Anda di halaman 1dari 5

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui dan ditentukan dengan biakan positif terhadap organisme dari tempat tersebut. Meskipun SIRS, sepsis dan syok sepsis biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak harus terdapat bakteremia. Bakteremia adalah keberadaan bakteri hidup dalam komponen cairan darah. Bakteremia bersifat sepintas, seperti biasanya dijumpai setelah jejas pada permukaan mukosa, primer ( tanpa fokus infeksi teridentifikasi ) atau seringkali sekunder terhadap fokus infeksi intravaskuler atau

ekstravaskuler.1 Telah lama diketahui bahwa beberapa tes laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya proses-proses inflamasi seperti jumlah leukosit, laju endap darah, C-reaktif protein (CRP), Tumor Necrosis Factor dan Interleukin 1 dan 6. Namun berbagai tes tersebut tidaklah terlalu spesifik, karena itu sulit sekali membedakan diagnose antara Systemic Inflammatory Respons Syndrome (SIRS) dan sepsis dalam waktu yang cepat , karena harus menunggu hasil kultur darah selama beberapa hari, sementara pasien harus mendapat pengobatan yang cepat dan tepat dalam waktu segera dan hasil kultur darah positif bisa juga karena faktor kontaminasi dan hasil kultur negatif belum tentu menyingkirkan sepsis.2,3,4,5

Universitas Sumatera Utara

Pengukuran secara klinis dan laboratorium adalah kurang sensitif dan spesifik sehingga diperlukan tes yang dapat membedakan antara inflamasi karena infeksi dan inflamasi karena non infeksi. Akhir-akhir ini telah dikembangkan tes baru untuk mendeteksi inflamasi karena infeksi yaitu PCT. Tes ini banyak digunakan untuk membedakan antara SIRS dan sepsis.5,6 PCT dikenal sebagai protein yang dirangsang oleh inflamasi sejak tahun 1993. Sejak saat itu banyak penelitian yang menunjukkan peningkatan protein ini pada plasma yang berhubungan dengan infeksi berat, sepsis dan syok sepsis. PCT juga dapat membantu dalam differensial diagnosis penyakit infeksi atau bukan, menilai keparahan sepsis dan juga respon dari pengobatan.6,7 PCT adalah prohormon calcitonin, kadarnya meningkat saat sepsis dan sudah dikenali sebagai petanda penyakit infeksi. Kepekatan procalcitonin dapat mencapai 1000 ng/ml saat sepsis berat dan syok sepsis.8 Pengukuran PCT secara berkala dapat digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit dan sebagai tindak lanjut (monitoring) dari terapi pada semua infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Peningkatan nilai PCT atau nilai yang tetap konsisten tinggi menunjukkan aktifitas penyakit yang berkelanjutan. Penurunan nilai PCT menunjukkan menurunnya reaksi inflamasi dan terjadi penyembuhan infeksi.9,10 Kenaikan serum PCT adalah berhubungan erat dengan infeksi bakterial sistemik yang dapat secara akurat membedakan antara infeksi

Universitas Sumatera Utara

bakteri sistemik dan keadaan inflamasi akut yang bukan disebabkan infeksi.11 Canan Balci dkk, pada tahun 2002 melakukan penelitian tentang penggunaan PCT untuk diagnosa sepsis yang dilakukan pada ruang intensif. Mereka mendapatkan bahwa PCT merupakan parameter diagnostik yang paling akurat untuk membedakan antara SIRS dan sepsis, dan PCT dapat membantu dalam monitoring pasien yang sakit berat.11 Penelitian oleh FM Brunkhorst dkk pada tahun 2000 mendapatkan bahwa kadar PCT berhubungan dengan derajat keparahan sepsis. Kadar PCT berbeda cukup signifikan pada masing-masing tingkatan sepsis, demikian juga hasil yang sama diperoleh pada penelitian oleh Gholamali Ghorbani dkk pada tahun 2008 dan Gian Paolo Castelli pada tahun 2000.12,13,14 Penelitian oleh Cut Murzalina dkk pada tahun 2008 mendapatkan bahwa peningkatan kadar PCT dapat digunakan untuk menegakkan sepsis secara dini. Namun penelitian ini hanya dilakukan pada pasienpasien sepsis di ICU dan tidak ada membandingkan pasien sepsis dan infeksi non sepsis sehingga tidak dapat diketahui perbandingan kadar PCT pasien sepsis dengan infeksi non sepsis dan hubungan antara kadar PCT dengan derajat keparahan sepsis.15 Di Bangsal penyakit dalam Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, angka kematian oleh karena sepsis ternyata cukup tinggi yaitu 520 per tahun. Namun apakah kematian tersebut benar disebabkan oleh sepsis atau oleh sebab-sebab lain harus dibuktikan dengan pemeriksaan kultur

Universitas Sumatera Utara

yang ternyata hasilnya tidak selalu positif, sehingga sangat diperlukan pemeriksaan lain seperti PCT untuk dapat digunakan sebagai marker sepsis dan mengetahui hubungannya dengan derajat keparahan sepsis sehingga diagnosa dan penatalaksanaan sepsis dapat lebih cepat dan tepat yang menyebabkan penurunan angka mortalitas. Hal-hal inilah yang menjadi latar belakang timbul keinginan untuk meneliti tentang PCT pada sepsis. 1.2. Perumusan masalah 1. Apakah Procalcitonin dapat digunakan sebagai marker sepsis? 2. Apakah ada hubungan kadar Procalcitonin dengan derajat keparahan sepsis ? 1.3. Hipotesa 1. Procalcitonin dapat digunakan sebagai marker sepsis. 2. Ada hubungan antara kadar Procalcitonin dengan derajat keparahan Sepsis. 1.4. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apakah kadar Procalcitonin dapat digunakan sebagai marker sepsis. 2. Untuk mengetahui hubungan kadar Procalcitonin dengan derajat keparahan sepsis. 1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Di bidang akademik/ ilmiah : meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang Penyakit Tropik dan Infeksi ( PTI ) , khususnya mengenai

Universitas Sumatera Utara

kadar Procalcitonin sebagai marker sepsis dan hubungannya dengan derajat keparahan sepsis. 1.5.2. Di bidang pelayanan kesehatan masyarakat : Dengan mengetahui bahwa kadar Procalcitonin dapat digunakan sebagai marker dan berhubungan dengan derajat keparahan sepsis maka diagnosa dan penatalaksanaan sepsis menjadi lebih cepat dan tepat. 1.5.3. Di bidang pengembangan penelitian : memberi data awal kepada Divisi PTI tentang kadar procalcitonin sebagai marker dan hubungannya dengan derajat keparahan sepsis.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai