Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

HEPATITIS KARENA OBAT (DRUG INDUCED HEPATITIS)


RUANG BUGENVILE RSUD BANYUMAS
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Oleh:
RUSNI GAY TABONA
I4B017086
PROGRAM PROFESI NERS

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Hepatitis karena obat terjadi pada 8 dalam setiap 10.000 orang. Perempuan
cenderung terpengaruh hampir dua kali dibandingkan laki-laki. Orang dewasa lebih rentan
terhadap jenis hepatitis ini karena tubuh mereka tidak mampu memperbaiki dengan cepat
sel-sel hepatosit yang rusak seperti pada orang muda. Salah satu fungsi hati yang penting
ialah melindungi tubuh terhadap terjadinya penumpukan zat berbahaya yang masuk dari
luar, misalnya obat. Banyak diantara obat yang bersifat larut dalam lemak dan tidak
mudah diekskresikan oleh ginjal. Untuk itu maka sistem enzim pada mikrosom hati akan
melakukan biotransformasi sedemikian rupa sehingga terbentuk metabolit yang lebih
mudah larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin atau empedu. Dengan faal
sedemikian ini, tidak mengherankan bila hati mempunyai kemungkinan yang cukup besar
pula untuk dirusak oleh obat. Hepatitis karena obat pada umumnya tidak menimbulkan
kerusakan permanen, tetapi kadang-kadang dapat berlangsung lama dan fatal.
Metabolisme obat terjadi dalam 2 tahap. Pada tahap 1 reaksi, obat dijadikan polar
oleh proses oksidasi atau hydroxilasi. Tidak semua obat-obatan melalui tahap ini, beberapa
dapat langsung menjalani reaksi tahap 2. Enzim cytochrome P-450 enzim mengkatalisis
reaksi tahap 1. Sebagian besar produk intermediatnya bersifat transient dan sangat reaktif.
Ini dapat menyebabkan reaksi pembentukan metabolit yang jauh lebih beracun dari
substrat obatnya dan dapat menyebabkan kerusakan hati. Enzim Cytochrome P-450 adalah
hemoprotein yang terdapat pada reticulum endoplasmic hati. Setiap enzim P-450 dapat
metabolisme banyak obat-obatan. Tahap 2 reaksi mungkin terjadi di dalam maupun di luar
hati. Obat-obatan dikonjugasi dengan asetat, asam amino, sulfate, glutathione, asam
glucuronic, yang selanjutnya akan meningkatkan daya larut.

B. Tujuan
Tujuan dilakukannya laporan pendahuluan kali ini yaitu agar mahasiswa dapat
mengetahui;
1. Pengertian drug induced hepatitis
2. Etiologi drug induced hepatitis
3. Patofisiologi drug induced hepatitis
4. Manifestasi klinis drug induced hepatitis
5. Pemeriksaan penunjang
6. Penatalaksanaan drug induced hepatitis
7. Pathway drug induced hepatitis
8. Diagnosa keperawatan
9. Fokus intervensi
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Pengertian drug induced hepatitis


Hepatitis adalah keadaan radang atau cedera pada hati, sebagai reaksi terhadap
virus, obat atau alkohol (FKAUI, 2006). Hepatitis adalah infeksi sistemik oleh virus
disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Wening Sari, 2008).
Hepatitis merupakan suatu peradangan hati yang dapat disebabkan oleh infeksi
atau oleh toksin termasuk alkohol dan dijumpai pada kanker hati (Corwn Elizabeth J,
2001). Hepatitis karena obat adalah peradangan atau inflamasi pada hati yang disebabkan
oleh reaksi obat.

2. Etiologi drug induced hepatitis


Beberapa contoh obat-obatan yang dapat menyebabkan terjadinya hepatitis karena obat,
yaitu:
a) Acetaminophen: Hepatoksisitas dari acetaminophen disebabkan oleh senyawa metabolit
NAPQI (N-acetyl-p-benzoquinone-imine), ini adalah senyawa metabolit yang
dihasilkan oleh cytochrome P-450-2E1.
b) Amoxicillin: Amoxicillin menyebabkan peningkatan kadar SGOT, SGPT, atau
keduanya.
c) Amiodarone: Amiodarone menyebabkan hasil tes fungsi hati tidak normal dalam 15-
50% dari pasien.
d) Chlorpromazine: Kerusakan hati akibat Chlorpromazine menyerupai hepatitis infeksi
dengan fitur laboratorium jaundice obstruktif lebih jelas daripada kerusakan parenkim.
e) Ciprofloxacin: Kira-kira 1,9% dari pasien yan menggunakan ciprofloxacin
menunjukkan tingkat SGPT tinggi, 1,7% mengalami peningkatan SGOT, 0,8%
mengalami peningkatan alkalin phosphatase, dan 0,3% kadar bilirubin meningkat.
f) Diclofenac: Perempuan tua lebih rentan terhadap kerusakan hati akibat diclofenac.
Peningkatan dari satu atau lebih hasil tes hati mungkin terjadi.
g) Erythromycin: Erythromycin dapat menyebabkan kerusakan hati, termasuk peningkatan
enzim hati dan hepatocellular dan/atau hepatitis cholestatis dengan atau tanpa jaundice.
h) Fluconazole: Menyebabkan peningkatan transaminase.
i) Isoniazid: Hepatitis berat telah dilaporkan pada pasien yang mendapat terapi INH.
Pasien yang diberikan INH harus diawasi secara hati-hati.
j) Methyldopa: Methyldopa merupakan antihipertensi yang merupakan kontraindikasi
pada pasien dengan penyakit hati aktif.
k) Kontrasepsi oral: kontrasepsi oral dapat mengakibatkan intrahepatic cholestasis dengan
pruritus dan jaundice dalam sejumlah kecil pasien.
l) Statin/HMG-COA reductase inhibitors: Penggunaan statin terkait dengan abnormalitas
biokimiawi dari fungsi hati.
m) Rifampicin: Rifampicin biasanya diberikan dengan INH. Rifampin sendiri dapat
menyebabkan hepatitis ringan.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya hepatitis karena obat, yaitu:
1) Ras: Beberapa obat memiliki toksisitas yang berbeda tergantung ras. Misalnya, kulit
hitam lebih rentan terhadap isoniazid (INH).
2) Hepatitis karena obat jarang ditemukan pada anak-anak. Resikonya meingkat pada
orang tua.
3) Jenis kelamin: Dengan alasan yang tidak diketahui, hepatitis jenis ini lebih sering
terjadi pada perempuan.
4) Konsumsi alkohol: orang yang mengkonsumsi alkohol lebih rentan terhadap hepatiis
karena obat karena kerusakn hati mengubah metabolisme obat-obatan. Alkohol
menyebabkan penipisan glutathione (hepatoprotektif) yang membuat orang lebih
rentan.
5) Faktor resiko lain: Orang dengan AIDS, malnutrisi, dan berpuasa mungkin rentan
terhadap narkoba karena rendahnya glutathione.

