Anda di halaman 1dari 3

Farmakodinamik

Farmakodinamik ialah cabang ilmu yang mempelajari efek biokimia dan fisiologi obat serta
mekanisme kerjanya (setiawati dkk, 1995) Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk
meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa
serta spectrum efek dan respon yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan
dasar terapi nasional dan berguna dalam sintesis obat baru.

Mekanisme Kerja Obat

Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan resptor pada sel suatu organisme. interaksi
obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan
respon khas untuk obat tersebut. Reseptor obat mencakup 2 konsep penting. Pertama, bahwa obat
dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh. Kedua, bahwa obat tidak menimbulkan suatu fungsi
baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada. Walaupun tidak berlaku bagi terapi gen
secara umum konsep ini masih berlaku sampai sekarang. setiap komponen makromolekul fungsional
dapat berperan sebagai reseptor obat, tetapi sekelompok reseptor obat tertentu juga berperan
sebagai reseptor untuk ligand endrogen (hormon, neurotransmitor). Substansi yang efeknya
menyerupai senyawa endrogen disebut agonis. Sebaiknya, senyawa yang tidak mempunyai aktivitas
intrinsik tetapi menghambat secara kompetitif efek suatu agonis ditempat ikatan agonis (agonist
bind-ing site) disebut antagonis.

2.2.2 Reseptor Obat

1. Sifat Kimia

Komponen yang paling penting dalam reseptor obat ialah protein ( mis asetilkoli nesterase, na+ K+-A
Tpase, Tubulin, dsb.). asam nukleat juga dapat merupakan reseptor obat yang penting misalnya
untuk sitostatika.iaktan obat reseptor dapat berupa ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van der walls,
atau kovalen, tetapi umumnya merupakan campuran berbagai ikatan diatas. Perlu diperhatikan
bahwa ikatan kovalen merupakan ikatan yang kuat sehingga lama kerja obat sering kali, tetapi tidak
selalu panjang. Walaupun demikian ikatan non kovalen yang afinitasnya tinggi juga dapat bersifat
permanen.

2.Hubungan Struktur-Aktivitas

Struktur kimia suatu obat berhubungan erat dengan afinitasnya terhadap reseptor dan aktifitas
intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya perubahan stereoisomer, dapat
menimbulkan perubahan besar dalam sifat farmakologinya. Pengetahuan mengenai hubungan
struktur aktivitas bermanfaat dalam strategi pengembangan obat baru, sintesis obat yang rasio
terapinya lebih baik, atau sintesis obat yang selektif terhadap jaringan tertentu.
3. Reseptor Fisiologis

Istilah reseptor sebagai makro molekul seluler tempat terikatnya obat untuk menimbulkan respons
telah diuraikan diatas. Tetapi terdapat juga protein seluler yang berfungsi sebagai reseptor fisiologik,
bagi ligand endogen seperti hormon, neurotransmitor, dan autakoid. Fungsi reseptor ini meliputi
lipatan ligand yang sesuai (oleh ligand binding domain) dan penghantar sinyal (oleh effektor domain)
yang dapat secara langsung menimbulkan efek intra sel atau secar tidak langsung memulai sintesis
maupun penglepasan molekul intrasel lain yang dikenal sebagai second messenger.

Dalam keadaan tertentu, molekul reseptor berinteraksi secara erat dengan protein seluler lain
membentuk sistem resptor-efektor seluler lain menimbulkan respons. Contohnya, sistem adenilat
siklase: reseptor mengatur aktivitas adenilat siklase sedang kan efektornya mensitesis CAMP sebagai
second messenger. Dalam sistem ini protein G lah yang berfungsi sebagai perantara reseptor dengan
enzim tersebut. Terdapat dua macam protein G yang satu berfungsi sebagai penghantaran yang lain
berfungsi sebagai penghamabatan sinyal.

2.2.3 Transmisi Sinyal Biologis

Penghantaran sinyal biologis ialah proses yang menyebabkan suatu substansi extra seluler
(extracellular chemical) menimbulkan suatu respons seluler fisiologis yang spesifik. Sistem
penghantaran ini di mulai dengan pendudukan reseptor yang terdapat di membran sel atau di dalam
sitoplasma oleh transmitor. Kebanyakan messengger ini bersifat polar. Contoh transmitor untuk
reseptor yang terdapat di membran sel ialah katekolamin, TRH,LH; sedangkan untuk reseptor yang
terdapat di dalam sitoplasma ialah steroid (adrenal dan gonadal), tiroksin, vitamin D.

Reseptor di membran sel bekerja dengan cara mengikat ligand yang sesuai kemudian meneruskan
sinyalnya ke sel target itu, baik secara langsung ke intrasel atau dengan cara memproduksi molekul
pengatur lainnya (second messenger) di intrasel. Suatu reseptor mungkin memerlukan suatu protein
seluller tertentu untuk dapat berfugsi (sistem reseptor-efektor) misalnya adenilat siklase. Pada
sistem ini, reseptor mengatur aktivitas adenilat siklase, dan efektor mensintesis, siklik- AMP. Yang
merupakan second messenger.

Reseptor yang terdapat dalam sitoplasma, merupakan protein terlarut pengikat DNA (solubble DNA-
binding protein) yang mengatur transkripsi gen- gen tertentu. Pendudukan reseptor oleh hormon
yang sesuai akan meningkatkan sintesis protein tertentu. Reseptor hormon peptida yang mengatur
pertumbuhan, diferensiasi dan perkembangan (dan dalam keadaan akut juga aktivitas metabolik )
umumnya ialah suatu protein kinase yang mengkatalisis fosforilasi protein target pada residu tirosin.
Kelompok reseptor ini meliputi reseptor cairan insulin, epidermal growth factor, p[latelet-deri-ved
growht dan limfokin tertentu. Reseptor hormon peptida yang terdapat di membran plasma
berhubungan dengan bagian katalitiknya yang berupa protein kinase intrasel, melalui rantai pendek
asam amino hidrovobik yang menembus membran plasma.
Pada reseptor untuk atrial natriuretic peptide, bagian komplek intrasel ini bukan protein kinase,
melainkan guanilat siklase yang mensintesis siklik-GMP. Sejumlah reseptor untuk neutrotransmitor
tertentu membentuk kanal ion selektif di membran plasma dan menyampaikan sinyal biologisnya
dengan cara mengubah potensial membran atau komposisi ion. Contoh kelompok ini ialah nikotinik.
gamma-amino butirad tipe A, glutamat, aspartap,dan glisin. Reseptor ini merupakan protein multi-
subunit yang rantainya menembus membran beberapa kali membentuk kanal ion. Mekanisme
terikatnya suatu transmitor dengan kanal yang terdapat di bagian extracell sehingga kanal menjadi
terluka, belum di ketahui.

Sejumlah besar reseptor di membran plasma bekerja membantu protein. efektor tertentu dengan
perantaraan sekelompok GTP biding protein yang di kenal sebagai protein G. Yang termasuk
kelompok ini ialah reseptor untuk aminbiogenik, eikosanoik,dan hormon protein lainnya. Reseptor
ini bekerja dengan memacu terikatnya GTP pada protein G spesifik yang selanjutnya mengatur
aktivitas efektor-efektor spesifik seperti adenilat siklase, fosfolipase A2 dan C. kanal Ca2+, K2 atau
Na+, dan beberapa protein yang berfungsi dalam transportasi. Suatu sel dapat mempunyai 5 atau
lebih protein G yang masing- masing dapat memberikan respon terhadap beberapa resptor yang
berbeda, dan mengatur beberapa efektor yang berbeda pula.

Second messenger sitoplasma. Penghantaran sinyal biologis dalam sitoplasma dilansungkan dengan
kerja second messenger antara lain berupa CAMP, ion Ca2+, dan yang akhir-akhir ini sudah diterima
ialah 1,5 inositol trisphosphate (IP3) dan diasilgliserol (DAG). Substansi ini memenuhi kriteria sebagai
second messenger yaitu diproduksi dengan sangat cepat, bekerja pada kadar yang sangat rendah,
dan setelah sinyal ekstenalnya tidak ada mengalami penyingkiran secara spesifik. Siklik-AMP ialah
second messenger yang pertama kali ditemukan. Substansi ini dihasilkan melalui stimulasi adenilat
siklase sebagai respons terhadap respon terhadap aktivitas bermacam-macam reseptor.

Anda mungkin juga menyukai