Anda di halaman 1dari 33

REFERAT STASE PARU

PERBANDINGAN KEMAKNAAN PEMERIKSAAN PROCALCITONIN DENGAN


C-REAKTIVE PROTEIN
Oleh :
Sukma dwi kartika (2008320092)

Pembimbing :
Dr. Edwin Anto Pakpahan Sp.P (K)

Kepaniteraan Klinik Senior


Ilmu Penyakit Paru
RSUD DRS H. AMRI TAMBUNAN
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumater Utara
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Suatu biomarker yang ideal akan memberikan


informasi sedini mungkin terkait
kemungkinan penyebab inflamasi, baik yang
disebabkan oleh infeksi bakterial maupun
nonbakterial.
Procalcitonin dapat digunakan sebagai dasar
pemberian antibiotik dan menilai efikasi
terapi antibiotik pada pasien infeksi.
Latar Belakang

Penanda inflamasi seperti C-reactive protein


(CRP) atau penanda infeksi seperti hitung
leukosit kurang spesifik untuk infeksi bakteri.
Hal ini disebabkan oleh adanya bermacam-
macam penyebab infeksi dan variasi respons
inflamasi pasien yang bergantung pada waktu,
jenis, dan lokasi infeksi.
Tujuan

1. Menelaah secara komprehensif mengenai pemeriksaan procalcitonin dan


CRP melalui studi yang valid
2. Sebagai narasi dasar untuk melakukan diskusi klinis selama mengikuti
kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Penyakit Paru
3. Memenuhi Persyaratan Untuk Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF
Ilmu Penyakit Paru
Manfaat

Para ahli memberikan perhatian khusus terhadap penggunaan biomarker sebagai


metode untuk memperbaiki diagnosis infeksi.
Selain diagnostik, biomarker ini dapat juga digunakan sebagai petanda terhadap
respon pengobatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PROCALCITONIN

Procalcitonin adalah prekusor peptida dari hormon

calcitonin yang terkahir terlibat dengan homeostasis

kalsium, pertama kali diidentifikasi oleh Leonard J.

Deftos dan Bernard A. Roos pada 1970-an.

Procalcitonin yang terdiri dari 116 asam amino dan

merupakan prohormon calcitonin. Calcitonin terdiri dari

32 asam amino. Pemecahan terjadi di sel C kelenjar

tiroid.
PROCALCITONIN

PCT merupakan salah satu dari beberapa prekusor calcitonin yang terlibat
dalam respon sistem imun tubuh sehingga disebut hormokine.
Pada infeksi mikroba akan terjadi peningkatan ekspresi gen CALC-I yang
menyebabkan lepasnya procalcitonin.
Produksi procalcitonin distimulasi oleh cytokine proinflamasi yang
dibangkitkan oleh produk yang atau dari translokasi endogen toksin bakteri
melalui dinding usus.
Mekanisme kerja

Procalcitonin dihasilkan sebagai respon terhadap endotoksin atau mediator


yang dihasilkan dalam respon terhadap infeksi bakterial.
PCT lebih spesifik untuk infeksi bakterialdan dapat membedakan infeksi
bakterial dari penyakit akibat lain.
Mekanisme kerja

1. Jalur klasik : procalcitonin sebagai


propeptida calcitonin (calc-1) akan
mengekspresikan hanya terbatas pada sel
neuroendokrin.
2. Jalur alternatif (konstitutif) : inflamasi
akan menstimulasi procalcitonin sebagai
hormokine dan akan diekspresikan pada
seluruh sel parenkim tubuh.
PROCALCITONIN PADA ASPEK KLINIS

Kadar prohormon procalcitonin yang sangat tinggi


ditemukan pada semua pasien dengan sepsis juga pada
berbagai kasus SIRS berat.
Procalcitonin memperlihatkan peningkatan kadar dalam
tubuh yang cepat sejalan dengan paparan, cepat mencapai
kadar puncak, dan dengan cepat menurun mengikuti
pemberian terapi atau hilangnya pencetus.
Waktu paruh procalcitonin sekitar 24 jam.
.
PROCALCITONIN PADA ASPEK KLINIS

Kadar procalcitonin dalam darah meningkat dalam 6-


12 jam setelah infeksi, bahkan terdapat literatur yang
menyatakan peningkatan terjadi dalam 2-4 jam
setelah infeksi.
Kadar procalcitonin mencapai puncaknya dalam 8
hingga 24 jam setelah infeksi dan bertahan selama
proses inflamasi berlangsung.
PEMERIKSAAN PROCALCITONIN

Metode pemeriksaan procalcitonin membutuhkan


sensitivitas yang tinggi sehingga perubahan kadar
procalcitonin yang sangat rendah dapat terdeteksi.
Metode pemeriksaan procalcitonin dapat menggunakan
metode electro chemiluminescence (ECL) .
Metode enzyme-linked fluorescence immunoassay (ELFA)
Metode time resolved amplified cryptate emission
(TRACE).
PEMERIKSAAN PROCALCITONIN

Tes komersial yang tersedia saat ini umumnya


menggunakan antibodi anti-kalsitonin atau antibodi anti-
katakalsin. Procalcitonin merupakan protein yang stabil di
dalam darah, penyimpanan pada suhu ruangan selama 24
jam konsentrasi PCT masih dapat dipertahankan >80% dan
disimpan pada suhu 4◦C konsentrasi dapat dipertahankan
>90%
PEMERIKSAAN PROCALCITONIN

Infeksi yang terlokalisasi, seperti pada artritis dan osteomielitis, tidak


meningkatkan kadar procalcitonin secara bermakna, terutama bila cut-off
yang digunakan adalah 0,1 ng/ml.
Hal penting yang perlu dipahami adalah bahwa produksi procalcitonin tidak
dipengaruhi oleh corticosteroid atau terapi dengan nonsteroid
antiinflammatory drugs (NSAID) serta tidak tergantung pada jumlah
leukosit.
PEMERIKSAAN PROCALCITONIN
PEMERIKSAAN PROCALCITONIN
PROCALCITONIN SEBAGAI PANDUAN
ANTIBIOTIK
PROCALCITONIN PADA SEPSIS

Sepsis adalah penyakit sistemik karena serangan sitokin pro-inflamasi dan


substansi humoral lainnya yang diinduksi oleh infeksi bakteri.
Pada keadaan infeksi sistemik, termasuk sepsis, kadar PCT umumnya
meningkat lebih dari 0,5-2 ng/mL, dan sering mencapai lebih dari 10 ng/mL.
PROCALCITONIN PADA SEPSIS
AKURASI PEMERIKSAAN
PROCALCITONIN

Pada beberapa kajian dinyatakan bahwa PCT lebih sensitif


dan spesifik untuk diagnosis infeksi dibandingkan dengan C
reactive protein, IL-6 dan IL-8 pada berbagai situasi klinis.
Hasil false positive dan false negative dapat muncul pada
beberapa keadaan sehingga harus diperhatikan panduan
interpretasi hasil PCT False negative kadar PCT biasanya
terlihat pada masa awal penyakit atau tempat infeksi
terlokalisasi.
AKURASI PEMERIKSAAN
PROCALCITONIN
C-REACTIVE PROTEIN

C-Reactive Protein ditemukan oleh Wiliiam S. Tillett


1892- 1974 dan Thomas Francis, jr 1990- 1960
dilaboratorium milik Oswald T. Avery 1877- 1955.
C-REACTIVE PROTEIN

C-reactive protein (CRP) merupakan protein pentamer


siklik 115 kDa yang terdiri dari 5 protomer.
Dinamakan C-reaktif protein karena mempunyai
kemampuan untuk mengikat somatic C polisakarida
dari Streptococcus pneumonia.
CRP adalah protein fase akut yang dilepaskan oleh sel
hati setelah distimulasi oleh mediator inflamasi seperti
IL.
C-REACTIVE PROTEIN

Protein C-reaktif menunjukkan peningkatan ekspresi


selama kondisi inflamasi seperti rheumatoid arthritis,
dan infeksi.
Konsentrasi tertinggi CRP ditemukan dalam serum,
dengan infeksi bakteri meningkatkan tingkat hingga
1.000 kali lipat.
Kadar CRP plasma meningkat dari sekitar 1 ug/mL
menjadi lebih dari 500 ug/mL
C-REACTIVE PROTEIN

Peningkatan CRP serum dapat ditemukan pada Infeksi


bakteri Gram positif dan negatif akut dan sistemik,
serta infeksi jamur sistemik menyebabkan CRP sangat
meningkat,
Sensitivitas CRP sebagai biomarker sepsis adalah 68-
92% dan spesifisitas 40- 67%. Keterbatasan ini
menyebabkan CRP memiliki peran diagnostik yang
rendah.
C-REACTIVE PROTEIN

Ketika ada infeksi atau peradangan akut,


konsentrasi CRP dalam darah dapat mengalami
peningkatan yang terlihat dalam waktu 2 jam
setelah onset gejala dan mencapai nilai
puncaknya dalam 48 jam.
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN

Suatu biomarker yang ideal akan memberikan informasi sedini mungkin, dapat
membedakan inflamasi akibat infeksi bakterial atau nonbakterial, serta dapat
memberikan informasi tentang kondisi klinis dan prognosis penyakit.
Kriteria diagnosis dan tatalaksana sepsis juga selalu berkembang mengikuti
perkembangan zaman, namun tindakan untuk stratifikasi dan menentukan prognosis
sepsis belum banyak dikenal oleh tenaga kesehatan
KESIMPULAN

Pemeriksaan CRP mudah dilakukan untuk memprediksi derajat keparahan


dan mortalitas akibat sepsis.
Pemeriksaan ini juga lebih efisien dalam hal biaya dibandingkan dengan
pemeriksaan Procalcitonin (PCT), sehingga dapat dilakukan bahkan di
rumah sakit non rujukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Schuetz P, Albrich W, Mueller B. 2018. “Procalcitonin for diagnosis of infection and guide to
antibiotic decisions: past, present, and future” in BMC Medicine (9:1-9).
2. Davidson J, Tong S, Hauck A, Lawson DS, Cruz E, Kaufman J. 2019. “Kinetics of
procalcitonin and C-Reactive protein and the relationship to postoperative infection in young
infants undergoing cardiovascular surgery” in Pediatric Research (74;413-9).

3. Schuetz P, Crain MC, Mueller B. Procalcitonin and other biomarkers for the asessment of
disease severity and guidance of treatment in bacterial infections. Advances in sepsis vol 6 no
3, 2017.
4. Leli C, Ferranti M, Moretti A, Al Dhahab ZS, Cenci E, Mencacci A. 2019. Procalcitonin levels
in gram-positive, gramnegative and fungal bloodstream infections. Hindawi Publishing
Corporation Disease Markers (1-8).
DAFTAR PUSTAKA
5. De Backer D, Dorman T. Surviving sepsis guidelines: A continuous move toward better care of
patients with sepsis. JAMA - J Am Med Assoc. Published online 2017.
doi:10.1001/jama.2017.0059.

6. Hohn A, Schroeder S, Gehrt A, Bernhardt K, Bein B, Wegscheider K, et al. 2013. “Procalcitonin-


guided algorithm to reduce length of antibiotic therapy in patients with severe sepsis and septic
shock” in BMC Infectious Diseases (13:158-72).

7. Kratzsch J, Petzold A, Raue F, Reinhardt W, Bröcker-Preu M, Görges R, et al. 2011. “Basal and
stimulated calcitonin and procalcitonin by various assays in patients with and without medullary
thyroid cancer” in Clinical Chemistry (57: 467-74).

8. Yap CYF, Aw TC. 2014. “The use of procalcitonin in clinical practice” in Proceedings of Singapore
Healthcare (23:33–7).

Anda mungkin juga menyukai