengikuti


pola monogenik
ii. Kelainan multifaktorial cenderung terjadi lebis sering pada
salah satu jenis kelamin dibanding lainnya. Contoh : stenosis pilorik terjadi
lebih sering pada laki-laki sedangkan SLE lebih sering pada wanita.
iii. Risiko rekurensi adalah sama pada keluarga yang
mempunyai proporsi gen yang sama
iv. Risiko rekurensi menurun bila hubungan kekeluargaan
semakin jauh.
v. Risiko rekurensi pada keturunan tingkat pertama sebanding
dengan akar frekuensi kejadian pada populasi
vi. Penyakit multifaktorial cenderung terjadi lebih banyak
pada orang tua yang masih mempunyai hubungan darah. Hal ini disebabkan
akibat adanya predisposisi gen yang sama.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko rekurensi pada kelainan
multifaktorial meliputi hal-hal sebagai berikut :
i. Risiko rekurensi meningkat bila lebih dari satu saudara
dekat terkena
ii. Risiko rekurensi lebih tinggi pada individu dengan jenis
kelamin yang kurang sering terkena
iii. Risiko rekurensi lebih tinggi pada hubungan kekerabatan
dengan iaffected probands
6. Penurunan multifaktorial adalah diagnosis eksklusi
a. Gejala klinis dari kelainan multifaktorial jarang berbeda
dengan kelainan serupa dengan penyebab lain.
b. Kelainan kongenital multifaktorial biasanya terjadi
pada pasien dengan cacat bawaan secara embriologis.
c. Risiko rekurensi pada kondisi multifaktorial tidak
berlaku pada keadaan dengan kondisi bukan multifaktorial
18

7. Karena penyakit multifaktorial disebabkan oleh kombinasi genetik


dan lingkungan, pemicu dari lingkungan mempunyai peranan besar dalam
timbulnya penyakit pada individu dengan predisposisi genetik
i. Hal ini berarti identifikasi faktor lingkungan lebih mudah
dibandingkan dengan predisposisi genetik
ii. Manipulasi pencetus dari lingkungan untuk mencegah
penyakit lebih efektif pada individu dengan predisposisi genetik
iii. Identifikasi individu dengan predisposisi genetik dapat
membantu pencegahan melalui manipulasi nongenetik.

D. Studi pada bayi kembar biasanya digunakan untuk membedakan kelainan


multifaktorial yang disebabkan oleh faktor non genetik atau oleh gen tunggal
menurut hukum Mendel.
1. Karena kembar monozigot mempunyai gen yang
mirip, kembar jenis ini harus 100% sesuai dalam penyakit monogenik.
Kembar dizigotik harus sesuai sekitar 50% kondisi monogenik dominan dan
25% sesuai untuk kondisi monogenik resesif.
2. Kelainan familial tidak harus selalu akibat genetik.
Sebagai contoh penyakit chickenpox sering terjadi pada satu keluarga namun
bukan bersifat genetik.Bila kembar monozigot dan dizigot dianggap berasal
dari lingkungan yang sama, seharusnya terjadi penyakit dalam perbandingan
yang sama akibat faktor lingkungan.
3. Bila kembar dizigotik mempunyai penyakit
multifaktorial, kemungkinan anak kedua juga terkean adalah kurang dari
100%.
4. Kesesuaian untuk kondisi multifaktorial pada
kembar dizigotik adalah lebih rendah dibandingkan kembar monozigotik dan
biasanya mempunyai risiko rekurensi yang hampir sama.
5. Keuntungan dari studi pada kehamilan kembar ini
adalah dapat memberikan cara untuk membedakan penyakit yang murni
19

disebabkan oleh faktor genetik dibandingkan dengan kombinasi faktor genetik


dan non genetik.
6. Studi pada kehamilan kembar mempunyai beberapa
keterbatasan :
a. Frekuensi kesesuaian pada kembar
monozigotik hanya mengungkapkan cara transmisi pada predisposing
gene. Studi ini juga terganggu oleh penentuan zigositas.
b. Bias sampling
c. Ukuran sampel yang terlalu sedikit.

Anda mungkin juga menyukai