Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOSEROLOGI II

LABORATORIUM IMUNOSEROLOGI

FAKULTAS SAINS, TEKNOLOGI DAN ANALISIS

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA

KEDIRI 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hepatitis kronis dengan berbagai etiologi terutama akibat infeksi hepatitis B


Virus (HBV) dan hepatits C Virus (HCV) menjadi penyebab utama meningkatnya
angka kesakitan dan angka kematian diseluruh dunia. Penyakit hepatitis kronis
merupakan suatu penyakit nekroinflamasi hati yang berlanjut dan tanpa perbaikan
paling sedikit selama 6 bulan, yang melibatkan proses destruksi yang progresif dan
regenerasi dari parenkim hati yang pada akhirnya akan menuju fibrosis, sirosis hingga
karsinoma hepatoseluler (KHS), dimana keduanya dapat menyebabkan kematian
akibat gagal hati (Elena, 2015). Infeksi virus hepatitis B masih merupakan masalah
kesehatan di seluruh dunia. Diperkirakan lebih dari 2 milyar manusia telah terinfeksi
virus hepatitis B. Tiga ratus lima puluh juta orang merupakan pengidap HBsAg
dengan angka kematian sekitar 0,5-2 juta pertahun. Di seluruh dunia, hepatitis B
merupakan penyebab terbesar penyakit hati kronik dan keganasan hati. Dampak
morbiditas dan mortalitas hepatitis B merupakan beban penyakit global yang penting
(Lee, 2007). Angka prevalensi hepatitis B di beberapa negara Asia Pasifik berkisar
antara 2,5 – 10%. Indonesia termasuk kelompok prevalensi sedang sampai tinggi,
yaitu antara 10 – 15%. Prevalensi hepatitis B di Indonesia berkisar antara 2,5% di
Banjarmasin sampai 36% di Dili. Diperkirakan 5 – 70 juta penduduk Indonesia
terinfeksi oleh virus hepatitis B.4,5 Di negara yang sedang berkembang, populasi
yang memiliki risiko pajanan tinggi adalah pengguna obat-obatan injeksi,
heteroseksual dengan multipartner, homoseksual, petugas yang bekerja di lembaga
cacat mental, petugas hemodialisis, petugas atau mahasiswa di institusi pelayanan
kesehatan. Virus hepatitis B menyebabkan infeksi kronis yang menyerang sekitar 400
juta orang di dunia, dengan perkiraan 1 juta kematian setiap tahun karena sirosis dan
hepatoselular karsinoma. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013
menunjukkan bahwa prevalensi penyakit semakin meningkat pada penduduk berusia
diatas 15 tahun. Jenis hepatitis yang banyak menginfeksi penduduk Indonesia adalah
hepatitis B (21,8 %) (Riskesdas, 2013).
Hepatitis adalah peradangan hati yang pada umumnya disebabkan oleh infeksi
virus. Terdapat lima virus hepatitis utama, yaitu HAV, HBV, HCV, HDV dan HEV.
Virus hepatitis B dan C menyebabkan penyakit kronis pada ratusan juta orang secara
bersama-sama, serta merupakan penyebab paling umum dari sirosis hati dan kanker.
Hepatitis B merupakan infeksi serius yang ditularkan secara vertikal maupun
horizontal melalui darah atau cairan tubuh (WHO, 2014). Tingginya angka infeksi
hepatitis B serta angka kematian yang dikarenakan sirosis dan hepatoselular
karsinoma dapat dikaitkan dengan rendahnya angka keberhasilan terapi pasien
hepatitis B. Hasil pengobatan hepatitis B yang sampai saat ini belum optimal,
mengakibatkan sebagian kasus hepatitis B berlanjut ke sirosis hati dan kanker hati
walaupun sebagian besar kasus hepatitis B akan sembuh. Salah satu parameter
keberhasilan pengobatan Hepatitis B kronis adalah terjadinya penurunan replikasi
virus dalam jangka waktu yang lama baik ditandai dengan perkembangan antibodi
(khususnya bagi penderita Hepatitis B Kronis dengan HBeAg positif) maupun
penurunan kadar HBV DNA sampai jumlah tertentu (Lai, 2008). Untuk mengetahui
adanya virus Hepatitis B dalam tubuh pasien diperlukan pemeriksaan HBsAg. HBsAg
merupakan salah satu jenis antigen yang terdapat pada bagian pembungkus dari virus
Hepatitis B yang dapat dideteksi pada cairan tubuh yang terinfeksi. Pemeriksaan
HBsAg dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: dengan metode RIA (Radio
Immuno Assay), ELISA (Enzym Linked Immuno Sorbent Assay), RPHA (Reverse
Passive Hemagglutination) dan immuno-chromatografi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hepatitis B?
2. Bagaimana Transmisi Hepatitis B?
3. Bagaimana Patologi Hepatitis B?
4. Bagaimana Etiologi Hepatitis B?
5. Bagaimana Patofisiologi Hepatitis B?
6. Bagaimana Manifestasi Klinis Hepatitis ?
7. Bagaimana Pemeriksaan Laboratorium Hepatitis B ?
8. Bagaimana Pencegahan Hepatitis B?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Hepatitis B.
2. Untuk mengetahui Transmisi Hepatitis B.
3. Untuk mengetahui Patologi Hepatitis B.
4. Untuk mengetahui Etiologi Hepatitis B.
5. Untuk mengetahui Patofisiologi Hepatitis B.
6. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis Hepatitis.
7. Untuk mengetahui Pemeriksaan Laboratorium Hepatitis B.
8. Untuk mengetahui Pencegahan Hepatitis B.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hepatitis B
Hepatitis B merupakan penyakit infeksi oleh virus hepatitis B (VHB), suatu
anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau
menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosi hati atau
kanker hati. Sekitar sepertiga dari populasi dunia atau lebih dari 2 miliar orang, telah
terinfeksi dengan virus hepatitis B. Penularan virus hepatitis B seringkali berasal dari
paparan infeksi darah atau cairan tubuh yang mengandung darah. Hepatitis B adalah
suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B,suatu anggota famili
hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau kronis yang dapat
berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B akut jika perjalanan
penyakit kurang dari 6 bulan sedangkan Hepatitis B kronis bila penyakit menetap,
tidak menyembuh secara klinis atau laboratorium atau pada gambaran patologi
anatomi selama 6 bulan (Mustofa, 2013).

B. Transmisi Hepatitis B
Transmisi ini terjadi melalui proses kelahiran, yaitu ketika terjadi
mikrotransfusi atau terdapat kontak antara darah ibu dan mukosa bayi saat kontraksi.
Korioamnionitis, ancaman persalinan preterm dan penggunaan alat bantu persalinan
juga dapat meningkatkan risiko transmisi hepatitis B. Sementara itu, transmisi
transplasenta jarang terjadi dan diperkirakan hanya berkisar 5-15% dari seluruh
kehamilan dengan hepatitis B. Hepatitis B e antigent (HbeAg) merupakan struktur
virus hepatitis B satu-satunya yang dapat menembus sawar darah plasenta karena
memiliki berat molekul yang kecil. Oleh karena terdapat reaksi silang terhadap
antigen e dan antigen c dalam pengenalan antigen, maka transfer HBeAg melalui
plasenta akan menyebabkan imunotoleransi fetus terhadap Hepatitis B core Antigent
(HbcAg). Hal inilah yang dapat menyebabkan infeksi hepatitis B kronik setelah
kelahiran (Cheung, 2013).

C. Patologi Hepatitis B
Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus
Hepatitis B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar
kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma
VHB melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya
nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan
keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi;
pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan gel hati untuk
membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru.
Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang
kronik disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila
reaksi imunologik tidak ada atau minimal maka terjadi keadaan karier sehat.
Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu
adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai
infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis
akut fulminan. Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas
didaerah portal dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis
kronik persisten. Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis
diantara daerah portal yang berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas
maka terjadi hepatitis kronik aktif (Watt, 2013).

D. Etiologi Hepatitis B
Etiologi hepatitis B adalah virus jenis DNA hepadnavirus. Virus Hepatitis B
ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya dari individu yang terinfeksi virus
hepatitis B. Infeksi terjadi melalui pajanan perkutan (parenteral) atau permukosal.3
Contoh pajanan perkutan adalah penggunaan jarum suntik, penggunaan bergantian
alat-alat medis atau bedah, transfusi, hemodialisis, tato dan tindik. Pajanan
permukosal terjadi pada penularan perinatal atau aktifitas seksual. Pajanan perkutan
dan permukosal dapat terjadi di laboratorium maupun sarana pelayanan kesehatan
lainnya. Penularan tersebut mendukung penularan horisontal di masyarakat. Penularan
hepatitis B dapat terjadi melalui kontak erat atau penggunaan alatalat rumah tangga
secara bersama-sama yang dikenal dengan household contact atau close familiy
contact. Penularan melalui kontak secara tidak langsung dimungkinkan terjadi oleh
karena virus hepatitis B dapat bertahan pada temperatur dan lingkungan yang stabil
selama beberapa hari (CDC, 2007).
Penularan virus hepatitis B terutama melalui jalur parenteral seperti tusukan
jarum pada kulit dan transfusi. Penularan jalur non perenteral melalui sekret seseorang
seperti air liur, semen, secret vagina, air susu ibu (ASI) dan lainlain. Pola penyebaran
jalur non perenteral dimungkinkan melalui kontak seksual atau kontak erat. Risiko
tinggi dialami individu dengan profesi yang memungkinkan terjadinya pajanan
parenteral maupun non parenteral melalui kontak kerja. Risiko kontak kerja dialami
tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit maupun institusi kesehatan lainnya.
Kontak kerja dapat menimbulkan perlukaan perkutan yang memungkinkan penularan
jalur parenteral secara tidak langsung. Secara langsung terpajan sekret penderita
hepatitis B yang dirawat di rumah sakit memungkinkan penularan jalur non
parenteral. Tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit memiliki risiko lebih besar
dibanding populasi umum (Jagger, 2008).

E. Patofisiologi Hepatitis B
Yaitu perubahan morfologi yang terjadi pada hati, seringkali mirip untuk
berbagai virus yang berlainan. Pada kasus yang klasik, hati tampaknya berukuran
basar dan berwarna normal, namun kadang-kadang agak edema, membesar dan pada
palpasi “terasa nyeri di tepian”. Secara histologi. Terjadi kekacauan
susunan hepatoselular, cedera dan nekrosis sel hati dalam berbagai derajat, dan
peradangan periportal. Perubahan ini bersifat reversibel sempurna, bila fase akut
penyakit mereda. Namun pada beberapa
kasus nekrosis, nekrosis submasif atau masif dapat menyebabkan gagal
hati fulminan dan kematian (Price, 2005).

F. Manifestasi Klinis Hepatitis


Menurut Arif mansjoer (2001: 513) Manifestasi klinis merupakan suatu gejala klinis
tentang suatu penyakit yang diderita oleh pasien. Berikut adalah gejala klinis dari
penyakit hapatitis.
1. Stadium praikterik berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala,
lemah, anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri pada otot, dan nyeri di perut
kanan atas. Urin menjadi lebih cokelat.
2. Stadium ikterik yang berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula
terlihat pada sclera,kemudian pada kulit seluruh tubuh.keluhan-keluhan
berkurang, tetapi pasien masih lemah, anoreksia, dan muntah. Tinja mungkin
berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.
3. Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warna urin dan tinja
menjadi normal lagi. Penyembuhan pada anak-anak lebih cepat dari orang
dewasa, yaitu pada akhir bulan kedua, karena penyebab yang
biasanya berbeda.

Menurut Sriana azis (2002: 232) Gejala-gejala klinis lain yang dapat dilihat,
sebagai berikut.

1. Gejala yang ditimbulkan oleh virus A, B, C, D, E, dan virus lain-lain meliputi


letih, lesu, lemas dan mata menjadi kuning, urin seperti teh, rasa tidak enak di
perut dan punggung, hati bengkak, bangun tidur tetap letih, lesu, dan lain-lain.
Bila sakitnya berkepanjangan dapat berubah menjadi kronis dan berkelanjutan
menjadi kanker.
2. Virus B dan C cenderung menjadi kronis (menahun atau gejala menjadi tetap
ada sampai 6 bulan), bila dibiarkan hati menjadi keriput (sirosis) kemudian
menjadi kanker. Komplikasi sirosis meliputi muntah darah, kanker hati dan
koma.
3. Virus C tidak mempunyai gejala awal langsung akut.
4. Gagal hepatitis meliputi sindrom kholaemi : tremor, refleks berlebihan, kejang
otot, gerakan khoreiform, kejang-kejang, kemudian meninggal.

G. Pemeriksaan Laboratorium Hepatitis B


Deteksi virus hepatitis B dapat dilakukan dengan beberapa metode
pemeriksaan, yaitu serologi dan Polymerase Chain Reaction (PCR). Uji serologi
antara lain menggunakan metode Enzyme Immunoassay (EIA), Enzyme Linked
Immunoassay (ELISA), Enzyme Linked Flouroscent Assay (ELFA),
Immunochromatography Test (ICT) atau rapid test, Radio Immunoassay (RIA), dan
Chemiluminescent microparticle Immunoassay (CMIA). Sedangkan untuk
mendeteksi DNA virus dapat digunakan PCR (WHO, 2010).
Ada tiga pemeriksaan standar yang biasa digunakan untuk menegakkan
diagnosa infeksi hepatitis B yaitu:
1. HBsAg (hepatitis B surface antigen) adalah satu dari penanda yang muncul dalam
serum selama infeksi dan dapat dideteksi 2-8 minggu sebelum munculnya kelainan
kimiawi dalam hati atau terjadinya jaundice (penyakit kuning). Jika HBsAg berada
dalam darah lebih dari 6 bulan berarti terjadi infeksi kronis. Pemeriksaan HBsAg
bisa mendeteksi 90% infeksi akut.
Fungsi dari pemeriksaan HBsAg diantaranya :
a. indikator paling penting adanya infeksi virus hepatitis
b. mendiagnosa infeksi hepatitis akut dan kronik
c. tes penapisan (skrining) darah dan produk darah (serum, platelet, dll)
d. skrining kehamilan
2. Anti HBs (antobodi terhadap hepatitis B surface antigen): jika hasilnya
“reaktif/positif” menunjukkan adanya kekebalan terhadap infeksi virus hepatitis B
yang berasal dari vaksinasi ataupun proses penyembuhan masa lampau.
3. Anti HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B), terdiri dari 2 tipe yaitu Anti
HBc IgM dan anti HBc IgG.
Anti HBc IgM : -muncul 2 minggu setelah HBsAg terdeteksi dan bertahan
hingga 6 bulan. Berperan pada core window (fase jendela yaitu saat dimana
HBsAg sudah hilang tetapi anti –HBs belum muncul. Anti HBc IgG : -muncul
sebelum anti Hbc IgM hilang. Terdeteksi pada hepatitis akut dan kronis. Tidak
mempunyai efek protektif Interpretasi hasil positif anti-HBc tergantung hasil
pemeriksaan HBsAg dan Anti HBs.
H. Pencegahan Hepatitis B
Pencegahan dengan immunoglobulin. Pemberian immunoglobulin (HBIg)
dalam pencegahan hepatitis infeksiosa memberi pengaruh yang baik, sedangkan
pada hepatitis serum masih diragukan kegunaannya. Diberikan dalam dosis 0,02
ml/kg BB im dan ini dapat mencengah timbulya gejala pada 80-90 %. Diberikan pada
mereka yang dicurigai ada kontak dengan pasien (Arif mansjoer, 2001: 513).
Pengobatan lebih ditekankan pada pencegahan melalui imunisasi, dikarenakan
keterbatasan pengobatan hepatitis virus. Kini tersedia imunisasi pasif dan aktif untuk
HAV maupun HBV. CDC (2000) telah menerbitkan rekomendasi untuk praktik
penberian imunisasi sebelum dan sesudah pejanan virus (Price dan Wilson, 2005:
492).
Imunoglobulin (IG) dahulu disebut globulin serum imun,diberikan sebagai
perlindungan sebelum terpajan HAV. Semua sediaan IG mengandung anti
HAV. Profilaksis sebelum pejanan dianjurkan untuk wisatawan manca negara yang
akan berkunjung ke negara-negara endemis HAV. Pemberian IG pasca pajanan
bersifat efektif dalam mencegah atau mengurangi keparahan infeksi HAV. Dosis 0,02
ml/kg diberikan sesegara mungkin atau dalam waktu dua minggu setelah
perjalanan. Inokulasi dengan IG diindikasikan bagi anggota keluarga yang tinggal
serumah, sftaf pusat penitipan anak, pekerja di panti asuhan, dan wisatawan ke negara
berkembang dan tropis (Price dan wilson, 2005: 492).
HBIG merupakan obat terpilih untuk profilaksis pasca pajanan jangka pendek.
Pemberian vaksin HBV dapat dilakukan bersamaan untuk mendapatkan imunitas
jangka panjang, bergantung pada situasi pajanan. HBIG (0.06 ml/kg) adalah
pengobatan terpilih untuk mencegah infeksi HBV setelah suntikan perkutan (jarum
suntik) atau mukosa terpajan darah HbsAg posotif. Vaksin HBV harus segera
diberikan dalam waktiu 7 sampai 14 hari bila individu yang terpajan belum
divaksinasi (Price dan Wilson, 2005: 493).
Petugas yang terlibat dalam kontak risiko tinggi (misal pada hemodialisis,
transfusi tukarm dan terapi parental) perlu sangat berhati-hati dalam menangani
peralatan dan menghindari tusukan jarum. Tindakan dalam masyarakat yang penting
untuk mencegah hepatitis mencakup penyediaan makanan, dan air bersih yang amam
serta sistem pembuangan sampah yang efektif. Penting untuk memperhatikan higiene
umum, mencuci tangan, membuang urin dan feses pasien yang terinfeksi secara aman.
Pemakaian kateter, jarum suntik, dan spuit sekali pakai akan menghilangkan sumber
infeksi yang penting. Semua donor darah perlu disaring terhadap HAV, HBV, dan
HCV sebelum diterima menjadi panel donor (Price dan Wilson, 2005: 493).

BAB III
PROSEDUR KERJA

A. Pra Analitik
1. Persiapan pasien
Tidak memerlukan persiapan khusus.
2. Probandus
a. Nama : Ny. xxx
b. Umur : 20 Tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. No. Rekam medis : 20116028
e. Nama ibu kandung : Ny. yyy
3. Alat dan bahan
Pada periksaan hepatitis alat yang dibutuhkan yaitu rapid test dan pipet
tetes, sedangkan bahan yang dipakai adalah suspensi serum dan reagen excel.

B. Analitik
HbsAg
1. Tujuan
Untuk mendeteksi HbsAg pada serum atau plasma pasien
2. Prinsip
Uji lateral flow rapid chrommatography immunoassay (rapid test) mendeteksi
reaksi antara antibody anti-HbsAg pada trip test dengan HbsAg pada serum atau
plasma pasien.
3. Prosedur
a) Kondisikan test strip dan sampel pada suhu ruang. Buka bungkus tes strip
dan gunakan segera
b) Celupkan test strip pada sampel secara vertikal tanpa melewati garis batas
maksimal sesuai tanda yang ada pada test strip
c) Letakkan test strip pada tempat datar dan bersih, tunggu hingga garis
merah muncul, baca dalam 15 menit.

HbsAb

1. tujuan
Untuk mendeteksi HbsAb pada serum atau plasma pasien
2. Prinsip
Uji lateral flow rapid chrommatography immunoassay (rapid test) mendeteksi
reaksi HbsAb pada serum atau plasma pasien dengan HbsAg pada test strip.

3. Prosedur
a) Kondisikan test strip dan sampel pada suhu ruang. Buka bungkus tes strip
dan gunakan segera
b) Celupkan test strip pada sampel secara vertikal tanpa melewati garis batas
maksimal sesuai tanda yang ada pada test strip
c) Letakkan test strip pada tempat datar dan bersih, tunggu hingga garis
merah muncul, baca dalam 15 menit.
A. Pasca Analitik
1. Nilai normal
Positif (+) Negatif (-) Invalid
(tidak keluar garis pada C)

C C C

T T T
2. Hasil

HbsAg HBsAb

Positif (+) Negatif (-)

C
C

T
T

3. Pembahasan

Hasil dari pemeriksaan HBsAg hepatitis B ini adalah Positif (+) adanya
virus hepatitis B, terbentuk dua garis merah pada rapid test. sedangkan dari
pemeriksaan HBsAb adalah Negatif (-), tidak terbentuk dua garis merah pada
rapid test atau hanya terbentuk garis merah pada control.
Untuk mengetahui adanya virus Hepatitis B dalam tubuh pasien diperlukan
pemeriksaan HBsAg dan HBsAb. HBsAg merupakan salah satu jenis antigen
yang terdapat pada bagian pembungkus dari virus Hepatitis B yang dapat
dideteksi pada cairan tubuh yang terinfeksi. HBsAb merupakan salah satu jenis
antibodi dari virus Hepatitis B yang dapat dideteksi pada cairan tubuh yang
terinfeksi. Pemeriksaan HBsAg menggunakan rapid test atau
Immunocromatocraphy assay berprinsrip pada penggunaan membran berwarna
untuk mendeteksi HBsAg dalam serum, membran yang dilapisi dengan anti-
HBs pada daerah test (T) dapat bereaksi secara kapilaritas sehingga membentuk
garis merah. Sensitifitas tes ini dapat mendeteksi konsentrasi HBsAg dalam
serum kurang dari 5 ng/ml dalam 20 menit dan 1 ng / ml dalam 30 menit. Adanya
HBsAg dalam serum akan membentuk 2 tanda garis merah pada stick yang
nampak jelas dalam waktu kurang lebih 15 menit. Pemeriksaan adanya HBsAg
dan HBsAb dalam serum atau plasma membrane yang dilapisi dengan anti HBsAg
antibody dan anti HBsAb antigen pada daerah garis test selama proses
pemeriksaan. Sampel serum atau plasma bereksi dengan partikel yang ditutupi
dengan anti HBsAg antibodi atau anti HBsAb antigen, campuran tersebut akan
meresap sepanjang membrane kromatografi dengan anti HBsAg atau anti HBsAb,
anti pada membrane dan menghasilkan suatu hasil positif pada daerah test, jika
tidak menghasilkan garis yang berwarna pada daerah test menunjukan hasil
negatif.
Penyakit hepatitis pada dasarnya bisa menyerang siapa saja. Hepatitis juga
tidak dibatasi oleh usia dan jenis kelamin. Meski begitu, patut diwaspadai bahwa
ikterus atau gejala kuning dapat terjadi akibat hepatitis virus. Perlindungan
Khusus Terhadap Penularan Dapat dilakukan melalui sterilisasi benda- benda
yang tercemar dengan pemanasan dan tindakan khusus seperti penggunaan sarung
tangan bagi petugas kesehatan, petugas laboratorium yang langsung
bersinggungan dengan darah, serum, cairan tubuh dari penderita hepatitis, juga
pada petugas kebersihan, penggunaan pakaian khusus sewaktu kontak dengan
darah dan cairan tubuh, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita
pada tempat khusus selain itu perlu dilakukan pemeriksaan untuk menghindarkan
kontak antara petugas kesehatan dengan penderita (Khumaedi dkk, 2016).
Penularan HBV dapat melalui cairan tubuh seseorang yang terinfeksi
seperti cairan semen, ludah, darah atau bahan yang berasal dari darah, lendir kemaluan
wanita, darah menstruasi, dan cairan tubuh lainnya. Mereka yang beresiko adalah bayi
yang baru lahir, hubungan seksual tidak aman, penggunaan pisau, jarum suntik, tindik,
tato, sikat gigi, juga minum dari gelas yang sama secara bergantian dari gelas yang
sama. Dalam jumlah kecil HBsAg dapat juga ditemukan dalam air susu ibu atau ASI,
air liur, air seni, tinja, cairan eksudat seperti pada ascites (burung), cairan amnion,
cairan lambung dan cairan sendi yang sangat kecil peranannya dalam penularan
HBsAG. Transmisi horisontal HBV terjadi karena kontak erat akibat pemakaian
bersama perlengkapan pribadi (Aini dan Susiloningsih, 2013).
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hepatitis B merupakan penyakit infeksi oleh virus hepatitis B (VHB), suatu
anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau
menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosi hati atau
kanker hati. Sekitar sepertiga dari populasi dunia atau lebih dari 2 miliar orang, telah
terinfeksi dengan virus hepatitis B. Penularan virus hepatitis B seringkali berasal dari
paparan infeksi darah atau cairan tubuh yang mengandung darah. Hepatitis B adalah
suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B. Ada tiga pemeriksaan
standar yang biasa digunakan untuk menegakkan diagnosa infeksi hepatitis B yaitu
HBsAg , Anti HBs, dan Anti HBc. dari pemeriksaan HBsAg hepatitis B ini adalah
Positif (+) adanya virus hepatitis B, terbentuk dua garis merah pada rapid test.
sedangkan dari pemeriksaan HBsAb adalah Negatif (-), tidak terbentuk dua garis
merah pada rapid test atau hanya terbentuk garis merah pada control.

