Anda di halaman 1dari 10

Prinsip

Antibodi spesifik untuk T.pallidum yang ada di dalam serum pasien akan beraglutinasi dengan
awetan eritrosit burung yang terdapat dalam reageant Plasmatec TPHA yang telah dilapisi
komponen antigenik patogen T.pallidum (Nichol Strain) dan menunjukkan pola aglutinasi pada
sumur mikrotitrasi.

Dasar Teori

Pemeriksaan Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA)

Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) merupakan suatu pemeriksaan serologi untuk
sifilis dan kurang sensitif bila digunakan sebagai skrining (tahap awal atau primer) sifilis. Manfaat
pemeriksaan TPHA sebagai pemeriksaan konfirmasi untuk penyakit sifilis dan mendeteksi respon
serologis spesifik untuk Treponema pallidum pada tahap lanjut atau akhir sifilis. Untuk skirining
penyakit sifilis biasanya menggunakan pemeriksaan VDRL atau RPR apabila hasil reaktif kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA sebagai konfirmasi (Vanilla, 2011).

TPHA merupakan tes yang sangat spesifik untuk melihat apakah adanya antibodi terhadap
treponema. Jika di dalam tubuh terdapat bakteri ini, maka hasil tes positif. Tes ini akan menjadi
negatif setelah 6 – 24 bulan setelah pengobatan. Bakteri-bakteri yang lain selain keluarga treponema
tidak dapat membuat hasil tes ini menjadi positif (Anonim, 2013).

Pemeriksaan TPHA dilakukan berdasarkan adanya antibodi Treponema Palidum yang akan bereaksi
dengan antigen treponema yang menempel pada eritrosit sehingga terbentuk aglutinasi dari
eritrosit-eritrosit tersebut (Vanilla, 2011).

Keunggulan metode TPHA untuk pemeriksaan Sifilis dibandingkan metode lain:

Teknik dan pembacaan hasilnya mudah, cukup spesifik dan sensitive (dapat mendeteksi titer – titer
yang sangat rendah)
Bakteri lain selain dari family Treponema tidak dapat memberikan hasil positif

Namun, metode TPHA memiliki beberapa kekurangan, antara lain:

Harganya mahal

Pengerjaannya membutuhkan waktu inkubasi yang lama, hampir 1 jam.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan TPHA antara lain :

Jangan menggunakan serum yang hemolisis karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Serum atau plasma harus bebas dari sel darah dan kontaminasi mikrobiologi

Jika terdapat penundaan pemeriksaan, serum disimpan pada suhu 2-80C dimana dapat bertahan
selama 7 hari dan bila disimpan pada suhu -200C, serum dapat bertahan lebih lama.

Serum atau plasma yang beku sebelum dilakukan pemeriksaan harus dicairkan dan dihomogenkan
dengan baik sebelum pemeriksaan.

Reagen harus disimpan pada suhu 2-80C jika tidak digunakan dan jangan disimpan di freezer.

Uji TPHA menunjukkan hasil reaktif setelah 1-4 minggu setelah terbentuknya chancre.

Dalam melakukan pemeriksaan harus menyertakan kontrol positif dan kontrol negatif

Alat, Bahan, dan Reagen

Alat

Mikropipet 190 µl, 10 µl, 25 µl, dan 75 µl

Microplate

Yellow tip

Bahan

Serum

Reagen

Plasmatec TPHA Test Kit mengandung:


– R1 : Test sel

– R2 : Control sel

– R3 : Diluent

– R4 : Control positif

– R5 : Control negatif

Langkah Kerja

Uji Kualitatif

Alat dan bahan disiapkan

Setiap komponen kit dan sampel dikondisikan pada suhu kamar.

Semua reagen dihomogenkan perlahan

Diluents ditambahkan sebanyak 190 µl dan sampel ditambahkan sebanyak 10µl pada sumur 1 lalu
dihomogenkan

Campuran pada sumur 1 dipipet sebanyak 25 µl dan ditambahkan pada sumur 2 dan 3

Control sel sebanyak 75 µl ditambahkan pada sumur 2 lalu dihomogenkan

Test sel sebanyak 75 µl ditambahkan pada sumur 3 lalu dihomogenkan

Sumur diinkubasi pada suhu ruang selama 45 – 60 menit.

Aglutinasi yang terjadi diamati

Sampel yang menunjukan hasil aglutinasi positif dilanjutkan ke uji semi kuantitatif.

Note : control positif dan negatif selalu disertakan dalam setiap uji tanpa perlu diencerkan.
Uji Semi Kuantitatif

Alat dan bahan disiapkan

Setiap komponen kit dan sampel dikondisikan pada suhu kamar

Semua reagen dihomogenkan perlahan

Sumur mikrotitrasi disiapkan dan diberi label no. 1 sampai 8

Pengenceran sampel dibuat pada sumur yang berbeda dengan sumur mikrotitrasi dengan
mencampur 190 µl diluents dan 10 µl sampel

Sumur mikrotitrasi no. 1 dikosongkan

Sumur mikrotitrasi no. 2 – 8 ditambahkan 25µl diluent

Pada sumur mikrotitrasi no. 1 dan 2 ditambahkan 25 µl sampel yang telah diencerkan.

Campuran pada sumur 2 dipipet 25 µl dan ditambahkan pada sumur 3, lalu dihomogenkan. Begitu
seterusnya sampai sumur 8

Campuran pada sumur 8 dipipet 25 µl dan dibuang

Control sel sebanyak 75 µl ditambahkan pada sumur mikrotitrasi no. 1 lalu dihomogenkan

Tes sel sebanyak 75 µl ditambahkan pada sumur mikrotitrasi no. 2-8 lalu dihomogenkan

Sumur diinkubasi pada suhu ruang selama 45 – 60 menit

Aglutinasi yang terjadi dibaca, dan ditentukan titernya

Interprestasi Hasil

Uji Kualitatif

Hemaglutinasi positif ditandai dengan adanya bulatan berwarna merah dipermukaan sumur, hasil
negatif terlihat seperti titik berwarna merah di tengah dasar sumur

Tingkatan aglutinasi:
+4 : bulatan merah merata pada seluruh permukaan sumur

+3 : bulatan merah terdapat di sebagian besar permukaan sumur

+2 : bulatan merah yang terbentuk tidak besar dan tampak seperti cincin

+1 : bulatan merah kecil dan tampak cincin terang

+/- : tampak cincin dengan warna bulatan merah yang samar

– : Tampak titik berwarna merah didasar sumur

Uji Semi Kuantitatif

Titer : pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan aglutinasi

Sumur 1 2 3 4 5 6 7 8

Titer (control cell) 1:80 1:160 1:320 1:640 1:1280 1: 2560 1: 5120

Kelemahan pemeriksaan TPHA

kurang sensitif bila digunakan sebagai skrining tahapawal/primer(sipilis).


Pada saat pengerjaan diperlukan ketrampilan dan ketelitian yang tinggi.

Tidak dapat dipakai untuk menilai hasil terapi ,karena tetapreaktif dalam waktu yang lama
Judul : Uji serologi penyakit sifilis

II. Tujuan : untuk mendeteksi dan mengidentifikasi penyakit sifilis yang disebabkan
oleh bakteri Treponema pallidum dengan uji serologi

III. Prinsip : presipitasi atau koagulasi menunjukan adanya reaksi antigen dan
antibody pada serum pasien dan antigen pada reagen TPHA

IV. Metode : TPHA

V. Dasar teori :

Sifilis adalah penyakit kelamin menular yang disebabkan oleh bakteri spiroseta, Treponema
pallidum. Penularan biasanya melalui kontak seksual, tetapi ada beberapa contoh lain seperti kontak
langsung dan kongenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam uterus).

Penyakit sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun walaupun frekuensi
penyakit ini mulai menurun, tapi masih merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat
menyerang seluruh organ tubuh termasuk sistem peredaran darah, saraf dan dapat ditularkan oleh
ibu hamil kepada bayi yang di kandungnya. Sehingga menyebabkan kelainan bawaan pada bayi
tersebut. Sifilis sering disebut sebagai “Lues Raja Singa”.

Sifilis merupakan infeksi kronik menular yang disebabkan oleh bakteri troponema pallidum,
menginfeksi dan masuk ke tubuh penderita kemudian merusaknya. Sifilis hanya menular antar
manusia melalui kontak seksual, atau Ibu kepada bayinya. Sifilis menular melalui Penis, vagina, anus,
mulut, transfusi dan ibu hamil kepada bayinya

Masa inkubasi antara 10 – 90 hari, dengan gejala: Tahap 1 yaitu 9-90 hari setelah terinfeksi. Timbul:
luka kecil, bundar dan tidak sakit (chancre) – tepatnya pada kulit yang terpapar/kontak langsung
dengan penderita. Chancre sebagai tempat masuknya penyakit hampir selalu muncul di dalam dan
sekitar genetalia, anus bahkan mulut. Pada kasus yang tidak dibobati (sampai tahai 1 berakhir),
setelah beberapa minggu, chancre akan menghilang tapi bakteri tetap berada di tubuh penderita.
Tahap 2 yaitu 1-2 bulan kemudian, muncul gejala lain: sakit tenggorokan, sakit pada bagian dalam
mulut, nyeri otot, demam, lesu, rambut rontok dan terdapat bintil. Beberapa bulan kemudian akan
menghilang. Sejumlah orang tidak mengalami gejala lanjutan. Tahap 3 yaitu Dikenal sebagai tahap
akhir sifilis. Pada fase ini chancre telah menimbulkan kerusakan fatal dalam tubuh penderita. Dalam
stase ini akan muncul gejala: kebutaan, tuli, borok pada kulit, penyakit jantung, kerusakan hati,
lumpuh dan gila. Tahap letal.

Cara penularannya yaitu jika terjadi kontak langsung dengan kulit orang yang telah terinfeksi disertai
dengan lesi infeksi sehingga bakteri bisa masuk ke tubuh manusia. Pada saat melakukan hubungan
seksual (misal) bakteri memasuki vagina melalui sepalut lendir dalam vagina, anus atau mulut
melalui lubang kecil. Sifilis sangat mudah menginfeksi orang lain pada tahap 1 dan 2 selain itu juga
dapat disebarkan per-plasenta. Apabila infeksi pada kehamilan karena tidak melakukan pemeriksaan
antenatal yang adekuat akan mempunyai pengaruh buruk pada janin. Dapat menyebabkan kematian
janin, partus immaturus, dan partus prematurus, dan dapat juga di dapatkan gejala-gejala sifilis
kongenital.
Pengobatan sifilis dalam kehamilan yaitu dengan penisilin.

1 kali penyuntikan penisilin dirasa telah cukup adekuat, meski beberapa penderita memerlukan 1-3
kali injeksi penisilin. Dokter akan meminta penderita yang telah menjalani medikasi untuk
melakukan tes darah setahun kedepan, dimaksudkan untuk memastikan bakteri telah lisis dari tubuh
penderita. Menerapkan pola hubungan seksual yang sehat dan aman. Bagi penderita yang alergi
penisilin, dapat diganti dengan eritromycine atau tetrasiklin.

Sifilis yang mempunyai nama lain Great pox, lues venereum, dan morbus gallicus merupakan suatu
penyakit kronik dan bersifat sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Pada
perjalanannya dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit,
mempunyai masa laten, dapat ditularkan melalui kontak seksual dan dari ibu ke janin. Penyakit ini
juga mempunyai stadium remisi dan eksaserbasi. Di Indonesia insidensinya 0,61% dengan penderita
terbanyak adalah stadium laten, disusul stadium 1 yang jarang, dan yang langka adalah sifilis stadium
II.

Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan akuisita (dapatan). Sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis
dini (sebelum 2 tahun), lanjut (setelah 2 tahun), dan stigmata. Sifilis akuisita dapat dibagi menurut 2
cara, yaitu secara klinis dan epidemiologik. Menurut klinis sifilis dibagi menjadi 3 stadium: Stadium I,
stadium II, dan stadium III. Secara epidemiologik menurut WHO dibagi menjadi: Stadium dini
menular (dalam dua tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium I (9-90 hari), stadium II (6 minggu-6
bulan atau 4-6 bulan setelah muncul lesi primer, dan stadium laten dini (dalam 2 tahun infeksi).
Stadium lanjut tak menular (setelah dua tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium laten lanjut (lebih
dari 2 tahun), dan stadium III (3-20 tahun).

VI. Alat dan Bahan

a. Alat dan bahan

1. Mikropipet atau mikrodiluter (25 µl, 75 µl, 100 µl)

2. Rak tabung

3. Sentrifuge

4. Spoid

5. Sumur TPHA

6. Tabung K3

7. Tourniqutte
Bahan

1. Kapas alcohol

2. Reagen TPHA (control cell, test cell, buffer conjugate)

3. Sampel darah(serum atau plasma)

4.

VII. Prosedur kerja

a. TPHA

Kualitatif

· Disiapkan sumur A, B, dan C

· Ditambahkan 190 чL larutan diluent, dihomogenkan. Lalu ditambahkan 10 чL sampel

· Dipipet kesumur B dan C sebanyak 75 чL

· Ditambahkan reagen test disumur B sebanyak 75 чL

· Dan ditambahkan reagen kontrol di sumur C sebanyak 75 чL

· Dicampur, dihomogenkan dan diinkubasi selama 45-60 menit

Kuantitatif

· Dipipet sebanyak 25 чL kedalam sumur A dan B

· Kemudian dipipet 25 чL larutan diluent disumur B dicampur dihomogenkan, lalu Diambil


sebanyak 25µl dari lubang B, campur lalu pindahkan ke C sebanyak 25 µl, begitu seterusnya hingga
ke lubang H dan 25 µl terakhir disisihkan.

· Ditambahkan reagen test pada sumur B – H sebanyak 75 чL

· Dicampur, dihomogenkan lalu di inkubasi 45-60 menit

VIII. Interpretasi hasil

Uji kualitatif
1. Reaktif (+) : jika terjadi aglutinasi

2. Non reaktif (-) : jika tidak terjadi aglutinasi

“ catatan ,jika hasil reaktif maka hasil reaksi dilanjutkan ke uji kuantitatif

Uji kuantitatif

3. Positif (+) : Terjadi aglutinasi

4. Negative (-) : tidak terjadi aglutinasi

IX. Pembahasan

Sifilis adalah penyakit yang pada umumnya berjangkit setelah hubungan seksual. Menahun dengan
adanya remisi dan eksaserbasi, dapat menyerang semua organ dalam tubuh terutama system
kardiovasikular, otak dan susunan saraf serta dapat terjadi kongenital. Tehnik pemeriksaan sifilis
yang bisa dilakukan dengan 2 metode. Dua metode tersebut yakni metode mikrobiologi dan
serologi. Uji mikrobiologi yaitu dengan pemeriksaan mikroskopis, sedangkan pada uji serologi yaitu
uji treponema dan non-treponema. Kedua uji serologi tersebut sama-sama untuk mendeteksi
antibodi. Tetapi uji treponema menggunakan antigen yang khusus dari treponema sedangkan non-
treponema menggunakan antigen lain dari treponema atau yang telah dirusak oleh treponema

Uji treponema merupakan uji yang spesifik terhadap sifilis, karena mendeteksi langsung Antibodi
terhadap Antigen Treponema pallidum. Biasanya uji ini digunakan untuk mengkonfirmasi uji non-
treponemal (non spesifik) dan untuk menilai respon bakteri treponemal tersebut.Pada uji
treponemal, sebagai antigen digunakan bakteri treponemal atau ekstraknya, misalnya Treponema
Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA),Treponema Pallidum Particle Assay (TPPA), dan Treponema
Pallidum Immunobilization (TPI). Walaupun pengobatan secara dini diberikan, namun uji treponemal
dapat memberi hasil positif seumur hidup.

Uji non-treponema adalah uji yang mendeteksi antibodi IgG dan IgM terhadap materi-materi lipid
yang dilepaskan dari sel-sel rusak dan terhadap antigen-mirip-lipid (lipoidal like antigen) Treponema
pallidum. Karena uji ini tidak langsung mendeteksi terhadap keberadaan Treponema pallidum itu
sendiri, maka uji ini bersifat non-spesifik. Uji ini akan menjadi negatif 1-4 minggu setelah pertama
kali memberi hasil positif (seiring dengan pengobatan atau menyembuhnya lesi), sehingga hanya
digunakan untuk melihat keberhasilan pengobatan terhadap penyakit sifilis. Uji non-treponemal
meliputi VDRL (Venereal disease research laboratory), USR (unheated serum reagin), RPR (rapid
plasma reagin), dan TRUST (toluidine red unheated serum test).

Anda mungkin juga menyukai