3. Patofisiologi drug induced hepatitis


a. Mekanisme patofisiologi
1) Gangguan hepatosit: Ikatan kovalen dari obat dengan protein intrasellular dapat
menyebabkan penurunan ATP, yang menyebabkan gangguan aktin. Gangguani aktin
di permukaan hepatosit menyebabkan pecahnya membrane hepatosit.
2) Gangguan transportasi protein: Obat-obatan yang mempengaruhi transportasi protein
di membrane canalicular dapat mengganggu arus empedu. Hilangnya processus
villous dan gangguan pompa transportasi seperti resistensi multidrug-protein 3
menghambat ekskresi bilirubin, menyebabkan cholestasis.
3) Aktivasi sel Cytolytic T: Ikatan kovalen obat pada enzim P-450 bertindak sebagai
immunogen, mengaktifkan sel T dan cytokines dan merangsang kekebalan tubuh
yang multi respon.
4) Apoptosis hepatosit: Aktivasi jalur apoptotic oleh reseptor faktor tumor nekrosis-
alpha receptor oleh Fas memicu kaskade intraselular, yang menghasilkan kematian
sel.
5) Gangguan mitokondria : Beberapa obat menghambat fungsi mitokondria dengan
efek ganda terhadap produksi energi beta-oksidasi oleh hambatan sintesis
Nikotinamid adenin dinukleotida dan flavin adenin dinukleotida, mengakibatkan
penurunan produksi ATP.
6) Kerusakan saluran empedu: metabolit toksik yang dieksresikan di empedu dapat
menyebabkan kerusakan epitel saluran empedu.
b. Mekanisme toksisitas obat
Secara patofisiologik, obat yang dapat menimbulkan kerusakan pada hati dibedakan
atas dua golongan yaitu hepatotoksin yang predictable dan yang unpredictable.
1. Hepatotoksin yang predictable (intrinsik)
Merupakan obat yang dapat dipastikan selalu akan menimbulkan kerusakan sel
hepar bila diberikan kepada setiap penderita dengan dosis yang cukup tinggi. Dari
golongan ini ada obat yang langsung merusak sel hati, ada pula yang merusak secara
tidak langsung yaitu dengan mengacaukan metabolisme atau faal sel hati. Obat
hepatotoksik predictable yang langsung merusak sel hati umumnya tidak digunakan
lagi untuk pengobatan. Contohnya ialah karbon tetraklorid dan kloroform.
Hepatotoksin yang predictable yang merusak secara tidak langsung masih banyak
yang dipakai misalnya parasetamol, tetrasiklin, metotreksat, etanol, steroid
kontrasepsi dan rifampisin. Tetrasiklin, etanol dan metotreksat menimbulkan
steatosis yaitu degenerasi lemak pada sel hati. Parasetamol menimbulkan nekrosis,
sedangkan steroid kontrasepsi dan steroid yang mengalami alkilasi pada atom C-17
menimbulkan ikterus akibat terhambatnya pengeluaran empedu. Rifampisin dapat
pula menimbulkan ikterus karena mempengaruhi konyugasi dan transpor bilirubin
dalam hati.
2. Hepatotoksin yang unpredictable
Kerusakan hati yang timbul disini bukan disebabkan karena toksisitas intrinsik dari
obat, tetapi karena adanya reaksi idiosinkrasi yang hanya terjadi pada orang-orang
tertentu. Ciri dari kelainan yang bersifat idiosinkrasi ini ialah timbulnya tidak dapat
diramalkan dan biasanya hanya terjadi pada sejumlah kecil orang yang rentan.
Menurut sebab terjadinya, reaksi yang berdasarkan idiosinkrasi ini dapat dibedakan
dalam dua golongan yaitu karena reaksi hipersensitivitas dan karena kelainan
metabolisme. Yang timbul karena hipersensitivitas biasanya terjadi setelah satu
sampai lima minggu dimana terjadi proses sensitisasi. Biasanya dijumpai tanda-
tanda sistemik berupa demam, ruam kulit, eosinofilia dan kelainan histologik berupa
peradangan granulomatosa atau eosinofilik pada hati. Dengan memberikan satu atau
dua challenge dose, gejala-gejala di atas biasanya segera timbul lagi. Reaksi
idiosinkrasi yang timbul karena kelainan metabolisme mempunyai masa laten yang
sangat bervariasi yaitu antara satu minggu sampai lebih dari satu tahun. Biasanya
tidak disertai demam, ruam kulit, eosinofilia maupun kelainan histopatologik yang
spesifik seperti di atas. Dengan memberikan satu atau dua challenge dose kelainan
ini tidak dapat diinduksi untuk timbul lagi ; untuk ini obat perlu diberikan lagi
selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Hal ini menunjukkan bahwa
diperlukan waktu yang cukup lama agar penumpukan metabolit hepatotoksik dari
obat sampai pada taraf yang memungkinkan terjadinya kerusakan hati.

4. Manifestasi klinis drug induced hepatitis


Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada hepatitis karena obat, yaitu demam, ruam
dan gatal pada kulit, diare, nyeri sendi, mual, muntah, sakit kepala, anorexia, jaundice,
feses berwarna seperti clay color stools tanah liat, air kencing gelap, dan hepatomegaly.

5. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium: dapat ditemukan adanya peningkatan bilirubin terutama bilirubin direct
(bilirubin 2) peningkatan transminasi serum (SGOT, SGPT).
b. Radiology
1. USG abdomen: merupakan pemeriksaan yang sangat berguna dalam mendiagnosis
pasien ikterus.
2. CT Scan
c. Biopsi hati
Metode ini sangat berguna untuk menegakkan diagnosis penyakit hepatoseluler kronik
atau sirosis hati.

6. Penatalaksanaan
Pengobatan hepatitis karena obat pada prinsipnya sama dengan pengobatan penyakit
hati yang ditimbulkan oleh penyebab lain. Obat yang dicurigai sebagai penyebab harus
dihentikan. Penderita diberi diet 2500-3000 kalori, 70-100 g protein dan 400-500 g
karbohidrat sehari. Bila ada tanda akan terjadi koma hepatikum, protein tidak diberikan
dan juga diberikan neomisin per oral. Bila penderita jatuh ke dalam koma, diberikan infus
glukosa. Keseimbangan asam-basa dan kebutuhan cairan harus diperhatikan dengan baik.
Untuk ikterus yang disebabkan kolestasis hepatokanalikuler, diberikan terapi suportif.
Jenis ini umumnya tidak terlalu berbahaya. Bila ikterus menghebat dan timbul rasa gatal,
dapat diberikan kortikosteroid atau kolestiramin. Perlu dicatat bahwa kortikosteroid tidak
mempercepat sembuhnya penyakit.

7. Pathway drug induced hepatitis


8. Pengkajian
Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan atau gangguan hati
a. Aktivitas
Kelemahan, kelelahan, malaise
b. Sirkulasi
Bradikardi (hiperbilirubin berat), ikterik pada sklera kulit, membran mukosa
c. Eliminasi
Urine gelap, diare feses warna tanah liat
d. Makanan dan Cairan
Anoreksia, berat badan menurun, mual dan muntah, peningkatan oedema, dan asites
e. Neurosensori
Peka terhadap rangsang, cenderung tidur, letargi, asteriksis
f. Nyeri atau Kenyamanan
Kram abdomen, nyeri tekan pada kuadran kanan, mialgia, atralgia, sakit kepala, gatal
(pruritus)
g. Keamanan
Demam, urtikaria, lesi makulopopuler, eritema, splenomegali, pembesaran nodus
servikal posterior
h. Seksualitas
Pola hidup atau perilaku meningkat resiko terpajan

9. Diagnosa keperawatan
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan menyeluruh.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interna ; perubahan kondisi metabolik,
perubahan sirkulasi.
d. Cemas berhubungan dengan perubahan peran dalam lingkungan sosial

