PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jejas hati
imbas
obat
(drug-induced
liver
injury, DILI),
atau
hepatotoksisitas imbas obat, merupakan jejas hati yang disebabkan oleh pajanan
terhadap obat atau agen non-infeksius. Jejas yang ditimbulkan oleh obat
bervariasi, mulai dari tidak bergejala, ringan, hingga gagal hati akut yang
mengancam nyawa. Insidens hepatotoksisitas imbas obat terbilang rendah,
yaitu antara 1 dari 10.000 sampai 1 dari 100.000 pasien, tampaknya karena
sulitnya diagnosis dan angka pelaporan yang masih rendah. Kunci penting
diagnosis DILI adalah pajanan obat harus terjadi sebelum onset jejas hati dan
penyakit lain yang dapat menyebabkan jejas hati harus disingkirkan. Selain
itu, jejas hati akan membaik bila penggunaan obat tertentu dihentikan dan jejas
hati dapat terjadi lebih cepat dan lebih berat pada pajanan berikutnya, khususnya
bila jejas hati tersebut terjadi akibat proses imunologis.
Dalam sebuah penelitian akibat DILI, 4 dari 34 (11,8%) pasien dirawat di
rumah sakit, dan dua orang (5,9%) meninggal (Reuben, 2010). Sebanyak 14%
kasus DILI menyebabkan transplatasi hati bahkan kematian di Singapore (Wai,
2006).
Tahun 2012 terdapat penelitian di salah satu rumah sakit Tasikmalaya yang
menunjukan bahwa 96% pasien dengan gangguan fungsi hati masih banyak yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Jejas hati imbas obat (drug-induced liver injury, DILI) merupakan salah
satu masalah kesehatan yang memiliki tantangan diagnosis tersendiri. Luputnya
diagnosis DILI sering terjadi karena DILI memiliki spektrum yang luas, mulai
dari tidak bergejala sama sekali sampai gagal hati akut yang mengancam nyawa.
Karena
penting.
artikel
ini, akan
dibahas
secara
yang
singkat
sangat
mengenai
dengan
hati
akut
maupun
kronik
Jumlah aktual dapat jauh lebih besar karena sistem pelaporan yang belum
memadai, kesulitan mendeteksi atau mendiagnosis, dan kurangnya
terhadap pasien-pasien yang mengalami DILI.
2.3 Klasifikasi
observasi
diprediksi) dan
hepatotoksisitas
idiosinkratik
(disebut juga
ini dapat mencetuskan gangguan pada gradien ionik dan penyimpanan kalsium
intraseluler, menyebabkan terjadinya disfungsi mitokondria dan gangguan
produksi energi. Gangguan fungsi seluler ini pada akhirnya dapat menyebabkan
kematian sel dan gagal hati.
2.5 Prediktor Kerentanan Terhadap DILI
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang lebih rentan
mengalami hepatotoksisitas imbas obat. Ada bukti bahwa seiring bertambahnya
usia, risiko mengalami DILI meningkat.Hal ini terjadi karena tampaknya banyak
orang usia lanjut yang mengonsumsi sejumlah obat yang dapat menyebabkan
perubahan farmakokinetik obat dan berhubungan dengan proses penuaan yang
mengakibatkan penurunan metabolisme, distribusi, serta eliminasi obat.
Prediktor penting lainnya adalah hepatitis viral kronik, baik hepatitis B
maupun C yang telah ada sebelumnya. Pada beberapa penelitian, didapatkan
peningkatan risiko DILI pada pasien hepatitis kronik yang diterapi dengan INH
dan rifampisin. Risiko DILI juga meningkat pada pasien HIV dengan koinfeksi
hepatitis B atau C yang mendapat terapi antiretroviral.Obesitas dan non-alcoholic
fatty liver disease(NAFLD) dikatakan tidak meningkatkan risiko DILI.
2.6 Pendekatan Diagnostik DILI dan Penilaian Kausalitas Pada DILI
Mendiagnosis DILI dengan pasti tidaklah mudah. Hal penting yang
menjadi pegangan diagnosis DILI: Pertama, hepatotoksisitas imbas obat dapat
menyerupai hampir semua jenis penyakit hati, dan saat ini diagnosis DILI
dilakukan per eksklusionam karena tidak terdapat penanda biologis maupun
pemeriksaan spesifi k yang dapat menegakkan diagnosis DILI. Karena itu, semua
penyebab jejas hati yang dapat memberikan gambaran serupa harus disingkirkan
terlebih dulu. Kedua, menggali seluruh data klinis maupun biokimia yang
berhubungan dengan jejas hati; data ini merupakan kunci penting untuk
menentukan karakteristik dan pola jejas hati agar dapat membantu menegakkan
diagnosis. Ketiga, perlu diingat bahwa kondisi medis yang mengharuskan
penggunaan obat dapat menyebabkan disfungsi hati; hal ini bisa semakin
menyulitkan diagnosis DILI. Keempat, karena umumnya beberapa obat diberikan
bersamaan, interaksi sinergistik antarobat dapat terjadi sekaligus menimbulkan
pertanyaan obat mana yang menyebabkan DILI.
