Anda di halaman 1dari 22

JOURNAL READING

The New Rome IV Criteria for Functional Gastrointestinal


Disorders in Infants and Toddlers

Diajukan untuk Memenuhi tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat dalam
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Anak RS
Bhayangkara Medan

Pembimbing:
dr. Irna Fajri Syahny, Sp.A
Disusun oleh:
Ashil Muhammad Abdul Rasyid 2008320090
Rudi Iskandar Hasibuan 2008320072
Annisa Fitri Hendewi 2008320089
Putri Maulia Amami Harun 2008320080
Raudatul Husna Pranata 2008320085
Sukma Dwi Kartika 2008320092

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANAK


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UMSU MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan Journal reading ini guna memenuhi persyaratan
kepaniteraan Klinik Senior bagian SMF Anak di RS Bhayangkara
Medan dengan judul ”The New Rome IV Criteria for Functional
Gastrointestinal Disorders in Infants and Toddlers”.
Journal reading ini bertujuan agar penulis dapat memahami
lebih dalam teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan
Klinik Senior di bagian SMF Anak mengaplikasikannya untuk
kepentingan klinis kepada pasien. Penulis mengucapkan terimakasih
banyak kepada dr. Irna, Sp.A yang telah membimbing penulis dalam
journal reading ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa journal reading ini masih
memiliki kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang
membangun dari semua pihak yang membacanya. Harapan penulis
semoga journal reading ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang membacanya.

Medan, 3 Januari 2022

Penulis

i
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Metode Pencarian Literatur


Pencarian literatur dalam telaah jurnal ini dilakukan melalui portal PubMed

(pubmed.ncbi.nlm.gov). Kata kunci yang digunakan untuk penelusuran jurnal yang

ditelaah ini adalah: Pediatric, Rome IV, Constipation, FGID.

1.2 Abstrak
Functional gastrointestinal disorders (FGID) adalah gangguan pada system

gastrointestinal yang tidak dapat dijelaskan secara structural ataupun biokimiawi.

Diagnosis untuk kelainan ini bergantung pada kriteria Rome yang berdasarkan

gejala klinis. Pada tahun 2016 kriteria Rome direvisi untuk bayi/balita dan untuk

anak serta remaja. Pada artikel review ini didiskusikan kriteria Rome IV yang

baru untuk bayi dan balita. Kriteria untuk infant colic berubah secara drastis,

dimana pada gangguan lain seperti regurgitasi, cyclic vomiting syndrome, diare

fungsional, infant dyschezia, dan konstipasi fungsional mengalami perubahan

minor. Sebagai tambahan Rome IV juga membahas mekanisme nyeri pada bayi

dan balita, termasuk perkembangan neurologis dan pathway nociceptive nyeri,

berbagai faktor yang terlibat pada pengalaman nyeri, dan metode penilaian nyeri

juga merupakan hal yang esensial bagi klinisi. Secara umum Rome IV telah

menjadi lebih diskriminatif terhadap semua gangguan untuk membantu proses

diagnosis FGID.

1
BAB 2

DESKRIPSI JURNAL

2.1 Deskripsi Umum


Judul : The New Rome IV Criteria for Functional Gastrointestinal

Disorders in Infants and Toddlers

Penulis : Judith Zeevenhooven, Ilan J.N. Koppen, and Marc A. Benninga

Publikasi : Department of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, Emma

Children’s Hospital/Academic Medical Center, Amsterdam, The

Netherlands

Penelaah :Ashil Muhammad Abdul Rasyid (2008320090)

Rudi Iskandar Hasibuan (2008320072)

Annisa Fitri Hendewi (2008320089)

Putri Maulia Amami Harun (2008320080)

Raudatul Husna Pranata (2008320085)

Tanggal Telaah: 31 Desember 2022

2.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah membahas FGID yang mungkin terjadi pada

neonatus dan balita dengan fokus pada epidemiologi, patofisiologi, kriteria

diagnostik Roma IV dan pilihan pengobatan.

2
2.3 Gaya dan Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan pada jurnal ini disusun dengan rapi. Komponen jurnal

ini terdiri atas pendahuluan, jenis FGID (prevalensi, persentasi, roma IV,

tatalaksana) dan kesimpulan. Tata bahasa yang digunakan dalam penulisan

sistematis, sesuai kaidah bahasa dan tidak sulit untuk dipahami.

