Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

IMUNOSEROLOGI
“Pemeriksaan CRP (C-Reactiv Protein)”

Disusun Oleh: Kelompok 1


1. Nabila Azzahrah B1D122051
2. Aswin Syaputra B1D122052
3. Anjela Arwalembun B1D122053
4. Anjelika Riones Rikumahu B1D122054
5. Justika Septiana B1D122055
6. Marni Toding B1D122057

Kelas: B, 2022

PRODI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2024
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Praktikum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III METODE PRAKTIKUM
A. Prinsip
B. Pra Analitik
C. Analitik
D. Pasca Analitik
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN DOKUMENTASI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

CRP merupakan sala satu dari beberapa protein yang sering disebut sebagai
protein fase akut dan digunakan untuk memantau perubahan-perubahan dalam
fase inflamasi akut yang dihubungkan dengan banyak penyakit infeksi dan
penyakit autoimun. Beberapa keadaan dimana CRP dapat dijumpai meningkat
adalah radang sendi (rheumatid arthritis), demam rematik, kanker payudara,
radang usus, penyakit radang panggung (pelvic inflammatory diseade, PID),
penyakit Hodokin, SLE, dan infeksi bakterial. CRP juga meningkat pada
kehamilan trimester terakhir, pemakaian alat kontrasepsi intrauterus dan
pengaruh obat kontrasepsi oral.

C-reactiv protein (CRP) dibuat oleh hati dan dikeluarkan ke dalam aliran
darah. CRP berdasar dalam dara selama 6-10 jam setelah proses inflamasi akut
dan destruksi jaringan. Kadarnya memuncak dalam 48-72 jam. Seperti halnya
uji laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate). CRP merupakan uji non-
spesifik tetapi keberadaan CRP mendahului peningkatan LED selama
inflamasi dan nekrotis lalu segera kembali ke kadar nromalnya.

Tes CRP seringkali dilakukan berulang-ulang untuk mengevaluasi dan


menentukan apakah pengobatan yang dilakukan efektif. CRP juga digunakan
untuk memantau penyembuhan luka dan untuk memantau pasien paska bedah
sebagai sitem deteksi dini kemungkina infeksi. Tes CRP dapat dilakukan
secara manual menggunakan metode aglutinasi atau metode lain yang lebih
maju, misalnya sandwich imunometri. Tes aglutinasi dilakukan dengan
menambahkan partikel latex yang dilapisi antibodi anti CRP pada serum atau
plasma penderita sehingga akan terjadi aglutinasi. Untuk menetukan titer CRP,
serum atau plasma penderita sehingga akan terjadi aglutinasi. Untuk
menetukan titer CRP, serum atau plasma penderita diencerkan dengan buffer
dengan pengenceran bertingkat (1/2,1/4,1/8,1/16, dan seterusnya) lalu
direaksikan dengan latex.

B. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui CRP dalam serum pasien.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan penyakit


infeksi yang menjadi salah satu masalah kesehtan yang paling utama. Penyebab
utama kematian di indonesia adalah salah satunya disebabkan oleh infeksi yaitu
28,1% lalu diikuti dengan kematian yang disebabkan oleh penyakit pernafasan.
Penyakit ini tak jarang menyebabkan terjadinya inflamasi. Inflamasi akibat infeksi
bakteri bertanggung jawab terhadap sebagian besar patogenesis penyakit ini,
dewasa maupun anak-anak. Mendeteksi adanya infeksi peradangan antau inflamasi
dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan laboratorium
klinik merupakan sistem yang dapat menentukan keputusan mengenai suatu
diagnosa penyakit melalui hasil laboratorium (Bastian, dkk. 2022).

Pemeriksaan yang dapat membantu mendiagnosa dan mendeteksi adanya


kelainan yang ada dalam tubuh, salah satu parameter pemeriksaan pertanda
inflamasi c-reaktif protein (CRP). C-reactiv protein (CRP) juga merupakan
penanda inflamasi dan salah satu protein fase akut yang disintesis di hati untuk
memantau secara non-spesifik penyakit lokal maupun sistemik. Kadar CRP
meningkat setelah adanya trauma, infeksi bakteri, dan inflamasi CRP juga
dijadikan sebagai penanda prognostik untuk inflamasi (Bastian, dkk. 2022).

Pemeriksaan CRP atau C-Reactiv Protein merupakan pemeriksaan yang


digunakan untuk memantau adanya kerusakan pada organ-organ tubuh. Biasanya
dipakai untuk memonitor penyakit. Penyakit seperti demam rematik, arthritis
rheumatoid, dan tupus. Namun, pada keadaan-keadaan tertentu bisa saja terjadi
peningkatan kadar CRP, yaitu akibat infeksi virus, kerusakan jantung, hipertensi,
infeksi prostat, dan kadang-kadang diabetes (Bastiansyah, 2008).

Pemeriksaan CRP selain digunakan untuk diagnosis adanya infeksi bakteri


digunakan untuk menilai adanya berbagai keradangan seperti pada demam
reumatik dan penyakit reumatik autoimun lainnya. Produksi CRP dipicu ole sitokin
IL-1, IL-6, dan TNF-ᵅ. Kadar CRP serum berubah lebih cepat daripada LED. Tidak
sperti LED, CRP merupakan suatu protein serum yang cukup stabil,
pengukurannya tidak dipengaruhi waktu dan komponen serum lainnya. Tingkat
keradangan akan berkolerasi secara langsung dengan konsentrasi CRP (Kalim,
dkk. 2019).

C-Reactiv Protein (CRP) merupakan suatu protein fase akut yang terdapat
dalam serum normal dalam jumlah yang sangat sedikit (1 mg/L). Dalam kondisi
tertentu, misalnya reaksi inflamasi kerusakan jaringan kaibat infeksii maupun non
infeksi, kadar CRP dapat meningkat sampai 100 kali. Sintesa CRP di hati
berlangsung sangat cepat setelah ada sedikit rangsangan, konsentrasu serum
meningkat diatas 5mg/L selama 6-8 jam dan mencapai puncak sekitar 24-48 jam.
Kadar CRP akan menurun tajam bila proses peradangan atau kerusakan jaringan
mereda dan dalam waktu sekitar 24-48 jam telah mencapai nilai normal kembali.
CRP mempunyai sifat stabil dalam jangka lama pada waktu penyimpanan.
Mempunyai half life yang panjang, tidak dipengarui variasi diurnal, tidak
dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Untik penyebab infeksi bakteri/ virus,
trauma, pembedahan, luka bakar, penyakit keganasan, kerusakan jaringan maupun
penyakit autoimun, kadar CRP biasanya mencapai >10mg/L. Kadar CRP juga
meningkat pada penyakit hipertensi, diabetes, dislipidemia, merokok maupun
adanya riwayat penyakit jantung. CRP sangat berguna untuk menegakkan
diagnostik inflamasi maupun penyakit infeksi (Pramonodjati,dkk. 2019).

Spesimen darah yang dapat digunakan untuk Pemeriksaan C-Reactive


Protein adalah serum, plasma dengan antikoagulan heparin, dan plasma dengan
antikoagulan EDTA. Sampel yang akan digunakan untuk pembuatan serum atau
plasma biasanya menggunakan darah vena. Pemeriksaan CRP bisa juga
menggunakan darah kapiler yang diambil dari pembuluh yang lebih halus biasanya
dengan tusukan diujung jari tangan. Perbedaan darah vena dan kapiler selain pada
proses pengambilan sampel darah, terdapat perbedaan berdasarkan susunannya
yaitu vena lebih kompleks dan lebih besar dalam struktur sehingga jumlah selnya
juga lebih banyak, tetapi kapiler merupakan struktur sederhana dan sangat kecil
sehingga jumlah selnya juga sedikit. Vena berkontribusi terhadar sirkulasi makro
darah, sementara kapiler berfungsi dalam mikrosirkulasi. Pemeriksaan kadar CRP
biasanya menggunakan darah vena karena darah vena lebih sering digunakan
dalam pemeriksaan laboratorium. Akan tetapi, seiring perkembangan zaman dan
meningkatnya permintaan pemeriksaan kadar CRP di laboratorium klinik
menyebabkan sampel darah yang dipakai tidak selalu darah vena tatapi bisa
menggunakan darah kapiler. Sampel darah kapiler digunakan terutama pada pasien
anak-anak, karena pengambilan darah vena sulit dilakukan, jumlah pasien yang
banyak dan juga mempersingkat waktu saat pengambilan darah. (Bastian, dkk.
2022).

Fungsi dari peranan CRP didalam tubuh (in vivo) belum diketahui
seluruhnya, banyak hal yang masih merupakan hipotesis. Meskipun CRP bukan
sesuatu antibodi, tetapi CRP mempunyai berbagai fungsi biologis yang
menunjukkan peranannya pada proses keradangan, dan mekanisme daya tahan
tubuh terhadap infeksi (Bastian, dkk. 2022).

Pemeriksaan C-Reactive Protein (CRP) ini menggunakan metode


aglutinasi lateks. Prinsip Pemeriksaan CRP dengan metode aglutinas lateks adalah
antibodi yang disalutkan pada partikel untuk menentukan adanya antigen di dalam
spesimen serum. Pada pengujian ini dilakukan dengan penambahan suspensi
partikel lateks yang dilapisi dengan antibodi anti-human CRP kepada spesimen
serum yang diuji. Dengan adanya aglutinasoi yang terlihat mengindikasikan
adanya peningkatan kadar CRP ke tingkat klinis yang signifikan (Kalma, 2018).
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Prinsip
Direct aglutinasi C-Reactiv Protein dengan partikel Ab latex sebagai Ag
membentuk kompleks Ag Ab yang membentuk aglutinasi. Aglutinasi terlihat
dalam waktu 2 menit.

B. Pra Analitik
1. Alat: a. Centrifuge d. Jarum vacutainer
b. Mikropipet e. Torniquet
c. Batang pengaduk f. Holder

2. Bahan a. Slide tes CRP e. Tip kuning


b. Reagen CRP latex f. Alkohol swab
c. Control negative dan g. Plester
positif
d. Sampel serum

C. Analitik
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan.
2. Dilakukan pengambilan darah vena dengan vacutainer.
3. Diinkubasi sampel dara selama beberapa menit, kemudian dicentrifuge
dengan kecepatan 3000rpm selama 3 menit.
4. Diteteskan 1 tetes/ 50µ sampel serum, control positiv, dan control negatif
pada masing-masing bulatan slide test.
5. Diteteskan juga 1 tetes/ 50µ reagen CRP latex pada bulatan slide test.
6. Diomogenkan dengan batang pengaduk.
7. Diamati reaksi yang terjadi.
D. Pasca Analitik
 Interpretasi hasil
1. Hasil negatif: Tidak terbentuk aglutinasi.
2. Hasil positif: Terbentuk aglutinasi.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Hasil praktikum ini adalah invalid, dikarenakan tidak terjadi aglutinasi
pada slide test control positive, negatif, dan sampel.

Hasil Invalid
B. Pembahasan
Pada praktikum pemeriksaan C-Reactiv Protein (CRP) yang dilakukan di
laboratorium Sitohistoteknologi, DIV Teknologi Laboratorium Medis, gedung
D, lantai 2, Universitas Megarezky Makassar, pada hari Kamis 30 November
2023, pukul 08.00-10.30 wita.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui CRP dalam serum pasien. CRP
merupakan salah salah satu protein fase akut yang termasuk kedalam sistem
imun non-spesifik humoral (molekul terlarut). Kadar CRP akan meningkat
pada keadaan infeksi (peradangan dan kerusakan jaringan). Selama respon fase
akut, tingkat CRP meningkat pesat dalam waktu kurang lebih 6 jam mencapai
puncaknya pada 48 jam kadar CRP akan meningkat sampai seratus kali lipat
dari keadaan normal (kadar CRP normal 0,07-8,2 mg/dL). Kadar tertinggi
tercapai setelah lebih kurang 3 hari dan setelah 2 minggu akan kembali normal.
CRP disintesis dalam organ hati. CRP akan berinteraksi dengan protein-protein
komplemen untuk melawan infeksi.
Serum yang mengandung Ag CRP jika ditambahkan Ab CRP dalam latex
maka akan terbentuk kompleks Ag-Ab, sedangkan apabila serum tidak
mengandung Ag CRP maka tidak terbentuk kompleks Ag-Ab. Adanya ikatan
antibodi dan antibodi dapat diketahui dengan adanya reaksi aglutinasi namun,
serum darah yang diketahui berasal dari orang yang sakit yang diharapkan
mampu menghasilkan aglutinasi karena kadar CRP naik, memiliki
kemungkinan lain dimana tidak terdapat aglutinasi dari serum darah tersebut
karena kadar CRP telah menurun atau tingkat infeksi dan peradangannya tidak
terlalu tinggi.
Pemeriksaan CRP ini menggunakan metode aglutinasi lateks. Prinsip
pemeriksaan ini adalah direct aglutinasi C-Reactiv Protein dengan partikel Ab
latex sebagai Ag membentuk kompleks Ag Ab yang membentuk aglutinasi.
Aglutinasi terlihat dalam waktu 2 menit. Aglutinasi merupakan salah satu cara
yang digunakan untuk menetapkan kadar CRP. Aglutinasi menunjukkan
adanya infeksi bakteri atau peradangan yang terbentuk karena interaksi Ag-Ab
yang terjadi langsung setelah pengikatan awal atau sesudah reaksi primer yang
terikat pada satu partikel. Reaksi aglutinasi merupakan reaksi antar Ag dan Ab
yang terdapat di permukaan sel sehingga dibentuk anyaman melalui ikatan
silang antara sel-sel itu dengan perantara antibodi. Reaksi aglutinasi dipakai
untuk determinasi kuman dan untuk mengetahui tipe dari sel-sel tertentu, selain
itu dapat dipakai untuk penentuan antibodi di dalam serum bahkan titernya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan C-Reactiv
Protein (CRP) meliputi adanya infeksi, peradangan, atau kondisi medis
tertentu, seperti rheumatoid. Peningkatan level CRP juga dapat terjadi akibat
trauma atau pembedahan. Selain itu, faktor gaya hidup seperti merokok dan
obesitas juga dapat berkontribusi pada perubahan level CRP.
Pada praktikum ini didapatkan hasil invalid, dikarenakan tidak terjadi
aglutinasi pada slide test control positiv, negatif dan sampel.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum ini, yaitu didapatkan hasil
invalid karena tidak terbentuk aglutinasi pada slide test.
B. Saran
Adapun saran pada prakikum ini yaitu, diharapkan untuk praktikum
kedepannya praktikan dapat melakukan praktikum ini dengan teliti sesuai
dengan prosedur yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Bastian, dkk. 2022. Analisa Kadar C-Reactiv Protein (CRP) Pada Sampel Darah

Vena Dan Darah Kapiler Metode Imunoturbidimetri. Journal of Medical

Laboratory Science Technology. Vol. 5, No. 1.

Bastiansyah, Eko. 2008. Panduan Lengkap: Membaca Hasil Tes Kesehatan.

Jakarta: Penebar Plus.

Kalim, Handono, dkk. 2019. Reumatologi Dasar. Malang: UB Press.

Kalma. 2018. Studi Kadar C-Reactiv Protein (CRP) Pada Penderita Diabetes

Mellitus Tipe 2. Jurnal Analis Kesehatan. Vo. 1, No. 1.

Pramonodjati, F, dkk. 2019. Pengaruh Perokok Terhadap Adanya C-Reactiv

Protein (CRP). Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Infromatika Kesehatan.

Vol. 9, No. 2.
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Teknik sampling
Alat dan bahan flebotomi
dicentriuge

Teteskan 50µ Teteskan 50µ control Teteskan 50µ sampel


control positif negatif

Hasil invalid

Teteskan 50µ reagen dihomogenkan


latex

Anda mungkin juga menyukai