Anda di halaman 1dari 4

Pemeriksaan CRP

C-Reactive Protein (CRP) adalah salah satu protein fase akut yang terdapat dalam serum
normal walaupun dalam jumlah amat kecil. Dalam beberapa keadaan tertentu dengan
reaksi radang atau kerusakan jaringan (nekrosis), baik yang disebabkan oleh penyakit infeksi
maupun yang bukan oleh karena infeksi. CRP merupakan salah satu petanda inflamasi
sistemik akut yang dihasilkan oleh hati untuk memantau secara non-spesifik penyakit lokal
maupun sistemik yang sering ditemukan pada banyak penyakit dan berhubungan dengan
kejadian DM dan cardiovascular event, bagaimana mekanisme sebenarnya belum diketahui
secara pasti.

CRP juga dijadikan sebagai penanda prognostik untuk inflamasi. CRP meningkat pada
penyakit Demam rematik akut, Rheumatoid arthritis, Infark Miokard Akut, Infeksi pasca
operasi, Infeksi bakteri, Infeksi virus, Penyakit Chron’s, Sindrom Reiter’s, Sindrom vaskulitis,
Lupus Eritematosus, Nekrosis jaringan atau trauma.

Nilai normal kadar CRP pada orang normal biasanya 6mg/L. Setelah terjadi peradangan,
pembentukan CRP akan meningkat dalam 4-6 jam, jumlahnya bahkan dua kali lipat dalam 8
jam setelah peradangan. Konsentrasi puncak akan tercapai dalam 36-50 jam setelah
inflamasi. Kadar CRP akan terus meningkat seiring dengan proses inflamasi yang akan
mengakibatkan kerusakan jaringan. Apabila terjadi penyembuhan akan terjadi penurunan
kadar CRP secara cepat, karena CRP memiliki masa paruh 4 sampai 7 jam. Kinetik
metabolisme CRP sejalan dengan derajat peradangan dan derajat penyembuhan yang
terjadi. Oleh karena itu CRP sangat baik untuk menilai aktivitas penyakit dalam keadaan
akut. Pemeriksaan ini relatif tidak mahal dan dapat diperoleh hasilnya dalam waktu cepat
serta tidak memerlukan volume sampel yang banyak.

CRP dalam plasma diproduksi oleh sel hepatosit hati terutama dipengaruhi oleh Interleukin
6 (IL-6). CRP merupakan marker inflamasi yang diproduksi dan dilepas oleh hati dibawah
rangsangan sitokin-sitokin seperti IL-6,Interleukin 1 (IL-1), dan Tumor Necroting Factor α
(TNF-α). C-Reactive Protein terdapat dalam 2 bentuk, yaitu bentuk pentamer (pCRP) dan
monomer (mCRP). Bentuk pentamer dihasilkan oleh sel hepatosit sebagai reaksi fase akut
dalam respon terhadap infeksi, inflamasi dan kerusakan jaringan. Bentuk monomer berasal
dari pentamer CRP yang mengalami dissosiasi dan mungkin dihasilkan juga oleh sel-sel
ekstrahepatik seperti otot polos dinding arteri, jaringan adiposa dan makrofag (Silalahi,
2013).

Metode yang digunakan dalam pemeriksaan CRP ini adalah metode aglutinasi lateks yang
dilakukan dengan menambahkan partikel latex yang dilapisi antibodi anti CRP pada serum
atau plasma penderita sehingga akan terjadi aglutinasi. Untuk menentukan titer CRP, serum
atau plasma penderita diencerkan dengan bufer glisin dengan pengenceran bertingkat (1/2,
1/4, 1/8, 1/16, dan seterusnya) lalu direaksikan dengan latex. Titer CRP adalah pengenceran
tertinggi yang masih terjadi aglutinasi. Metoda ini bersifat kualitatif dan semikuantitatif.
Batas deteksi metoda aglutinasi terhadap CRP yaitu ≥ 6 mg/L.

Prinsip pemeriksaan CRP dengan metode Aglutinasi lateks adalah Reagen yang mengandung
partikel lateks yang dilapisi oleh antibodi anti-CRP akan mengaglutinasi kehadiran CRP
sebagai antigen dalam serum pasien. Sampel yang digunakan merupakan serum yang tidak
hemolisis, tidak lipemik, dan tidak terkontaminasi. Serum dapat disimpan selama 48 jam
pada suhu 2-8°C. Untuk pemeriksaan CRP ini selain metode Aglutinasi lateks ada juga
metode Sandwich ELISA dan High Sensitivity C-Reactive Protein (Hs-CRP).

