Anda di halaman 1dari 5

PROLAKTINEMIA

TINGKAT KEMAMPUAN: 3B
I. Definisi
Prolaktinemia atau yang sering disebut hiperprolaktinemia adalah keadaan dimana
kadar prolaktin meningkat secara abnormal (kadar normal prolaktin adalah 10-
28µg). Hormon prolaktin diproduksi oleh kelenjar hipofisis yang disintesa dan
disekresi oleh sel-sel laktotrof dari kelenjar hipofisis anterior dan berfungsi untuk
meningkatkan perkembangan payudara selama masa kehamilan dan menginduksi
laktasi pasca melahirkan. Prolaktin juga dihasilkan di luar hipofisis, yaitu oleh
kelenjar mammae, plasenta, uterus dan limfosit T. Pada kehamilan, prolaktin juga
disekresi oleh sel stroma endometrium desidualis.
Hiperprolaktinemia merupakan penyebab tersering terjadinya amenore sekunder
(18,8%). Sekitar 0,4- 10 % hiperprolaktinemia terjadi pada orang normal, 9-15 %
menyebabkan oligominore dan amenore sekunder, galaktore 25%, dan sekitar  43-
70% mengalami amenore dan galaktore. Berbagai keadaan dapat menyebabkan
peningkatan ringan konsentrasi prolakatin serum, seperti stress, dan stimulasi
payudara.

II. Etiologi
a. Gangguan pada hipotalamus, misalnya hipotiroid primer, dan insufisiensi adrenal
b. Gangguan pada hipofisis, misalnya tumor pada hipofisis baik berupa mikro
ataupun makroprolaktinoma, infiltrasi penyakit lain terhadap hipofisis seperti
tuberculosis, dan sarcoidosis, Hypothalamic Stalk Interruption
c. Obat-obatan, misalnya Dopamine - receptor antagonists (phenothiazines,
butyrophenones, thioxanthenes, risperidone, metoclopramide, sulpiride,
pimozide), Dopamine-depleting agents (methyldopa, reserpine), Anti histamin2
(AH2) seperti cimetidine, anti hypertensi (verapamil), dan anti depresan golongan
trisiklik, estrogen dan opiate
d. Neurogenik, seperti adanya luka pada dinding dada misalnya luka operasi, luka
bakar, dan herpes zoster
e. Penurunan eliminasi prolaktin dalam tubuh, misalnya pada gagal ginjal, dan
insufisiensi hepar
f. Molekul abnormal, misalnya makroprolaktinemia
g. Idiopatik

III. Patofisiologi
Prolaktin diregulasi oleh hormon hipotalamus lewat sirkulasi portal
hipotalamus-hipofisis. Pada umumnya, sinyal dominan adalah bersifat inhibitorik
tonik, yang menghalangi  pelepasan prolaktin. Hal ini dimediasi oleh
neurotransmitter dopamin, yan  bekerja pada reseptor tipe-D2 yang terdapat pada
sel laktotrof. Sedangkan sinyal stimulatorik dimediasi oleh hormon hipotalamus,
yaitu TRH (thyrotropinreleasing hormone) dan VIP (vasoactive intestinal peptide).
Keseimbangan antara kedua sinyal tersebut menentukan jumlah prolaktin
yang dilepaskan dari kelenjar hipofisis anterior. Jumlah yang dikeluarkan melalui
ginjal turut menentukan konsentrasi prolaktin di dalam darah. Maka pada
hipotiroidisme (keadaan di mana kadar TRHnya tinggi) dapat terjadi
hiperprolaktinemia. VIP meningkatkan kadar prolaktin sebagai respons dari
menyusui dengan meningkatkan kadar adenosine 3’,5’ -cyclic phosphate (cAMP)
Menurunnya kadar dopamin dapat menyebabkan sekresi prolaktin yang
berlebihan. Proses yang dapat mengganggu sintesis dopamin, transpor dopami ke
kelenjar hipofisis, atau efeknya terhadap sel laktotrof, dapat mengakibatkan
hiperprolaktinemia.
Secara praktis, dapat diingat 3P (Physiological, Pharmacological  dan
Pathological) . Secara fisiologis, peningkatan prolaktin dapat merupakan akibat
dari kehamilan dan stress. Agen farmakologik yang dapat menyebabkan
hiperprolaktinemia antara lain adalah neuroleptik, dopa blockers, antidepressant
dan estrogen. Penyebab patologik antara lain adalah penyakit hipotalamohipofisis,
cedera tangkai hipofisis, hipotiroidisme, gagal ginjal kronis dan sirosis hati.
Manifestasi klinis pada hiperprolaktinemia adalah akibat pengaruh hormon
terhadap jaringan target prolaktin, yaitu sistem reproduksi dan jaringan payudara
dari kedua jenis kelamin.

IV. Manifestasi Klinis


a. Galaktorea atau menoragi atau hipogonadisme
b. Nyeri kepala dan gangguan lapangan pandang (efek lesi struktural seperti tumor
hipofisis)
c. Gangguan menstruasi (amenore atau oligomenore)
d. Infertilitas
e. Atrofi payudara
f. Osteoporosis sekunder

V. Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala yang muncul akibat hiperprolaktinemia dapat berbeda-beda pada tiap
orang. Namun, gejala sama yang biasanya timbul pada pria dan wanita adalah
infertilitas, penurunan hasrat seksual, pengeroposan tulang, pusing, dan gangguan
penglihatan.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Hasil pemeriksaan pada wanita dengan hiperprolaktinemia berupa :
 Oligomenorea hingga amenorea
 Galaktorea efek langsung pada sel epitel payudara
 Infertilitas
b. Hiperprolaktinemia pada pria dapat berupa:
 Impotensi atau disfungsi ereksi.
 Gangguan lapang pandang
 Jumlah sperma berkurang
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes hormon prolactin
b. Hormon tiroid hipertiroid, hipotiroid, eutiroid
c. Tes kehamilan bagi perempuan yang belum menopause atau tidak
histerektomi
d. Level testosterone pada pria
e. Ureum kreatinin deteksi gangguan ginjal yang dapat menyebabkan
hiperprolaktinemia
f. MRI kepala jika diduga ada prolaktinoma

VI. Tatalaksana
1. Medikamentosa
a. Dopamine agonist , bromocriptine mesylate merupakan obat pilihan utama.
Bromocriptine dapat menurunkan kadar prolaktin sebanyak 70-100%, dan
memulihkan proses ovulasi pada wanita usia premenopause. Pada pasien
dengan intoleransi bromocriptine atau resisten terhadap obat tersebut, dapat
diberikan cabergoline. Terapi diberikan selama 12-24 bulan dan dihentikan
jika kadar prolaktin telah kembali ke nilai normal.  Bromocriptine  juga dapat
digunakan untuk mengecilkan ukuran makroadenoma.

b. Operasi

- Indikasi untuk suatu operasi hipofisis antara lain adalah pasien dengan
intoleransi obat, tumor yang resisten terhadap terapi medikamentosa,
atau  pada pasien dengan gangguan lapangan pandang yang persisten
meskipun telah diberikan terapi medikamentosa (manifestasi akibat
penekanan tumor)

- Pasien dengan hiperprolaktinemia dan tumor hipofisis kecil dapat diobati


dengan operasi Samada, atau dengan pendekatan transfenoidal.

c. Jika disebabkan oleh keadaan hipotiroid : terapi hormon tiroid sintetis

d. Jika disebabkan oleh obat-obatan : sesuaikan dosis obat


Komplikasi :
Komplikasi tergantung dari ukuran tumor dan efek fisiologik dari kondisi
tersebut; komplikasi hiperprolaktinemia antara lain adalah kebutaan, pendarahan,
osteoporosis, dan infertilitas

Daftar Pustaka
1. J.R.E., Prolactin and Reproductive Medicine. In: Current Opinion in Obstetrics and
Gynecology, Lippincott, Manchester, UK; 2004:331-7
2. Bachelot A., Binart N., Reproductive Role of Prolactin. In Reproduction Review,
[December] 2006, [cited 2020 July], Available from: http://www.reproduction-
online.org
3. Rajasoorya C., Hyperprolactinaemia and its Clinical Significance. In: Singapore
Medical Journal 2001, 61(9):398-401
4. Schlechte J.A., Prolactinoma. In: The New England of Journal of Medicine 2003,
349:2035-41
5. Thorner M.O., Hyperprolactinemia, [October] 2003, [cited 2020 July], Available
from : http://www.endotext.com

Anda mungkin juga menyukai