Anda di halaman 1dari 8

ANEMIA DEFISIENSI BESI

TINGKAT KEMAMPUAN : 4A
I. Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron
store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.
Ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer, besi serum menurun, TIBC meningkat,
saturasi transferin.
Menurut WHO dikatakan anemia bila :.
 Laki dewasa : hemoglobin < 13 g/dl.
 Wanita dewasa tak hamil : hemoglobin < 12 g/dl
 Wanita hamil : hemoglobin < 11g/dl
 Anak umur 6-14 tahun: hemoglobin < 12g/dl
 Anak umur 6 bulan-6 tahun : hemoglobin < 11g/dl
Kriteria klinik : untuk alasan praktis maka kriteria anemia klinik (dirumah sakit
atau praktek klinik) pada umumnya disepakati adalah :
a. Hemoglobin < 10 g/dl,
b. Hematokrit < 30 %,
c. Eritrosit < 2,8 juta/mm³.
Masalah Kesehatan
Penurunan kadar Hemoglobin yang menyebabkan penurunan kadar oksigen yang
didistribusikan ke seluruh tubuh sehingga menimbulkan berbagai keluhan (sindrom
anemia).

II. Epidemiologi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di
klinik maupun di masyarakat. Dari berbagai data yang dikumpulkan sampai saat ini,
didapatkan gambaran prevalensi anemia defisiensi besi seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Prevalensi Anemia Defisiensi Besi di Dunia
Afrika Amerika Latin Indonesia
Laki-laki dewasa 6% 3% 16 – 50 %
Wanita tak hamil 20 % 17 – 21 % 25 – 48 %
Wanita hamil 60 % 39 – 46 % 46 – 92 %

III. Klasifikasi
Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi dapat
dibagi menjadi 3 tingkatan :
1. Deplesi besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun tetapi penyediaan
besi untuk eritropoesis belum terganggu.
2. Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoesis) : cadangan besi
kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul
anemia secara laboratorik.
3. Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai anemia

IV. Patofisiologi
Anemia defisiensi besi ditandai dengan produksi sel darah merah yang kecil
(mikrositik) dan kadar hemoglobin dalam darah yang kurang. Anemia mikrositik
ini adalah tahap terakhir dari defisiensi besi, dan ini merupakan titik akhir dari
periode kekurangan zat besi yang lama. Menurut Iuchi Yoshihito tahun 2012,
anemia dapat disebabkan oleh adanya Reactive Oxygen Species (ROS) dalam sel
darah merah. ROS dalam sel darah merah dapat menimbulkan stres oksidatif
Stres oksidatif merupakan suatu kondisi ketidakseimbanganantara
prooksidan dan antioksidanyang dapat menimbulkankerusakan. Oksidan dapat
terbentuk di dalam sel darah merah yaitu dalam bentuk superoksida, hidrogren,
radikal peroksil, peroksidalipid. Superoksida yang terbentuk di dalam sel darah
merah karena adanya proses autooksidasi hemoglobin (Hb) yang akan menjadi
methemoglobin (met-Hb). Kondisi stres oksidatif atau pertahanan antioksidan yang
terganggu akan meningkatkan produksi met-Hb dan ROS. Kerusakan yang
ditimbulkan oleh adanya ROS akan meningkatkan stres oksidatif sel darah merah
dengan cara menginduksi peroksidasi lipid(Iuchi, 2012).
Menurut penelitian dari Neeta Kumar bahwa ada banyak jenis radikal bebas
yang terbentuk di dalam tubuh dan zat besi memiliki kemampuan untuk mengalami
kerusakan. Kerusakan zat besi dapat dipengaruhi oleh adanya lipid yang
teroksidasi. Lipid yang mengalami oksidasi yaitu asam lemak tak jenuh ganda
akibat dari reaksi yang ditimbulkan oleh radikal bebas. Radikal hidroksil (OH-)
yang mengektraksi satu hidrogen dari lemak tak jenuh ganda sehingga membentuk
radikal lemak (Sari, 2016). Peringkatan hidroperoksida menyebabkan kerusakan
sel darah merah dan akhirnya menyebabkan kematian sel darah merah tersebut
(Iuchi,2012).
Patogenesis
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi
yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun. Jika
cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif, yaitu
tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin
serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum
tulang negatif.
Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong
sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan
gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini
disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang
dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin
dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (Total Iron
Binding Capacity= TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum.
Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu
sehinggakadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia hipokromik
mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).
Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim
yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gelaja
lainnya.
Manifestasi Klinis :
A. Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome)
dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl.
Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta
telinga mendenging. Anemia bersifat simptomatik jika hemoglobin < 7 gr/dl, maka
gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas. Pada pemeriksaan fisik dijumpai
pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku.
B. Gejala Khas Anemia Defisiensi Besi
 Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-
garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok
 Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
papil lidah menghilang
 Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
 Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
 Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah
kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil
lidah, dan disfagia

V. Diagnosis
A. Anamnesis (Subjective)
Badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, dan telinga
mendenging, serta penurunan konsentrasi. Faktor risiko :
 Ibu hamil
 Remaja putri
 Pemakaian obat cephalosporin, chloramphenicol jangka panjang
 Status gizi kurang
 Faktor ekonomi kurang
B. Pemeriksaan Fisik
 Mukokutaneus: pucat–indikator yang cukup baik, sianotik, atrofi papil lidah
 Kardiovaskular: takikardi, bising jantung
 Respiraasi : takipneu
 Mata : konjungtiva pucat
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah: Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), leukosit,
trombosit.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Terdapat tiga tahap diagnosis anemia defisiensi besi. Tahap pertama adalah
menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau
hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria WHO atau kriteria klinik.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil
pemeriksaan darah dengan kriteria Hb darah kurang dari kadar Hb normal. Nilai
rujukan kadar hemoglobin normal menurut WHO:
Laki-laki: > 13 g/dl
Perempuan: > 12 g/dl
Perempuan hamil: > 11 g/dl
Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga
adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.
Secara laboratorium untuk menegakkan diagnosis anemiia defisiensi besi
(tahap satu dan tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi
besi modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut :
Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi, atau MCV < 80 fl dan
MCHC < 31 % dengan salah satu dari a, b, c atau d :
a. Dua dari parameter ini : Besi serum < 50 mg/dl, TIBC > 350 mg/dl, Saturasi
transferin < 15% atau
b. Serum feritinin < 20 g/dl atau
c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain) menunjukan
cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif atau
d. Dengan pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang
setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.

Diagnosis Banding
VI. Tatalaksana
a. Terapi kausal : tergantung penyebab, misalnya ; pengobatan cacing tambang,
pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan
kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacemen theraphy).
 Terapi besi per oral (merupakan obat piliham pertama (efektif, murah, dan
aman)) : 3 – 4x sehari dengan besi elemental 50 – 65 mg

- Sulfas ferrosus 3 x 1 tab (325 mg mengandung 65 mg besi elemental, 195;


39)

- Ferrous fumarat 3 x 1 tab (325; 107 dan 195; 64)

- Ferrous glukonat 3 x 1 tab (325; 39)

 Pasien diinformasikan mengenai efek samping obat: mual, muntah,


heartburn, konstipasi, diare, BAB kehitaman
 Jika tidak dapat mentoleransi koreksi peroral atau kondisi akut maka
dilakukan koreksi parenteral segera.
Indikasi terapi parenteral:

- Intoleransi terhadap pemberian oral

- Kepatuhanterhadap berobat rendah


- Gangguan pencernaan kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi

- Penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi

- Keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup


dikompensasi oleh pemberian besi oral

- Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan
trisemester tiga atau sebelum operasi

- Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada anemia


gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.

- Preparat yang tersedia : iron dextran complex (mengandung 50 mg


besi/ml)iron sorbitol citric acid complexdan yang terbaru adalah iron ferric
gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parental dapat diberikan
secara intramuskular dalam atau intravena. Efek sampingyang dapat timbul
adalah reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri
perut dan sinkop.Terapi besi parental bertujuan untuk mengembalikan kadar
hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg.

- Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui rumus berikut :

Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali
pemberian.
 Pengobatan Lain

- Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama


yang berasal dari protein hewani.

- Vitamin C : 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorpsi besi.

- Transfusi darah : anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfusi darah.

Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia defisiensi besi adalah

a. Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung.


b. Anemia yang sangat simpomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang
sangat menyolok.

c. Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada


kehamilan trisemester akhir atau preoperasi
Edukasi :
Prinsip konseling pada anemia adalah memberikan pengertian kepada pasien dan
keluarganya tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga meningkatkan
kesadaran dan kepatuhan dalam berobat serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
Kriteria rujukan:

1. Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb < 6 mg%).


2. Untuk anemia karena penyebab yang tidak termasuk kompetensi dokter layanan
primer, dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam.

Daftar Pustaka
1. Ikatan Dokter Indonesia. 2013. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Bakti Husada
2. Prayidyana, Rivandi. 2017. Anemia Defisiensi Besi. Bali : Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
3. Weiss,Barry.20 Common Problems In Primary Care
4. Tanto, Chris, et al. "Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi IV." Jakarta: Media
Aesculapius (2014): 329-30.
5. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayan Kesehatan Primer. Edisi I.
IDI 2013
6. Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam
FKUI/RSCM. 2004

Anda mungkin juga menyukai