Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM

IMUNOSEROLOGI

NAMA : AKHMAD MEGANTORO

NIM : 20116001

TK/ SMT :2/3

KELOMPOK :A

JUDUL : Pemeriksaan CRP

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS SAINS, TEKNOLOGI DAN ANALISIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA
KEDIRI

2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Parameter hematologi high-sensitivity C-reaktive protein (hs-CRP) merupakan
pemeriksaan untuk C-reaktif protein (CRP) dengan metode yang sangat sensitif. CRP
merupakan protein fase akut, predominan dihasilkan oleh hepatosit sebagai marker inflamasi.
Pada keadaan inflamasi akan diproduksi beberapa sitokin yaitu IL-6, IL-1, dan TNF α.
Interleukin 6 merupakan stimulator hepatosit yang poten untuk produksi CRP. C-reactive
protein ini memiliki respon yang baik terhadap beban inflamasi sistemik yang ada dan
memiliki waktu paruh yang cukup panjang sehingga tidak mudah untuk berubah (Fattah,
2006).
C-Reaktive Protein (CRP) pertama kali ditemukan sebagai bahan dalam serum pasien
dengan peradangan akut yang bereaksi dengan polisakarida C-(kapsuler) dari pneumococcus.
Ditemukan oleh Tillet dan Francis Pada tahun 1930. Pada awalnya diperkirakan bahwa CRP
adalah sekresi pathogen seperti peningkatan CPR pada orang dengan berbagai penyakit
termasuk kanker. Namun penemuan sintesis hati menunjukan bahwa CPR adalah protein asli.
Gen CRP terletak pada pertama kromosom (1q21-Q23). CRP adalah protein 224-residu
dengan massa molar dari monomer 25.106 Da. Protein ini merupakan disc pentametric
annular dalam bentuk dan anggota dari kecil family pentraxins (Fattah, 2006).
Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa kadar CRP dapat menjadi prediktor penyakit
kardiovaskular pada individu sehat. Hal ini telah menghasilkan position statement yang
merekomendasikan cut off levels dari CRP, dimana kadar CRP < 1,0 mg/L sesuai untuk
risiko rendah terjadinya penyakit kardiovaskular pada masa yang akan datang. Kadar CRP
1,0-3,0 mg/L sesuai untuk risiko sedang dan kadar CRP > 3,0 mg/L berrisiko tinggi untuk
penyakit kardiovaskular pada masa yang akan datang (Jialal et al., 2004).
Inhalasi polusi udara sering dikaitkan dengan terjadinya inflamasi. Pada penelitian
Chuang et al. (2007) memberikan fakta bahwa polusi udara kota berhubungan dengan
inflamasi sistemik, stress oksidatif, perusakan sistem fibrinolitik, aktivasi sistem koagulasi
darah dan perubahan pada sistem saraf autonom pada orang dewasa. Efek polusi udara juga
dapat meningkatkan high-sensitivity C-reaktive protein (hs-CRP), fibrinogen, dan
mukoprotein pada petugas pengatur lalu lintas (Santos et al. 2004). Marker inflamasi hsCRP
secara signifikan juga terjadi peningkatan akibat inhalasi particulate matter 10 (PM10)
selama 1-3 hari (Chuang et al., 2007).

A. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan CRP ?
2. Bagaimana cara pemeriksaan CRP ?
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan CRP.
2. Untuk mengetahui cara pemeriksaan CRP.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

C-Reactive Protein (CRP) merupakan petanda inflamasi non-spesifik yang meningkat


pada penyakit lokal maupun sistemik. Selain biomarker CRP juga dijadikan sebagai penanda
prognostik untuk inflamasi (Volanakis, 2001).

C-reactive protein (CRP) adalah protein yang mengikat fraksi C polisakarida dari dinding
sel pneumokokus. Protein ini adalah protein fase akut klasik yang dapat disintesis di hati. Protein
ini dibentuk akibat proses infeksi, peradangan, luka bakar dan keganasan. Respon fase akut
diikuti dengan peningkatan aktifitas koagulasi, fibrinolitik, leukositosis, efek sistemik dan
perubahan kadar beberapa jenis protein plasma seperti CRP atau hsCRP (Marshall WJ dan
Bangert SK, 2004).

CRP disintesis oleh hati sebagai respon terhadap factor-faktor yang dikeluarkan oleh sel-
sel lemak. Ini adalah anggota pentraxin keluarga protein. CRP digunakan terutama sebagi
penanda peradangan. Selain gagal hati, ada beberapa factor yang diketahui yang mengganggu
produksi CRP. Mengukur dan mencatat nilai CRP dapat berguna dalam menenyukan
perkembangan penyakit atau efektivitas pengobatan (Volanakis, 2001).

CRP dipakai untuk memberikan informasi seberapa akut dan seriusnya suatu penyakit,
deteksi proses peradangan sistemik di dalam tubuh, membedakan antara infeksi aktif dan inaktif,
mengikuti hasil pengobatan infeksi bakterial setelah pemberian antibiotika, mendeteksi infeksi
dalam kandungan karena robeknya amnion, untuk mengetahui adanya infeksi pasca operasi
(Marshall WJ dan Bangert SK, 2004).
BAB III
METODOLOGI PEMERIKSAAN
A. Pra Analitik
1. Pengambilan Sampel
Pada praktikum pemeriksaan CRP kali ini menggunakan serum.
2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan CRP kali ini adalah Glass slide CRP
(berwarna hitam), Maat pipet, Bola karet, Pengaduk disposable, Timer, Tabung serologi
dan Serum.

3. Probandus
a) Nama : Mr. X
b) Jenis Kelamin : Laki-laki
c) Umur :-
d) No. Rekam Medis :-
e) Nama Ibu Kandung :-
B. Analitik
1. Tujuan : Untuk mengetahui adanya C-Reaktigf Protein di dalam serum penderita.

2. Prinsip :. Reaksi aglutinasi antara CRP yang terdapat dalam serum dengan anti CRP yang
diletakkan pada latex.

3. Prosedur :
1. Kualitatif
1) Dipipet 0.5 ml serum ditambah 1 tetes reagen latex CRP.
2) Diaduk.
3) Rotasi slide pada rotator mekanik 100 rpm selama 2 menit.
4) Dibaca adanya aglutinasi dibawah cahaya tepat setelah dirotator.

2. Semi Kuantitatif
Pengenceran ½ ¼ 1/8
Buffer saline (ml) 0.05 0.05 0.05
Serum (ml) 0.05 0.05 0.05
Vol. sampel (ml) 0.05 0.05 0.05
Hg/ N/ ml 12 IU/ml 24 IU/ml 48 IU/ml

C. Post Analitik
Positif (+) : Aglutinasi dengan tingkat CRP pada sampel > 6 IU/ml

Negatif (-) : Non-aglutinasi dengan tingkat CRP pada sampel < 6 IU/ml.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Kualitatif : (+) Positif Aglutinasi
2. kuantitatif : (+) positif aglutinasi pada pengenceran 1/8

B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, pemeriksaan CRP dengan tujuan untuk mengetahui kadar CRP
dalam serum pasien. Pemeriksaan CRP menggunakan 2 prosedur, yaitu kualitatif dan
kuantitatif. Prosedur kualitatif hanya dapat mengetahui nilai positif atau negatifnya saja.
Seangkan pada pemeriksaan kuantitatif lebih spesifik dan dapat engetahui kadar CRP dalam
darah. Adanya nilai positif dapat terlihat dengan terbentuknya aglutinasi pada serum penderita
setelah bereaksi dengan regen latex CRP. Reaksi aglutinasi adalah reaksi yang terjadi antara
antibody yang terdapat dalam serum dengan antigen yang terdapat dalam latex. pada
pemeriksaan CRP digunakan glass slide berwarna hitam, bertujuan untuk dapat melihat
aglutinasi dengan jelas karena bentuk aglutinasi akan terlihat samar manakalah tidak
menggunakan media pemeriksaan berwarna hitam karena reagen latek CRP berwana putih.
Pada pemeriksaan secara kualitatif terbentuk aglutinasi dan dilanjutkan kepemeriksaan
analitik dengan tingkat parameter pengukuran lebih terukur. Dari pemeriksaan yang sudah
dilakukan terbentuk aglutinasi sampai pengenceran ke 3 sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa sampel positif sampai pengenceran 1/8 dengan sekala 48 IU/ml. Secara umum,
pemeriksaan CRP digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dari keadaan penyakit
yang berkaitan dengan jaringan proses peradangan.
Ada beberapa faktor yang dapat timbul menjadi jamur kesalahan pada pemeriksaan CRP,
yaitu:
1. Harus dibaca selambat-lambatnya dalam waktu 5 menit.
2. Serum yang lipemik dapat menyebabkan hasil yang positif palsu.
3. Reagen latex CRP harus disimpan pada suhu 4°C dan dikocok dengan baik sbelum
dipakai
4. Batas reagen CRP harus ditutup tepat, sebab dapat mengakibatkan terjadinya flakulasi
dengan reagen mongering.
Tes CRP seringkali dilakukan berulang-ulang untuk mengevaluasi dan menentukan
apakah pengobatan yang dilakukan efektif. CRP juga digunakan untuk memantau
penyembuhan luka dan untuk memantau pasien paska bedah, transplantasi organ, atau luka
bakar sebagai sistem deteksi dini untuk kemungkinan infeksi.

