Anda di halaman 1dari 37

DRUG INDUCED LIVER INJURY (DILI)

KELOMPOK 5:
DIAN JUWITA (1701098)
IKHSAN MAULIDI ALPASIRI (1701107)
M. FADHLIL HADIE (1701114)
NURUL SUSIANTI (1701120)
SILVIA RUSTIANI (1701127)
WINDA RAHMA NINGSIH (1701135)

Dosen Pengampu : Efilia Meirita, M.Sc., Apt.


A. DEFINISI

Kerusakan hati akibat obat (Drug Induced Liver Injury) adalah


kerusakan hati yang berkaitan dengan gangguang fungsi hati yang
disebabkan oleh karena tepajan obat atau agen non-infeksius lain
nya.
B. Epidemiologi
Angka kejadian DILI (Drug Induced Liver Injury) sebagian
besar tidak diketahui dengan pasti, hal ini dikarenakan
penelitian prospektif pada populasi yang berhubungan
dengan kerusakan hati yang diakibatkan oleh obat masih
relatif rendah.

Di Negara-negara barat, penyebab mayoritas DILI adalah


obat antibiotic, antikonvulsan dan agen psikotropika.
Laporan lain menyebutkan bahwa Asetaminofen merupakan
penyebab utama DILI di negara-negara barat. Di Amerika
Serikat, amoksisilin/klavulant, INH, nitrofurantion dan
florokuinolons adalah penyebab DILI terbanyak.

Perbedaan diantara penelitian di AS dan Eropa dikarenakan


terdapat perbedaan didalam penggunaan obat-obat yang
diterima di masing-maisng negara dan kebiasaan di dalam
meresepkan obat. Di negara Asia, herbal dan suplemen diet
adalah penyebab paling sering di DILI. Herbal dan suplemen
diet baru-baru ini menyebabkan kurang dari 10% kasus DILI
di negara-negara barat.
C. FAKTOR RESIKO
Umur Faktor genetic

•Reaksi obat jarang terjadi pada anak-anak. Resiko • Gen unik mengkode tiap protein P-450.
kerusakan hepar meningkat pada orag dewasa oleh karena Perbedaan genetic pada enzim P-450
penurunan klirens, interaksi obat, penurunan aliran darah menyebabkan reaksi abnormal terhadap obat,
hepar, variasi ikatan obat, dan volume hepar yang lebih
rendah termasuk reaksi idiosinkratik

Konsumsi alcohol Penyakit lain


•Peminum alkohol akan lebih rentan pada toksisitas obat
karena alkohol menyebabkan kerusakan hepar dan
• Seseorang dengan AIDS, malnutrisi, dan puasa
perubahan sirotik yang mengubah metabolisme obat. lebih rentan terhadap reaksi obat karena
Alkohol menyebabkan lebih rentan terhadap toksisitas obat. rendahnya simpana glutation.

Penyakit hepar Formulasi obat


•Pada umumnya, pasien dengan penyakit hati kronis tidak
semuanya memilikia peningkatan resiko kerusakan hepar. • Obat-obatan long-acting lebih meyebabkan
Walaupun total sitokrom P-450 berkurang, beberapa orang kerusaka hepar dibandingkan dengan obat-
mungkin terpengaruh lebih dari yang lainnya obatan short-acting
D.Patofisiologi dan Mekanisme Drug Induced Liver Injury

Sebagian besar obat bersifat lipofilik sehingga me


01 mbuat mereka mampu menembus membran sel
intestinal..

Obat kemudian diubah lebih hidrofilik melalui pros


es-proses biokimiawi di dalam hepatosit, mengha
02 silkan produk-produk larut air yang diekskresi ke
dalam urin atau empedu.

Biotransformasi hepatik ini melibatkan jalur oksida


03 tif utamanya melalui sistem enzim sitokrom P-450
Sistem Enzim yang Berperan Dalam Detoksifikasi

Sistem Tahap 1 Sistem tahap 2


Sistem Tahap 1

• Sistem detoksifikasi tahap I, melibatkan terutama enzim supergene sitokrom P-450, secara
umum merupakan enzim pertahanan pertama melawan bahan asing.

• Sebagian besar bahan kimia dimetabolisme melalui biotransformasi tahap I. pada reaksi
umum tahap I, enzim sitokrom P-450 (CYP450) menggunakan oksigen dan sebagai
kofaktor, NADH, untuk menambah kelompok reaktif, misalnya hidroksil radikal.

• Sebagai hasil dari tahap ini dalam detoksifikasi, diproduksi suatu molekul reaktif yang lebih
toksik daripada molekul awal.

• Apabila molekul reaktif ini tidak berlanjut pada metabolisme selanjutnya, yaitu tahap II
(konjugasi), dapat menyebabkan kerusakan kerusakan pada protein, RNA, dan DNA di
dalam sel
Sistem Tahap 2
Reaksi konjugasi pada tahap II umumnya mengikuti aktivias tahap I, dimana akan
mengakibatkan xenobiotic yang telah larut air dapat diekskresikan melalui urin ata
u empedu. Beberapa macam reaksi konjugasi terdapat di dalam tubuh, termasuk
glukoronidasi, sulfas, dan konjugasi glutation serta asam amino. Reaksi ini meme
rlukan kofaktor yang tercukupi melalui makanan.
60% 50% 40%

Banyak yang diketahui mengenai peran dari sistem enzim tahap I pada metabo
lisme bahan kimia seperti halnya aktivitasnya oleh racun lingkungan dan komp
onen makanan tertentu. Walau begitu, peran detoksifikasi tahap I pada praktek
klinik tidak terlalu diperhatikan.
Your Text Here
You can simply impress
your audience and add
Kontribusi adari
unique zing.
sistem tahap II lebih diperhatikan dalam penelitian dan praktek klinik.
Dan hanya sedikit yang diketahui saat ini mengenai peran sistem detoksifikasi pada
metabolism zat endogen.
E. Mekanisme Hepatotoksitas

Terjadi penumpukan asam-asam empedu


Mekanisme jejas hati karena obat yang di dalam hati karena gangguan transport
mempengaruhi protein transport pada pada kanalikuli yang menghasilkan
membrane kanalikuli dapat terjadi translokasi Fas sitoplasmik ke membrane
melalui mekanisme apoptosis hepatosit plasma, dimana reseptor-reseptor ini
karena asam empedu. mengalami pengelompokan sendiri dan
memacu kematian sel melalui apoptosis

Disamping itu, banyak reaksi


hepatoseluler melibatkan sistem
sitokrom P-450 yang mengandung heme
dan menghasilkan reaksi-reaksi energy
tinggi yang dapat membuat ikatan
kovalen obat dengan enzim, sehingga
menghasilkan ikatan baru yang tidak
punya peran.
Next…

Kompleks enzim-obat ini bermigrasi


Obat-obat tertentu menghambat
ke permukaan sel di dalam vesikel-
fungsi mitokondria dengan efek
vesikel untuk berperan sebagai
ganda pada beta-oksidasi dan
imunogen-imunogen sasaran
enzim-enzim rantai respirasi.
serangan sistolik sel T, merangsang
Metabolit-metabolit toksis yang
respons imun multifaset yang
dikeluarkan dalam empedu dapat
melibatkan sel-sel sitotoksik dan
merusak epitel saluran empedu.
berbagai sitokin.
Kerusakan dari sel hepar terjadi pada pola spesifik dari organell intraseluler yang terpengaruh. Hepato
sit normal terlihat di tengah-tengah gambar yang dipengaruhi melalui 6 cara.

Kerusakan hepatosit

Gangguan protein transport

Aktivitas sel T sitolitik

Apoptosis hepatosit

Gangguan mitokondria

Kerusakan duktus biliaris


Mekanisme Hepatotoksisitas
F. OBAT YANG MENYEBABKAN KERUSAKAN HATI

Drugs associated with DILI


Paracetamol
Non-steroidal anti-inflammatory drugs
Diclofenac
Ibuprofen
Naproxen

Antibiotics
Amoxicillin/clavulante (augmentin)
Flucloxacillin
Erythromycin
Ciprofloxacin
Anti-tuberculosis drugs
(Isoniazid, rifampicin, pyrazinamide)
Anti-retrovial drugs (e.g. ritonavir)
Next…
Immunosuppressants
Azathioprine
Cyclophosphamide
Anti-arrthymia drugs
Amiodarone
Anti-epileptics
Phenytoin
Carbamazepine
Valproic acid
Psychiatric drugs
Chlorpromazine
Paroxetine
Secara patofisiologi, obat yang dapat menimbulkan kerusakan
pada hati dibedakan atas dua golongan yaitu :

1 2
Unpredictable Drug
Predictable Drug Reactions/Idiosyneratic
Reactions(intrinsik) drug reactions
Next…
1. Predictable Drug Reactions(intrinsik) : merupakan
obat yang dapat dipastikan selalu akan menimbulka
n kerusakan sel hepar bila diberikan kepada setiap p
enderita dengan dosis yang cukup tinggi.

Contohnya ialah karbon tetraklorid dan kloroform. Hepatotoksin


PowerPoint
yang predictable yang merusak secara tidak langsung masih
Presentation
banyak yang dipakai misalnya paracetamol, tetrasiklin,
metotreksat, etanol, steroid kontrasepsi dan rifampisin.

2. Unpredictable Drug Reactions/Idiosyneratic


drug reactions : kerusakan hati yang timbul disini
bukan disebabkan karena toksisitas intrinsik dari
obat, tetapi karena adanya reaksi idiosinkrasi yang
hanya terjadi kepada orang-orang tertentu.
Menurut sebab terjadinya, reaksi yang berdasarkan idiosinkrasi ini dapat dibed
akan dalam dua golongan yaitu :

Reaksi hipersensitivitas

Reaksi idiosinkrasi karena kelainan


metabolisme (Metabolicidiosyneratic)
G. Klasifikasi Drug-Induced Liver Injury

Berdasarkan The Councils


02
for internationak Organizatio
ns of Medical Sciences (CIO Tipe kolestasis
MS) DILI dibagi menjadi tiga
tipe,yaitu:
.

01 03
Tipe Hepatoseluler/ Tipe campuran
Parenkimal
• Tipe kolestasis
• Tipe Hepatoseluler/Parenkimal • Tipe kolestasis didefinisikan
– Tipe hepatoseluler didenifisikan seb sebagai peningkatan ALP > 2 kali
agai peningkatan alanine aminotran ULN atau R ≤ 2.
ferase (ALT) > 2 kali batas niai
normal (ULN=upper limit of normal)
atau R ≥ 5, dimana R adalah rasio
aktifitas serum ALT/aktivitas alkaline • Tipe campuran
phosphatase (ALP), yang keduanya – Tipe campuran didefiniskan sebagai
terjadi peningkatan terhadap batas peningaktan ALT > 2 kali ULN dan
atas nilai normal. 2<R<5. Pasien dengan tipe kolestatis
atau campuran lebih sering berkembang
menjadi penyakit kronik dari pada tipe
hepatoseluler.
Gambaran klinis hepatotoksitas karena obat
sulit dibedakan secara klinis dengan penyakit
hepatitis atau kolestatis dengan etiologi lain.

Onset umumnya cepat, gejala berupa malaise


dan ikterus, serta dapat terjadi gagal hati akut
berat terutama bila pasien masih meminum obat
tersebut setelah awitan hepatotoksisitas.

Manifestasi
Klinik
Diagnosis
Terdapat beberapa metode diagnostik yang digunakan untuk membantu di dalam
mendiagnosis DILI diantaranya adalah

