Anda di halaman 1dari 7

CRP merupakan salah satu dari beberapa protein yang sering disebut sebagai

protein fase akut dan digunakan untuk memantau perubahan-perubahan dalam fase
inflamasi akut yang dihubungkan dengan banyak penyakit infeksi dan penyakit
autoimun.Beberapa keadaan dimana CRP dapat dijumpai meningkat adalah radang sendi
(rheumatoid arthritis), demam rematik, kanker payudara, radang usus, penyakit radang
panggung (pelvic inflammatory disease, PID), penyakit Hodgkin, SLE, dan infeksi
bakterial.CRP juga meningkat pada kehamilan trimester terakhir, pemakaian alat
kontrasepsi intrauterus dan pengaruh obat kontrasepsi oral (Bellanti, 1993).
C-reactif (C-reactive protein, CRP) dibuat oleh hati dan dikeluarkan ke dalam
aliran darah. CRP beredar dalam darah selama 6-10 jam setelah proses inflamasi akut
dan destruksi jaringan. Dalam keadaan normal kadar CRP di dalam darah <5 mg/L dan
meningkat 24 – 48 jam setelah sel dirangsang oleh senyawa inflamasi, kadarnya
memuncak dalam 48-72 jam. Seperti halnya uji laju endap darah (erithrocyte
sedimentation rate, ESR), CRP merupakan uji non-spesifik tetapi keberadaan CRP
mendahului peningkatan LED selama inflamasi dan nekrosis lalu segera kembali ke
kadar normalnya (Rose et al., 1979).
Tes CRP seringkali dilakukan berulang-ulang untuk mengevaluasi dan
menentukan apakah pengobatan yang dilakukan efektif.CRP juga digunakan untuk
memantau penyembuhan luka dan untuk memantau pasien paska bedah sebagai sistem
deteksi dini kemungkinan infeksi.Tes CRP dapat dilakukan secara manual menggunakan
metode aglutinasi atau metode lain yang lebih maju, misalnya sandwich imunometri.
Tes aglutinasi dilakukan dengan menambahkan partikel latex yang dilapisi antibodi anti
CRP pada serum atau plasma penderita sehingga akan terjadi aglutinasi. Untuk
menentukan titer CRP, serum atau plasma penderita diencerkan dengan buffer glisin
dengan pengenceran bertingkat (1/2, 1/4, 1/8, 1/16 dan seterusnya) lalu direaksikan
dengan latex. (Boediana, 2001)

A. PEMERIKSAAN
1. Bahan dan Alat
a. Bahan
1. Reagent latex (GLORY DIAGNOTIC)
2. Buffer saline
3. Serum
b. Alat
1. Glass slide CRP (berwarna hitam)
2. Maat pipet atau pipet ukur 0,1 ml
3. Bola karet
4. Pengaduk disposable
5. Stopwatch / timer
6. Tabung serologi

2. Prosedur
a. Kualitatif
1. 0,05 ml serum ditambah 1 tetes reagent latex CRP
2. Diaduk
3. Rotasi slide pada rotator mekanik (100 rpm) selama 2 menit tepat
4. Dibaca adanya aglutinasi dibawah cahaya tepat setelah dirotator
b. Kuantitatif
Pengenceran 1/2 1/4 1/8
Buffer saline (ml) 0,05 0,05 0,05
Serum (ml) 0,05 0,05 0,05
Vol. Sampel (ml) 0,05 0,05 0,05 0,05
Hg/N/ml 12 IU/ml 24 IU/ml 48 IU/ml dibuan

3. Interpretasi Hasil
1. Positif (+) tingkat CRP pada sampel > 6 IU/ml
2. Negatif (-) tingkat CRP pada sampel < 6 IU/ml

4. Hasil
1. Kualitatif
Menunjukkan hasil positif (+) CRP
2. Semi Kuantitatif
Titer tertinggi pada pengenceran ¼ dan memiliki nilai CRP 24 IU/ml

5. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan kadar C-Reaktif Protein (CRP) pada
sampel serum. Pemeriksaan ini dilakukan dengan dua metode yaitu metode kualitatif dan
metode semi-kuantitatif. Pada setiap pemeriksaan imunoserologi, semua sampel harus
dianggap infeksius dan praktikan harus menggunakan alat pelindung diri (APD) demi
menjaga keamanan dan kesehatan pemeriksa dari risiko terjadinya kecelakaan kerja di
Laboratorium.

Sebelum pemeriksaan dilakukan, mula-mula sampel dan reagen yang akan digunakan
harus dikondisikan pada suhu ruang (18-390C). Hal tersebut dikarenakan adanya antigen
dalam sampel serum dan dari antibodi pada reagen. Antibodi tersusun dari moleku-molekul
protein, dimana protein dapat bereaksi optimal pada suhu ruang. Oleh karena itu, sampel
dan reagen harus dikondisikan pada suhu ruang dahulu sebelum digunakan.

Penghomogenan reagen CRP latex bertujuan untuk memastikan bahwa partikel-


partikel pada reagen tersebar secara merata. Jika tidak dihomogenkan, dikhawatirkan reagen
yang terpipet hanya mengandung sedikit partikel latex, sehingga beresiko mendapatkan
hasil pemeriksaan yang palsu.

Pada saat meneteskan reagen, CRP latex ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
yaitu :

a. Diteteskan sebanyak 1 tetes dengan posisi pipet yang tegak lurus. Jika dimiringkan,
dapat berpengaruh pada volume penetesan (volume penetesan berkurang/berlebih)

b. Saat meneteskan reagen, posisi ujung pipet tidak menyentuh slide test, hal tersebut untuk
menghindari kontaminasi pada seluruh reagen apabila pipet yang terkontaminasi
dimasukkan kembali ke dalam botol reagen

c. Reagen lebih baik diteteskan terlebih dahulu, baru kemudian diteteskan serum. Hal ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya kontaminasi

d. Reagen diteteskan di bagian pinggir dalam lingkaran slide test dan diusahakan saat
meneteskan serum tidak langsung bercampur dengan reagen, karena akan
mempengaruhi waktu inkubasi, dimana waktu inkubasi harus dimulai bersamaan
sehingga reaksi yang terjadi lebih awal.

Penggunaan serum kontrol positif dan serum kontrol negative digunakan untuk
memverifikasi hasil pemeriksaan serta kontrol terhadap reagen. Apabila hasil pemeriksaan
pada serum control tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka hasil pemeriksaan tidak
valid karena ada kesalahan pada reagen. Pada pemeriksaan kualitatif terhadap sampel serum
, diperoleh hasil positif yang ditandai dengan terbentuknya butiran seperti pasir berwarna
putih dan diamati pada tempat yang terang agar terlihat jelas. Selain itu, tujuan dari
penggoyangan slide test selama 2 menit adalah untuk mengoptimalkan reaksi imunologis
antara antigen pada sampel dengan partikel latex pada reagen CRP.

Pada pemeriksaan kualitatif didpatkan hasil positif maka di lanjutkan ke


semikuantitatif. Pada pemeriksaan semi-kuantitatif diperoleh hasil positif pada pengenceran
½ dan ¼ titer tertinggi pada pengenceran ¼ dengan nilai CRP 24 IU/ml hal ini karena pada
titer ¼ serum pekat maka dikatakan titer tertinggi, pada pengenceran 1/8 didapatkan hasil
negatif hal ini dikarenakan karena pada pengenceran 1/8 sudah tidak mengandung serum
lagi dan encer maka tidak terbentuk aglutinasi. Apabila dibandingkan dengan nilai normal
kadar CRP pada serum ( < 6 mg/l), maka pasien mengalami peningkatan kadar C-Reaktif
Protein (CRP).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan CRP latex, yakni

a. Slide test yang digunakan harus bersih, bebas dari kotoran, sehingga tidak
mengganggu pengamatan aglutinasi.

b. Sebelum digunakan, reagen dan sampel harus dikondisikan pada suhu ruang dan
dihomogenkan. Hal ini penting dilakukan untuk mengoptimalkan reaksi antara
antigen pada sampel serum yang diperiksa dan antibodi CRP pada reagen lateks.

c. Reagen yang tersedia telah siap untuk digunakan, sehingga tidak diperlukan
pengenceran lebih lanjut.

d. Serum yang digunakan harus jernih (tidak liparmic, ikterik, lisis) sehingga tidak
akan mengganggu pengamatan aglutinasi. Sebelum diteteskan, serum
dihomogenkan terlebih dahulu untuk meratakan penyebaran partikel-partikel
sampel serum tersebut, sehingga reaksi antigen dalam serum dan antibodi anti-
CRP dalam reagen lateks dapat terjadi dengan optimal.

e. Penetesan reagen maupun sampel serum dilakukan secara vertikal agar tetesan
benar-benar satu tetes penuh. Petugas/praktikan yang meneteskan reagen dan
sampel untuk setiap pengujian harus orang yang sama agar hasil penetesan dari
awal sampai terakhir stabil sebab tekanan setiap orang berbeda-beda.
f. Ujung pipet penetes tidak boleh menyentuh slide test untuk mencegah
terjadinya kontaminasi. Apabila reagen lateks terkontaminasi oleh serum
dengan CRP positif, maka reagen akan rusak dan akan menimbulkan reaksi
yang palsu untuk pemeriksaan selanjutnya.

g. Pada saat menggoyang-goyangkan slide test untuk tujuan homogenisasi,


diusahakan agar campuran tidak keluar dari garis lingkaran, sehingga tidak
tercampur dengan sampel lainnya pada satu slide test.

h. Pembacaan hasil dilakukan tidak kurang dan tidak lebih dari 2 menit. Bila waktu
inkubasi kurang, kemungkinan antibodi anti-CRP pada reagen lateks belum
berikatan dengan antigen CRP di dalam sampel serum yang diperiksa.
Sedangkan jika pembacaan dilakukan lebih dari 2 menit, maka kemungkinan
antigen lain di dalam sampel serum yang seharusnya tidak bereaksi dengan
antibodi anti CRP di dalam reagen lateks akan bereaksi, sehingga terjadi
aglutinasi. Kedua hal ini akan menyebabkan hasil palsu.

i. Pembacaan hasil sebaiknya dilakukan pada pencahayaan terang, sehingga


aglutinasi dapat diamati dengan jelas.

j. Setelah selesai digunakan, slide tes harus dibilas bersih menggunakan aquadest,
dikeringkandan dilap dengan tissue untuk mencegah kontaminasi pada
pemeriksaan selanjutnya.

6. Kesimpulan
Pada praktikum pemeriksaan C-Reaktif Protein dapat disimpulkan bahwa pada
sampel terjadi aglutinasi yang bereaksi terdapat CRP dan pada semi kuantitatif
diperoleh pengenceran pada titer ¼ dan memiliki nilai CRP 24 IU/ml.

Peningkatan kadar CRP>6 mg/L menandai adanya infeksiatau peradangan akut


karena CRP akan dihasilkan oleh interleukin pada sel parenkimhati ketika terjadi
peradangaan atau infeksi akut. Sehingga, CRP ini dijadikan sebagaiindikator terjadinya
infeksi akut akibat bakteri maupun virus. Kadar CRP yang berlebih merupakan tanda
adanya peradangan akut. Respon peradangan berhubungan dengan vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, pembentukan sel-sel peradangan (terutama
neutrofil pada peradangan akut), pelepasan mediator peradangan seperti amina
vasoaktif, prostanoiddan intermedier oksigen reaktif dan pelepasan sitokin. Sitokin
Interleukin-1 (IL-1) dan Interluekin-6 (IL-6) terutama dihasilkan sebagai respon akut,
suatu perubahan produksi protein plasma oleh sel-sel hati. Peningkatan CRP di sel-sel
parenkim hati diduga dicetuskan oleh IL-1, yang berasal dari makrofag yang testimulir.
Tingkat normal CRP dapat ditemukan pada orang dewasa dan anak-anak yang dalam
kondisi sehat. Tingkat CRP dapat meningkat secara signifikan (> 10 kali lipat) di atas
nilai normal dengan timbulnya stimulus inflamasi substansial (Saxtad et al.,2012)

DAFTAR PUSTAKA

Bellanti, J. A. 1993. Imunologi III. Yogyakarta:UGM Press.

Boedina, S. K. 2001. Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium.Jakarta :FKUI Press.

Bonang Gerhard, S. Enggar dan koeswardono, 1982, Mikrobiologi Kedokteran ,P.T


Gramedia, Jakarta.
Handojo, Indro. 1982. Serologi Klinik. Surabaya : Fakultas Kedokteran. UNAIR

Kapur, Rick. 2015. C-reactive protein enhances IgG-mediated phagocyte responses and
thrombocytopenia. USA : Brooks/Cole.

Rose, N.R, F Milgrom, & C.J.V Oss. 1979. Principles of Imunology. New York :MacmillaN

Publishing Co. Inc.

Sacher, Ronald A. Richard, A.Mc Pherson.2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan

Laboratorium Edisi 2. Jakarta : ECG.Kreirer, J.P & R.J Mortensen.1990. Inection,

Resistance and Immunity.New York : Harper and Row Publishers Inc.

Saxtad J, Nilsson LA and Hanson LA 2012. C-Reactive Protein (CRP) Latex Test. New York

:MacmillaN Publishing Co. Inc.

Starr, C. 2000. Biology, Concepts, and Applications 4th Edition. USA : Brooks/Cole.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai