Anda di halaman 1dari 12

Makalah Imunologi

C-Reaktif Protein

Dosen Pengampu: Ibu Puspita Mardika Sari., S.Gz., M.Biotech, Dietisien

Disusun oleh:

Kelompok 1

Kelas: A19.3

Arinda Novellia (22120100) Nazwa Salsabila (22120097)


Atika Della Rustantinah (22120119) Regita Lintang Cahyani (22120104)
Debora Agustina Maharani (22120102) Rifka (22120118)
Elvetta Khairunnisa (22120101) Kartika Elvira Simamora (22120109)
Mar’iisa Idzatul Jannah (22120112) Gemma Agnessia Maran (22120120)
Mayhani Aulia Putri (22120105) Aisiyah Yunita Nazariah (18120012)

Program Studi Gizi

Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Respati Yogyakarta

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan masalah............................................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
A. Pengertian CRP...............................................................................................................3
B. Sintesis dan Struktur CRP...............................................................................................4
C. Fungsi Biologis CRP.......................................................................................................5
D. Sitokin.............................................................................................................................6
E. TNFα...............................................................................................................................7
F. Interleukin.......................................................................................................................8
BAB III.......................................................................................................................................9
PENUTUP..................................................................................................................................9
A. Kesimpulan.....................................................................................................................9
B. Saran................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sistem imunitas merupakan kumpulan sel-sel, jaringandan molekul-molekul


yang berperan dalam pertahanan infeksi,adalah sistem yang sangat kompleks dengan
berbagai multifungsi dalam usaha menjaga keseimbangan tubuh, seperti halnya sistem
endokrin, sistem imunitas yang berfungsi mengatur keseimbangan, dengan
menggunakan komponennya yang ada diseluruh tubuh, agar berhasil mencapai
sasaran yangjauh dari pusat. Penemuan sistem imunitas sebagian besar dikarenakan
oleh keinginan untuk mencegah penyebaran penyakit dan mengembangkan perawatan
yang lebih baikuntuk orang sakit. Sejauh abad kedelapan belas, ahli mikrobiologi
berusaha untuk menyuntik orang sehat terhadap penyakit. Faktanya, vaksin diciptakan
untuk memerangi penyakit sebelum ada orang yang berhasil membuktikan bahwa
mikroba dapat menyebabkan penyakit, atau bahwa selimunitas berfungsi membunuh
mikroba Lebih dari 100 tahun sebelum postulat Koch pada tahun 1890, yang dengan
definitive mengidentifikasi mikroba, sebagai agen yang meyebabkan penyakit,
Edward Jenner telah membuat vaksin mentah dari nanah lesi cacar sapi agar berhasil
mengimunitasisasi orang terhadap cacar, untuk melaksanakan fungsi imunitasitas,
dalam tubuh terdapat suatu sistem yang disebut dengan sistem limforetikuler. Sistem
ini merupakan jaringan atau kumpulan sel yang letaknya tersebar diseluruh tubuh,
misalnya didalam sumsum tulang, kelenjar limfe, limfa, timus, sistem saluran napas,
saluran cerna serta beberapa organ lainnya. Jaringan initerdiri atas bermacam-macam
sel yang dapat menunjukkan respons terhadap suatu rangsangan sesuai dengan sifat
dan fungsinya masing-masing. Dengan kemajuan ilmu imunitasologi yang telah
dicapai sekarang pada zaman ini, maka konsep imunitasitas dapat diartikan sebagai
sebuah mekanisme yang bersifat otomatis untuk melengkapi manusia dan binatang
dengan suatu kemampuan untuk mengenal suatuzat sebagai benda asing terhadap
dirinya, yang selanjutnya tubuh akan mengadakan tindakan dalam bentuk netralisasi,
menghilangkan atau memasukkan dalam proses metabolism yang dapat
menguntungkan dirinya atau menimbulkan kerusakan jaringan tubuh itu sendiri.
Konsep imunitas tersebut, bahwa yang pertama-tama menentukan ada tidaknya

iii
tindakan oleh tubuh (respons imunitas), adalah kemampuan sistem limforetikuler
untuk mengenali benda itu asing atau tidak (Abbas, A.K. and Lichtman, A.H. 2007).

B. Rumusan masalah

1. Jelaskan pengertian dari CRP!


2. Jelaskan sintesis dan struktur CRP!
3. Sebutkan fungsi biologis CRP!
4. Jelaskan pengertian dari sitokin!
5. Jelaskan pengertian TNFa!
6. Jelaskan pengertian interleukin!
7. Sebutkan efek biologis TNF!

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian CRP.


2. Mengetahui sintesis dan struktur CRP.
3. Mengetahui fungsi biologis CRP.
4. Mengetahui pengertian sitokin.
5. Mengetahui pengertian TNFa.
6. Mengetahui pengertian interleukin.
7. Mengetahui efek biologis TNF.

