Anda di halaman 1dari 13

Pengaruh Obat Clopidogrel pada Agregasi Trombosit

Johanna Samantha
102017130
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat 1151 – Indonesia
Email : johanna.2017fk130@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Farmakogenomik adalah ilmu yang mempelajari pengaruh genetik terhadap variasi
antar individu pada respons obat. Pengaruh genetik pada tiap individu terhadap respons obat
ditunjukkan dengan adanya variasi berkisar 20-95% pada peruraian obat dalam tubuh dan
efeknya. Klopidogrel adalah obat anti-platelet yang banyak digunakan untuk mencegah
terjadinya thrombosis arteri. Klopidogrel dimetabolisme menjadi metabolit aktif oleh enzim
sitokrom P4502C19 (CYP2C19) di hati. Metabolit aktif bertanggung jawab atas aktivitas
anti-platelet klopidogrel. Terdapat studi yang menunjukkan bahwa polimorfisme nukleotida
tunggal dalam gen CYP2C19 dapat menyebabkan penurunan produksi metabolit aktif
klopidogrel secara signifikan.
Kata kunci: Farmakogenomik, Klopidogrel, CYP2C19.

Abstract
Pharmacogenomics is the science that deals with the influence of genetics on
variations between individuals in drug response. The genetic influence of each individual on
the response is indicated by the variation in the range of 20-95% in drug breakdown in the
body and its effects. Clopidogrel is an anti-platelet drug that is widely used to prevent
arterial thrombosis. Clopidogrel is metabolized into active metabolites by the enzyme
cytochrome P4502C19 (CYP2C19) in the liver. The active metabolite is responsible for the
anti-platelet activity of clopidogrel. There are studies showing that single nucleotide
polymorphisms in the CYP2C19 gene can cause a significant reduction in the production of
the active metabolite clopidogrel.
Keywords: Pharmacogenomic, Clopidogrel, CYP2C19.

Pendahuluan
Farmakogenomik adalah studi tentang banyak perbedaan antar individu dalam cara
merespon obat karena variasi alel pada gen seseorang yang mempengaruhi metabolisme obat,
kemanjuran, dan toksisitas. Tujuan cabang ilmu farmakogenomik adalah untuk
mengembangkan cara penggunaan obat secara rasional guna untuk mengoptimalkan terapi
obat yang bersesuaian dengan genotip pasien dan untuk memastikan efek terapi maksimum
dengan efek samping yang minimal.1

1
Farmakogenomik mengacu pada peran berbagai komponen genom merespons
terhadap suatu obat, seperti varian sekuens genetik, perubahan struktural dalam kromosom
(misalnya translokasi), varian epigenetic (misalnya perubahan metilasi gen), dan varian
dalam profil ekspresi gen (perubahan tingkat mRNA) atau RNA non-penyandi (misalnya
perubahan microRNA). Variasi genetik dapat diwariskan melalui germline (turunan) atau
perolehan (misalnya mutasi somatic pada tumor).1 Pengaruh farmakogenomik pada respons
obat secara tradisional dapat dibagi menjadi empat kategori berdasarkan dampak variabilitas
genetik pada sifat farmakologis suatu obat, yaitu:1
 Efek pada farmakokinetik obat. Contohnya adalah varian genetik yang mengubah
metabolisme obat dan mempengaruhi konsentrasi plasma.
 Efek pada farmakodinamik. Contohnya adalah variasi genetik yang mengurangi
pengikatan obat ke reseptornya sehingga mengurangi kemanjuran.
 Efek pada reaksi idiosinkratik. Contohnya adalah seperti kemungkinan reaksi
hipersensitif terhadap obat tertentu atau kejadian cedera hati karena obat.
 Efek pada pathogenesis atau keparahan penyakit dan respons terhadap terapi spesifik.
Contohnya adalah kerusakan molekuler spesifik terkait dengan pathogenesis keganasan
tertentu terhadap terapi yang memiliki target spesifik.
Salah satu contoh obat yang berkaitan dengan farmakogenomik adalah clopidogrel.
Pada kotak peringatan (boxed warning) clopidogrel, obat ini dinyatakan obat pemetabolisme
buruk CYP2C19 yang dapat menurunkan efek antiplateletnya.1

Gambar 1. Kotak Peringatan Clopidogrel.


Clopidogrel merupakan obat generasi kedua dari golongan thienopyridine, yang
bekerja menghambat Adenosine Diphosphate (ADP) dengan mengikat reseptor P2Y12 pada
permukaan trombosit. Clopidogrel merupakan prodrug yang dimetabolisme di hepar dan
hanya sekitar 15% saja yang menjadi metabolisme aktif dan sisanya sebanyak 85%
dihidrolisis mejadi senyawa yang tidak aktif. Metabolisme aktif clopidogrel akan berikatan
secara irreversible dengan reseptor P2Y12 dalam mencegah aktivasi dan agregasi trombosit

2
yang diinduksi oleh ADP. Clopidogrel sangat bermanfaat dalam mengobati dan mencegah
penyakit terkait thrombosis.2
Obat anti agregasi trombosit dan obat anti koagulan merupakan obat yang digunakan
untuk mengobati dan mencegah terjadinya thrombosis arteri. Obat anti agregasi trombosit
yang beredar di masyarakat terdiri atas beberapa golongan, yaitu golongan anti tromboksan
A2 seperti aspirin; inhibitor reseptor P2Y12 seperti ticlopidine, clopidogrel, prasugrel, dan
ticagrelor; golongan anti glikoprotein IIb/IIIa seperti abciximab; dan golongan anti
phosphodiesterase seperti dipiridamol dan cilostazol.2

Agregasi Trombosit
Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak berbintik dan terbentuk
di sumsum tulang. Trombosit umumnya disebut juga sebagai platelet atau keeping darah.
Trombosit matang berukuran 2-4 µm dan berbentuk cakram bikonveks. Setelah trombosit
keluar dari sumsum tulang, sekitar 20-30% trombosit mengalami sekuestrasi di limpa. Fungsi
utama trombosit adalah membentuk sumbatan yang merupakan respons hemostatik normal
terjadinya cedera vaskular yang dapat terjadi kebocoran spontan darah melalui pembuluh
halus. Fungsi trombosit ada tiga, yaitu perlekatan (adhesi), penggumpalan (agregasi), dan
reaksi pelepasan.3
Agregasi trombosit adalah kemampuan trombosit untuk melekat satu sama lain untuk
membentuk suatu sumbatan. Agregasi awal terjadi akibat kotak permukaan dan pembebasan
ADP (Adenosine Diphosphate) dari trombosit lain yang melekat ke permukaan endotel. Hal
ini disebut gelombang agregasi primer. Kemudian, seiring dengan makin banyaknya
trombosit yang terlibat, maka lebih banyak ADP yang dibebaskan sehingga terjadi
gelombang agregasi sekunder disertai rekrutmen lebih banyak trombosit. Agregasi trombosit
berkaitan dengan perubahan bentuk trombosit dari discoid menjadi bulat. Gelombang
agregasi sekunder merupakan suatu fenomena irreversible, sedangkan perubahan bentuk awal
pada agregasi primer masih bersifat reversible.4

Farmakogenomik Clopidogrel
Kelompok dokter dan peneliti dari Perancis (Dr. Simon dan Dr. Becquemont) dan
Amerika (Dr. Sabatine dan Dr. Braunwald) melaporkan hasil studi respons individu terhadap
clopidogrel pada dua populasi yang berbeda dan terpisah. Yang menarik dari penelitian ini
adalah kedua kelompok ini memberikan kesimpulan yang sama yaitu pasien yang membawa