Terdapat dua metode utama untuk menentukan kausalitas pada DILI, yaitu
penilaian berdasarkan kondisi klinis pasien dan penggunaan sistem penskoran.
Metode pertama menekankan ketajaman analisis seorang dokter terhadap kondisi
klinis dan biokimia pasien yang berhubungan dengan penggunaan obat atau
produk herbal. Akan tetapi, pendekatan ini terlalu subjektif dan akurasinya sangat
tergantung pada keterampilan melakukan anamnesis dan menyingkirkan
kemungkinan penyebab hepatotoksisitas lain.
Pendekatan lebih objektif adalah penilaian kausalitas menggunakan
metode RUCAM (Roussel-Uclaf Causality Assessment Method). Dalam metode
ini, terdapat tujuh parameter yang dinilai, yaitu jangka waktu terjadinya penyakit
hati dari pertama kali mengonsumsi obat, perjalanan penyakit hati yang dialami
saat ini, faktor risiko untuk mengalami jejas hati, eksklusi penyebab jejas hati lain,
informasi mengenai hepatotoksisitas yang ditimbulkan oleh obat tersangka, serta
respons terhadap pemberian ulang obat.
Instrumen tersebut saat ini digunakan secara luas dalam berbagai
penelitian untuk menilai hepatotoksisitas, tetapi masih sulit diaplikasikan dalam
praktik klinis sehari-hari, sehingga sebagian besar dokter masih menggunakan
penilaian klinis dalam mendiagnosis DILI.
adanya
musclepositif.
antinuclear
Kondisi
antibody(ANA)
hemodinamik
yang
atau
antibodi
tidak
stabil,
anti-smoothseperti
syok
kardiovaskular atau gagal jantung, dapat juga menyebabkan jejas hati. Kelainan
metabolik
dan
endokrin
juga
dapat
menyebabkan
jejas
hati,
seperti
10
11
BAB III
PENYELESAIAN KASUS
3.1 Kasus
Seorang wanita, usia 35 tahun, datang dengan keluhan mata, badan kuning dan
buang air kecil seperti teh, serta gatal di seluruh tubuh sejak 1 minggu yang lalu.
Pasien didiagnosis mengidap hipertiroidisme 1 bulan yang lalu dan saat ini sedang
mendapat pengobatan propiltiourasil 150 mg/tablet sebanyak 3x3 tablet per hari.
Pada pemeriksaan fisik
kali/menit, suhu 37,4oC, frekuensi napas 20 kali/menit, berat badan 53 kg, tinggi
badan 165 cm, IMT : 19,47 kg/m2 (berat badan normal). Sklera dan palatum mole
yang tampak ikterik, struma nodosa bilateral, dan hepatomegali. Pada
pemeriksaan laboratorium, didapatkan bilirubin total 19,94 mg/dL, direk 14,31
mg/dL, indirek 5,63 mg/ dL, fosfatase alkali 261 U/L (N: 40-150 U/L), SGOT 48
U/L, SGPT 80 U/L, Kadar albumin dan kolinesterase serum masih dalam batas
normal. Pemeriksaan serologi untuk hepatitis A, B, dan C negatif. Sedangkan
kadar hormon tiroid menunjukkan peningkatan kadar FT4 (3,59 ng/dL) dan T3
total (2,34 ng/mL) disertai kadar TSHS yang rendah (<0,010 U/ mL). Pada USG
abdomen, tidak ditemukan kelainan pada hepar dan traktus biliaris. Pada USG
tiroid, didapatkan struma ringan nodosa bilateral dengan beberapa lesi di
dalamnya, mengarah kista darah lama memadat, tidak mengarah ke lesi malignan.
Pada perawatan, PTU dihentikan. Pasien mendapat terapi asam ursodeoksikolat
2x1 tablet PO, kolestiramin 2x4 gram PO, hepatoprotektor, dan steroid
(metilprednisolon) 2x125 mg IV (tapering off mg PO1x8 mg PO1x4 mg PO)
12
Seiring dengan penurunan kadar bilirubin total 19,94mg/dL menjadi 4,88 mg/dL
kemudian 1,6 mg/ dL; bilirubin direk 14,31 mg/dL turun menjadi 3,56 mg/dL,
kemudian 1,0 mg/dL; bilirubin indirek 5,63 mg/dL turun menjadi 1,32 mg/ dL
kemudian 0,6 mg/dL, metilprednisolon ditapering off . Pasien pulang dengan
perbaikan, dan fungsi hati membaik (SGOT 48 U/L turun menjadi 26 U/L
kemudian 14 U/L, SGPT 80 U/L turun menjadi 66 U/L kemudian 21 U/L); diberi
tiamazol 1x10 mg/tablet sebagai pengganti PTU.