10. Fokus intervensi

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


1. Intoleransi aktivitas Emergency conservation Energy Management
berhubungan dengan Self Care : ADLs - Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
kelemahan menyeluruh. Kriteria Hasil ; aktivitas
- Berpartisipasi dalam - Dorong untuk mengngkapkan perasaan terhadap
aktivitas fisik tanpa disertai keterbatasan
peningkatan tekanan darah, - Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelalahan
nadi dan RR - Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
- Mampu melakukan - Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik da emosi
aktivitas sehari-hari (ADLs) secara berlebihan
secara mandiri - Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
- Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
- Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
- Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
dengan keampuan fisik, psikologi dan sosial
- Bantu untuk mendapatkan alat bantu aktivitas
- Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
- Bantu klien untuk membuat jadwal layihan di waktu
luang
- Bantu keluarga/pasien untuk mengidentivikasi
kekurangan dalam beraktifitas
- Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
- Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
- Monitor respon fisik,emosi, sosial dan spiritual
2. Ketidakseimbangan Nutritional Status ; food and Nutrition Management
nutrisi kurang dari fluid intake - Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh Kriteria Hasil : - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
- Adanya penngkatan berat kalori dan nutrisi yangdibutuhkan pasien
badan sesuai dengan tujuan - Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
- Berat badan ideal sesuai - Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein da
dengan tinggi badan vitamin C
- Mampu mengidentifikasi - Berikan substansi gula
kebutuhan nutrisi - Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
- Tidak ada tanda-tanda untuk mencegah konstipasi
malnutrisi - Berikan makanan yang terpilih
- Tidak terjadi penurunan - Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makaan
berat badan yang berarti harian
- Monitor julahnutrisi dan kandungan kalori
- Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
- Kaji kemampuanpasien untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam batas normal
- Monitor adanya penurunan beratbadan
- Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
- Monitor lingkungan selama makan
- Jadwalkan pengobatan datindakan tidak selama jam
makan
- Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar albumin, total protein, Hb dan kadar Ht
- Montor makanan esukaan
- Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan
konjungtiva
- Monitor kalori dan intake nutrisi
- Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral
- Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

3. Kerusakan integritas Tissue Integrity ; Skin and Pressure Management


kulit berhubungan Mucous Membranes - Anjrkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
dengan interna ; - Integritas kulit yang baik longgar
perubahan kondisi bias dipertahankan 9sensasi, - Hindari kerutan pada tempat tidur
metabolik, perubahan elastisitas, temperature, - Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
sirkulasi. hidrasi, pigmentsi) - Mobilisasi pasien (ubah poasisi pasien) setiap 2 jam
- Tidak ada luka/lesi pada sekali
kulit - Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Perfusi jaringan baik - Oleskan lotion atau minyak pada daerah yang tertekan
- Menunjukkan pemahaman - Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
dalam proses perbaikan kulit - Monitor status nutrisi pasien
danmencegah terjadinya - Anjurkan pasien mandi dengan sabun dan air hangat
cedera berulang
- Mampu melindungi klit
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
4. Cemas berhubungan Anciety control Anxiety Reduction
dengan perubahan peran Coping - Gunakan pendekatan yang menyenangkan
dalam lingkungan sosial Impulse control - Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku
Kriteria Hasil : pasien
- Klien mampu - Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
mengidentifikasi dan selama prosedur
mengungkapkan gejala cemas - Pahami perspektif faktual mengenai diagnosis,
- Mengientifikasi, tindakan prognosis
mengungkapkan dan - Lakukan back/neck rub
menjukkan teknik untuk - Dengarkan dengan penuh perhatian
mengontrol kecemasan - Identifikasi tingkat kecemasan
- Vital sign dalam batas - Dorong pasien untuk mengungkapkanperasaan,
normal ketakutan persepsi
- Postur tubuh, ekspresi - Insruksikanpasien menggunakan teknik relaksasi
wajah, bahasa tubuh dan - Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Zulkifli dan Asril Bahar. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FK-
UI.
Johnson Marion, dkk, 2000, Nursing Out Come Classification (NOC), Mosby.
Mansjoer A., dkk, 2005, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Jakarta, Media Aesculapius.
Mc. Closkey, Joanne Mc., Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby.
Price, Sylvia Anderson, 2006, Patofisiologi: Konsep Klinis Proes-proses Penyakit.; alih
bahasa, Brahm U. Pendi (et. al.) edisi 6, Jakarta : EGC
Priharjo Robert, 2006, Pengkajian Fisik Keperawatan, Jakarta, EGC.
Ralph Sheila Sparh S., dkk, Nursing Diagnosis : Definition & Classification 2005-2006,
NANDA International.
Suddarth & Brunner, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2,
Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai