BAKTERI
Abstrak
Infeksi bakteri, pemberian antibotik yang tidak rasional, dan masalah resistensi masih menjadi
masalah yang cukup besar di dunia kesehatan saat ini. Keterlambatan menegakkan diagnosis
dapat terjadi bila diagnosis infeksi bakteri menunggu hasil parameter kultur mikrobiologi.
Penanda infeksi yang ada, termasuk di antaranya jumlah leukosit serta C-reactive protein (CRP)
masih memiliki beberapa keterbatasan, seperti kurang mampu mendeteksi kondisi sepsis. Suatu
biomarker yang ideal akan memberikan informasi sedini mungkin terkait kemungkinan penyebab
inflamasi, baik yang disebabkan oleh infeksi bakterial maupun nonbakterial, serta dapat
memberikan informasi tentang kondisi klinis dan prognosis penyakit. Procalcitonin dapat menjadi
marker infeksi bakteri yang cukup menjanjikan. Kadar procalcitonin serum efektif digunakan untuk
tujuan diagnostik, prediksi penyakit, serta evaluasi efikasi terapi pada berbagai populasi usia,
termasuk bayi, dewasa, dan lanjut usia dengan berbagai lokasi infeksi bakteri.
Abstract
Bacterial infections, irrational administration of antibotics, and resistance problems are still
considerable problems in today's health world. Delays in establishing the diagnosis may occur
when the diagnosis of a bacterial infection awaits the results of microbiological culture
parameters. Existing infection markers, including the number of leukocytes and C-reactive protein
(CRP) still have some limitations, such as being less able to detect sepsis conditions. An ideal
biomarker will provide information as early as possible regarding possible inflammatory causes,
both caused by bacterial and nonbacterial infections, and can provide information about the
clinical condition and prognosis of the disease. Procalcitonin can be quite promising markers of
bacterial infection. Serum procalcitonin levels are effectively used for diagnostic purposes,
disease prediction, as well as evaluation of therapeutic efficacy in various age population,
including infants, adults, and the elderly with different locations of bacterial infection
PENDAHULUAN
Sampai saat ini, masih terdapat sejumlah keterbatasan pada marker diagnostik
konvensional untuk berbagai kasus infeksi. Akibatnya, pemberian antibiotik yang tidak diperlukan
serta durasi terapi yang tidak tepat dapat memberikan efek yang tidak diinginkan kepada pasien,
baik dalam hal resistensi antibiotik, peningkatan angka mortalitas, lama waktu perawatan,
maupun dari aspek biaya. Namun sebaliknya, keterlambatan menegakkan diagnosis infeksi
bakteri akan terjadi bila harus menunggu hasil parameter kultur mikrobiologi terlebih dahulu.
Hambatan lain berupa sensitivitas metode diagnostik yang relatif rendah (seperti pada kultur
darah), dan spesifitas yang relatif rendah (misalnya karena kontaminasi pada kultur sputum).
Upaya untuk menegakkan diagnosis infeksi bakteri yang akurat dan cepat sangat dibutuhkan
dalam praktik klinis.1,2
Secara tradisional, infeksi berat dapat dikenali dari beberapa tanda klinis seperti hiper atau
hipotermia, takikardi, takipnu, hipotensi ditambah beberapa data laboratorium rutin seperti hitung
leukosit, kadar C-reactive protein. Namun demikian, tidak jarang ditemukan hasil laboratorium
rutin dalam rentang normal. Parameter lain yang digunakan antara lain adalah sitokin
proinflamasi, seperti TNF-D, IL-1E dan IL-6. Sayangnya, kadar sitokin proinflamasi biasanya
hanya meningkat untuk waktu yang relatif singkat.
Suatu biomarker yang ideal akan memberikan informasi sedini mungkin, dapat
membedakan inflamasi akibat infeksi bakterial atau nonbakterial, serta dapat memberikan
informasi tentang kondisi klinis dan prognosis penyakit. Penanda inflamasi seperti C-reactive
protein (CRP) atau penanda infeksi seperti hitung leukosit kurang spesifik untuk infeksi bakteri.
Hal ini disebabkan oleh adanya bermacam-macam penyebab infeksi dan variasi respons
inflamasi pasien yang bergantung pada waktu, jenis, lama, dan lokasi infeksi. 1,3,4
Infeksi yang kemudian dapat berlanjut menjadi kondisi systemic inflammatory response
syndrome (SIRS) dan sepsis, setiap tahun dialami oleh lebih dari 18 juta orang di dunia. Di Uni
Eropa didapatkan 90 kasus sepsis tiap 100.000 populasi dan di Amerika Serikat didapatkan 3
kasus sepsis tiap 1.000 populasi per tahun. Dari jumlah penderita sepsis, sebanyak 0,25–0,38
per 1000 populasi membutuhkan perawatan intensif. Bila tidak diterapi dengan segera, sepsis
dapat dengan cepat berkembang menjadi sepsis berat dan syok septik, dengan rata-rata angka
kematian sebesar 30-50% atau 5 kali lebih tinggi dari angka kematian akibat penyakit jantung
koroner atau stroke, yaitu sekitar 20.000 kematian per hari di seluruh dunia. Untuk pasien
dengan syok septik, ada peningkatan rata-rata angka kematian sebesar 8% untuk setiap jam
keterlambatan pemberian antibiotik. Sejumlah faktor menjadi penyebab keterlambatan dalam
menemukan kondisi sepsis dan berakibat keterlambatan penanganan pertama, termasuk
keterlambatan pemberian antibiotik.5-9
Kondisi infeksi berhubungan erat dan ditandai dengan peningkatan yang khas dari kadar
prohormon procalcitonin dalam darah. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa procalcitonin
dapat menjadi dasar pemberian antibiotik dan penilaian efikasi terapi antibiotik pada pasien
dengan infeksi. Penelitian lainnya memperlihatkan bahwa kadar procalcitonin serum efektif
digunakan untuk tujuan diagnostik, prediksi penyakit dan evaluasi efikasi terapi pada berbagai
populasi usia, termasuk bayi, dewasa dan lanjut usia dengan berbagai lokasi infeksi. 5,7
Procalcitonin adalah polipeptida yang terdiri dari 116 asam amino dan merupakan
prohormon calcitonin. Calcitonin terdiri dari 32 asam amino, sedangkan PCT dibentuk oleh
prePCT yang terdiri dari 141 asam amino dengan bobot molekul 16 kDa. Pemecahan terjadi di
sel C kelenjar tiroid.10,11 Pemeriksaan semikuantitatif PCT sangat praktis dan dapat digunakan
secara bed-side. Peningkatan PCT yang cukup besar terjadi bila terdapat reaksi peradangan
sistemik yang disebabkan oleh endotoxin bakteri, exotoxin, dan beberapa jenis sitokin. 12
Beberapa penyakit di luar infeksi yang dapat meningkatkan PCT antara lain malaria penyakit
jamur,13,14 penyakit autoimun,12 bedah jantung,15 pankreatitis,16 luka bakar,17 penyakit Kawasaki,18
dan syok kardiogenik.19
KESIMPULAN
Infeksi berat dapat dikenali dari beberapa tanda klinis seperti hiper atau hipotermia,
takikardi, takipnu, hipotensi ditambah beberapa data laboratorium rutin seperti hitung leukosit,
kadar C-reactive protein. Namun demikian, tidak jarang ditemukan hasil laboratorium rutin dalam
rentang normal. Dibutuhkan biomarker yang ideal yang akan memberikan informasi sedini
mungkin, dapat membedakan inflamasi akibat infeksi bakterial atau nonbakterial, serta dapat
memberikan informasi tentang kondisi klinis dan prognosis penyakit. Produksi procalcitonin
distimulasi oleh cytokine proinflamasi yang dibangkitkan oleh produk yang dihasilkan oleh bakteri.
Procalcitonin diharapkan dapat menjadi penanda infeksi bakteri yang lebih spesifik. Kadar
procalcitonin meningkat ketika terjadi infeksi bakteri, jamur, dan parasit. Sebaliknya, procalcitonin
hanya sedikit meningkat atau bahkan mengalami peningkatan kadar pada infeksi virus serta pada
kondisi inflamasi berat yang bukan disebabkan oleh infeksi. Beberapa penelitian mengungkapkan
bahwa procalcitonin lebih spesifik mengindikasikan infeksi bakteri dan dengan demikian dapat
membedakan infeksi bakteri dengan infeksi virus. Namun, keterbatasan setiap metode
pengukuran procalcitonin adalah dapat ditemukannya hasil positif palsu dan negatif palsu, salah
satunya pada situasi stres besar, seperti setelah trauma parah dan operasi, atau pada pasien
dengan syok kardiogenik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Schuetz P, Albrich W, Mueller B. 2011. “Procalcitonin for diagnosis of infection and guide
to antibiotic decisions: past, present, and future” in BMC Medicine (9:1-9).
2. Davidson J, Tong S, Hauck A, Lawson DS, Cruz E, Kaufman J. 2013. “Kinetics of
procalcitonin and C-Reactive protein and the relationship to postoperative infection in
young infants undergoing cardiovascular surgery” in Pediatric Research (74;413-9).
3. Leli C, Ferranti M, Moretti A, Al Dhahab ZS, Cenci E, Mencacci A. 2015. Procalcitonin
levels in gram-positive, gramnegative and fungal bloodstream infections. Hindawi
Publishing Corporation Disease Markers (1-8).
4. Li H, Luo Y-F, Blackwell TS, Xie C-M. 2011. “Meta-analysis and systematic review of
procalcitonin-guided therapy in respiratory tract infections” in Antimicrobial Agents And
Chemotherapy (5;5900-6).
5. Huang TS, Huang SS, Shyu YC, Lee CH, Jwo SC, Chen PJ, et al. 2014. “A procalcitonin-
based algorithm to guide antibiotic therapy in secondary peritonitis following emergency
surgery: a prospective study with propensity score matching analysis” in Plos One (9:1–
7).
6. Hohn A, Schroeder S, Gehrt A, Bernhardt K, Bein B, Wegscheider K, et al. 2013.
“Procalcitonin-guided algorithm to reduce length of antibiotic therapy in patients with
severe sepsis and septic shock” in BMC Infectious Diseases (13:158-72).
7. Kratzsch J, Petzold A, Raue F, Reinhardt W, Bröcker-Preu M, Görges R, et al. 2011.
“Basal and stimulated calcitonin and procalcitonin by various assays in patients with and
without medullary thyroid cancer” in Clinical Chemistry (57: 467-74).
8. Yap CYF, Aw TC. 2014. “The use of procalcitonin in clinical practice” in Proceedings of
Singapore Healthcare (23:33–7).
9. Yang Y, Xie J, Guo F, Longhini F, Gao Z, Huang Y, et al. 2016. “Combination of
c-reactive protein, procalcitonin and sepsisrelated organ failure score for the diagnosis of
sepsis in critical patients” in Ann. Intensive Care (51:1-9).
10. Meisner M. Pathobiochemistry and clinical use of procalcitonin. Clin Chim Acta 2002;
323: 17-29
11. Ittner L, Born W, Rau B, Steinbach G, Fischer JA. Circulating procalcitonin and cleavage
products in septicaemia compared with medullary thyroid carcinoma. Eur J Endocrinol
2002; 147: 727–31.
12. Claeys R, Vinken S, Spapen H, ver Elst K, Decochez K, Huygenhens L, dkk. Plasma
PCT and CRP in acute septic shock: clinical and biological correlates. Crit Care Med
2002; 30: 757-62.
13. Chiwakata CB, Manegold C, Bonicke L, Julch C, Dietrich M. Procalcitonim as a
parameter of disease severity and risk mortality in patients with Plasmodium falciparum
malaria. J Infect Dis 2001; 183: 161–4.
14. Christofilopoulou S, Charvalos E, Petrikkos G. Could procalcitonin be a predictive
biological marker in systemic fungal infections? Study of 14 cases. Eur J Internal Med
2002; 13: 493-5.
15. Meisner M, Rauschmayer C, Schmidt J, Feyrer R, Cesn- Meisner M, Rauschmayer C,
Schmidt J, Feyrer R, Cesnjevar R, Bredle D, Tschaikowsky K. Early increase PCT after
cardiovascular surgery in patients with post opera- tive complication. Intensive Care Med
2002;28:1094- 102.
16. Kylanpaa-Back ML, Takala A, Kemppainen EA, Puolak- Kylanpaa-Back ML, Takala A,
Kemppainen EA, Puolakkainen PA, Haapiainen R, Repo H. Procalcitonin strip test in the
early detection of severe acute pancreatitis. Br J Surg 2001;88:1–6.
17. Dehne MG, Sablotzki A, Hoffmann A, Mühling J, Dietrich FE, Hempelmann G. Alterations
of acute phase reaction and cytokine production in patients following severe burn injury.
Burns 2002; 28:535-42.
18. Okada Y, Minakami H, Tomomasa T, Kato M, Inoue Y, Kozawa K, dkk. Serum
procalcitonin concentration in patients with Kawasaki disease. J Infect 2004;48:199- 205.
19. Geppert A, Steiner A, Delle-Karth G, Heinz G, Huber K. Usefulness of procalcitonin for
diagnosing complicating sepsis in patients with cardiogenic shock. Intensive Care Med
2003;29: 1384-9.
20. Gilbert DN. 2011. “Procalcitonin as a Biomarker in respiratory tract infection” in Clinical
Infectious Diseases (52:46 –50).
21. McGregor C. 2014. ‘Improving time to antibiotics and implementing the “Sepsis 6”’ in
BMJ.
22. Huang HL, Nie X, Cai B, Tang JT, He Y, Miao Q, et al. 2013. “Procalcitonin levels predict
acute kidney injury and prognosis in acute pancreatitis: a prospective study” in Plos One
(8:1-9).
23. Daniels R. 2011. “Surviving The First Hours In Sepsis: Getting The Basics Right (An
Intensivist’s Perspective)” in J Antimicrob Chemother (66:11-23)
24. Becker KL. 2010. “Immunoneutralization of procalcitonin or its component peptides: a
promising treatment of sepsis” in Clinical Science (119:515-7).
25. Aabenhus R, Jensen JU. Procalcitonin-guided antibiotic treatment of respiratory tract
infections in a primary care setting: are we there yet? Prim Care Respir J. 2011;20:360–
367.
26. Becker KL, Snider R, Nylen ES. Procalcitonin assay in systemic inflammation, infection,
and sepsis: clinical utility and limitations. Crit Care Med. 2008;36:941–952.
27. Reinhart K, Bauer M, Riedemann NC, Hartog CS. New approaches to sepsis: molecular
diagnostics and biomarkers. Clin Microbiol Rev. 2012;25:609–634.