3.2 Penyelesaian Kasus
Penyelesain: dengan metode SOAP:
Subjek:
Nama
Umur
Jenis kelamin
Keluhan
:
:
:
:
35 tahun
wanita
mata, badan kuning dan buang air kecil seperti teh,
serta gatal di seluruh tubuh sejak 1 minggu yang lalu.
Pasien didiagnosis mengidap hipertiroidisme 1 bulan
yang lalu dan saat ini sedang mendapat pengobatan
propiltiourasil 150 mg/tablet sebanyak 3x3 tablet per
Pemeriksaan fisik
hari
: menunjukkan Sklera dan palatum mole yang tampak
ikterik, struma nodosa bilateral, dan hepatomegali
Objek:
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Frekuensi napas
:
:
:
:
140/100 mmHg
108 kali/menit
37,4oC
20 kali/menit
13
Berat badan
: 53 kg
Tinggi badan
: 165 cm
IMT
: 19,47 kg/m2 (berat badan normal)
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan bilirubin total 19,94 mg/dL, direk
14,31 mg/dL, indirek 5,63 mg/ dL, fosfatase alkali 261 U/L (N: 40-150 U/L),
SGOT 48 U/L, SGPT 80 U/L, Kadar albumin dan kolinesterase serum masih
dalam batas normal.
Pemeriksaan serologi untuk hepatitis A, B, dan C negatif. Sedangkan kadar
hormon tiroid menunjukkan peningkatan kadar FT4 (3,59 ng/dL) dan T3 total
(2,34 ng/mL) disertai kadar TSHS yang rendah (<0,010 U/ mL).
Assasement:
Pasien mendapatkan terapi 3x3 tablet PTU/hari selama 1 bulan, kemudian badan,
matanya menjadi kuning, gatal, urin seperti teh, ditambah dengan pemeriksaan
fisik dan penunjang yang mengarah ke gangguan fungsi hati. Penyebab keluhan
tersebut diduga adalah hepatotoksisitas karena obat dengan gambaran klinis
kolestasis, mengingat PTU rutin diminum dan tidak ada riwayat minum alkohol,
jamu, maupun obat herbal.
Plan:
Tujuan terapi:
penghentian obat penyebab hepatotoksisitas
menghilangkan gejala hepatotoksisitas
melindungi hati dari kerusakan berat dan perawatan pasien hingga menunjukkan
kesembuhan yang bermakna
14
a.
Terapi farmakologi
bersama makanan.
Memberikan Obat-obatan hepatoprotektor untuk melindungi hati dari
kerusakan berat dengan cara menghambat reaksi inflamasi serta
menstabilkan membran mitokondria.
b.
15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1.
Jejas hati
imbas
obat
(drug-induced
liver
injury, DILI),
atau
2.
penskoran
Macam-Macam Efek Hepatotoksik
Kerusakan parenkim hati dengan cepat, menyerupai gejala hepatitis
viral akut.
Kerusakan parenkim hati dengan lambat, menyerupai gejala hepatitis
kronik aktif.
Infiltrasi lemak pada sel-sel hati, menyerupai gejala fatty liver.
Menghambat ekskresi empedu sehingga menimbulkan
3.
16
ikterus
DAFTAR PUSTAKA
Cinthya, S.E., Ivan, S.P., dan Rizky, A., 2012, Penggunaan Obat
PenginduksiKerusakan Hati pada Pasien Rawat Inap Penyakit Hati di Salah
SatuRumah Sakit di Kota Tasikmalaya, Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
Isabel, M., et al, 2008, Assessment of drug-induced liver injury in clinical
practice Assessment of drug-induced liver injury in clinical practice,
Agencia Espan-ola del Medicamento and from the Fondo de Investigacion
Sanitaria
Reuben, A., Koch, D.G., Lee, W.M., 2010, Drug-Induced Acute Liver Failure:
results of a U.S. Multicenter Prospective Study, Hepatology
Sonderup, M.W., 2006, Drug Induced Liver Injury is a Significant Cause of Liver
Disease, Including Chronic Liver,Drug Induced Liver Injuries
Sutadi, S.M., 2003, Sirosis Hepatitis, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, FK Sumatera
Utara
Wai, CT., 2006, Presentation of drug-induced liver injury in Singapore, Singapore
Medical Journal
17