Anda di halaman 1dari 27

52

KERJA HORMON

PENDAHULUAN
Kerja hormon pada tingkat sel dimulai dengan pengikatan hormon dan
reseptor spesifiknya. Hormon dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi reseptor
dan sifat sinyal atau pembawa sinyal sekunder (second messenger) yang
digunakan untuk mengantarai kerja hormon di dalam sel. Sejumlah second
messenger ini telah ditentukan. Kemajuan yang pesat telah tercapai dalam
mempelajari cara kerja hormon dalam sel, khususnya sehubungan dengan
pengaturan ekspresi gen yang spesifik.
Diagnosis dan terapi yang rasional terhadap suatu penyakit tergantung pada
pemahaman tentang patofisiologi yang terlibat dan kemampuan untuk
mengukurnya. Penyakit pada sistem endokrin yang umumnya disebabkan oleh
produksi hormon yang berlebihan atau berkurang merupakan contoh sangat baik
pada penerapan prinsip dasar dalam bidang kedokteran klinis. Pengenalan akan
aspek kerja hormonal bersifat umum dan pemahaman tentang efek fisiologik serta
biokimiawi masing-masing hormon memudahkan kita untuk mengenali berbagai
sindrom penyakit endokrin yang terjadi karena gangguan keseimbangan hormonal
dan menerapkan terapi yang efektif.

Reseptor Hormon Memiliki Makna Sentral Yang Penting


Hormon terdapat dengan konsentrasi yang sangat rendah dalam cairan
ekstrasel, yaitu umumnya berkisar dari 10-15 hingga 10-9 mol/L. Konsentrasi ini
jauh lebih rendah bila dibandingkan konsentrasi banyak molekul dengan struktur
serupa lainnya (sterol, asam amino, peptida, protein) dan konsentrasi molekul lain
yang terdapat dalam sirkulasi darah dengan kisaran 10-5 hingga 10-3 mol/L. Karena
itu, sel yang menjadi sasaran (sel target) bukan hanya harus membedakan antara
berbagai hormon dengan jumlah yang kecil tetapi juga antara suatu hormon
tertentu dan kelebihan molekul lain sebanyak 106 hingga 109 kali lipat. Derajat
pembedaan yang tinggi ini dihasilkan oleh molekul pengenal yang terikat pada sel
53

dan disebut reseptor. Hormon memulai efek biologisnya dengan terikat pada
reseptor yang spesifik dan karena setiap sistem pengendalian yang efektif harus
memberikan pula sarana untuk menghentikan suatu respons, maka kerja yang
ditimbulkan oleh-hormon umumnya akan berhenti ketika efektor tersebut terlepas
dari reseptor.
Sel target ditentukan berdasarkan kemampuannya untuk mengikat secara
selektif hormon tertentu lewat reseptor semacam itu; interaksi ini sering acapkali
diukur dengan menggunakan ligand radioaktif yang meniru pengikatan hormon.
Beberapa ciri khas interaksi ini yang penting adalah: (1) radioaktivitas tidak boleh
mengubah aktivitas biologik ligand;(2) pengikatan harus bersifat spesifik, yaitu
dapat digantikan oleh agonis atau antagonis yang tidak berlabel; (3) pengikatan
harus dapat jenuh; dan (4) pengikatan harus terjadi dalam kisaran konsentrasi
yang menimbulkan respons biologik seperti diperkirakan.

Baik Domain Pengenalan Maupun Perangkaian Terdapat pada Reseptor

Semua reseptor, apakah reseptor bagi molekul polipeptida atau steroid,


memiliki sedikitnya dua buah domain fungsional. Domain pengenal akan
mengikat hormon tersebut dan regio sekundernya menghasilkan sebuah sinyal
yang akan merangkaikan pengenalan hormon dengan beberapa fungsi intrasel.
Coupling (transduksi sinyal) terjadi lewat dua cara umum. Hormon polipeptida
serta protein dan katekolamin akan terikat pada reseptor yang berada dalam
membran plasma dan dengan demikian menghasilkan sinyal untuk mengatur
pelbagai fungsi intrasel yang sering berlangsung lewat pengubahan aktivitas
sebuah enzim. Hormon steroid serta tiroid mengadakan interaksi dengan reseptor
intrasel, dan kompleks ini akan menghasilkan sinyal.
Rangkaian asam amino pada kedua domain dalam banyak reseptor hormon
polipeptida ini telah teridentifikasi. Reseptor hormon steroid memiliki beberapa
domain fungsional: lokasi yang satu mengikat hormon, lokasi lainnya terikat pada
regio DNA yang spesifik, lokasi yang ketiga mengaktifkan (atau merepresi)
54

transkripsi gen dan lokasi yang keempat dapat menentukan pengikatan


berafinitastinggi pada protein lainnya.
Fungsi rangkap pengikatan dan coupling pada akhirnya akan menentukan
reseptor dan coupling pengikatan hormon dengan transduksi sinyal yang
dinamakan coupling reseptor-efektor yang akan menghasilkan tahap pertama
dalam proses amplifikasi respons hormonal. Tujuan-rangkap ini membedakan
reseptor sel sasaran dari protein carrier plasma yang mengikat hormon tetapi tidak
menghasilkan sinyal.

Reseptor merupakan Protein


Reseptor insulin berupa heterotetramer (22) yang terikat lewat ikatan
disulfida yang multipel di mana subunit  ekstramembran akan mengikat insulin
dan subunit  perentang-membran akan mentransduksikan sinyal yang mungkin
terjadi lewat komponen tirosin kinase pada bagian sitoplasmik polipeptida ini.
Reseptor bagi faktor pertumbuhan yang mirip insulin (IGF1), faktor pertumbuhan
epidermal (EGF) dan lipoprotein densitas-rendah (LDL) umumnya serupa dengan
reseptor insulin. Reseptor hormon polipeptida yang mentransduksikan sinyal
melalui pengubahan kecepatan produksi cAMP ditandai dengan adanya tujuh
buah domain yang merentangkan membran plasma.
Perbandingan beberapa reseptor steroid yang berbeda terhadap reseptor
hormon tiroid menunjukkan pelestarian yang mencolok pada rangkaian asam
amino dalam berbagai regio, khususnya dalam domain pengikatan-DNA. Hal ini
menimbulkan pandangan bahwa reseptor tipe steroid-tiroid merupakan sebuah
famili yang besar. Banyak anggota famili ini yang memiliki keterkaitan ternyata
tidak mempunyai ligand yang jelas sehingga diberi nama reseptor yatim (orphan
receptor). Reseptor dari kelompok ini memiliki beberapa buah domain
fungsional.
Reseptor glukokortikoid merupakan sebuah contoh yang baik . Molekul ini
mempunyai beberapa domain fungsional :(1) regio pengikat-hormon dalam bagian
terminal karboksil; (2) regio pengikatan-DNA yang berdekatan; (3) sedikitnya dua
55

buah regio yang mengaktifkan transkripsi gen; (4) sedikitnya dua buah regio yang
gungjawab atas translokasi reseptor dari sitopl; nukleus; dan (5) regio yang
mengikai protein renjati tanpa adanya ligand.