High sensitive-CRP (hs-CRP) merupakan sebuah uji yang dapat mendeteksi inflamasi
yang terjadi akibat pembentukan plak aterosklerotik pada pembuluh arteri koroner. hsCRP
merupakan uji laboratorium yang sangat sensitif untuk resiko penyakit kardiovaskuler. Uji ini
sering dilakukan bersama-sama dengan tes profil lipid (kolesterol, trigliserid, HDL, LDL).
Nilai hsCRP positif jauh lebih rendah daripada nilai standar CRP serum sehingga uji ini
menjadi lebih berguna dalam mendeteksi risiko penyakit jantung koroner (coronary heart
disease, CHD), stroke, dan penyakit arteri perifer. American Heart Association dan US
Centers for Disease Control and Prevention telah menetapkan kelompok risiko sebagai
berikut:

 Risiko rendah : kurang dari 1,0 mg / L


 Risiko rata-rata : 1,0-3,0 mg / L
 Risiko tinggi : di atas 3,0 mg / L

Nilai-nilai tersebut hanya merupakan bagian dari proses evaluasi untuk penyakit
kardiovaskuler.Tambahan faktor-faktor risiko yang perlu dipertimbangkan adalah peningkatan
kadar kolesterol, LDL, trigliserida, dan glukosa. Selain itu, merokok, tekanan darah tinggi
(hipertensi), dan diabetes juga meningkatkan tingkat risiko.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

CRP merupakan salah satu dari beberapa protein yang sering disebut sebagai protein fase
akut dan digunakan untuk memantau perubahan-perubahan dalam fase inflamasi akut yang
dihubungkan dengan banyak penyakit infeksi dan penyakit autoimun. Beberapa keadaan dimana
CRP dapat dijumpai meningkat adalah radang sendi (rheumatoid arthritis), demam rematik,
kanker payudara, radang usus, penyakit radang panggung (pelvic inflammatory disease, PID),
penyakit Hodgkin, SLE, infeksi bakterial. CRP juga meningkat pada kehamilan trimester akhir,
pemakaian alat kontrasepsi intrauterus dan pengaruh obat kontrasepsi oral. Pada pemeriksaan
yang telah dilakukan, didapatkan hasil kadar CRP pada pengenceran 1/8 atau 48 IU/ml.

B. Saran

Pada kegiatan praktikum ini, sebaiknya alat dan bahan yang akan digunakan di
persiapkan terlebih dahulu, agar praktikan dapat berjalan dengan baik, selalu memakai APD
dan untuk para praktikan agar mempersiapkan diri materi-materi yang akan dipraktekkan,
agar dalam kegiatan tidak lupa.
DAFTAR PUSTAKA

Chuang, K.J., et al. 2007. The Effect of Urban Air Pollution on Inflammation, Oxidative Stress,
Coagulation, and Autonomic Dysfunction in Young Adults. Am J Respir Crit Care Med.
Vol 176. Pp 370-376.

Jialal, I., Devaraj, S., Venugopal, S.K., 2004. C-Reactive protein: risk marker or mediator in
atherothrombosis? Hypertension; 44: 6-11.

Marshall WJ, Bangert SK. 2004. Clinical Chemistry. 5th ed. Edinburgh. p241-2.

Santos, U.P.,et al. 2004. Air Pollution Effects on Fibrinogen , High-Sensitivity C Reactive
Protein, and Mucoprotein in Traffic Controllers

Anda mungkin juga menyukai