• The Naranjo Adverse Drug Reactions


Probability Sc ale (NADRPS)
• Maria and victorino (M&V)
– digunakan untuk menilai reaksi ef
• Dan dijepang terdapat skala diagnostik y
ek samping obat
ang digunakan untuk mendiagnosis DIL
• The Council for International Organi I berdasarkan kriteria CIOMS/RUCAM
zations of Medical Sciences or Rouss dengan menambahkan “ Drug-lymphocy
el Uclaf Causality Assesment Method te stimulation test” (DSLT) yang disebut
(CIOMS/RUCAM) Digestive Disiase Week Japan (DDW-J).
• Berdasarkan international concensus criteria maka diagnosis hepatotoksisitas kar
ena obat berdasarkan :
1. Waktu dari mulai minum obat dan penghentian obat sampai awitan reaksi nyata
adalah sugestif(5-90 hari dari awal minum obat) atau kompatibel (kurang dari l
ima hari atau lebih dari 90 hari sejak mulai minum obat dan tidak lebih 15 hari
dari penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler dan tidak lebih dari 30 hari da
ri penghentian obat untuk reaksi kolestatik) dengan hepatotoksisitas obat.
2. Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah sangat sugestif
(penurunan enzim hati paling tidak 50%dari konsentrasi di atas bat
as atas normal dalam 8 hari)atau sugestif(penurunan enzim hati pal
ing tidak 50% dari konsentrasi di atas batas atas normal dalam 30 h
ari untuk reaksi hepatoseluler dan 180 hari untuk reaksi kolestatik)
dari reaksi obat.
3. Alternatif sebab lain telah dieksklusi dengan pemeriksaan teliti,ter
masuk biopsi hati tiap kasus.
4. Dijumpai respons positif pada pemaparan ulang dengan obat yang
samapaling tidak kenaikan dua kali lipat enzim hati.
Penatalaksanaan
Beberapa Obat yang Dapat Mengakibatkan DILI
1. Hepatotoksisitas Obat anti tuberkulosis (OAT)
Obat anti tuberculosis terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid b
ersifat hepatotoksik.
Faktor Resiko :
• usia lanjut
• pasien perempuan
• status nutrisi buruk
• konsumsi tinggi alkohol
• memiliki dasar penyakit hati
• karier hepatitis B
• tuberculosis lanjut
• serta pemakaian Obat yang tidak sesuai aturan
2. Hepatotoksisitas obat kemoterapi
Jejas hati yang timbul selama kemoterapi kanker tidak selalu disebabkan Oleh k
emoterapi itu sendiri. Klinisi harus memperhatikan faktor-faktor Iain sepeni reak
si Obat terhadap antibiotik, analgesik, antiemetik, atau obat Iainnya.

Sebagian besar reaksi hepatotoksisitas obat bersifat idiosinkratik, melalui


mekanisme imunologik atau variasi pada respons metabolik pejamu.
.

Melfalan dengan cepat dihidrolisis dalam plasma dan sekitar


15% diekskresi tanpa perubahan dalam urin. Pada dosis yang
dianjurkan tidak bersifat hepatotoksisitas, hanya menimbulka
n abnormalitas tes fungsi hati sementara pada dosis tinggi
pada transplantasi sumsum tulang otology.

Klorambusil berhubungan dengan kerusakan hati. Busulfan,


kelas alkilsulfonat, cepat hilang dari darah dan diekskresikan
lewat urin.
.
3. Hepatotoksisitas obat anti inflamasi non steroid

• Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) merupakan salah satu Obat yang sering dir
esepkan meskipun penggunaannya tidak selalu tepat sasaran. Resiko epidemiologik
hepatotoksisitas golongan obat ini rendah (1-8 kasus per 100.000 pasien pengguna
OAINS). Hepatotoksisitas karena OAINS dapat terjadi kapan saja setelah obat dimi
num, tetapi efek samping berat sangat sering terjadi dalam 6-12 minggu dari awal p
engobatan.
Ada dua pola klinis utama hepatotoksisitas karena OAINS.

1. Hepatitisakut dengan ik 2. Dengan gambaran serol


terus, demam, mual, transa ogik (Anti Nuclear Factor
minase naik sangat tinggi, — positif) dan histologik (
dan kadang-kadang dijum inflamasi periportal denga
pai eosinofilia. n infiltrasi plasma dan limf
osit sena fibrosis yang mel
uas ke dalam lobul hepatik
) dari hepatitis kronik aktif
.
Prognosis

• Prognosis pada pasien Drug Induced Liver I


njury,' akan semakin baik apabila penetapan
diagnosis dilakukan seawal mungkin.
Kasus
Seorang wanita, usia 35 tahun, datang dengan keluhan mata, badan kuning dan b
uang air kecil seperti teh, serta gatal di seluruh tubuh sejak 1 minggu yang lalu. Pasien did
iagnosis mengidap hipertiroidisme 1 bulan yang lalu dan saat ini sedang mendapat pengob
atan propiltiourasil 150 mg/tablet sebanyak 3x3 tablet per hari. Pada pemeriksaan fisik d
itemukan tekanan darah 140/100 mmHg, nadi 108 kali/menit, suhu 37,4⁰C, frekuensi napa
s 20 kali/menit, berat badan 53 kg, tinggi badan 165 cm, IMT : 19,47 kg/m2 (berat badan
normal). Sklera dan palatum mole yang tampak ikterik, struma nodosa bilateral, dan hepat
omegali.
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan bilirubin total 19,94 mg/dL, direk 1
4,31 mg/dL, indirek 5,63 mg/dL, fosfatase alkali 261 U/L (N: 40-150 U/L), SGOT 48 U/L,
SGPT 80 U/L, Kadar albumin dan kolinesterase serum masih dalam batas normal.
Pemeriksaan serologi untuk hepatitis A, B, dan C negatif. Sedangkan kadar hor
mone tiroid menunjukkan peningkatan kadar FT4 (3,59 ng/dL) dan T3 total (2,34 ng/mL
) disertai kadar TSHS yang rendah (<0,010 U/mL).
Con`t
Pada USG abdomen, tidak ditemukan kelainan pada hepar dan traktus biliaris.
Pada USG tiroid, didapatkan struma ringan nodosa bilateral dengan beberapa lesi di dala
mnya, mengarah kista darah lama memadat, tidak mengarah ke lesi malignan.

Penyelesaian dengan metode SOAP


Subjek
Nama : - (wanita)
Umur : 35th
Keluhan : mata, badan kuning dan buang air kecil seperti teh, serta gatal di sel
uruh tubuh sejak 1 minggu yang lalu
Con`t
Objektif
Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah 140/100 mmHg, nadi 108 kali/menit, suhu 37,4⁰C, frekuensi napas 20 kali/menit. S
klera dan palatum mole yang tampak ikterik, struma nodosa bilateral, dan hepatomegali.

Pada pemeriksaan laboratorium:


Bilirubin total 19,94 mg/dL, direk 14,31 mg/dL, indirek 5,63 mg/dL, fosfatase alkali 261 U/L (N: 4
0-150 U/L), SGOT 48 U/L(Normal: 0-35 U/L), SGPT 80 U/L(Normal: 0-35 U/L), Kadar albumin d
an kolinesterase serum masih dalam batas normal. kadar hormone tiroid menunjukkan peningkata
n kadar FT4 (3,59 ng/dL) dan T3 total (2,34 ng/mL) disertai kadar TSHS yang rendah (<0,010 U/m
L). Pada USG abdomen, tidak ditemukan kelainan pada hepar dan traktus biliaris. Pada USG tiroid,
didapatkan struma ringan nodosa bilateral dengan beberapa lesi di dalamnya, mengarah kista darah
lama memadat, tidak mengarah ke lesi malignan.

Pemeriksaan serologi :
hepatitis A, B, dan C negatif.
Con`t
Plan
(Terapi yang akan diberikan)
• Istirahat
• Menghindari makanan yang beryodium tinggi
• Diet tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral
• Menghentikan/Mengurangi rokok, alkohol dan kafein
Kriteria Obat R Estazor® Methioson® Thyrozol®
asional (As. Ursodeoksikolat) (Tiamazol)

Tepat indikasi Menigkatkan aliran empedu Hepatoprotektor Hipertiroidisme

Tepat pemilihan Baik Baik Baik


obat Rp. 5.500/kapsul 250mg. Rp.800/ tablet Rp.1.474/ tablet

Tepat regimen 8-10mg/kgBB/hr 2-3 tab 3x sehari PO 10mg 2 x sehari


PO

Tepat pasien hipertiroidisme dengan kolestasis hipertiroidisme dengan hipertiroidisme


kolestasis

Waspada efek sa Dilakukan monitoring terus menerus,jika terdapat tes yang parah,dilakukan te
mping obat rapi lain atau pembedahan untuk mencegah efek samping
Con`t
Monitoring Follow Up
• Pemantauan efek terapi obat
• Pemantauan efek samping obat
• Pemantauan penggunaan obat dan kepatuhan pasien
KIE
• Menjelaskan informasi tentang obat dan cara penggunaan obat
• Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang efek tera
pi dan efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan
• Memberikan informasi kepada pasien untuk menghindari konsumsi pr
otein tinggi
• Menganjurkan pasien untuk selalu membawa obat-obatan untuk men
gatasi serangan asma untuk mencegah keterlambatan penanganan
• Menganjurkan pasien untuk melakukan olahraga secara teratur,serta
hindari alkohol dan merokok
Thank you

Anda mungkin juga menyukai