Anda di halaman 1dari 10

UJIAN TENGAH SEMESTER

PRAKTIK LABORATORIUM DASAR

Oleh :

Nama : FEBRINA SARI

Nim : 04112681620031

BKU : Farmakologi kedokteran

Pembimbing :Dr. dr. Mgs. Irsan saleh, M.Biomed

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PROGRAM STUDI BIOMEDIK

2016
1. Tn. Harun usia 50 tahun mengalami infark miokard akut padahal telah mendapatkan
obat clopidogrel untuk mencegah pembentukan trombus. Pada pemeriksaan
clopidogrel dalam serum ditemukan kadarnya lebih rendah.
Jika dokter mencurigai adanya polimorfisme, gen apakah yang perlu diperiksa?
JAWAB: B. CYP 2C19
Alasan:
Perbedaan allele dan polimorfisme dalam individu disebabkan oleh terjadinya
perubahan susunan basa-basa DNA seperti perubahan salah satu basa DNA, melalui delesi
ataupun rearrangement DNA dalam salah satu lokus kromosomnya. Ekspresi dari allele
tertentu tergantung dari struktur dan sekuen regulatornya sehingga kadang kala ekspresinya
sangat tinggi sedangkan yang lainnya mungkin mengalami represi.
Keterlibatan gen dan protein di dalam perjalanan penyakit dan respon tubuh terhadap
obat telah lama menjadi perhatian para praktisi baik dalam bidang kedokteran maupun dalam
bidang farmasi. Farmakogenomik merupakan salah satu bidang ilmu yang diyakini dapat
menjelaskan bahwa adanya perbedaan respon dari setiap individu terhadap obat yang
diberikan sangat erat kaitannya dengan perbedaan genetik dari masing-masing individu
tersebut. Semakin banyak informasi yang diketahui tentang peranan genetik dalam respon
obat khususnya pada tingkat molekuler akan membantu para peneliti dalam pengembangan
obat. Untuk itu dibutuhkan suatu perangkat yang mampu mengidentifikasi suatu marker
tertentu yang dapat memperkirakan terjadinya respon negatif atau respon positif dalam
pengembangan obat yang didasarkan pada pendekatan teknologi genom tersebut.
Sebagian besar perbedaan manusia dipengaruhi oleh adanya perbedaan SNPs (Single
Nukleotide Polymorpism) yang terjadi pada genomnya, dan hal ini seringkali dihubungkan
dengan adanya perbedaan dalam predisposisinya dalam jenis penyakit tertentu ataupun
respon tubuhnya terhadap penggunaan obat. SNPs yang lokasinya terletak pada coding
regions disebut cSNPs. Dampak cSNPs ini terhadap ekspresi protein yang disintesis adalah :
(i) Substitusi basa DNA tersebut tidak menimbulkan perbedaan pada sekuen asam aminonya.
(ii) Substitusi basa DNA dapat menyebabkan perubahan dalam sekuen asam aminonya akan
tetapi efeknya tidak menyebabkan perubahan yang berarti pada struktur dan fungsi dari
protein yang dihasilkan. (iii) Menimbulkan perubahan pada sekuen asam aminonya dan
menyebabkan perubahan yang nyata pada struktur dan fungsi protein yang dihasilkan.
Beberapa SNPs yang berada pada lokasi non-coding regions ternyata juga dapat
mempengaruhi stabilitas mRNA dan kecepatan transkripsinya. Perbedaan sekecil apapun
dapat mempengaruhi fungsinya oleh sebab itu dapat diduga bahwa perubahan dalam struktur
dan fungsi protein yang menjadi target kerja obat akan dapat mempengruhi respon obat
dalam tubuh. Beberapa gen yang bertanggung jawab terhadap metabolisme obat adalah gen
P450, yang menyandi ekspresi dari enzim-enzim metabolisme obat yaitu CYP2C19,
CYPIA1, CYP206, CYP2C9, CYP2E1. Variasi struktur dan fungsi dari enzim-enzim tersebut
dapat menyebabkan meningkatnya efek samping dari berbagai jenis obat termasuk
antidepresan, amfetamin, dan beberapa obat golongan beta-adreno receptor. Variasi allele
pada enzim metabolisme obat lainnya yaitu thiopurine methyl transferase (TPMT), dapat
menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan. Polimorfisme pada enzim sering kali juga
dapat meningkatkan efek toksik dari obat dibandingkan dengan individu normal.
Sitokrom P450 2C19, CYP2C19, merupakan isoenzim dari super family sitokrom
P450 dan memainkan peran penting dalam metabolisme umum dari banyak obat. Perbedaan
besar antar-individu telah diamati dalam metabolisme obat ini secara in vivo, dan individu
dapat dibagi menjadi, normal (juga disebut extensive metabolizer, EM), intermediet
metabolizer (IM), poor metabolizer (PM), dan ultrarapid metabolizer (UM). Perbedaan-
perbedaan ini terutama dikaitkan dengan polimorfisme genetik CYP2C19.
Gen CYP2C19 memiliki sembilan ekson dan terletak pada kromosom 10. Sampai saat