2.4 Abstrak

Abstrak merupakan ringkasan singkat tentang isi dari artikel ilmiah, tanpa

penambahan tafsiran atau tanggapan penulis, serta mencakup keseluruhan

sistematika literatur dan menggambarkan secara lengkap deskripsi dari penelitian

yang dilakukan. Secara umum abstrak dalam jurnal ini sudah cukup baik dan

mampu menggambarkan isi jurnal secara jelas mulai dari pendahuluan, laporan

kasus, hasil pemeriksaan dan analisisnya, hingga kesimpulan.

2.5 Tujuan

Artikel ini bertujuan untuk membedakan jenis - jenis gangguan

gastrointestinal fungsional yang terjadi pada neonatus dan balita dengan fokus

membahas epidemiologi, patofisiologi, kriteria diagnostik Roma IV dan pilihan

pengobatan.

2.6 Hasil Penelitian

Pada jurmal ini dijelaskan bahwa Roma IV, kriteria diagnostik untuk FGID

(Functional Gastrointestinal Disorders) pada bayi dan balita telah disempurnakan.

Revisi ini diharapkan dapat meningkatkan pengobatan klinis pada bayi dan balita

3
dengan FGID (Functional Gastrointestinal Disorders). Diagnosis yang memadai

juga berpengaruh terhadap pemilihan pengobatan yang tepat, yang diharapkan

dapat menghasilkan peningkatan hasil klinis yang baik pada pasien. Selanjutnya,

kriteria yang diterima secara internasional ini harus dipatuhi dalam penelitian medis

masa depan, untuk mendapatkan hasil penelitian ataupun perbandingan penelitian

yang lebih baik.

4
BAB 3

DESKRIPSI KONTEN

3.1 Infant Regurgitation

3.1.1 Prevalensi

Regurgitasi bayi adalah FGID tersering pada bayi < 12 bulan dengan

prevalensi 8-26% pada rentang usia ini. Pada usia 2-4 bulan prevalensi dapat

mencapai 67-87%. Prevalensi dengan rentang yang luas ini merupakan akibat

kriteria berbeda yang digunakan untuk mendefinisikan regurgitasi di masa lalu.

3.1.2 Presentasi

Isi lambung yang kembali ke esofagus, mulut dan hidung secara involunter

dinamakan sebagai gastroesofageal reflux (GER). Istilah egurgitasi digunakan

ketika isi lambung dapat divisualisasikan. Fenomena ini merupakan bagian tahap

perkembangan normal, sehingga regurgitasi tanpa komplikasi bukanlah merupakan

tanda patologis. Di sisi lain gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan

situasi GER yang merusak jaringan dan menimbulkan inflamasi. Pada tahun 2009

guideline dari the North American Society of Pediatric Gastroenterology,

Hepatology and Nutrition (NASPGHAN) dan the European Society of Pediatric

Gastroenterology, Hepatology and Nutrition (ESPGHAN) membedakan regurgitasi

bayi dengan GERD dengan cara menambahkan kriteria diagnostic “troublesome

symptoms” atau gejala yang menjengkelkan. Walau regurgitasi bayi

mengkhawatirkan bagi orang tua, tetapi kondisi ini akan resolusi secara spontan

seiring bertambahnya usia dan tidak diasosiasikan dengan konsekuensi negatif

jangka panjang

5
3.1.3 Rome IV

Komite Rome IV setuju untuk meninggalkan gejala “troublesome”karena

tidak ada metode kuantitatif untuk mendeskripsikan “troublesome” dan bayi tidak

dapat mengkomunikasikannya apakah mereka terganggu dengan gejala tersebut.

Tidak ada revisi mengenai regurgitasi pada Rome IV deibandingkan Rome III.

3.1.4 Treatment

Bagian terpenting dari tatalaksana adalah “Reassurance”, yaitu memberi

pemahaman pada orang tua bahwa ini merupakan tahapan perkembangan yang

normal. Apabila ada sumber distress fisik maupun emosional penanganan

terhadapnya harus direncanakan. Intervensi medis tidak diperlukan un tuk

tatalaksana regurgitasi. Terapi konservatif yang dapat dilakukan ialah memberi

makanan yang lebih padat, formula anti-regurgitasi dan posisikan anak setelah

makan.

3.2 Infant Rumination Syndrome

3.2.1 Prevalensi

Data prevalensi mengenai sindrom ruminasi pada bayi dan Balita masih

langka dan baru di publkasi akhir-akhir ini. Menurut van tillburg menunjukan

bahwa prevalensi sindrom ruminasi pada bayi < 1 tahun 2,4% dan pda anak usia 1-

3 tahun sekitar 1,9%. Menurut chogle, didapatkan prevalensi yg lebih tinggi pada

usia yg sama sekitar bayi < 1 tahun 7,2 % dan anak usia 1-3 tahun 2,9 %.

6
3.2.2 Presentasi

Dalam sindrom ruminasi pada bayi, bayi biasanya secara sengaja

memuntahkan kembali isi perutnya ke dalam rongga mulut sebagai sebuah perilaku

menstimulasi diri, dimana hal ini diperkirakan muncul dalam konteks deprivasi

sosial yang berlangsung lama. Sindrom ruminasi dapat muncul secara klinis pada

pasien dari segala usia, dari bayi hingga dewasa, dan dapat terjadi pada anak-anak

dan orang dewasa dengan gangguan saraf.

3.2.3 Rome IV

Hanya dua perubahan kecil yang dibuat oleh kriteria Rome IV untuk

sindrom ruminasi dibandingkan dengan kriteria Rome III. Durasi keluhan yang

berubah menjadi 2 bulan bukan 3 bulan agar konsisten dengan kriteria ruminasi

untuk kelompok usia yang lebih tua. Selain itu, kata mual telah dihapuskan dari

kriteria karena sulitnya menilai gejala ini pada bayi.

3.2.4 Perawatan

Malnutrisi adalah salah satu permasalahan utama sindrom ruminasi pada

bayi, karena makanan yang sebelumnya ditelan dimuntahkan kembali dan hilang

secara berlebihan. Oleh karena itu, perawatan bertujuan untuk menghilangkan

perilaku ruminasi untuk mengembalikan status gizi bayi.

3.3 Cyclic Vomiting Syndrome

3.3.1 Prevalensi

Cyclic vomiting syndrome (CVS) terjadi dari usia bayi hingga pertengahan

usia dewasa, dengan puncak usia 2-7 tahun. Berdasarkan laporan maternal,

7
prevalensi CVS di US 0.0% pada bayi < 1 tahun, dan 3.8% pada balita. Studi di

Kolombia menemukan bahwa CVS 3.8% pda bayi dan 6.8% pada anak 1-4 tahun.

3.3.2 Presentasi

CVS muncul sebagai episode rekuren, stereotipik, muntah yang bertahan

hitungan jam hingga hari dengan interval bebas gejala yang bertahan minngguan

hingga bulanan. Dalam penelitian 71 pasien, frekuensi episodic bervariasi dari 1

hingga 70 per tahun, dengan rerata 12 kali per tahun. Muntah muncul dengan

interval regular, dikarakterisasi dengan onset yang sama setiap harinya, seringkali

pada malam hingga pagi hari.

3.3.3 Rome IV

Untuk CVS keputusan terpenting terkait Rome IV adalah jumlah episode

rekuren yang diperlukan untuk memenuhi kriteria diagnostic. NASPGHAN dan

HIS merekomendasikan minimal 5 serangan nausea dan vomitus berat dengan

interval apapun untuk diagnosis CVS, dibanding minimal 2 serangan pada kriteria

Rome III karena kurangnya spesifisitas. Rendahnya spesifisitas dapat

mengakibatkan tingginya prevalensi bila menggunakan kriteria Rome III. Walau

demikian dengan mempertimbangkan kualitas hidup anak dan keluarganya

diagnosis dini tetap merupakan hal yang penting dan tetap menginklusikan kriteria

minimal 2 episode. Perubahan yang terjadi adalah mual, karena gejala tersebut sulit

dinilai pada bayi.

8
3.3.4 Tatalaksana

Tatalaksana CVS terfokus pada 2 aspek. Yang pertama mencegah episode

muntah pada pasien yang sering muntah berat. Obat-obatan harian seperti

cyproheptadine, pizotifen, amitriptilin, propranolol, eritromisin dapat mengurangi

frekuensi episode atau menghilangkannya sepenuhnya. Aspek lainnya adalah untuk

mengurangi keparahan serangan. Obat acid-inhibiting oral untuk proteksi esofagus

mukosa dan lorazepam sebagai antiemetic, ansiolitik dan sedatif dapat

dipertimbangkan untuk digunakan.

3.4 Infant Colic

3.4.1 Prevalensi

Prevalensi infant colic sangat variative karena penggunaan definisi yang

berbeda pada berbagai studi. Dari satu systematic review ditunjukkan bahwa dari

39 penelitian, 20 definisi yang berbeda digunakan. Systematic review tahun 2001,

prevalensinya ialah 3-28%. Studi yang selanjutnya mencantumkan prevalensi 2-

73% dengan rerata 17.7%. Penelitian dari US dan Kolombia melaporkan prevalensi

5.9% dan 10.4% secara respektif, berdasarkan kriteria Rome III. Satu hal yang

harus dipertimbangkan ialah selain perbedaan definisi, prevalensi juga dipengaruhi

oleh persepsi orang tua terhadap infant colic terkait intensoitas dan durasi episode

menangisnya, metode dan pengumpulan data tentang menangisnya bayi,

kesejahteraan orang tua, dan perawatan bayi yang berhubungan dengan kultur

setempat.

9
3.4.2 Presentasi

Infant colic merupakan fenomena behavioral pada bayi 1-4 bulan dan

melibatkan periode menangis yang lama dan sulit ditenangkan. Menangis terjadi

tanpa alas an yang jelas sehingga membuat orang tua frustrasi. Istilah kolik merujuk

pada nyeri abdomen akut yang tidak dapat dijelaskan. Seringkali diasumsikan oleh

klinisi bahwa menangis pada bayi disebabkan oleh gangguan gastrointestinal,

namun ini masih dapat didebatkan. Patofisiologi infant colic masih belum dapat

dipahami dengan jelas, namun diperkirakan adanya gangguan system saraf pusat,

gangguan psikososial anak (hubungan bayi-keluarga inadekuat atau ansietas orang

tua), atau gangguan gastrointestinal seperti alergi susu sapi, GER atau gangguan

motilitas. Penelitian juga menunjukkan microbiota yang kurang keberagamannya

dapat mempengaruhi produksi gas dan motilitas yang mencetuskan kolik.

Walau demikian menangis berlebihan pada bayi masih sulit dijelaskan dan

kemungkinan besar merepresentasikan puncak perkembangan normal dari “kurva

menangis” bayi sehat. Menangisnya anak meningkat saat setelah lahir, memuncak

pada minggu 5-6 usia gestasional dan menurun di usia 3 bulan. Walaupun fenomena

ini masih sulit dijelaskan disebabkan oleh factor apa, selagi tidak ada alarm

symptom tetap saja merupakan self limiting disease yang ditatalaksana dengan

edukasi dan reassurance.

3.4.3 Rome IV

Ada revisi pada infant colic Rome IV, yaitu modified Wessel’s criteria pada

Rome III ditinggalkan, yang mana kriteria membutuhkan menangis minimal > 3

jam /hari pada minimal 3 hari/minggu pada minggu terakhir yang disebut sebagai

10
rule of three. Kriteria ini tidak lagi digunakan karena tidak ada batasan yang jelas

seperti perbedaan menangis 2 jam 50 menit dengan 3 jam, bahkan di budaya

tertentu anak bisa menangis lebih banyak dibanding lainnya. Selain itu orang tua

juga kesulitan mengisi diari perilaku anak selama 7 hari karena menghabiskan

banyak waktu. Alasan lainnya adalah Wessel terlalu terfokus pada jumlah, tetapi

tidak pada karakter “unsoothable/inconsolable” yakni tidak dapat ditenangkan.

Istilah paroxysmal juga ditinggalkan karena tidak ada bukti yang mendukung infant

colic berbeda dari segi suara dan muncul dengan tiba-tiba deibandingkan menangis

normal. Pada Rome IV diputuskan bahwa diagnosis ditegakkan dengan cara apabila

bayi menangis atau rewel lebih dari 3 jam/hari selama 3 hari atau lebih pada minggu

terakhir, dengan tambahan orang tua mengisi diari perilaku berisi total jumlah

menangis lebih dari 3 jam/24 jam.

3.4.4 Tatalaksana

Salah satu tujuan tatalaksana utama pada infant colic adalah membantu

pengasuh untuk menanggulangi dirinya terhadap gejala bayinya, mendukungh

hubungan sehat anatar bayi-keluarga nya. Menangis pada bayi dapat menimbulkan

frustrasi dan menurunnya kepercayaan diri keluarga karena merasa tidak mampu

mengasuh anaknya. Klinisi harus dapat mengidentifikasi kondisi ini dan memberi

pemahaman yang baik.

Selain itu, Lactobacillus reuteri DSM 17938 sangat menjanjikan untuk

tatalaksana infant colic, namun pada studi lain masih menunjukkan tidak adanya

keuntungan sehingga hasil belum konsisten. Sebagai tambahan, satu systematic

11
review menunjukkan bukti penggunaan probiotik pada bayi yang diberi susu

formula masih kurang cukup.

3.5 Functional Diarrhea

3.5.1 Prevalensi

Berdasarkan Roma III prevalensi populasi diare fungsional pada bayi

sebanyak 2,4% di AS dan 1,9% di Kolombia. Untuk balita, prevalensi lebih besar

yaitu sebanyak 6,4% di AS, sedangkan pada anak-anak usia 1-4 tahun

prevalensinya sebanyak 0,5% di kolombia.

3.5.2 Presentasi

Seorang anak dengan diare fungsional tidak akan mengalami gagal tumbuh

selama asupan kalori anak tersebut mencukupi. Diare fungsional ini disebut juga

sebagai diare balita. Diare fungsional ini tidak membuat anak menjadi terganggu,

anak tidak terganggu karena tinja yang lebih banyak air daripada ampas dan gejala

ini akan menghilang sendirinya saat anak mencapai usia sekolah. Faktor risiko

terjadinya diare fungsional yaitu overfeeding, konsumsi jus buah yang berlebihan,

konsumsi karbohidrat (fruktosa) yang berlebihan dengan asupan rendah lemak, dan

asupan sorbitol yang berlebihan.

3.5.3 Rome IV

Pada Roma IV, untuk mendiagnosis diare fungsional tidak lagi BAB 3 kali

dalam sehari melainkan menjadi 4 kali dalam sehari. Penelitian oleh van Tilburg et

al. menunjukkan bahwa frekuensi buang air besar 3 kali per hari umum terjadi pada

anak kecil. Pada Roma IV buang besar saat tidur tidak termasuk lagi karena

12
spesifisitasnya rendah yaitu. Sebanyak 25% ibu masih melaporkan buang air besar

saat tidur.

3.5.4 Terapi

Orang tua perlu diberi pemahaman yang jelas mengenai diare fungsional.

Disarakan untuk lebih membatasi asupan jus buah dan fruktosa pada anak.

Memberikan saran diet yang seharusnya kepada orangtua agar anak memiliki pola

makan baik.

3.6 Infant Dyschezia

3.6.1 Prevalensi

Menurut kriteria Roma III, prevalensi diskezia pada bayi di bawah usia 6

bulan dilaporkan 2,4% di AS dan 3,2% di Kolombia. Sebuah penelitian di Belanda

menemukan bahwa pada usia 1 dan 3 bulan, masing-masing 3,9% dan 0,9% bayi

memenuhi kriteria Roma III untuk diskezia bayi. Dalam penelitian yang sama,

0,9% bayi berusia 9 bulan akan memenuhi kriteria diagnostik untuk diskezia bayi

tetapi batas usia maksimum untuk diagnosis ini dibawah usia 6 bulan menurut

kriteria Roma III.

3.6.2 Presentasi

Diskezia bayi ditandai dengan mengejan, menjerit, menangis, dan wajah

menjadi merah atau ungu saat berusaha buang air besar pada anak yang memiliki

tinja lunak setiap hari. Gejala-gejala ini biasanya bertahan selama 10-20 menit,

yang dapat menyulitkan orang tua. Mekanisme yang mendasari diskezia bayi

dianggap terkait dengan kegagalan untuk mengoordinasikan peningkatan tekanan

13
intra-abdomen dengan relaksasi otot-otot dasar panggul. Diskesia bayi mudah

disalahartikan sebagai konstipasi dan penting untuk membedakan antara kedua

gangguan ini.

3.6.3 Roma IV

Berdasarkan penelitian Kramer et al, batas usia untuk diagnosis ini telah

dimodifikasi dan sekarang pada usia 9 bulan di Roma IV. Selanjutnya, mengejan

dan menangis yang merupakan gejala khas untuk diskezia bayi tidak lagi harus

dikaitkan dengan keberhasilan buang air besar saja, tetapi juga dapat dikaitkan

dengan kegagalan buang air besar.