3
variasi genetik loss of function pada gen CYP2C19, memiliki respons farmakokinetik dan
farmakodinamik yang lebih rendah terhadap clopidogrel dan setelah dikendalikan, kedua
kelompok tersebut memiliki risiko kejadian kardiovaskular yang lebih tinggi.5
Gen CYP2C19 merupakan keluarga gen sitokrom P450. Enzim yang diproduksi oleh
gen sitokrom P450 akan terlibat dalam proses metabolisme bebagai molekul dan bahan kimia
di dalam sel. Gen CYP2C19 terdiri dari 9 ekson, yang dipetakan ke lokasi kromosom 10.
Polimorfisme genetik CYP2C19 tersebar luas di berbagai belahan dunia, berkisar antara 20-
30% diantaranya ras Kaukasia (ras kulit putih Amerika-Eropa), 30-45% diantaranya orang
Afrika-Amerika, dan 50-65% di Asia Timur.6
Enzim sitokrom P4502C19 (CYP2C19) berperan penting dalam metabolisme umum
berbagai macam obat terapi, salah satu obat yang dimetabolisme oleh CYP2C19 adalah
clopidogrel. Clopidogrel merupakan obat anti-platelet yang sering digunakan dalam
pengobatan penyakit kardiovaskular, yang akan dimetabolisme dalam tubuh oleh berbagai
enzim di hati.6
Enzim CYP2C19 merupakan salah satu enzim hati utama sebagai aktivator yang
terlibat dalam mengkonversi clopidogrel ke dalam bentuk metabolit aktifnya. Enzim
CYP2C19 merupakan enzim yang sangat polimorfik dengan lebih dari 25 alel. Berdasarkan
alel yang berbeda, variasi aktivitas dari enzim CYP2C19 ini juga menyebabkan efek
metabolisme yang berbeda, yang dapat dikategorikan ke dalam empat fenotip utama: Ultra
rapid metabolizer (UM), Normal/extensive metabolizer (NM), Intermediet metabolizer (IM),
dan Poor metabolizer (PM).6
Mengingat bahwa clopidogrel adalah prodrug, umumnya keberhasilan pengobatan
clopidogrel sebagian besar bergantung pada proses metabolisme oleh enzim CYP2C19 yang
mengaktivasi clopidogrel menjadi metabolit aktif “active drug”. Pada kategori intermediet
metabolizer dan poor metabolizer terjadi penurunan efek tarapeutik clopidogrel sebagai
antiplatelet. Sedangkan pada kategori ultra rapid metabolizer, karena aktivitas
metabolismenya super cepat dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko efek toksik yang
dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut, FDA (Food and Drug Administration) mengeluarkan
label peringatan pada obat clopidogrel. Peringatan ini menunjukkan pentingnya penentuan
genotype pada pasien yang akan menggunakan clopidogrel.6

Farmakokinetik dan Farmakodinamik

4
Proses mulai dari masuknya obat ke dalam tubuh sampai dikeluarkan Kembali disebut
sebagai faramakokinetik. Yang termasuk proses farmakokinetik adalah absorbsi, distribusi,
biotransformasi/ metabolisme, dan ekskresi obat. Untuk menghasilkan efek, suatu obat harus
terdapat dalam kadar yang tepat pada tempat obat itu bekerja. Untuk mencapai tempat kerja,
suatu obat harus melewati berbagai membrane sel tubuh.7
Respons yang diinginkan dari suatu obat biasanya berkaitan dengan kadar obat pada
tempat kerjanya sehingga tujuan terapi adalah mempertahankan kadar obat yang cukup pada
tempat kerja obat tersebut. Dalam praktiknya, sangat sulit untuk mengukur kadar obat pada
tempat kerja, dan akan lebih mudah mengukur kadar obat dalam plasma darah, dan
menghubungkan kadar obat dalam plasma dengan respons yang diperoleh. Jadi, dapat
dikatakan bahwa tujuan terapi dengan pemberian obat adalah untuk mempertahankan kadar
obat yang cukup dalam darah yang akan memberikan hasil pengobatan yang kita inginkan.7
Secara umum farmakodinamik diartikan sebagai ilmu yang mempelajari efek-efek
biokimia dan fisiologi obat serta mekanisme kerja obat tersebut di dalam tubuh. Secara
khusus farmakodinamik mempelajari interaksi molekular antara obat dan unsur-unsur tubuh
yang setelah melalui serentetan kejadian akan menghasilkan respon farmakologik. Sering
juga mekanisme molekular kerja obat tidak diketahui maka untuk obat tersebut respon
farmakologiknya dijelaskan dengan adanya perubahan proses-proses biokimia dan fisiologi.7
Tujuan mengetahui dan memahami farmakodinamik ialah agar kita dapat memberikan
dasar terapi yang rasional, atau mampu merancang bahan kimia baru yang lebih baik dan
lebih unggul sebagai obat. Tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam farmakodinamik
adalah mekanisme kerja obat, hubungan antara struktur dan aktivitas, hubungan antara dosis
obat dengan respons.7