ini, lebih dari tiga puluh polimorfisme nukleotida tunggal CYP2C19 (SNP) telah ditemukan,
dan lebih dari dua puluh haplotype teriidentifikasi. Variasi genetik pada gen CYP2C19
diwariskan dalam pola autosomal resesif berpola penetrasi tergantung obat.
Alel *1 merupakan alel normal yang mempunyai aktivitas enzimatik yang penuh,
sedangkan alel *2 dan *3 merupakan alel varian yang sering dijumpai akan mengakibatkan
berkurangnya (in complete loss) aktivitas enzimatik CYP2C12. Akhirnya, carier alel *2 dan
*3 akan menurunkan pembentukkan metabolit aktif Clopidogrel sehingga menurunkan
kemampuan Clopidogrel menginhibisi agregasi trombosit.
Pravalensi alel *2 dan *3 bervariasi antar etnik. Pada Caucasian, Black, dan Asian,
proporsi pasien yang membawa alel *2 secara berurutan adalah 25%, 30% dan 40-50%
sedangkan proporsi *3 adalah <1%, 1% dan 7%. Alel varian lainnya *4 dan *5 juga
mengakibatkan hilangnya aktivitas enzim ini namun alel ini jarang ditemukan pada semua
etnik (<1%). Adanya alel varian *17 saat ini diketahui dengan prevalensi 40% pada
Caucasian, Black, dan Asian berdampak terhadap peningkatan aktivitas transkripsi CYP2C19
yang menghasilkan peningkatan metabolit aktif dan meningkatkan efek clopidogrel-induced
platelet inhibition(Ultrarapid metabolizer)
Variasi genetik dalam gen CYP2C19 menyebabkan ketidaknormalan dalam
konsentrasi dari obat dan metabolit obat itu sendiri, yang dapat menyebabkan keracunan dan
risiko efek samping obat atau kurangnya manfaat terapeutik. Menentukan genotipe CYP2C19
dapat membantu dengan menentukan fenotip metabolizer.
Clopidogrel adalah obat antiplatelet digunakan dalam penyakit atherothrombotik,
seperti infark miokard dan stroke, yang merupakan prodrug tidak aktif yang perlu diaktifkan
oleh enzim CYP2C19. Di antara orang yang diobati dengan clopidogrel, orang sebagai carrier
penurunan fungsi alel CYP2C19 memiliki tingkat keaktifan metabolit dari obat yang rendah,
menyebabkan berkurangnya kemampuan obat untuk menghambat pembentukan platelet dan
meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular.
Clopidogrel menghambat ADP yang akan menginduksi agregasi platelet
menunjukkan variasi yang berbeda-beda setiap individu. Untuk menentukan apakah varian
yang fungsional dari pengkodean gen, kandidat isoenzim sitokrom P450 yang terlibat dalam
aktivasi metabolisme clopidogrel adalah CYP2C19*2,CYP2B6*5, CYP1A2*1F dan
CYP3A5*3. Dimana mereka mempengaruhi responsif dari platelet terhadap clopidogrel.
Dalam penelitian, dilakukan pemberian clopidogrel 75mg/ hari terhadap 28 orang kulit putih
yang sehat. Penelitian menunjukkan respon farmakodinamik terhadap clopidogrel secara
signifikan menunjukkan hubungan yang erat dengan genotip CYP2C19. Kehilangan fungsi
alel dari CYP2C19*2 berhubungan dengan terjadinya penurunan respon platelet terhadap
clopidogrel pada volunter pria sehat dan ini berhubungan dengan resistensi karena faktor
genetik.
Sumber: Ibrahim Raji As-Astal, 2016. “Cytochrome P450 2C19 Polymorphism and Clopidogrel
Management In Patient with Coronary Artery Disease in Gaza Strip- Palestine”. Dalam
http://library.iugaza.edu.ps/thesis/118844.pdf. Diunduh 17 Oktober 2016.
2. Tn. Harun usia 50 tahun mengalami infark miokard akut padahal telah mendapatkan
obat clopidogrel untuk mencegah pembentukan trombus. Pada pemeriksaan
clopidogrel dalam serum ditemukan kadarnya lebih rendah.
Untuk mengetahui adanya polimorfisme, pemeriksaan apakah yang dilakukan?
JAWAB: A. CRP DAN RLFP
Alasan: RLFP merupakan marka molekuler yang menggunakan enzim restriksi dalam
mengidentifikasi sekuensi –sekuensi DNA. Situs restriksi mempunyai sekuensi DNA
tertentu sehingga variasi keberadaan situs restriksi mencerminkan adanya variasi
sekuensi DNA. RLFP dapat berfungsi sebagai penduga variasi DNA. Variasi
dideteksi dalam bentuk pemotongan rangkaian panjang poli morfik (ganda) yang
mana waktu penilaian dari rangkaian variasi memungkinkan dari data fragment itu
sendiri, rangkaian variasi yang panjang dalam suatu bagian dapat dinilai dari suatu
substitusi nukleotida. Sedangkan PCR merupakan proses perbanyakan DNA secara
enzimatik sehingga DNA yang diperoleh dapat digunakan untuk analisis penelitian
dalam hal ini untuk selanjutnya dilakukan RLFP.