Prosedur pemeriksaan CRP Metode Aglutinasi lateks

 Kualitatif
1. Bawa reagen dan sampel pada suhu ruang
2. Kocok reagen dengan kuat atau letakkan pada vortex sebelum digunakan
3. Letakkan 50 mikron sampel dan satu tetes dari masing-masing kontrol pada
masing-masing lingkaran pada slide
4. Tambahkan satu tetes reagen lateks kedalam masing-masing lingkaran disebelah
tetesan sampel
5. Homogenkan dengan pengaduk dan sebarkan pada seluruh area yang dibatasi
oleh cincin (lingkaran). Gunakan pengaduk yang baru pada setiap sampel
6. Rotator selama 2 menit
 Kuantitatif I
1. Kocok reagen dengan kuat atau letakkan pada vortex sebelum digunakan
2. Gunakan pipet semi-otomatis. Tambahkan 50 mikron NaCl 0,9% pada lingkaran
2,3,4, dan 5. Jangan sebarkan NaClnya.
3. Tambahkan 50 mikron sampel pada lingkaran 1 dan 2.
4. Campurkan sampel dan NaCl pada lingkaran 2 dengan cara up and down dengan
mikopipet. Gunakan tip yang berbeda pada setiap sampel.
5. Pindahkan 50 mikron pada lingkaran 2 ke lingkaran 3 yang berisi NaCl
6. Lakukan pengenceran bertingkat dengan cara yang sama hingga pada lingkaran
terakhir. Buang 50 mikron pada lingkarang terakhir.
7. Homogen dengan pengaduk. Sebarkan sampel yang sudah diencerkan pada
seluruh area disetiap lingkaran mulai dari lingkaran ke 5 dan mundur ke sampel
murni pada lingkaran 1.
8. Lanjutkan seperti tes kualitatif mulai dari tahap 3.

Interpretasi hasil :
- positif jika adanya aglutinasi dan menunjukan hasil CRP >6mg/L
- negatif jika tidak ada aglutinasi dan menunjukan hasil CRP <3mg/L
- Sensitivitas dan Spesifisitas pemeriksaan CRP metode aglutinasi >96%
-Kadar CRP yang lebih dari 1500 mg/L dapat menyebabkan hasil negatif palsu karena
prozone efect. Jika terjadi lakukan test ulang dengan dengan 20 mikron sampel

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi akurasi pemeriksaan C-Reaktif


Protein antaralain:
1. Aktivitas / latihan yang berlebihan
Aktivitas yang berlebihan dapat menimbulkan cedera jaringan. Selain itu latihan atau
aktivitas yang berlebihan dapat meningkatkan panas tubuh dimana kemungkinan
terburuk adalah terjadinya heat stoke. Suhu tubuh yang tinggi cenderung
menggadakan semua reaksi kimia intraseluler, sehingga pada pemeriksaan CRP
kadarnya meningkat.
2. penggunaan terapi hormon
Misalnya kontrasepsi oral yaitu terapi untuk mencegah kehamilan dengan
mengubah siklus reproduksi. Terapi ini biasanya memberikan hasil positif
palsu pada pemeriksaan CRP. Reaksi ini akan dikenali sebagai reaksi inflamasi
walaupun sebenarnya tidak terjadi proses peradangan.
3. Penggunaan IUD
Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim biasanya akan menimbulkan
reaksi peradangan karena masukknya benda asing dalam tubuh akan merangsang
respon inflamasi, sehingga kadar CRP dalam darah meningkat.
4. Kehamilan
Reaksi hormonal yang terjadi pada wanita hamil akan dikenali sebagai reaksi
inflamasi. Sehingga pada pemeriksaan CRP kadarnya akan meningkat. Range normal
kadar CRP wanita hamil <20 mg/l.
5. Obesitas
Obesitas berhubungan dengan hipertensi dan penyakit jantung. Pemeriksaan
CRP sangat sensitive terhadap penyakit jantung.
6. Penggunaan obat-obatan anti inflamasi non steroid, aspirin, atau kortikosteroid.
Obat-obatan antiinflamasi akan menekan respon peradangan. Sehingga dapat
memberikan hasil negative palsu.
7. Penggunaan pravastin, obat-obat penurun kolesterol.
Profil lemak dalam darah sangat berhubungan dengan resiko penyakit jantung koroner
dan stroke dimana sangat berhubungan dengan reaksi peradangan. Penggunaan
obat obat penurun kolesterol menurunkan resiko penyakit jantung koroner dan
stroke, sehingga kadar CRP dalam darah juga berkurang. (Utama, I.M.G.D.L. 2012.)

Ada beberapa faktor yang dapat menjadi sumber kesalahan pada pemeriksaan
CRP, yaitu :
1. Harus dibaca selambat-lambatnya dalam waktu 5 menit sebab aglutinasinon-spesifik
dapat terjadi bila test mongering
2. Serum yang lipemik dapat menyebabkan hasil yang positif palsu.
3. Reagensia latex CRP harus disimpan pada suhu 2°C-8°C dan dikocok dengan baik
sebagai dipakai.
4. Botol reagensia CRP harus ditutup rapat, sebab dapat mengakibatkanterjadinya
flokulasi reagen mengering.(Boedina, S. K. 2001)

Anda mungkin juga menyukai