KERJA HORMON
PENDAHULUAN
Kerja hormon pada tingkat sel dimulai dengan pengikatan hormon dan
reseptor spesifiknya. Hormon dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi reseptor
dan sifat sinyal atau pembawa sinyal sekunder (second messenger) yang
digunakan untuk mengantarai kerja hormon di dalam sel. Sejumlah second
messenger ini telah ditentukan. Kemajuan yang pesat telah tercapai dalam
mempelajari cara kerja hormon dalam sel, khususnya sehubungan dengan
pengaturan ekspresi gen yang spesifik.
Diagnosis dan terapi yang rasional terhadap suatu penyakit tergantung pada
pemahaman tentang patofisiologi yang terlibat dan kemampuan untuk
mengukurnya. Penyakit pada sistem endokrin yang umumnya disebabkan oleh
produksi hormon yang berlebihan atau berkurang merupakan contoh sangat baik
pada penerapan prinsip dasar dalam bidang kedokteran klinis. Pengenalan akan
aspek kerja hormonal bersifat umum dan pemahaman tentang efek fisiologik serta
biokimiawi masing-masing hormon memudahkan kita untuk mengenali berbagai
sindrom penyakit endokrin yang terjadi karena gangguan keseimbangan hormonal
dan menerapkan terapi yang efektif.
dan disebut reseptor. Hormon memulai efek biologisnya dengan terikat pada
reseptor yang spesifik dan karena setiap sistem pengendalian yang efektif harus
memberikan pula sarana untuk menghentikan suatu respons, maka kerja yang
ditimbulkan oleh-hormon umumnya akan berhenti ketika efektor tersebut terlepas
dari reseptor.
Sel target ditentukan berdasarkan kemampuannya untuk mengikat secara
selektif hormon tertentu lewat reseptor semacam itu; interaksi ini sering acapkali
diukur dengan menggunakan ligand radioaktif yang meniru pengikatan hormon.
Beberapa ciri khas interaksi ini yang penting adalah: (1) radioaktivitas tidak boleh
mengubah aktivitas biologik ligand;(2) pengikatan harus bersifat spesifik, yaitu
dapat digantikan oleh agonis atau antagonis yang tidak berlabel; (3) pengikatan
harus dapat jenuh; dan (4) pengikatan harus terjadi dalam kisaran konsentrasi
yang menimbulkan respons biologik seperti diperkirakan.
buah regio yang mengaktifkan transkripsi gen; (4) sedikitnya dua buah regio yang
gungjawab atas translokasi reseptor dari sitopl; nukleus; dan (5) regio yang
mengikai protein renjati tanpa adanya ligand.
Grup I Grup II
Gambar 44-1. Hormon steroid dan tiroid berikatan pada reseptor intraseluler dan
menyebabkan perubahan konformasional dari reseptor. Kompleks
tersebut kemudian berikatan pada daerah DNA yang khusus, yaitu
HRE, sehingga menghasilkan aktivasi atau represi dari sejumlah
genetik tertentu.
Glukokortikoid GRE
Progestin PRE GGTACA NNN TGTTCT
Mineralokortikoid MRE
Androgen ARE
Estrogen ERE AGGTCA - - - TGA / TCCT
Hormon tiroid TRE
Asam retinoat RARE AGGTCA N3, 4, 5, AGGTCA
Vitamin D VDRE
cAMP CRE TGACGTCA
Angka menandakan nukleotida; N bararti salah satu dari empat dapat digunakan dalam posisi
tersebut. Anak panah yang menunjuk ke arah yang berlawanan menggambarkan palindrom
terbalik yang sedikit tidak sempuma, yang ditemukan dalam banyak'HRE; pada beberapa keadaan
hal inf disebut "tempat pengikatan sebagian" karena masing-masing HRE berikatan dengan satu
monomardari reseptor. GRE, PRE, MRE dan ARE terdiri dari beberapa rangkalan DNA yang
sama. Spesifisitas bisa dibentuk oleh konsentrasi intraseiular ligand atau reseptorhormon, melalui
pengapitan rangkafan DNA yang tidak terrnasukdalam konsensus, atau melalui elemen tambahan
lainnya. Kelompok HRE kedua temiasuk HRE untukhormon tiroid, estrogen, asam retinoat, clan
vitamin D. HRE ini sama kecuali orientasi dan celah di antara palindrom sebagian tesebut. Celah
menentukan spesiflsttas horrnon. VDRE (N = 3), TRE (N = 4), dan RARE (N = 5) cenderung
berikatan pada pengulangan langsung daripada pengulangan terbalik. Anggota super famili lain
dari reseptor steroid, reseptor retinoid X (RXR), membentuk heterodimer dengan VDR, TR, dan
RARE, clan heterodimer inI mengandung taktor-faktor trans. cAMP mempengaruhi transkripsi
gen melalui CRE.
Bukti yang didapat baru-baru ini menunjukkan bahwa HRE yang sederhana
benar-benar mentransmisikan suatu respons hormon, permasalahannya mungkin
jauh lebih kompleks dalam banyak gen. HRE mungkin harus terdapat dalam
bentuk ikatan dengan unsur lain (dan protein pengikat yang berkaitan) agar
berfungsi secara optimal. Rakitan unsur-unsur DNA yang bekerja-cis dan faktor-
faktor yang bekerja-trans semacam itu disebut unit respons hormon.
62
merupakani protein dengan 37 kDa dan 9 kDa. Subunit dan selalu berikatan
() dan bertindak sebagai heterodimer. Pengikatan sebuah hormon dengan Rs
atau Ri mengakibatkan aktivasi G dengan pengantaraan reseptar yang mencakup
pengikatan GTP yang tergantung pada Mg2+ oleh dan disosiasi sekaligus serta
dari .
GTP
-GTP +
GTPase
s mempunyai aktivitas GTPase intrinsik, dan bentuk aktifnya, yaitu
s.GTP, dibuat inaktif lewat hidrolisis GTP menjadi GDP, dan kompleks Gs
trimerik akan terbentuk kembali. Toksin kolera, yang dikenal sebagai aktivator
ireversibel enzim siklase, menyebabkan ribosilasi-ADP pada s dan dalam
menimbulkan proses tersebut membuat inaktif enzim GTPase; dengan demikian,
s dibekukan dalam bentuk aktif. i juga mempunyai aktivitas GTPase; akan
tetapi, GDP tidak mengalami disosiasi bebas dari i©GDP. i diaktifkan kembali
melalui pertukaran GDP dengan GTP.
B. Protein Kinase: Dalam sel prokariot, cAMP terikat pada suatu protein
spesifik yang dinamakan protein pengatur katabolit (CRP; catabolite regulatory
protein). Protein ini terikat langsung pada DNA dan mempengaruhi ekspresi gen.
Analogi peristiwa ini dengan kerja hormon steroid yang diuraikan di atas tampak
jelas. Dalam sel eukariot, cAMP terikat pada protein kinase, yaitu sebu molekul
heterotetramer yang terdiri atas dua subunit regulasi (R) dan dua subunit katalitik
(C). Pengikatan cAMP menghasilkan reaksi berikut ini :
Lebih dari 100 buah enzim protein kinase yang telah dijelaskan dan masing-
masing enzim tersebut merupakan molekul yang unik dengan variabilitas yang
sangat besar dalam hal komposisi subunit, berat molekul, autotofosforilasi, nilai
Km untuk ATP serta spesifisitas substratnya.
C. Fosfoprotein: Efek cAMP dalam sel eukariot diperkirakan terjadi dengan
pengantaraan reaksi fosforilasi-defosforilasi protein. Pengendalian terhadap setiap
efek cAMP, termasuk berbagai proses yang berbeda-beda itu seperti
steroidogenesis, sekresi, pengangkutan ion, metabolisme karbohidrat serta lemak,
induksi enzim, pengaturan gen, dan pertumbuhan serta replikasi sel, dapat
diberikan oleh enzim protein kinase yang spesifik, fosfatase yang spesefik, atau
oleh substrat yang spesifik untuk reaksi fosforilase. Pada beberapa keadaan,
67
GMP siklik (cGMP) dibentuk dari GTP oleh enzim guanilil siklase yang
terdapat dalam bentuk larut dan ter ikat-membran. Masing-masing isozim ini
memiliki sifat kinetik, fisiokimiawi dan antigenik yang unik. Untuk beberapa
lama, cGMP diperkirakan sebagai padanan fungsional cAMP. Kini tampak jelas
bahwa cGMP mempunyai tempatnya sendiri yang unik dalam kerja hormon.
Hormon atriopeptin, yaitu suatu famili peptida yang dihasilkan dalam jaringan
atrium jantung, menyebabkan natriuresis, diuresis, vasodilatasi dan inhibisi
sekresi aldosteron. Hormon peptida ini (misalnya, faktor natriuretik atrial) akan
69
terikat pada dan mengaktifkan bentuk guanilil siklase yang terikat-membran. Sifat
ini meningkatkan cGMP sebanyak 50 kali lipat pada beberapa keadaan, yang
diperkirakan mengantarai efek ini. Bukti lainnya memperlihatkan kaitan cGMP
dengan peristiwa vasodilatasi. Serangkaian senyawa, yang mencakup nitroprusida,
nitrogliserin, natrium nitrit dan natrium azida, semuanya menimbulkan relaksasi
otot polos dan merupakan vasodilator yang ampuh. Preparat ini meningkatkan
cGMP dengan mengaktifkan bentuk-larut guanilil siktase, dan inhibitor cGMP
fosfodiesterase menggalakkan serta memperlama respons ini. Peningkatan cGMP
akan mengaktifkan enzim protein kinase yang tergantung pada cGMP, dan enzim
ini selanjutnya melakukan fosforilasi terhadap sejumlah protein otot polos,
termasuk rantai ringan miosin. Peristiwa ini agaknya terlibat dalam proses
relaksasi otot polos dan vasodilatasi.
Fosfolipase A2
Fosfoprotein fosfatase 2B
Piruvat karboksilase
Piruvat dehidrogenase
Piruvat kinase
Sejumlah enzim metabolik yang penting diatur oleh Ca2+, fosforilasi, atau
keduanya, yang mencakup enzim glikogen sintase, piruvat kinase, piruvat
karboksilase, gliserol-3-fosfat dehidrogenase dan piruvat dehidrogenase. Masih
belum dapat dipastikan apakah kalmodulin terlibat secara lan sung atau apakah
protein kinase yang tergantung pada Ca2+/ fosfolipid atau pada Ca2+/kalmodulin
yang baru ditemukan itu bertanggung jawab dalam proses pengaturan tersebut.
73
melepas kalsium dari tempat simpanan intrasel seperti retikulum sitoplasma dan
mitokondria. Jadi, hidrolisis fosfatidilinositol 4,5-bifosfat akan mengaktifkan
protein kinase C dan mendorong peningkatan ion kalsium sitoplasma.
Sebagaimana terlihat dalam Gambar 44-6, kompleks protein G yang telah
diaktifkan dapat pula bekerja langsung pada saluran Ca2+.
Peranan yang mungkin dimiliki Ca2+ dan produk pemecahan
polifosfoinositida dalam kerja hormon dikemukakan dalam Gambar 44-6. Dalam
skema ini, protein kinase C yang aktif dapat melakukan fosforilasi terhadap
substrat spesifik yang kemudian akan mengubah proses fisiologik. Demikian
pula, kompleks Ca 2+- kalmodulin (Cam) dapat mengaktifkan enzim kinase
yang spesifik. Enzim ini kemudian memodifikasi substrat dan dengan cara
demikian mengubah respon fisiologik.