3.6.4 Treatment

Karena keadaan ini sembuh secara spontan, pemahaman yang jelas adalah

kunci penting dalam tatalaksana diskezia bayi dan intervensi medis tidak

diperlukan. Orang tua disarankan untuk menghindari stimulasi pada rektal, karena

hal ini dapat mengganggu anak atau dapat membuat anak menunggu rangsangan

untuk buang air besar. tidak perlu obat pencahar.

3.7 Functional Constipation

3.7.1 Prevalensi

Prevalensi konstipasi fungsional yang dilaporkan pada bayi dan balita

bervariasi antara penelitian dan berkisar antara 5% sampai 27%. Prevalensi

konstipasi pada balita lebih sering dilaporkan lebih tinggi daripada bayi hal ini

sejalan dengan temuan dari studi tinjauan grafik retrospektif yang menggambarkan

usia rata-rata timbul konstipasi fungsional pada anak adalah 2.3 tahun.

14
3.7.2 Presentasi

Konstipasi fungsional bervariasi pada anak kecil. Gejalanya mungkin

termasuk BAB yang keras dan menyakitkan dan balita terkadang menunjukkan

inkontinensia tinja.perilaku menahan BAB dianggap merupakan faktor penting

patofisiologi konstipasi fungsional pada anak kecil. Pengalaman yang tidak

menyenangkan saat BAB terutama saat BAB yang menyakitkan sehingga anak

kerap menahan BAB untuk menghindari pengalaman yang tidak menyenangkan ini.

Sehingga hal ini dapat menyebabkan lingkaran setan, dimana menahan tinja secara

sengaja yang dilakukan akan menyebabkan peningkatan penyerapan air dari tinja

dengan demikian tinja lebih keras sehingga BAB secara inheren menjadi lebih sulit

dan menyakitkan.

3.7.3 Roma IV

Di Roma IV, kini dibuat perbedaan antara anak-anak yang dilatih dengan

toilet dan anak-anak yang tidak. Hal ini sangat relevan untuk kriteria inkontinensia

tinja dan untuk deskripsi tinja yang besar. Selanjutnya, kriteria untuk bayi dan balita

serta untuk anak-anak dan remaja telah disesuaikan satu sama lain di Roma IV.

3.7.4 Treatment

Perawatan non farmakologis untuk konstipasi fungsional edukasi,

demistrifikasi saran diet yang teratur ( cukup serat dan asupan cairan ) dan pada

pelatihan toilet anak yang lebih besar, diberikan penghargaan dan buku harian

tinja.penting untuk mengurangi rasa takut dan jika mungkin membuat anak dan

orang tua memahami mekanisme patofisiologi yang mendasarinya dan kebutuhan

untuk belajar dan memahaminya dalam kehidupan sehari-hari. Jika dicurigai

15
adanya massa fases dilakukan disimfaksi diikuti dengan perawatan pemeliharaan

dengan pencahar. Untuk kedua fase disimfaksi dan pemeliharaan, polietilen glikol

merupakan obat pilihan yang utama.

3.8 Pain

3.8.1 Deskripsi Nyeri

Nyeri merupakan komponen penting dari banyaknya FGIDs pada neonatus

dan balita. Pemahaman yang lebih baik mengenai perkembangan saraf nosiseptif,

terdapat variasi faktor yang terlibat dalam rasa nyeri, dan metode dari penilaian rasa

nyeri pada bayi dan balita adalah hal yang perlu bagi pemeriksa untuk menemukan

fungsi nyeri pada kelompok usia ini. Tradisional model pada nyeri akut, dimana

menjelaskan nyeri sebagai sinyal yang mengikuti anatomi atau biokimiawi

patologi, ini tidak sesuai untuk terapi nyeri fungsional, dimana rasa nyeri tidak

berfungsi sebagai pertanda dari anatomi atau substrat biokimiawi tetapi terdapat

disfungsi dari mekanisme yang terlibat dalam persepsi rasa nyeri. Pada model ini

tidak mempertimbangkan pengaruh dari elemen lain dalam interpretasi dan respon

untuk informasi nyeri nosiseptif, seperti faktor psikososial, faktor lingkungan,

predisposisi dari genetik dan yang menganggu sistem regulasi nyeri.

3.8.2 Perkembangan Nyeri

Perkembangan dari sistem nosiseptif dimulai lebih awal pada periode

parenteral, dengan perkembangan inervasi kulit bayi pada umur kehamilan 8

minggu. Antara 10 dan 15 minggu dari umur kehamilan. Sinapsis aferen ke sum-

sum tulang belakang akan berkembang dan sum-sum tulang belakang akan

dilaminasi. Jalur talamokortikal mulai berfungsi pada usia kehamilan 30 dan pada

16
saat bayi mampu merasakan nyeri. Pada awal kehidupan, ambang rasa nyeri masi

rendah dan ambang ini akan meningkat seiring bertambahnya usia.

Dalam kombinasi dan dengan kontrol hambatan yang menurun untuk

memodulasi rasa nyeri, bayi mungkin mengalami rangsangan nyeri yang intens dari

pada anak yang lebih tua. Dalam jangka yang panjang, rasa sakit pada bayi yang

baru lahir dapat mengakibatkan perubahan berkepanjangan dalam mekanisme rasa

sakit, yang dimana dapat menyebabkan hiperalgesia visceral di usia lanjut. Hal ini

dianggap sebagai mekanisme patofisiologis penting yang mendasari nyeri perut

fungsional.

3.8.3 Penilaian Nyeri

Beberapa instrument penilaian nyeri pada orang dewasa dan anak-anak

biasanya mengandalkan self-report pada skala nyeri numerik. Untuk anak-anak

yang lebih kecil, skala penilaian dimodifikasi dengan gambaran mimik wajah

sebagai gantinya. Namun, bayi dan balita tidak mampu untuk menunjukan skala

nyeri mereka dan menghubungkan sensasi yang berhubungan pada wajah mereka.

Meskipun yang mengasuh mampu untuk mengartikan rasa ketidak nyamanan anak

mereka, ini merupakan tantangan bagi dokter untuk menilai rasa nyeri pada anak

tersebut secara tidak langsung. Beberapa teknik, seperti evaluasi dari faktor

fisiologis (detak jantung, tekanan darah, saturasi oksigen) dan kebiasaan yang

mengikuti rasa nyeri (ekspresi wajah, kebiasaan motorik, menangis) dapat

membantu dokter dalam menilai.

17
Namun, studi tentang penilaian rasa nyeri dengan spektroskopi inframerah

pada bayi premature yang menjalani prosedur heel stick menunjukan bahwa

sepertiga dari bayi membuktikan respon hemodinamik kortikal yang berkaitan

dengan nyeri sementara tidak memiliki respon yang dapat diamati secara eksternal.

Maka dari itu, penulis menyarankan bahwa teknik yang tersedia untuk penilaian

klinis nyeri pada anak-anak mungkin tidak memadai. Penilaian nyeri yang kronis

disbanding dengan nyeri akut bahkan lebih sulit, sejak banyaknya perilaku yang

sejalan dengan nyeri akut mungkin tidak ditemukan pada pasien dengan nyeri

kronik. Sayangnya, tidak ada instrumen yang tersedia untuk menilai rasa nyeri pada

bayi dan balita.

18
BAB 4

KESIMPULAN

Pada Rome IV, kriteria diagnostic untuk FGID pada bayi dan balita telah

diperbaiki. Revisi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan pada

kasus tersebut. Diagnosis yang adekuat dapat membuat pemilihan terapi menjadi

tepat dan diharapkan dapat meningkatkan kondisi klinis yang baik pada pasien.

Selain itu kriteria Rome IV yang diterima secara internasional sebaiknya tetap

menjadi acuan untuk penelitian medis selanjutnya, agar studi menjadi homogen dan

mempermudah melakukan perbandingan hasil studi.

Tatalaksana terpenting pada anak yang mengalami FGID secara umum

tidak terfokus hanya pada intervensi medis ialah memberikan pemahaman dan

menenangkan orang tua dari pasien tersebut melalui edukasi yang baik. Dengan

demikian kepercayaan diri orang tua dapat meningkat dan hubungan bayi dengan

keluarganya dapat membaik dan pada akhirnya meningkatkan perbaikan klinis

anak.

19
DAFTAR PUSTAKA

Judith Zeevenhooven, Ilan J.N. Koppen, and Marc A. Benninga, 2017. The New
Rome IV Criteria for Functional Gastrointestinal Disorders in Infants and
Toddlers. Pediatr Gastroenterol Hepatol Nutr 2017 March 20(1):1-
13https://doi.org/10.5223/pghn.2017.20.1.1

20

Anda mungkin juga menyukai