B. Saran

1. Pencelupan rapid test ke dalam serum harus tepaat.


2. Peletakan rapid test pada bidang datar.
3. Tidak menggoyang-goyang rapid test setelah pencelupan ke dalam serum.
DAFTAR PUSTAKA

Aini Resmi dan Susiloningsih Jarwati. 2013. Faktor Resiko yang Berhubungan dengan
Kejadian Hepatitis B pada Pondok Pesantren Putri Ibnul Qoyyim Yogyakarta
Politeknik Kesehatan Bhakti Setya Indonesia Yogyakarta. Jurnal Sains Medika. Vol. 5.
No. 1.

Azis, Sriana. 2002. Kembali Sehat dengan Obat. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

CDC. 2007. Immunization of healthCare Workers: Recommendation of the advisory


Committee on Immunization Practise (ACIP) and the Hospital Infection Control
Practise Advisory Committee (HICPAC). MMWR.;46:RR18.

Cheung KW, Seto MT, Wong SF. Towards complete eradication of hepatitis B infection from
perinatal transmission: review of the mechanisms of in utero infection and the use of
antiviral treatment during pregnancy. Eur J Obstetr Gynecol Reprod Biol.
2013;169(1):17-23. 3.

Dienstag, J.L. Hepatitis B Virus Infection. N Engl J Med 2008;359:1486-500

Elena Buzzetti, Rosa L et al. Noninvasive Assessment of Fibrosis in Patients with


Nonalcoholic Fatty Liver Disease. International Journal of Endocrinology, Vol.XII,
2015; 1-9.

Jagger, J., Bentley, M., Juillet, E., 2008. Direct Cost of Follow-up for Percutaneous and
Mucocutaneous Exposures to At-risk Body Fluids: Data from Two Hosp

Khumaedi Anandhara Indriani, dkk. 2016. Pencegahan Transmisi Vertikal Hepatitis B:


Fokus pada Penggunaan Antivirus Antenatal. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia Vol.
3, No. 4.

Lee, W.M., 2007. Hepatitis B Infection. N Engl J Med. 337 :1733-1745.

Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Jakarta: EGC.

Watt G. Hepatitis B 2013 Dalam : Strickland Gt, penyunting Hunters tropical


medicine, edisi 7. Tokyo; W.B Saunders Company

Anda mungkin juga menyukai