Gambar 8. Inisiasi sinyal transduksi oleh reseptor yang terikat pada JAK kinase . Reseptor yang
mengikat prolaktin, hormon pertumbuhan, on, dan sitokin tidak memillki tirosin
kinase endogen. Sewaktu terjadi pengikatan ligand, reseptor- reseptor ini menjadi
dimer dan suatu terkait (JAKi, JAK2, atau TYK) mengalami fosforilasi. JAK•P,
suatu kinase aktif, memfosforilasi reseptor pada residu tirosin. Protein Stat yang
berkaitan dengan reseptor yang terfosforilasi dan kemudian dirinya sendiri
terfosforilasi oleh JAK•P. STAT•P menjadi dimer, pindah ke nukleus, berikatan
pada elemen DNA khusus, dan mengatur transkripsi.
Semua enzim kinase ini akan melakukan fosforilase pada satu atau lebih protein
sitoplasma yang kemudian akan berikatan dengan protein pengikat lainnya
melalui pengikatan pada domain Src homologi 2. Segmen peptida ini, yang
panjangnya kurang-lebih 100 asam amino, disebut dengan nama domain SH2.
Salah satu interaksi semacam ini mengakibatkan aktivasi famili protein sitosol
yang disebut STAT (signal transduction and activators of transcription). Protein
STAT yang telah terfosforilasi akan mengalami dimerisasi serta translokasi ke
76
dalam nukleus, terikat pada unsur DNA yang spesifik, seperti unsur respon serum
interferon atau unsur respon serum dan mengaktifkan transkripsi. Semua ini
dilukiskan dalam Gambar 8. Peristiwa pengikat SH2 lainnya dapat mengakibatkan
aktivasi PI 3-kinase yang merupakan lintasan MAP kinase (lewat SHC atau
GRB2), atau menimbulkan aktivasi yang diantarai protein G pada fosfolipase C
(PLC) dengan disertai produksi diasilgliserol serta aktivasi protein kinase C.
Tampak adanya potensi untuk melakukan persilangan kalau berbagai hormon
yang berbeda mengaktifkan pelbagai transduksi sinyal ini.
KESIMPULAN
Daftar Pustaka
1. Argetsinger LS et al : Identification of JAK2 as a growth hormone receptor-
associaated tyrosine kinase. Cell 1993; 74:237.
2. Berridge M : Insositol triphosphate and calcium signaling. Nature 1993;
361:315.
3. Chinkers M, Garbers DL: Signal transduction by guanylyl cyclases. Annu Rev
Biochem 1991;60:553.
4. Cobb MH, Robbins DJ, Boulton TG: ERKs, extracellular signal-regulated
MAP2-kinases. Curr Opin Cell Bio11991;3:1025.
5. Darnell JE Jr. Kerr IM, Stark GR: Jak-STAT pathways and trans-criptional
activation in response to IFNs and other extracellular signaling proteins.
Science 1994;264:1415.
6. Evans R: The steroid and thyroid hormone receptor super-family. Science
1988;240:889.
7. Fantl WJ, Johnson DE, Williams LT: Signalling by receptor tyrosine kinases.
Annu Rev Biochem 1993;62:453.
8. Gilman A: G proteins and dual control of adenylate cyclase. Cell 1984;36:577.
9. Hepler JR, Gilman AG: G proteins. trends Biochem Sci 1992;17:383.
10. Hunter T: A thousand and one protein kinases. Cell 1987;50:823.
11. Lucas P, Granner D: Hormone response domains in gene transcription. Annu
Rev Biochem 1992;61:1131.
12. Pawson T, Schlessinger J: SH2 and SH3 domains. Curr Biol 1993; 3:434.
13. Rasmussen H: The calcium t'ttessenger system. (Two parts.) N Eng J Med
1986;314:1094;1164.
14. Walton KM, Dixon JE. Protein tyrosine phosphatases. Annu Rev.
Biochem.1993;62:101.
15. White MF, Kahn CR: The insulin signalling system. J Biol Chem 1994; 269:1.