3. Bila pada kasus Tn. Harun diketahui pada urutan basa 636 (cetak miring) terjadi
polimorfisme substitusi Alanin (A) menjadi Guanin (G), dengan sekuen DNA
GACTTGTTTTCAATTGCGCTTAATT. Bila untuk mengetahui adanya
polimorfisme dengan metode RFLP, menggunakan enzim restriksi maka
polimorfisme dapat dkenali oleh enzim restriksi
JAWAB: D. SmaI (5’-TTAATT-3’)

Alasan:
Pada proses RFLP untuk CYP2C19 yang dapat digunakan adalah BamH1 dan Sma1.
Dengan melihat sekuen DNA GACTTGTTTTCAATTGCGCTTAATT, maka yang
paling memungkinkan adalah Sma1 (5’-TTAATT-3’)
BamHI(5’-CATTCA-3’)
SmaI (5’-TTAATT-3’)
Sumber: Jean-Sebastian Hulot, Alessandra Bura, Eric Villard, michel Azizi, Veronique Remones,
Catherine Goyenvalle, Martine Alach, Philipe Lechat dan Pascale Gaussem, 2006. “Cytochrome P450
2C19 loss-of-function poymorphism is a major determinant of clopidogrel responsiveness in healthy
subjects”. Dalam (http;//bloodjournal.hemaologylibrary.org). diunduh 17 Oktober 2016, pukul 20.00.
4. Tn. Sinulingga, penderita hipertensi yang mendapat metoprolol (beta-1 blocker) tidak
menunjukkan penurunan tekanan darah yang signifikan walaupun telah menggunakan
obat sesuai aturan. Pada analisis DNA, ternyata gen penyandi reseptor beta 1
adrenergik mengalami polimorfisme pada kodon 389. Asam amino varian apakah
pada posisi 389 yang berperan dalam fenomena ini?
JAWAB: A. GLISIN
Banyak variasi yang terjadi, dimana perbaikan pada ventrikular kiri jantung
karena pengobatan beta bloker. Ditegakkan hipotesis bahwa terjadi polimorfism pada
kodon 389 (Arg389Gly) dan 49 (Ser49Gly) pada reseptor gen beta1 adrenergik yang
dihubungkan dengan perubahan bentuk ventrikel kiri jantung sebagai akibat dari
terapi beta bloker pada pasien dengan penyakit jantung.
Sumber:
Terra SG1, Hamilton KK, Pauly DF, Lee CR, Patterson JH, Adams KF, Schofield RS, Belgado BS, Hill
JA, Aranda JM, Yarandi HN, Johnson JA. 2005. “Beta1-adrenergic receptor polymorphisms and left
ventricular remodeling changes in response to beta-blocker therapy”. Dalam
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15864115. di unduh 18 Oktober 2016

5. Analisis DNA untuk mengetahui adanya polimorfisme Single Nucleotide


Polymorphism (SNP) gen penyandi reseptor beta 1 adrenergik mengalami
polimorfisme pada kodon 389 dilakukan amplifikasi DNA dengan PCR dilanjutkan
RFLP. Primer forward dan reverse yang digunakan dapat memperbanyak segmen
DNA sepanjang 324 pasang basa. Adanya polimorfisme akan menyebabkan
terbentuknya situs pengenalan terhadap enzim restriksi Alul. Polimorfisme terjadi
pada pada satu alel, sedangkan alel lainnya normal, maka bagaimanakah gambaran
hasil elektroforesisnya?
JAWAB: C. Terbentuk gambaran tiga pita DNA
Alasan:
Alel 1 yang normal tidak akan dikenali oleh enzim restriksi sehingga tidak dipotong.
Sedangkan alel 2 yang terjadi polimorfism akan dikenali oleh enzim restriksi dan
dipotong menjadi dua. Sehingga pada elektroforesis terlihat tiga potong pita DNA.

6. Analisis DNA untuk mengetahui adanya SNP CYP2C19 pada posisi nukleotida ke
641 (alel *3) dilakukan amplifikasi DNA dengan PCR dilanjutkan RFLP. Primer
forward dan reverse yang digunakan dapat memperbanyak segmen DNA sepanjang
324 pasang basa. Adanya polimorfime akan menyebabkan terbentuknya situs
pengenalan terhadap enzim restriksi AluI, sehingga amplikon sepanjang 324 bp akan
terpotong menjadi 210 bp dan 114 bp. Bila kedua alel pada posisi nukleotida ke 641
mengalami polimorfisme, bagaimanankah gambaran elektroforesisinya?
JAWAB: C. 210 bp dan 114 bp
Alasan: karena jika terjadi polimorfisme, maka enzim restriksi AluI akan mengenali
dan memotongnya menjadi 210bp dan 114bp

7. Pengaruh polimorfisme pada gen CYP2C19 diketahui akan mempengaruhi respon


terhadap pengobatan bila diberikan beberapa obat yang merupakan substrat isoform
enzim tersebut. Obat manakah yang merupakan substrat enzim CYP2C19?
JAWAB: D. Omeprazole
Alasan:
Lansoprazol, omeprazol dan pantoprazol di metabolisme oleh p450, paling
menonjol oleh mephenytion hydroxylase (CYP2C19) dan nifedipine hydroxylase
(CYP3A4). Substrat dan inhibitor dari CYP2C19 dan CYP3A4 dan polimorfism dari
CYP2C19 menunjukkan beberapatetapi tidak semua interaksi lansoprazol, dan
khususnya interaksi omeprazol dengan carbamazepin, diazepam, fenitoin dan teofilin
atau kafein. pada Omeprazol dan lansoprazol juga menginduksi citikrom p450 seperti
CYP1A2.
Enzim CYP2C19 adalah protein dari 490 asam amino yang berikatana dengan
substrat yang umumnya netral atau molekul basa lemah. Obat yang dimetabolisme
oleh enzim CYP2C19 diklasifikasikan sebagai substrat CYP2C19. Yang umum
dikenal sebagai substrat CYP2C19 adalah Proton Pump Inhibitor yaitu omeprazol dan
lansoprazol, antidepresan ((citalopram/escitalopram, imipramine), antiepileptics
(diazepam, mephenytoin), the antimalarial drug proguanil, the β-adrenoceptor blocker
propranolol and the antiplatelet drug clopidogrel.
Inhibisi dari CYP2C19 diobservasi dari molekul yang berikatan dengan enzim
dan menurunkan kadar substrate turnover. Enzim CYP2C19 bersifat dapat diinduksi.
Jika aktivitas enzim atau jumlah total enzim meningkat, akan diantisipasi dengan
terjadi peningkatan metabolic cleareance.
Mekanisme induksi melibatkan reseptor hormon di inti yaitu reseptor
androstane, reseptor kehamilan, dan respon estrogen. Rimfampisin sebagai induser
yang poten dari CYP2C19, menginisiasi transkripsi mRNA dan produksi enzim yang
aktif.
8. Rifampisin, obat yang digunakan pada pengobatan Tuberkulosis Paru dapat
menginduksi peningkatan produksi enzim Sitokrom P450. Bila Rifampisin diberikan
bersama-sama dengan Fenitoin yang merupakan substrat CYP2C12, maka akan
menyebabkan.....
JAWAB: B. Metabolisme fenitoin akan dipercepat
Alasan:
Interaksi fenitoin dengan rimfampisin akan menurunkan kadar fenitoin didalam
plasma. Karena rimfampisin sebagai inducer enzim sitokrom p450 sehingga
produksinya meningkat dan menyebabkan metabolisme fenitoin akan meningkat dan
menyebabkan kadar fenitoin di plasma akan menurun.

Anda mungkin juga menyukai