Disusun oleh:
NPM. 130921190502
Pembimbing:
2020
DRUG INDUCED HEPATITIS
I. Definisi
Drug Induced Hepatitis atau Drug-induced liver injury (DILI) dapat diartikan
sebagai kerusakan hepatik yang diinduksi oleh obat kimiawi atau herbal yang
menyebabkan disfungsi hati atau abnormalitas pada tes fungsi hati (peningkatan
ALT/AST >3x batas normal dan/atau kenaikan bilirubin >2x batas normal) dengan
ekslusi dari penyebab-penyebab lainnya (hepatitis viral, alkohol, tumor, dll). 1
II. Epidemiologi
Di Amerika serikat, dari sebuah studi prospektif yang dilakukan antara tahun
2004-2009 pada 30 orang pasien anak berumur 2-18 tahun dengan dugaan DILI,
didapat agen penyebab terbanyak yaitu antimikroba (minosiklin, isoniazid, dan
azithromycin) dan obat SSP (atomoxetine dan lamotrigine). Dari seluruh pasien, 2
orang tetap menunjukkan abnormalitas pada follow-up test fungsi heparnya hingga
6 bulan kemudian, menandakan terjadinya penyakit hati kronis. 3
Sedangkan di India, dari studi terhadap 39 anak usia 2-17 tahun dari tahun
1997-2004 dan 2005-2010, didapatkan penyebab terbanyak dari DILI yaitu OAT
(INH, rifampisin, pirazinamid), phenytoin, dan carbamazepine. 16 dari 39 anak pada
studi ini juga menunjukkan gejala hipersensitivitas obat seperti ruam kemerahan,
demam, limfadenopati, dan/atau eosinofilia.4
DILI dapat dibagi menjadi tipe intrinsik dan idiosinkratik. Tipe intrinsik
biasanya tergantung dosis dan dapat diprediksi (mis. keracunan paracetamol). 1
Sedangkan tipe idiosinkratik merupakan kasus yang tidak terduga dan dapat tidak
teridentifikasi pada pemeriksaan preklinis maupun klinis. Untuk sebagian besar obat
yang beredar, DILI tipe idiosinkratik ini diperkirakan terjadi pada 1 diantara 10.000
hingga 100.000 orang yang terpapar obat-obatan tersebut. 1 Untuk pasien anak
sendiri, sekitar 5% dari kasus gagal hati akut disebabkan oleh obat-obatan selain
acetaminophen, yaitu antibiotik, antikonvulsan, psikoaktif, dan lainya. 2
1. Fase 1.
Pada fase ini molekul obat akan mengalami perubahan struktur. Enzim sitokrom
P450 merupakan katalis yang paling dominan pada fase ini akan mengkonversi
molekul obat menjadi metabolit yang lebih polar (hidrofilik) melalui proses
oksidasi, reduksi, atau hidrolisis. Di hepatosit, enzim ini berada di retikulum
endoplasma halus. Metabolit yang dihasilkan pada fase ini bisa cukup larut air
untuk langsung dieliminasi atau membentuk substrat untuk enzim fase 2. 5
2. Fase 2.
Pada fase ini, terjadi konjugasi dari grup ion (seperti glutathion, glucoronosil,
asetil, dll) yang disebut transferase dengan molekul obat. Hasil dari konjugasi
yaitu metabolit yang inaktif secara farmakologik dan hidrofilik sehingga bisa
dieksresi sekaligus mengurangi efek toksik dari metabolit reaktif yang dihasilkan
di fase 1. 5
Patogenesis dari DILI terjadi melalui 3 fase. Pada fase pertama, komponen
obat atau metabolit reaktifnya akan menimbulkan kerusakan awal melalui 3 cara,
yaitu:
1. Toksisitas dari metabolit obat akan memicu stress pada sel dan mengaktifkan
protein pro-apoptosis yang akan merusak permeabilitas membran mitokondria.
2. Metabolit obat akan merusak mitokondria melalui penginhibisian proses beta
oksidasi, yaitu proses katabolik dimana asam lemak diubah menjadi asetil KoA,
NADH, dan FADH2. Hal ini akan menimbulkan penumpukan lipid dalam sel yang
menghambat fungsi respirasi sel dan menurunkan produksi ATP.
3. Metabolit obat berikatan dengan protein karier dan membentuk hapten yang
immunogenik atau berikatan langsung dengan reseptor imun sel T dan
menimbulkan reaksi imun yang dimediasi sel T. Reaksi imun ini juga akan
mengaktifkan death-inducing signalling complex, kompleks protein yang akan
menginisiasi terjadinya apoptosis, dengan cara meningkatkan sensitivitas dari
TNF-alfa sebagai pemicunya.
Fase ketiga yaitu kematian sel hepatosit akibat apoptosis atau nekrosis.
Apoptosis terjadi apabila masih ada produksi ATP di mitokondria. Sitokrom C yang
keluar dari mitokondria akan menggunakan sisa ATP untuk menginisiasi kaskade
apoptosis. Bila tidak ada lagi sisa ATP di mitokondria, sel akan mengalami nekrosis
melalui proses autolisis. 6,7
Gambar 1. Model 3 langkah dari terjadinya DILI.