Farmakokinetik Clopidogrel
Pada mekanisme farmakokinetik dari obat clopidogrel, makanan tidak mempengaruhi
proses absorbsi obat ini. Setelah pemberian oral, obat ini akan terikat protein plasma, lalu
dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 menjadi metabolit aktif. Efek maksimum obat ini
terlihat setelah penggunaan 3-5 hari. Lalu obat ini akan dieliminasi melalui urine dan juga
tinja.8
Absorbsi.
Absorbsi suatu obat adalah pengambilan obat dari permukan tubuh termasuk juga
mukosa saluran cerna atau dari tempat-tempat terntentu pada organ dalam ke dalam aliran

5
darah atau ke dalam sistem pembuluh limfe. Absorbsi obat dapat dibagi menjadi beberapa
jenis, yaitu absorbsi obat melalui rute oral, rute sublingual, melalui rektum, hidung, absorbsi
obat pada mata, melalui paru-paru, dan absorbsi obat pemakaian pada kulit. Karena obat baru
dapat menghasilkan efek terapeutik, bila tercapai konsentrasi yang sesuai pada tempat
kerjanya, maka absorbsi yang cukup menjadi syarat untuk terjadinya suatu efek terapeutik,
kecuali untuk obat yang bekerja lokal dan antasida.9

Gambar 2. Berbagai Tempat Terjadinya Proses Absorbsi Obat.


Absorbsi obat umumnya terjadi secara pasif melalui proses difusi. Kecepatan absorbsi
dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yang terpenting adalah sifat fisikokimia bahan
obat, terutama sifat stereokimia dan kelarutannya seperti: besar partikel obat, bentuk sediaan
obat, dosis, rute pemberian dan tempat pemberian, waktu kontak dengan permukaan absorbs,
besarnya luas permukaan yang mengabsorbsi, nilai pH dalam darah yang mengabsorbsi,
integritas membrane, dan aliran darah organ yang mengabsorbsi.9
Pada obat clopidogrel umumnya sediaan obat berupa tablet, sehingga absorbsi obat
yang terjadi adalah melalui rute oral. Pemberian obat oral merupakan rute pemberian yang
paling mudah dan paling sering digunakan sehingga absorbsi dalam saluran cerna
mempunyai peran yang besar. Usus halus merupakan organ absorbsi yang terpenting, tidak
hanya untuk makanan melainkan juga untuk bahan obat. Hal ini disebabkan luasnya
permukaan yang dibutuhkan untuk absorpsi serta adanya lipatan mukosa, jonjot mukosa,

6
kripta mukosa dan mikrovili pada usus. Bahan yang peka terhadap asam lambung harus
dilindungi terhadap asam lambung dengan zat penyalut yang tahan terhadap asam.9
Distribusi.
Setelah proses absorbsi, obat masuk ke dalam pembuluh darah untuk selanjutnya
ditransportasikan bersama aliran darah dalam sistem sirkulasi menuju tempat kerjanya.
Distribusi obat dibedakan menjadi dua fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh.
Distribusi fase pertama, terjadi segera setelah penyebaran, yaitu ke organ yang perfusinya
sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, otak. Distribusi fase kedua, jauh lebih luas
cakupannya, yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ pada fase pertama,
misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Penetrasi dari dalam darah ke jaringan pada
proses distribusi sangat bergantung pada beberapa hal, khusunya adalah ukuran molekul,
ikatan pada protein plasma, kelarutan dan sifat kimia, pasokan darah dari organ dan jaringan,
dan perbedaan pH antara plasma dan jaringan. Molekul obat yang mudah melintasi
membrane sel akan mencapai semua cairan tubuh baik intrasel maupun ekstrasel, sedangkan
obat yang sulit menembus membrane sel, maka penyebarannya umumnya terbatas pada
cairan ekstrasel.9
Metabolisme (Biotransformasi).
Pada dasarnya obat merupakan zat asing bagi tubuh sehingga tubuh akan berusaha
untuk merombaknya menjadi metabolit yang tidak aktif lagi dan sekaligus bersifat lebih
hidrofil agar memudahkan proses ekskresinya oleh ginjal. Obat yang telah diserap usus ke
dalam sirkulasi akan diangkut melalui sistem pembuluh porta ke hati. Dalam hati seluruh atau
sebagian obat mengalami perubahan kimiawi secara enzimatis. Enzim yang berperan pada
proses metabolisme ini adalah enzim mikrosom di retikulum endoplasma sel hati.9
Kecepatan proses biotransformasi/ metabolisme umumnya bertambah bila konsentrasi
obat meningkat sampai konsentrasi maksimal, sebaliknya bila konsentrasi obat menurun
maka kecepatan metabolisme dapat turun.9 Disamping konsentrasi obat, beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi proses metabolisme adalah:9
A. Fungsi hati.
Pada gangguan fungsi hati metabolisme dapat berlangsung lebih cepat atau lebih lambat,
sehingga efek obat menjadi lebih lemah atau lebih kuat dari yang diharapkan.
B. Usia.
Pada bayi yang baru dilahirkan (neonatal) semua enzim hati belum terbentuk dengan
sempurna sehingga reaksi metabolismenya lebih lambat, antara lain pada obat-obatan

7
seperti kloramfenikol, sulfonamida, diazepam, dan barbital. Untuk mencegah efek toksik
pada obat-obat ini maka dosis perlu diturunkan.
C. Faktor genetik.
Ada orang yang tidak memiliki faktor genetik tertentu, misalnya seperti enzim untuk
asetilasi INH dan sulfadiazin. Akibatnya perombakan obat dapat berjalan lebih lambat
pada orang tersebut.
D. Penggunaan obat lain.
Adanya pemakaian obat lain secara bersamaan dapat mempercepat metabolisme (induksi
enzim) dan menghambat metabolisme (inhibisi enzim).
Ekskresi.
Ekskresi adalah pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan
oleh ginjal melalui air seni, dan dikeluarkan dalam bentuk metabolit maupun bentuk asalnya. 9
Disamping itu ada pula beberapa cara lain, yaitu:9
 Kulit  Bersama dengan keringat, misalnya paraldehyde dan bromida.
 Paru-paru  dengan pernafasan keluar, misalnya pada anastesi umum atau anastesi gas.
 Hati  melalui saluran empedu, misalnya fenolftalein, obat untuk injeksi saluran
empedu, penisilin, eritromisin, dan rifampisin.
 Air susu ibu (ASI)  misalnya alkohol, obat tidur, nikotin dari rokok, dan alkaloid.
Harus diperhatikan karena dapat menimbulkan efek farmakologi atau toksis pada bayi.
 Usus  Bersama dengan tinja, misalnya sulfat dan preparat besi.

Farmakodinamik Clopidogrel
Clopidogrel adalah obat golongan thienopyridine. Clopidogrel adalah obat
antiplatelet/ inhibitor agregasi platelet yang digunakan untuk membantu mencegah stroke.
Hal ini dilakukan dengan cara mengurangi kemampuan darah untuk menggumpal.
Clopidogrel memiliki efek anti-agregatori platelet yang unik, yaitu dengan cara menghambat
jalur dari adenosin difosfat (ADP) pada agregasi platelet yang merupakan stimulasi untuk
agregasi platelet. Efek ini dapat menyebabkan perubahan membran platelet dan gangguan
dengan membran interaksi fibrinogenic yang mengarah ke pemblokiran trombosit
glikoprotein reseptor IIb / IIIa.10
Clopidogrel adalah prodrug, yang diserap dalam usus dengan bantuan dari transporter
ABCB1/ protein MDR1. Selanjutnya, dikonversi menjadi aktif metabolit oleh beberapa
isoform dari sitokrom P450 di hati, yaitu CYP3A4, CYP3A5, CYP1A2, CYP2B6 dan

8
CYP2C9 serta terutama CYP2C19. Konversi clopidogrel menjadi metabolit aktif
membutuhkan dua langkah oksidatif berurutan. Langkah pertama menyebabkan pembentukan
2-okso-clopidogrel, kemudian menjadi metabolit aktif. CYP1A2, CYP2B6, CYP2C9,
CYP2C19, CYP3A4, dan CYP3A5 yang terlibat sebagai enzim sitokrom P450 yang terlibat
dalam metabolisme clopidogrel. Ketika 2-oxo-clopidogrel digunakan sebagai substrat, enzim
CYP3A4, CYP2C9, CYP2C19, dan CYP2B6 menghasilkan metabolit aktif. CYP2C19
memiliki kontribusi besar untuk kedua langkah oksidatif, sedangkan CYP3A4 kontribusi
besar ke langkah oksidatif kedua. Metabolit aktif dari clopidogrel berisi kelompok thiol yang
berikatan dengan sistein bebas pada reseptor P2RY12 dan memblok ikatan ADP dan aktivasi
reseptor secara ireversibel sehingga tidak terbentuk gumpalan.10
Clopidogrel adalah obat penghambat antiagregasi trombosit yang memiliki efek yang
baik dan sering dipakai pada pasien dengan TIA (Transient Ischemic Attack) untuk mencegah
terjadinya stroke. Clopidogrel ternyata memiliki efek antiagregasi trombosit yang berbeda
pada setiap pasien. Pada 4-30% pasien ditemukan resisten terhadap clopidogrel yang
mempengaruhi efek anti agregasi dari clopidogrel.11

Gambar 3. Mekanisme Kerja Clopidogrel.

Resistensi Clopidogrel
Resistensi clopidogrel dapat terjadi melalui dua mekanisme, yaitu mekanisme
ekstrinsik dan mekanisme intrinsik. Yang termasuk mekanisme ekstrinsik adalah kepatuhan
pasien, dosis yang tidak tepat, adanya interaksi obat dan yang termasuk mekanisme intrinsik
adalah adanya polimorfisme gen dari sitokrom P450 seperti gen CYP2C19, polimorfisme gen
reseptor P2Y12, kelainan gen ABCB 1, peningkatan pelepasan ADP, adanya jalur alternatif
dari aktivasi trombosit. Mekanisme ekstrinsik yang berpengaruh kuat terhadap resistensi
9
clopidogrel adalah adanya interaksi obat. Obat-obatan yang berpotensi menyebabkan
resistensi clopidogrel adalah obat-obatan golongan pump proton inhibitor (PPI), seperti
omeprazole, lansoprazole, rabeprazole, pantoprazole, dan esomeprazole. Hal ini dihubungkan
dengan metabolisme PPI terutama mekanisme obat golongan PPI yang melibatkan enzim
CYP2C19. Menurut penelitian dari Gilard et al (2008), dalam penelitiannya yang berjudul
The Omeprazol Clopidogrel Aspirin (OCLA), menemukan kombinasi omeperazol dan
clopidogrel menurunkan efektivitas antiplatelet clopidogrel.2
Mekanisme intrinsik yang sangat berpengaruh pada resistensi clopidogrel adalah
gangguan pada enzim CYP2C19 yang disebabkan oleh polimorfisme gen CYP2C19. Enzim
CYP2C19 mempunyai peran paling penting dalam metabolisme mengubah clopidogrel
menjadi bentuk aktif. Polimorfisme gen adalah variasi genetik dalam sekuens
Deoxyribonucleic Acid (DNA) yang dapat menyebabkan perubahan fungsi protein pada tubuh
dalam suatu populasi dengan frekuensinya lebih dari 1%. Polimorfisme gen dapat berupa
delesi, insersi, atau subsitusi satu basa nukeotida atau dikenal dengan nama Single Nucleotide
Polymorphism (SNP).2
Resistensi clopidogrel dapat dilihat dengan menggunakan beberapa metode. Prinsip
tes untuk menilai resistensi clopidogrel adalah dengan menilai reaktivitas trombosit dengan
pemberian ADP yang menginduksi agregasi trombosit. Terdapat tiga metode tes yang
biasanya digunakan untuk menilai kerja obat clopidogrel. Metode pertama adalah melihat
agregasi trombosit yang dapat dilihat dengan alat Light Transmission Aggregometry (LTA),
VerifyNow-P2Y12, Multielectrode Aggregometry (MEA) dan Platelets Works. Metode kedua
adalah menilai aktivasi trombosit seperti pada alat Impact-R dan Platelet Function Assay-100
(PFA-100). Metode ketiga adalah dengan menggunakan flow cytometry untuk mengukur p-
selectin, GP IIb/ IIIa, dan fosforilasi Vasodilator Stimulated Phosphoprotein (VASP).2

Dosis, Efek Samping, dan Sediaan Clopidogrel


Obat clopidogrel sangat mirip dengan tiklopidin dan nampaknya lebih jarang
menyebabkan trobositopenia dan leukopenia dibandingkan dengan tiklopidin. Clopidogrel
merupakan prodrug dengan mula kerja lambat. Dosis umumnya 75 mg/hari dengan atau
tanpa dosis muat (loading dose/ dosis awal) 300 mg.11
Efek dari clopidogrel ini terlihat dari hari pertama pemakaian sampai 1 tahun
pemakaiannya dalam menurunkan angka kejadian serebrovaskular. Selain memiliki efek yang

10
baik, clopidogrel juga memiliki efek samping seperti perdarahan, ketidaknyamanan saluran
cerna, diare, ruam, dan Thrombotic Thrombocytopenic Purpura (TTP).11

Gambar 4. Sediaan Obat Clopidogrel yang Ada di Indonesia.

Kesimpulan
Farmakogenomik adalah studi tentang banyak perbedaan antar individu dalam cara
merespon obat karena variasi alel pada gen seseorang yang mempengaruhi metabolisme obat.
Salah satu contoh obat yang berkaitan dengan farmakogenomik adalah clopidogrel.
Clopidogrel merupakan obat generasi kedua dari golongan thienopyridine, yang bekerja
menghambat Adenosine Diphosphate (ADP) dengan mengikat reseptor P2Y12 pada
permukaan trombosit untuk mencegah terjadinya agregasi trombosit. Pengaruh
farmakogenomik pada respons obat dapat dibagi menjadi dua berdasarkan dari dampak
variabilitas genetiknya, yaitu respons farmakokinetik dan farmakodinamik.
Pada skenario didapatkan bahwa pasien tersebut mengalami agregasi trombosit lalu
setelah pasien tersebut mengkonsumsi obat clopidogrel, pasien tersebut mengalami
peningkatan agregasi tromosit. Hal ini mungkin saja dapat terjadi dikarenakan terjadinya
polimorfisme gen CYP2C19 pada pasien tersebut atau mungkin saja terjadi karena efek
samping dari obat clopidogrel yaitu Thrombotic Thrombocytopenic Purpura (TTP) yang
menyebabkan darah lebih cepat menggumpal (agregasi trombosit meningkat).

11
Daftar Pustaka

1. Sarmoko. Pengantar farmakogenomik dan metabolisme obat. Edisi 1. Seri Farmakologi


dan FarmasiKlinik. https://books.google.co.id/books?
id=kC7mDwAAQBAJ&pg=PA1&dq=farmakogenomik&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwj
Qp43lm-
_rAhX66nMBHeJ_C6MQ6wEwAHoECAQQAQ#v=onepage&q=klopidogrel&f=false
2. Wahid I, Acang N, Faheri E. Resistensi clopidogrel dan hubungannya dengan
polimorfisme gen CYP2C19 di RS Dr. M. Djamil Padang [tesis]. Padang: Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas; 2018.
3. Maharani DR, Anggraini H, Isworo JT. Perbedaan hitung jumlah trombosit dengan
metode impedansi, langsung, dan Barbara brown [tesis]. Semarang: Fakultas
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang; 2017.
4. Sulianty. Agregasi trombosit pada sindrom koroner akut [tesis]. Medan: Fakultas
Kedokteran Unversitas Sumatera Utara; 2011.
5. Raharjo SB, Joesoef AH, Setianto B. Revolusi genomik dan masa depan kardiologi
(ilustrasi kasus: penyakit jantung kororner pada kembar identik). Jurnal Kardiologi
Indonesia. 2009; 30(2): h. 80-5.
6. Zaman NN, Diantini A. Artikel tinjauan: implikasi klinik variasi polimorfisme genotipe
CYP2C19 terhadap respon metabolisme clopidogrel. Farmaka. 2018; 16(2): h. 463-74.
7. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Kumpulan kuliah farmakologi. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2008.
8. Departemen Farmakologi FK UKRIDA. Farmakoterapi aplikasi: buku ajar farmakologi.
Edisi 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, 2016. h. 619-20.
9. Nila A, Halim M. Dasar-dasar farmakologi 2. 2013. h. 14-9.
http://repositori.kemdikbud.go.id/10437/1/DASAR-DASAR%20FARMAKOLOGI
%202.pdf.
10. Okvitasari ND. Studi penggunaan clopidogrel pada pasien stroke iskemik di instalasi
rawat RSUD Sidoarjo [skripsi]. Malang: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Malang; 2017.

12
11. Dharmayanti E. Studi penggunaan clopidogrel pada pasien stroke iskemik di instalasi
rawat inap RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo [skripsi]. Malang: Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang; 2018.

13

Anda mungkin juga menyukai