Hormon Dapat Diklasifikasikan Melalui Berbagai Cara


Hormon dapat diklasifikasikan menurut komposisi kimiawi, sifat kelarutan,
lokasi reseptor dan sifat sinyal yang digunakan untuk mengantarai kerja hormon
di dalam sel. Klasifikasi yang didasarkan pada dua sifat yang terakhir dilukiskan
dalam Tabel 1, dan keistimewaan umum yang dimiliki setiap kelompok
dilukiskan dalam Tabel 2.
56

Tabel 44.2. Gambaran Umum Pengelompokkan Hormon

Grup I Grup II

Tipe Steroid, yodotironin, kalsitroil Polipeptida, protein, glikoprotein,


katekolamin
Solubilitas Lipofilik Hidrofilik
Protein pengangkut Ada Tidak ada
Usia paruh plasma Panjang (berjam-jam sampai Pendek (menit)
berhari-hari)
Reseptor Intraseluler Membran plasma
Mediator Kompleks reseptor hormon cAMP, cGMP, Ca2+, metabolit
kompleks fosfoinositol, lintasan
kinase

Hormon dalam kelompok I bersifat lipofilik, dan berasal kolesterol dengan


pengecualian T3 serta T4. Setelah disekresikan, hormon ini terikat dengan protein
pengangkut dan proses pengikatan ini akan menghindari problem kelarutan yang
memperpanjang usia-paruh plasma. Hormon yang bebas dengan mudah akan
melintasi membran plasma semua sel dan menghadapi reseptor dalam sitosol atau
dalam nukleus sel sasaran. Kompleks ligand-reseptor tersebut diperkirakan
menjadi pembawa pesan (messenger) intrasel dalam kelompok ini.
Kelompok utama yang kedua terdiri atas hormon-hormon yang dapat larut
dalam air dan terikat pada membran plasma sel sasaran. Hormon yang terikat pada
permukaan sel akan berhubungan dengan proses metabolisme lewat molekul -
pengantara, yang diberi nama second messenger (hormon itu sendiri merupakan
"first messenger"), yang dihasilkan sebagai konsekuensi dari interaksi ligand-
reseptor tersebut. Konsep second messenger timbul dari hasil pengamatan
Sutherland bahwa epinefrin terikat pada membran plasma eritrosit burung merpati
dan meningkatkan cAMP intrasel. Hasil pengamatan ini kemudian diikuti oleh
sejumlah percobaan yang dalam percobaan tersebut ditemukan bahwa cAMP
ternyata mengantarai efek metabolik banyak hormon. Hormon-hormon yang jelas
memakai mekanisme ini, diperlihatkan dalam Kelompok II.A pada Tabel 1.
57

Hormon Kelompok I Mempunyai Reseptor Intrasel Dan Mempengaruhi


Ekspresi Gen
Keistimewaan umum yang terlihat pada kerja kelompok hormon ini
dilukiskan dalam Gambar 44-1. Molekul lipofilik ini berdifusi lewat membran
plasma semua sel tetapi hanya menjumpai reseptornya yang spesifik dengan
afinitas yang tinggi di dalam sel sasaran. Kompleks hormon-reseptor tersebut
selanjutnya menjalani reaksi "aktivasi" yang tergantung pada suhu serta garam,
dan reaksi ini akan menimbulkan perubahan ukuran, bentuk serta muatan
permukaan yang membuat kompleks tersebut mampu berikatan pada kromatin..
Kompleks hormon-reseptor terikat pada suatu regio spesifik DNA (yang
dinamakan "unsur respons hormon") dan membuat aktif atau inaktif gen yang
spesifik. Dengan memberikan pengaruh yang selektif terhadap transkripsi gen dan
produksi masing-masing mRNA, jumlah protein yang spesifik akan diubah dan
proses metabolix dipengaruhi. Efek yang ditimbulkan masing-masing hormon ini
cukup spesifik; hormon tersebut umumnya memberikan pengaruh terhadap kurang
dari 1% protein atau mRNA di dalam set sasaran. Sebagian besar bukti
menunjukkan bahwa hormon steroid memberikan pengaruhnya yang dominan
pada proses transkripsi gen, namun hormon ini dan banyak lagi hormon steroid
yang ditemukan dalam kelompok lain , dapat bekerja pada setiap tahapan dalam
"lintasan informasi" sebagaimana dilukiskan dalam Gambar 44-2. Meskipun
biokimiawi transkripsi gen dalam sel mamalia masih belum dipahami dengan
jelas, model umum persyaratan struktural untuk pengaturan steroid dan tiroid pada
transkripsi gen dapat digambarkan (Gambar 44-3). Yang paling utama di antara
semua ini adalah unsur promoter (PE; promoter element) yang merupakan unsur
generik karena,terdapat dalam s bentuk di dalam semua gen.
Unsur ini menentukan pengikatan RNA polimerase II pada DNA dan demikian
menentukan pula ketepatan proses in transkrip (Bab 41).
58

Gambar 44-1. Hormon steroid dan tiroid berikatan pada reseptor intraseluler dan
menyebabkan perubahan konformasional dari reseptor. Kompleks
tersebut kemudian berikatan pada daerah DNA yang khusus, yaitu
HRE, sehingga menghasilkan aktivasi atau represi dari sejumlah
genetik tertentu.

Unsur yang kedua, unsur respons hormon (HRE; hormone responsse


element), telah dikenali dalam banyak gen yang diatur oleh hormon steroid. Unsur
ini terletak pada posisi 5' yang agak lebih jauh dari PE dan dapat terdiri atas
beberapa unsur yang berbeda. HRE agaknya mengatur frekuensi inisiasi transkripsi
dan tidak begitu tergantung pada posisi serta arah; dalam hal ini, HRE menyerupai
unsur penggalak (enhancer element) transkripsi yang ditem dalam gen lainnya .
Umumnya HRE ditemukan dalam beberapa ratus nukleotida di sebelah hulu tempat
inisiasi transkripsi, kendati lokasi HRE yang tepat bervariasi antara gen yang satu
dengan gen lainnya. Pada beberapa keadaan, HRE terletak dalam di dalam gen. Gen
yang dikendalikan oleh beberapa hormon mempunyai jumlah HRE yang sesuai.
59

Walaupun reaksi awal berbeda, hormon peptida juga memberikan pengaruhnya


terhadap proses transkripsi lewat HRE. Sebagai contoh, banyak di antara hormon-
hormon yang menggunakan cAMP sebagai second messenger mempengaruhi
transkripsi. Suatu protein khusus, protein pengikat unsur respons cAMP (CREB;
cAMP response element binding), merupakan faktor yang bekerja trans (analog
dengan reseptor hormon steroid tiroid) dalam ini. Rangkaian DNA yang
disepakati pada beberapa ah ditentukan (Tabel 3).

Gambar 2. Jalur informasi. Hormon dapat mempengaruhi langkah-langkah ini.


60

Gambar 3. Kebutuhan struktural untuk regulasi hormon dari transkripsi gen.

Identifikasi HRE memerlukan pengikatan HRE dengan kompleks hormon-


reseptor yang lebih kuat daripada pengikatan HRE dengan DNA di sekitarnya atau
dengan DNA dari sumber lain. HRE harus pula memberikan daya responsif
hormon. Rangkaian DNA yang diperkirakan sebagai pengatur dapat diikatkan
pada gen reporter untuk menilai masalah ini. Biasanya "gen penyatu" (fusion
gene) mengandung gen reporter yang tidak dipengaruhi oleh hormon, dan gen ini
acapkali tidak diekspresikan secara normal dalam jaringan yang diuji. Gen
reporter yang lazim digunakan adalah globin, timidin kinase, asil-transferase
kloramfenikol bakteri, dan lusiferase. "Gen penyatu" ditransfeksikan ke dalam
sebuah sel sasaran, dan bilamana hormon kini mengatur transkripsi gen reporter,
gen tersebut secara fungsional diartikan sebagai HRE. Pengaruh posisi, arah dan
substitusi basa dapat ditentukan secara tepat dengan menggunakan teknik ini.
Bagaimana sebenarnya interaksi hormon-reseptor dengan HRE mempengaruhi
transkripsi kini menjadi bidang penyelidikan secara aktif. Inisiasi transkripsi
kemungkinan menjadi tempat pengendaaan, tetapi efeknya terhadap elongasi dan
terminasi dapat pula terjadi. Tempat-tempat pengendalian dalam posisi 5' yang le-
bih jauh dari tempat inisiasi, atau dalam posisi 3' yang letaknya di sebelah hilir,
61

apakah di dalam atau di luar gen, pernah dikemukakan. Akhirnya, mekanisme


kontrol yang kerjanya trans (misalnya, dari kromosom lainnya) dapat pula
bekerja.

Tabel 3. Rangkaian DNA dari beberapa elemen respons DNA (HRE)

Hormon atau Efektor HRE Rangkaian DNA

Glukokortikoid GRE
Progestin PRE GGTACA NNN TGTTCT
Mineralokortikoid MRE
Androgen ARE
Estrogen ERE AGGTCA - - - TGA / TCCT
Hormon tiroid TRE
Asam retinoat RARE AGGTCA N3, 4, 5, AGGTCA
Vitamin D VDRE
cAMP CRE TGACGTCA

Angka menandakan nukleotida; N bararti salah satu dari empat dapat digunakan dalam posisi
tersebut. Anak panah yang menunjuk ke arah yang berlawanan menggambarkan palindrom
terbalik yang sedikit tidak sempuma, yang ditemukan dalam banyak'HRE; pada beberapa keadaan
hal inf disebut "tempat pengikatan sebagian" karena masing-masing HRE berikatan dengan satu
monomardari reseptor. GRE, PRE, MRE dan ARE terdiri dari beberapa rangkalan DNA yang
sama. Spesifisitas bisa dibentuk oleh konsentrasi intraseiular ligand atau reseptorhormon, melalui
pengapitan rangkafan DNA yang tidak terrnasukdalam konsensus, atau melalui elemen tambahan
lainnya. Kelompok HRE kedua temiasuk HRE untukhormon tiroid, estrogen, asam retinoat, clan
vitamin D. HRE ini sama kecuali orientasi dan celah di antara palindrom sebagian tesebut. Celah
menentukan spesiflsttas horrnon. VDRE (N = 3), TRE (N = 4), dan RARE (N = 5) cenderung
berikatan pada pengulangan langsung daripada pengulangan terbalik. Anggota super famili lain
dari reseptor steroid, reseptor retinoid X (RXR), membentuk heterodimer dengan VDR, TR, dan
RARE, clan heterodimer inI mengandung taktor-faktor trans. cAMP mempengaruhi transkripsi
gen melalui CRE.

Bukti yang didapat baru-baru ini menunjukkan bahwa HRE yang sederhana
benar-benar mentransmisikan suatu respons hormon, permasalahannya mungkin
jauh lebih kompleks dalam banyak gen. HRE mungkin harus terdapat dalam
bentuk ikatan dengan unsur lain (dan protein pengikat yang berkaitan) agar
berfungsi secara optimal. Rakitan unsur-unsur DNA yang bekerja-cis dan faktor-
faktor yang bekerja-trans semacam itu disebut unit respons hormon.
62

Hormon (Peptida) Kelompok Ii Mempunyai Reseptor Membran Dan


Menggunakan Messenger Intrasel
Kelompok hormon dengan jumlah hormon yang paling besar adalah
kelompok hormon yang larut dalam air, tidak mempunyai protein pengangkut
(dan dengan demikian usiaparuh plasma yang pendek) dan memulai respons
melalui pengikatan pada reseptor yang terletak dalam membran plasma (Tabel 1
serta 2). Mekanisme kerja kelompok hormon ini dibahas paling jelas dalam
uraian mengenai messenger intraselnya.