IV. Faktor Risiko
A. Non-Genetik
1. Umur. Usia muda merupakan faktor risiko tetrjadinya DILI bagi obat
seperti asam valproate ataupun sindrom reye akibat pemakaian aspirin.
Risiko hepatotoksisitas akibat isoniazid juga bertambah seiring dengan
usia.8,9
2. Jenis Kelamin. Wanita dipercaya memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena
DILI tipe idiosinkratik.8
3. Malnutrisi. Sebuah studi oleh Singla et al dan Sharma et al menunjukkan
bahwa hipoalbuminemia dapat menjadi marker dari malnutrisi serta faktor
risiko untuk terjadinya DILI, dimana pasien dengan albumin <3,5 mg/dl
dalam pengobatan TB memiliki risiko 3x lebih tinggi menderita DILI.9
4. Gangguan Penyerta Lain. Adanya penyakit hati sebelumnya seperti
penyakit hati kronis atau perlemakan hati non-alkoholik dapat
meningkatkan resiko terjadinya hepatotoksisitas akibat obat. Pasien
dengan HIV yang juga terinfeksi dengan hepatitis B atau C juga memiliki
peningkatan risiko terjadinya DILI dari terapi antiretroviral atau obat TB.8,9
5. Dosis Harian. Meskipun DILI tipe idiosinkratik dipercaya tidak bisa
diprediksi berdasarkan dosis, namun dari beberapa studi dan laporan
kasus ditemukan bahwa pasien yang mendapat dosis obat >50 mg/hari
untuk memiliki resiko lebih tinggi terkena DILI untuk beberapa jenis obat.8
6. Interaksi Obat. Beberapa obat dapat meningkatkan potensi hepatotoksik
obat lainnya dengan cara menginduksi sitokrom P450 dan meningkatkan
produksi metabolit reaktif yang bersifat hepatotoksik, misalnya pada
penggunaan bersamaan asam valproate dan antikonvulsan lainnya. 8
B. Genetik
1. Variasi Pada Fase 1. Fase 1 merupakan fase dimana metabolit reaktif yang
toksik dibentuk oleh enzim sitokrom p450. Beberapa famili dari enzim
sitokrom p450 ditemukan memiliki variasi kerja pada tiap individual,
dimana penurunan kerja enzim tertentu berisiko mengakibatkan DILI
akibat penumpukan dari metabolit toksik di hati. CYP2D6 merupakan
enzim yang memetabolisme opiat, antidepressan, beta-bloker, dan agen
anti-aritmia. Polimorfisme dari enzim ini telah dikatikan dengan
hepatotoksisitas dari obat perhexiline dan chlopromazine. 7,8
2. Variasi Pada Fase 2. Pada fase 2, metabolit reaktif akan dikonjugasi dan
didetoksifikasi oleh grup transferase sehingga variasi kerja dari transferase
ini berisiko meningkatkan timbulnya DILI. NAT2 (N-acetyl transferase 2)
merupakan enzim polimorfik yang bekerja untuk mendetoksifikasi obat-
obat seperti isoniazid dan sulfonamid. 8,10,11
V. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari DILI sangat bervariasi, mulai dari peningkatan enzim hati
yang asimtomatik hingga gagal hati. Gejala klinis yang tampak biasanya tergantung
dari obat penyebabnya. Gejala ini dapat menyerupai gangguan hati lain seperti
hepatitis akut, hepatitis kronis, cholestasis akut, fatty liver disease, dll.1,12
VI. Diagnosis
Diagnosis dari DILI ditegakkan dengan mengeksklusi kemungkinan gangguan
hati lainnya melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang detil, pemeriksaan lab,
pencitraan hepatobilier, biopsi hati (bila diindikasikan), dan penilaian kausalitas. 13
A. Anamnesis & Pemeriksaan Fisik
Pada anamnesis, perlu dicari riwayat paparan obat-obatan yang akurat serta
onset awal dan perjalanan dari kelainan yang tampak. Biasanya, onset dari DILI
terjadi dalam 6 bulan pertama setelah memulai obat baru, kecuali pada obat-obatan
tertentu yang memerlukan paparan yang lebih lama sebelum menampakkan gejala
(mis. nitrofurantoin, minosiklin, statin). Selain itu, perlu dicari juga riwayat reaksi
obat sebelumnya, riwayat gangguan hati sebelumnya, serta riwayat konsumsi
alkohol. 13 Pemeriksaan fisik biasanya menampakkan gambaran mirip gangguan hati
lain (ikterik, demam, hepatomegali, nyeri tekan hati, atau gambaran penyakit hati
kronis). 13
B. Pemeriksaan Laboratorium
D. Biopsi Hati
VII. Penatalaksanaan
Pada pasien dengan dugaan DILI, terutama dengan kenaikan nilai enzim hati
atau terdapat tanda-tanda disfungsi hati, agen yang diduga sebagai penyebab harus
dihentikan. Terapi lainnya biasanya bersifat suportif dan tergantung dari gejala yang
tampak.13,14
N-Acetylcystein bisa diberikan pada pasien dengan DILI akibat acetaminofen.
Dari beberapa penelitian, penggunaan NAC pada DILI akibat obat lain memberikan
tingkat survival yang lebih tinggi dibanding dengan pasien yang tidak mendapat
NAC. Namun, pemberian NAC pada pasien anak justru memberikan tingkat survival
yang lebih rendah dan tidak direkomendasikan. 13,14
Pengunaan steroid pada pasien DILI biasanya diberikan bila ditemukan gejala
hipersensitivitas, namun belum ada uji terkontrol untuk penggunaan steroid. 13,14
Terapi khusus lain yang dapat diberikan pada pasien DILI yaitu L-carnitine
untuk DILI akibat valproate, dan asam ursodeoxycholic untuk gejala kolestasis,
namun, data mengenai efikasinya masih terbatas. 13,14
VIII. Prognosis
Sebagian besar pasien DILI yang simptomatik dapat sembuh dengan terapi
suportif setelah obat penyebabnya dihentikan. Prognosis dari tiap pasien tergantung
dari tingkat kerusakan hati saat datang pertama kali. Sebagai contoh, pasien dengan
DILI, koagulopati (INR>1,5) dan encefalopati memiliki prognosis yang buruk tanpa
mendapat transplantasi hati. Selain itu, lama pemakaian obat penyebab sebelum
dihentikan serta kerusakan hati tipe kolestatik juga berpengaruh pada risiko
perkembangan penyakit menjadi kronis.12,13,14
Sebuah observasi dari dr. Hyman Zimmerman pada tahun 1978 menemukan
bahwa pasien dengan ikterik yang disebabkan oleh obat (bilirubin total >2x dari
batas normal atau nilai ALT/AST >3x dari batas normal) memiliki tingkat mortalitas
sebesar 10%. 12,13,14
DAFTAR PUSTAKA
1. Bjornsson,E. Review article: drug-induced liver injury in clinical practice .
Aliment Pharmacol Ther 2010; 32: 3–13.
2. Squires et al. Acute Liver Failure in Children: The First 348 Patients in The
Pediatric Acute Liver Failure Study Group. J Pediatr. 2006 May ; 148(5): 652–658.
3. Molleston et al. Characteristics of Idiosyncratic Drug-induced Liver Injury in
Children: Results From the DILIN Prospective Study . J Pediatr Gastroenterol Nutr.
2011 August ; 53(2): 182–189.
4. Devarbhavi et al. Drug-Induced Liver Injury With Hypersensitivity Features
Has a Better Outcome: A Single-Center Experience of 39 Children and Adolescents .
HEPATOLOGY, Vol. 54, No. 4, 2011
5. Liddle, Christopher and Stedman, Catherine A.M. Hepatic metabolism of
drugs. The Textbook of Hepatology: From Basic Science to Clinical Practice, 3rd
Edition, July 2007, Section 2.3.15
6. Russmann et al. Current Concepts of Mechanisms in Drug-Induced
Hepatotoxicity. Current Medicinal Chemistry, 2009, 16, 3041-3053
7. Russmann S.; Jetter A.; Kullak-Ublick G.A.; Pharmacogenetics of Drug-
Induced Liver Injury. HEPATOLOGY, Vol. 52, No. 2, 2010
8. Bjornsson E.;Chalasani N.; Risk Factors for Idiosyncratic Drug-Induced Liver
Injury. Gastroenterology. 2010 June ; 138(7): 2246–2259.
9. Devarbhavi,H. Antituberculous drug-induced liver injury: current perspective .
Tropical Gastroenterology 2011;32(3):167–174
10. Raquel Lima de Figueiredo Teixeira et al. Genetic polymorphisms of NAT2,
CYP2E1 and GST enzyme and the occurrence of antituberculosis drug-induced
hepatitis in Brazilian TB patients. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro, Vol.
106(6): 716-724, September 2011
11. Bjornsson E.;Chalasani N.;Ghabril M.; Drug-induced liver injury: a clinical
update. Curr Opin Gastroenterol. 2010 May ; 26(3): 222–226.
12. Andrade RJ, Robles M, Fernández-Castañer A, López-Ortega S, López-Vega
MC, Lucena MI. Assessment of drug-induced hepatotoxicity in clinical practice: A
challenge for gastroenterologists. World J Gastroenterol 2007; 13(3):329-340
13. Chalasani et al. ACG Clinical Guideline: The Diagnosis and Management of
Idiosyncratic Drug-Induced Liver Injury. Am J Gastroenterol advance online
publication, 17 June 2014
14. Ki Tae Suk, et al. Drug-induced liver injury: present and future. Clinical and
Molecular Hepatology 2012;18:249-257
15. M. K. Gaedeke. Laboratory and Diagnostic Test Handbook, 1995