cAMP merupakan Second Messenger bagI Banyak Hormon


cAMP (AMP siklik, asam 3',5'-adenilat), yakni suatu nukleotida yang
berlimpah dan berasal dari ATP lewat kerja enzim adenilil siklase, mempunyai
peranan yang sangat menentukan dalam proses kerja sejumlah hormon. Kadar
cAMP intrasel dapat meningkat atau menurun oleh pengaruh berbagai hormon
(Tabel 4) dan pengaruh ini bervariasi antara jaringan yang satu dengan lainnya.
Epinefrin menyebabkan peningkatan kadar cAMP yang tinggi di dalam otot dan
perubahan yang relatif kecil di dalam hati. Kebalikannya terjadi pada hormon
glukagon. Jaringan yang memberikan respons terhadap beberapa hormon dalam
kelompok ini melakukan hal tersebut melalui sejumlah reseptor unik yang
menjadi satu untuk molekul adenilil siklase yang tunggal. Contoh terbaik
mengenai ini adalah sel adiposa yang di dalamnya, hormon epinefrin, ACTH,
TSH, glukagon, MSH dan vasopresin (ADH) merangsang adenilil siklase serta
meningkatkan cAMP. Kombinasi konsentrasi yang paling efektif bukan
merupakan tambahan, dan tindakan yang menghancurkan reseptor yang satu
tidak akan mempengaruhi respons seluler terhadap hormon lainnya.
A. Sistem Adenilil Siklase: Komponen pada sistem adenilil siklase di dalam sel
mamalia dilukiskan dalam Gambar 44-4. Interaksi hormon ini dengan reseptornya
mengakibatkan aktivasi atau inaktivasi adenilil siklase atau beberapa molekul
efektor lainnya. Reseptor yang terangkai pada efektor lewat pengantara protein
63

yang mengikat-GTP seperti dijelaskan di bawah secara tipikal memiliki tujuh


buah domain perentang-membran yang bersifat hidrofobik. Hal ini dilukiskan
dalam Gambar 44-4. Pengaturan enzim adenilil siklase berlangsung dengan
pengantaraan sedikitnya dua buah protein pengatur yang tergantung-GTP dan
diberi simbol Gs (stimulasi) serta Gi (inhibisi); masing-masing protein pengatur
ini tersusun dari tiga subunit, yaitu subunit , dan . Enzim adenilil siklase, yang
terletak pada permukaan-internal membran plasma, mengkatalisasi pembentukan
cAMP dari ATP dengan adanya magnesium .

Tabel 4. Subklasifikasi Hormon-hormon Kelompok II.A

Hormon-hormon yang Menstimulasi Hormon-hormon yang Menghambat Adenil


Adenil Siklase (Hs) Siklase (H1)
ACTH Asetikolin
ADH 2-Adrenergik
2-Adrenergik Angiotensin II
Kalsitonin Somatostatin
CRH
FSH
Glukagon
hCG
LH
LPH
MSH
PTH
TSH

Hormon peptida yang berlainan dapat melakukan stimulasi (s) atau


inhibisi (i) produksi cAMP (Tabe1 44-4). Dua buah sistem yang sejajar, yakni
yang satu bersifat stimulasi (s) sedangkan lainnya inhibisi (i), menjadi satu dalam
molekul katalitik yang tunggal (C). Masing-masing sistem tersebut terdiri atas
sebuah reseptor, yaitu Rs atau Ri, dan kompleks regulasi, Gs dan Gi. Kompleks Gs
dan Gi masing-masing merupakan trimer yang tersusun dari subunit  dan .
Karena subunit a dalam Gs berbeda dengan yang di dalam Gi, protein tersebut
diberi simbol s (45 kDa) dan i (41 kDa). Subunit  dan  masing-masing
64

merupakani protein dengan 37 kDa dan 9 kDa. Subunit  dan  selalu berikatan
() dan bertindak sebagai heterodimer. Pengikatan sebuah hormon dengan Rs
atau Ri mengakibatkan aktivasi G dengan pengantaraan reseptar yang mencakup
pengikatan GTP yang tergantung pada Mg2+ oleh  dan disosiasi sekaligus  serta
 dari .
GTP
   -GTP + 
GTPase
s mempunyai aktivitas GTPase intrinsik, dan bentuk aktifnya, yaitu
s.GTP, dibuat inaktif lewat hidrolisis GTP menjadi GDP, dan kompleks Gs
trimerik akan terbentuk kembali. Toksin kolera, yang dikenal sebagai aktivator
ireversibel enzim siklase, menyebabkan ribosilasi-ADP pada s dan dalam
menimbulkan proses tersebut membuat inaktif enzim GTPase; dengan demikian,
s dibekukan dalam bentuk aktif. i juga mempunyai aktivitas GTPase; akan
tetapi, GDP tidak mengalami disosiasi bebas dari i©GDP. i diaktifkan kembali
melalui pertukaran GDP dengan GTP.

Gambar 44-4. Komponen-komponen sistem efektor hormon reseptor protein G-


reseptor. Reseptor yang berpasangan pada efektor melalui protein G secara
khusus memiliki tujuh membrane-spanning domains. Bila tidak ada hormon
(kiri), kompleks heterotrimetrik protein-G (, , ), tidak aktif, ikatan
65

guanosin difosfat (GDP) dan kemungkinan Udak berhubungan dengan reseptor.


Kompleks ini melekat pada membran plasma melalui gugus prenil di subunit 
(garis bergelombang) dan mungkin melalui gugus miristolat di subunit .
Sewaktu hormon berikatan dengan reseptor, diduga terjadi perubahan
konformasional dari reseptor dan aktivasi dan kompleks protein-G. Hal ini
terjadi akibat perubahan GDP dan guanosin trifosfat (GTP) pada subunit ,
setelah  dan  berdisosiasi. Subunit  berikatan pada dan mengaktifkan
efektor (E). E bisa saja adenil siklase (s), saluran K+ (i, 2), fosfolipase C
(q), atau molekul lain. Subunit  juga dapat bekerja langsung pada E.

B. Protein Kinase: Dalam sel prokariot, cAMP terikat pada suatu protein
spesifik yang dinamakan protein pengatur katabolit (CRP; catabolite regulatory
protein). Protein ini terikat langsung pada DNA dan mempengaruhi ekspresi gen.
Analogi peristiwa ini dengan kerja hormon steroid yang diuraikan di atas tampak
jelas. Dalam sel eukariot, cAMP terikat pada protein kinase, yaitu sebu molekul
heterotetramer yang terdiri atas dua subunit regulasi (R) dan dua subunit katalitik
(C). Pengikatan cAMP menghasilkan reaksi berikut ini :

4 cAMP + R2C2  R2•(4 cAMP) + 2 c

Kompleks R2C2 tidak mempunyai aktivitas enzimatik, tapi pengikatan


cAMP oleh R melepaskan, R dari C dan dengan demikian mengaktifkan unsur
yang belakangan ini (Gambar 44-5). Subunit C yang aktif mengkatalisasi reaksi
pemindahan  fosfat pada ATP (Mg ) kepada residu serin atau treonin dalam
2+

sejumlah protein. Tempat fosforilasi yang l merupakan hasil konsensus adalah -


Arg-Arg-X-Ser dan -Lys-Arg-X-X- Ser-, di mana X dapat merupakan sembarang
asam amino.
66

Gambar 44-5. Pengaturan hormonal terhadap berbagai proses seluler


lewat protein kinase yang tergantung pada cAMP. cAMP
(•) yang dihasilkan oleh kerja adenilat siklase (tampak aktif
seperti dalam Gambar 44-4) terikat pada subunit regulasi
(R) pada protein kinase yang tergantung pada cAMP. Hal
ini mengakibatkan pelepasan dan aktivasi subunit katalitik

Lebih dari 100 buah enzim protein kinase yang telah dijelaskan dan masing-
masing enzim tersebut merupakan molekul yang unik dengan variabilitas yang
sangat besar dalam hal komposisi subunit, berat molekul, autotofosforilasi, nilai
Km untuk ATP serta spesifisitas substratnya.
C. Fosfoprotein: Efek cAMP dalam sel eukariot diperkirakan terjadi dengan
pengantaraan reaksi fosforilasi-defosforilasi protein. Pengendalian terhadap setiap
efek cAMP, termasuk berbagai proses yang berbeda-beda itu seperti
steroidogenesis, sekresi, pengangkutan ion, metabolisme karbohidrat serta lemak,
induksi enzim, pengaturan gen, dan pertumbuhan serta replikasi sel, dapat
diberikan oleh enzim protein kinase yang spesifik, fosfatase yang spesefik, atau
oleh substrat yang spesifik untuk reaksi fosforilase. Pada beberapa keadaan,
67

fosfoprotein yang merupakan peserta yang dikenal dalam lintasan metabolisme


sudah dapat diidentifikasikan; namun demikian, pada sebagian besar proses yang
disebutkan di atas, fosfoprotein yang terlibat masih belum dapat dikenali. Substrat
ini dapat membantu menentukan jaringan sasaran, dan tentu saja terlibat dalam
menentukan taraf respons di dalam suatu sel tertentu. Banyak protein dapat
mengalami fosforilasi, termasuk kasein, histon dan protamina; fosforilasi tersebut
mungkin menjadi epifenomena, kendati bermanfaat untuk mengukur kadar
aktivitas protein kinase. Sampai sejauh ini, kerja cAMP yang telah ditentukan
hanya kerja yang terjadi di luar nukleus. Efek cAMP terhadap transkripsi
beberapa gen telah dijelaskan. Efek ini tampaknya terjadi dengan pengantaran -
protein CREB yang diuraikan di atas.
D. Fosfodiesterase: Kerja yang ditimbulkan oleh hormon yang
meningkatkan konsentrasi cAMP bisa diakhiri dengan sejumlah cara, termasuk
hidrolisis cAMP oleh fosfodiesterase. Adanya enzim hidrolisis ini menjamin
proses pergantian sinyal (cAMP) yang cepat, dan dengan demikian juga
penghentian proses biologik yang cepat begitu stimulus hormonal dihilangkan,
cAMP fosfodiesterase terdapat dalam bentuk Km yang rendah dan tinggi, dan
dengan sendirinya enzim tersebut akan diatur oleh hormon di samping oleh
messenger intrasel seperti kalsium yang mungkin bekerja lewat kalmodulin.
Inhibitor fosfodiesterase, di mana yang paling terkenal adalah derivat xantin
termetilasi seperti kafein, akan meningkatkan cAMP intrasel serta meniru atau
memperpanjang kerja hormon.
E. Fosfoprotein Fosfatase: Cara lain untuk mengendalikan kerja hormon
adalah pengaturan reaksi defosforilasi protein. Fosfoprotein fosfatase sendiri
diatur oleh reaksi fosforilasi-defosforilasi dan oleh sejumlah mekanisme lainnya, -
seperti interaksi protein-protein. Dalam kenyataannya, spesifisitas substrat pada
fosfoserin-fosfotreonin-fosfatase dapat didikte oleh subunit pengatur yang
berbeda di mana pengikatannya diatur secara hormonal. Peranan pengaturan lewat
defosforilasi protein yang diteliti paling baik adalah pengaturan metabolisme
glikogen dalam otot. Dalam jaringan ini dikemukakan dua tipe utama fosfoprotein
68

fosfatase. Tipe I terutama mengadakan reaksi defosforilasi subunit pada


fosforilase kinase, sedangkan tipe II mengadakan reaksi defosforilasi subunit .
Fosfatase tipe I terlibat dalam pengaturan enzim glikuogen sintase,
fosforilase dan fosforilase kinase. Enzim fosfatase ini sendiri diatur oleh reaksi
fosforilasi bagian tertentu dari subunitnya dan reaksi ini akan dibalikkan oleh
kerja salah satu enzim fosfatase tipe II. Di samping itu, dua inhibitor protein yang
stabil terhadap panas mengatur aktivitas fosfatase tipe I. Inhibitor-1 mengalami
fosforilasi dan diaktifkan oleh protein kinase yang tergantung-cAMP, sedangkan
inhibitor-2, yang mungkin merupakan subunit pada enzim fosfatase inaktif, juga
mengalami fosforilasi, dan reaksi fosforilasi ini mungkin dilakukan oleh enzim
glikogen sintase kinase-3 sekalipun peranan reaksi fosforilasi ini secara in vivo
masih belum jelas.
F. cAMP ekstrasel: Sebagian cAMP meninggalkan sel sehingga mudah
dideteksi dalam cairan ekstrasel. Kerja hormon glukagon dalam hati dan
vasopresin atau PTH pada ginjal dicerminkan dengan kenaikan kadar cAMP
masingmasing di dalam plasma dan urin; keadaan ini memberikan sarana tes
diagnostik guna mengukur daya respons organ sasaran, cAMP tidak banyak
berarti dalam aktivitas biologik pada mamalia, namun merupakan messenger yang
sangat penting dalam sel eukariot rendah serta prokariot.

Satu Hormon Menggunakan cGMP sebagai Second Messenger

GMP siklik (cGMP) dibentuk dari GTP oleh enzim guanilil siklase yang
terdapat dalam bentuk larut dan ter ikat-membran. Masing-masing isozim ini
memiliki sifat kinetik, fisiokimiawi dan antigenik yang unik. Untuk beberapa
lama, cGMP diperkirakan sebagai padanan fungsional cAMP. Kini tampak jelas
bahwa cGMP mempunyai tempatnya sendiri yang unik dalam kerja hormon.
Hormon atriopeptin, yaitu suatu famili peptida yang dihasilkan dalam jaringan
atrium jantung, menyebabkan natriuresis, diuresis, vasodilatasi dan inhibisi
sekresi aldosteron. Hormon peptida ini (misalnya, faktor natriuretik atrial) akan
69

terikat pada dan mengaktifkan bentuk guanilil siklase yang terikat-membran. Sifat
ini meningkatkan cGMP sebanyak 50 kali lipat pada beberapa keadaan, yang
diperkirakan mengantarai efek ini. Bukti lainnya memperlihatkan kaitan cGMP
dengan peristiwa vasodilatasi. Serangkaian senyawa, yang mencakup nitroprusida,
nitrogliserin, natrium nitrit dan natrium azida, semuanya menimbulkan relaksasi
otot polos dan merupakan vasodilator yang ampuh. Preparat ini meningkatkan
cGMP dengan mengaktifkan bentuk-larut guanilil siktase, dan inhibitor cGMP
fosfodiesterase menggalakkan serta memperlama respons ini. Peningkatan cGMP
akan mengaktifkan enzim protein kinase yang tergantung pada cGMP, dan enzim
ini selanjutnya melakukan fosforilasi terhadap sejumlah protein otot polos,
termasuk rantai ringan miosin. Peristiwa ini agaknya terlibat dalam proses
relaksasi otot polos dan vasodilatasi.

Beberapa Hormon Bekerja Lewat Katsium atau Fosfatidilinositol


Kalsium yang terionisasi merupakan unsur regulator penting yang mengatur
berbagai proses seluler termasuk kontraksi otot, perangkaian (coupling) stimulus-
sekresi, rangkaian proses pembekuan darah, aktivitas enzim dan eksitabilitas
membran. Bentuk ion kalsium ini juga merupakan messenger intrasel untuk kerja
hormon.
A. Metabolisme kalsium: Konsentrasi kalsium ekstrasel (Caz+) adalah
sekitar 5 mmol/L, dan dikendalikan dengan ketat sekali (lihat Bab 47).
Konsentrasi ion bebas ini di dalam sel jauh lebih rendah, yaitu 0,1-10 mol/L, dan
konsentrasi yang berkaitan dengan organel intrasel seperti mitokondria serta
retikulum endoplasma berkisar 1-20 mol/L. Kendati ada perbedaan konsentrasi
sebesar 5000hingga 10.000-kali lipat dan adaradien elektris transmembran yang
menguntungkan, Ca + tidak mudah masuk ke dalam sel. Ada tiga cara untuk
mengubah bentuk Ca2+ sitosol ini. Hormon tertentu (kelompok II.C)
menggalakkan permeabilitas membran terhadap Ca2+ dan dengan demikian
meningkatkan aliran-masuk Ca . Peristiwa ini mungkin dilaksanakan oleh
2+
70

mekanisme pertukaran Na+/Ca2+ yang mempunyai kapasitas tinggi, tetapi dengan


afinitas yang rendah terhadap Ca2+. Juga terdapat pompa yang tergantung pada
Ca2+/2H+-ATPase yang melakukan ekstrusi Ca2+ untuk pertukaran dengan H+.
Pompa ini mempunyai afinitas yang tinggi terhadap Ca2+ tetapi dengan kapasitas
yang rendah dalam proses P engaturan secara halus bentuk Ca2+ sitosol. Akhirnya,
Ca2+ dapat dimobilisasi (atau disimpan) dari (atau ke dalam) depot mitokondria
dan retikulum endoplasma.
B. KalmoduIin: Protein regulasi yang tergantung kalsium kini dinamakan
kalmodulin, yaitu suatu protein 17 kDa yang struktur dan fungsinya homolog
dengan protein otot troponin C. Kalmodulin mempunyai empat tempat pengikatan
Ca2+ dan pendudukan keseluruhan tempat tersebut mengakibatkan peruhahan
bentuk yang nyata, sehingga sebagian besar molekul mempunyai struktur
alfaheliks. Perubahan bentuk ini agaknya berkaitan dengan kemampuan
kalmodulin (dengan untuk menghasilkan aktivasi atau inaktivasi enzim. Interaksi
Ca2+ dengan kalmodulin akibat perubahan pada aktivitas kalmodulin) secara
koseptual serupa dengan pengikatan CAMP pada protein kinase dan aktivasi
selanjutnya molekul ini. Kalmodulin sering menjadi salah satu dari banyak
subunit pada berbagai protein kompleks dan khususnya terlibat dalam pengaturan
berbagai enzim kinase serta pembentukan dan penguraian en leotida siklik. Daftar
sebagian enzim yang diatu langsung atau tak-langsung oleh Ca 2+, yang ke terjadi
melalui kalmodulin, disampaikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Enzim yang Diatur oleh Kalsium atau Kalmodulin



Adenilat siklase

Protein kinase yang tergantung Ca2+

Ca2+-Mg2+-ATPase

Protein kinase yang tergantung Ca2+-fosfolipid

Fosfodiesterase nukleotida siklik

Gliserol-3-fosfat dehidrogenase

Glikogen sintase

Guanilat siklase

Miosin kinase

NAD kinase
71


Fosfolipase A2

Fosfoprotein fosfatase 2B

Piruvat karboksilase

Piruvat dehidrogenase

Piruvat kinase

Selain pengaruhnya terhadap enzim dan pengkutan ion, Ca2+/ kalmodulin


mengatur pula aktivitas banyak unsur struktural di dalam sel. Unsur-unsur ini
mencakup kompleks aktinomiosin pada otot polos yang berada di bawah kendali
-adrenergik, dan berbagai proses yang dipiperantarai mikrofilamen di dalam sel
nonkontraktil, yang meliputi motilitas sel, perubahan bentuk, mitosis, pelepasan
granul serta endositosis.

Kalsium Merupakan Pengantara Kerja Hormon


Peranan yang dimiliki kalsium terionisasi dalam kerja hormon, ditunjukkan
oleh hasil obse.rvasi bahwa efek yang ditimbulkan banyak hormon (1) akan hilang
(menumpul) dengan adanya media bebas-Ca2+ atau jika terjadi deplesi kalsium
intrasel; (2) dapat ditiru oleh prearat yang meningkatkan Ca 2+ sitosol, seperti
ionofor Ca2+ A23187; dan (3) mempengaruhi arus kalsium seluler. Semua proses
ini sudah diteliti secara rinci di dalam kelenjar hipofise, otot polos platelet dan
kelenjar salivarius, tetapi yang mungkin paling banyak diketahui atlalah cara kerja
vasopresin dan kateko lamina -adrenergik dalam mengatur metabolisme
glikogen di dalam hati.
72

Gambar 6. Interaksi reseptor-hormon tertentu mengakibatkan aktivasi fosfolipase


C. Peristiwa ini tampak melibatkan suatu protein G spesifik, yang
juga dapat mengaktifkan saluran kalsium. Fosfolipase C menghasilkan
IP3 yang membebaskan simpanan Ca2+ intrasel dan diasilgliserol
(DAG) yang mengaktifkan protein kinase C. Dalam skema ini, protein
kinase C yang aktif melakukan fosforilasi terhadap substrat spesifik
yang kemudian mengubah proses fsiologik. Demikian pula, kompleks
Ca2+ kalmodulin dapat mengaktifkan enzim-enzim kinase yang
spesifik. Kerja ini mengakibatkan modifikasi substrat dan hal ini
menimbulkan perubahan respons fisiologik.

Sejumlah enzim metabolik yang penting diatur oleh Ca2+, fosforilasi, atau
keduanya, yang mencakup enzim glikogen sintase, piruvat kinase, piruvat
karboksilase, gliserol-3-fosfat dehidrogenase dan piruvat dehidrogenase. Masih
belum dapat dipastikan apakah kalmodulin terlibat secara lan sung atau apakah
protein kinase yang tergantung pada Ca2+/ fosfolipid atau pada Ca2+/kalmodulin
yang baru ditemukan itu bertanggung jawab dalam proses pengaturan tersebut.
73

Metabolisme Fosfatidilinositida Mempengaruhi Kerja Hormon yang


Tergantung-Ca 2+
Sinyal tertentu harus menghasilkan komunikasi antara reseptor hormon pada
membran plasma dan simpanan Ca2+ intrasel. Hal ini dilaksanakan oleh produk
hasil metabolisme fosfatidilinositol.

Gambar 7. Fosfolipase C memecah PIP2 menjadi diasilgliserol dan insitoltrifosfat.


R1 umumnya berupa stearat dan R2 biasanya arakidonat. IP3 dapat
mengalami defosforilasi (menjadi 1-1, 4-P2 inaktif) atau fosforilasi
(menjadi 1-1, 3,4, 5-P4 yarig potensial aktif).

Reseptor permukaan sel seperti reseptor untuk asetilkolin, hormon antidiuretik


dan katekolamina tipe-al merupakan aktivator fosfolipase C yang ampuh kalau
reseptor tersebut ditempati oleh ligandnya masing-masing. Pengikatan reseptor
dan aktivasi fosfolipase C dirangkaikan oleh protein G yang unik (Gambar 6).
Fosfolipase C mengkatalisasi reaksi hidrolisis fosfatidilinosito14,5-bifosfat
menjadi inositol trifosfat dan 1,2-diasilgliserol (Gambar 7). Diasilgliserol sendiri
mampu mengaktifkan protein kinase C, yang aktivitasnya juga tergantung pada
kalsium ion yang bebas. Inositol trifosfat merupakan senyawa yang efektif untuk
74

melepas kalsium dari tempat simpanan intrasel seperti retikulum sitoplasma dan
mitokondria. Jadi, hidrolisis fosfatidilinositol 4,5-bifosfat akan mengaktifkan
protein kinase C dan mendorong peningkatan ion kalsium sitoplasma.
Sebagaimana terlihat dalam Gambar 44-6, kompleks protein G yang telah
diaktifkan dapat pula bekerja langsung pada saluran Ca2+.
Peranan yang mungkin dimiliki Ca2+ dan produk pemecahan
polifosfoinositida dalam kerja hormon dikemukakan dalam Gambar 44-6. Dalam
skema ini, protein kinase C yang aktif dapat melakukan fosforilasi terhadap
substrat spesifik yang kemudian akan mengubah proses fisiologik. Demikian
pula, kompleks Ca 2+- kalmodulin (Cam) dapat mengaktifkan enzim kinase
yang spesifik. Enzim ini kemudian memodifikasi substrat dan dengan cara
demikian mengubah respon fisiologik.

Beberapa Hormon Bekerja lewat Rangkaian Protein Kinase


Penemuan bahwa reseptor EGF mengandung aktivitas tirosin kinase
intrinsik yang diaktifkan oleh pengikatan ligand, EGF, merupakan terobosan
penting. Reseptor insulin dan IGF-1 juga memiliki aktivitas tirosin kinase
intrinsik yang diaktifkan oleh ligand. Beberapa reseptor-yang umumnya
merupakan reseptor dalam pengikatan ligand yang terlibat dalam pengendalian
pertumbuhan, diferensiasi dan respon inflamasi-bisa memiliki aktivitas tirosin
kinase intrinsik atau berikatan dengan protein yang merupakan tirosin kinase.
Keistimewaan lain yang membedakan kelompok kerja hormon ini adalah bahwa
enzim kinase ini terutama melakukan fosforilasi pada residu tirosin dan fosforilasi
tirosin jarang terjadi (< 0,03% dari total fosforilasi asam amino) dalam sel
mamalia.
Beberapa reseptor hormon, seperti reseptor untuk hormon insulin, EGF dan
IGF-1, memiliki aktivitas tirosin kinase intrinsik. Aktivasi enzim kinase ini
mengakibatkan fosforilasi substrat protein pada residu tirosin. Hal ini
menyebabkan serangkaian peristiwa yang dijelaskan secara rinci di dalam Bab 51
dalam konteks kerja insulin.
75

Aktivasi tirosin kinase dapat pula memutai rangkaian fosforilasi dan


defosforilasi yang melibatkan kerja beberapa enzim protein kinase lainnya serta
kerja enzim fosfatase yang mengimbangi. Ada dua mekanisme yang mengawali
rangkaian reaksi ini. Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, prolaktin,
eritropoitin dan sitokin memulai kerjanya dengan mengaktifkan tirosin kinase
kendati aktivitasnya ini bukan merupakan bagian integral reseptor hormon
tersebut. Interaksi hormon-reseptor akan mengaktifkan protein tirosin kinase
sitoplasma, seperti Tyk-2, JAK1, atau JAK2.

Gambar 8. Inisiasi sinyal transduksi oleh reseptor yang terikat pada JAK kinase . Reseptor yang
mengikat prolaktin, hormon pertumbuhan, on, dan sitokin tidak memillki tirosin
kinase endogen. Sewaktu terjadi pengikatan ligand, reseptor- reseptor ini menjadi
dimer dan suatu terkait (JAKi, JAK2, atau TYK) mengalami fosforilasi. JAK•P,
suatu kinase aktif, memfosforilasi reseptor pada residu tirosin. Protein Stat yang
berkaitan dengan reseptor yang terfosforilasi dan kemudian dirinya sendiri
terfosforilasi oleh JAK•P. STAT•P menjadi dimer, pindah ke nukleus, berikatan
pada elemen DNA khusus, dan mengatur transkripsi.

Semua enzim kinase ini akan melakukan fosforilase pada satu atau lebih protein
sitoplasma yang kemudian akan berikatan dengan protein pengikat lainnya
melalui pengikatan pada domain Src homologi 2. Segmen peptida ini, yang
panjangnya kurang-lebih 100 asam amino, disebut dengan nama domain SH2.
Salah satu interaksi semacam ini mengakibatkan aktivasi famili protein sitosol
yang disebut STAT (signal transduction and activators of transcription). Protein
STAT yang telah terfosforilasi akan mengalami dimerisasi serta translokasi ke
76

dalam nukleus, terikat pada unsur DNA yang spesifik, seperti unsur respon serum
interferon atau unsur respon serum dan mengaktifkan transkripsi. Semua ini
dilukiskan dalam Gambar 8. Peristiwa pengikat SH2 lainnya dapat mengakibatkan
aktivasi PI 3-kinase yang merupakan lintasan MAP kinase (lewat SHC atau
GRB2), atau menimbulkan aktivasi yang diantarai protein G pada fosfolipase C
(PLC) dengan disertai produksi diasilgliserol serta aktivasi protein kinase C.
Tampak adanya potensi untuk melakukan persilangan kalau berbagai hormon
yang berbeda mengaktifkan pelbagai transduksi sinyal ini.

KESIMPULAN

Kerja seluler dan subseluler hormon memerlukan pengikatan sebuah


hormon pada reseptornya yang spesifik. Reseptor memiliki beberapa karakteristik
berikut ini : reseptor memiliki afinitas yang tinggi terhadap hormon tersebut,
pengikatannya bersifat reversibel, reseptor bisa menjadi jenuh dan bersifat sangat
spesifik. Reseptor betanggungjawab atas dua fungsi dasar, yaitu: mengikat
hormon dan merangkaikan pengikatan hormon dengan transduksi sinyal.

Reseptor dapat merupakan komponen pada membran plasma seperti halnya


hormon peptida. Atau reseptor dapat terletak di dalam sel seperti halnya reseptor
dari famili steroid-tiroid-retinoid. Dalam hal yang belakangan ini, kompleks
hormon-reseptor merupakan sinyal intrasel. Secara tunum kompleks hormon-
reseptor akan terikat pada regio DNA yang spesifik yang disebut unsur respon
hormon atau HRE (human response element). Setiap efek hormon yang meliputi
pengaturan transkripsi gen yang spesifik diantarai oleh HRE yang spesifik.
Interaksi hormon peptida dengan reseptornya akan menghasilkan sejumlah efek di
samping pengaturan ekspresi gen yang spesifik. Efek ini mencakup pengaturan
ion serta aktivitas saluran, aktivitas protein intrasel dan sekresi berbagai molekul.
Efek ini diantarai oleh second messenger (hormon menjadi first messenger)
seperti cAMP, cGMP, Ca2+, berbagai fosfatidilinositida dan rangkaian protein
kinase.
77
78

Daftar Pustaka
1. Argetsinger LS et al : Identification of JAK2 as a growth hormone receptor-
associaated tyrosine kinase. Cell 1993; 74:237.
2. Berridge M : Insositol triphosphate and calcium signaling. Nature 1993;
361:315.
3. Chinkers M, Garbers DL: Signal transduction by guanylyl cyclases. Annu Rev
Biochem 1991;60:553.
4. Cobb MH, Robbins DJ, Boulton TG: ERKs, extracellular signal-regulated
MAP2-kinases. Curr Opin Cell Bio11991;3:1025.
5. Darnell JE Jr. Kerr IM, Stark GR: Jak-STAT pathways and trans-criptional
activation in response to IFNs and other extracellular signaling proteins.
Science 1994;264:1415.
6. Evans R: The steroid and thyroid hormone receptor super-family. Science
1988;240:889.
7. Fantl WJ, Johnson DE, Williams LT: Signalling by receptor tyrosine kinases.
Annu Rev Biochem 1993;62:453.
8. Gilman A: G proteins and dual control of adenylate cyclase. Cell 1984;36:577.
9. Hepler JR, Gilman AG: G proteins. trends Biochem Sci 1992;17:383.
10. Hunter T: A thousand and one protein kinases. Cell 1987;50:823.
11. Lucas P, Granner D: Hormone response domains in gene transcription. Annu
Rev Biochem 1992;61:1131.
12. Pawson T, Schlessinger J: SH2 and SH3 domains. Curr Biol 1993; 3:434.
13. Rasmussen H: The calcium t'ttessenger system. (Two parts.) N Eng J Med
1986;314:1094;1164.
14. Walton KM, Dixon JE. Protein tyrosine phosphatases. Annu Rev.
Biochem.1993;62:101.
15. White MF, Kahn CR: The insulin signalling system. J Biol Chem 1994; 269:1.

Anda mungkin juga menyukai