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian CRP

C-Reactive Protein (CRP) adalah salah satu protein fase akut yang terdapat
dalam serum normal walaupun dalam konsentrasi yang amat kecil dan 12 merupakan
mediator proinflamasi yang disekseri dalam jumlah yang banyak saat tubuh
mengalami inflamasi (Anisa Nur Azizah, 2016).
Dalam keadaan tertentu dengan reaksi inflamasi atau kerusakan jaringan baik
yang disebabkan oleh penyakit infeksi maupun yang bukan infeksi, konsentrasi CRP
dapat meningkat sampai 100 kali sehingga diperlukan suatu pemeriksaan yang dapat
mengukur kadar CRP. High sensitivity C-Reactive Protein ( hs-CRP) adalah
pengukuran konsentrasi CRP secara kuantitatif dimana dapat mengukur kadar sampai
< 0,2 – 0,3 mg/L (Silalahi, 2013).
C-Reactive Protein pertama kali di deskripikan oleh William Tilet dan Thomas
Francis di Institute Rockefeller pada tahun 1930. Mereka mengekstraksi protein dan
serum pasien yang menderita Pneumonia pneumococcus yang akan membentuk
presipitasi dengan C polisakarida dan dinding sel Pneumocouccus. Karena reaksi
antara protein dan polisakarida menyebabkan presipitasi maka protein ini diberi nama
C-reactive Protein (Agustin, 2016).
Awalnya protein ini disangka mempunyai respon spesifik terhadap C
polisakarida dari pneumonkokus, tetapi ternyata protein ini adalah suatu reaktan fase
akut yang timbul akibat proses inflamasi (Arnadi, 2015).
Protein ini disebut demikian karena ia bereaksi dengan c-polisakarida yang
terdapat pada Streptococcus pneumoniae. Dulunya dikira timbulnya protein ini karena
respon spesifik terhadap infeksi pneumokokus tetapi ternyata protein ini merupakan
suatu reaktan fase akut, yaitu indikator nonspesifik untuk inflamasi. Kadar CRP
dalam plasma dapat meningkat dua kali lipat sekurang-kurangnya setiap 8 jam dan
mencapai puncaknya setelah kira-kira 50 jam. Setelah diberi pengobatan yang efektif
dan rangsangan inflamasi hilang, maka kadarnya akan turun 5–7 jam waktu paruh
plasma (Lusari, 2012).

v
Dalam aplikasi klinis, CRP merupakan prediktor kejadian kardiovaskular,
khususnya penyakit jantung koroner dan lebih kuat dibandingkan LDL. Kadar CRP
menandakan adanya ateroaklerosis yang merupakan faktor resiko terjadinya PJK
(Agustin, 2016).
C-reactive protein adalah suatu protein inflamasi fase akut homopentameric,
suatu plasma protein yang pertama kali ditemukan pada tahun 1930 oleh Tillet dan
Francis ketika memeriksa serum dari seorang pasien yang mengalami fase akut
infeksi pneumokokus dan memberi nama CRP berdasarkan reaksi host dengan
polisakarida kapsular (C) dari penumokokus. Jika terdapat kalsium, CRP berikatan
dengan polisakarida seperti Phosphocholine (PCh) pada mikroorganisme dan memicu
jalur klasik komplemen sistem imun alamiah dengan mengaktivasi C1q. CRP
memiliki berbagai homolog pada vertebra dan beberapa pada invertebra dan
merupakan protein dari famili pentraksin, yang meliputi beberapa molekul-molekul
lain dengan struktur yang serupa seperti amyloid. Induksi transkripsional pada gen
CRP terutama terjadi pada hepatosit di lever akibat peningkatan kadar sitokin-sitokin
inflamasi, terutama interleukin-6 (IL-6).
Penelitian-penelitian juga telah menunjukkan hubungan antara produksi TNF-
α dan konsentrasi CRP. TNF-α mampu menginduksi sekresi CRP dari hepatosit, yang
mana akan meningkatkan CRP mRNA. Sebaliknya, peningkatan kadar CRP pada
pasien sepsis disebabkan oleh induksi IL-1β, IL-6, dan TNF-α oleh makrofag. Fakta-
fakta lain juga menyatakan adanya hubungan yang erat antara TNF-α dan IL-6 pada
kondisi inflamasi, di mana TNF-α dan IL-6 menginduksi transkripsi CRP.

B. Sintesis dan Struktur CRP

Berdasarkan teori inflamasi intra-arteri menyatakan bahwa ketika terjadi


inflamasi, dihasilkan sitokin, salah satunya Intraleukin-6 (IL-6). Intraleukin-6 ini
merangsang hepatosit untuk menghasilkan CRP (Agustin, 2016).
CRP dalam plasma diproduksi oleh sel hepatosit hati terutama dipengaruhi
oleh Interleukin 6 (IL-6). CRP merupakan marker inflamasi yang diproduksi dan
dilepas oleh hati dibawah rangsangan sitokin-sitokin seperti IL6, Interleukin 1 (IL-1),
dan Tumor Necroting Factor α (TNF-α). Beberapa obat seperti colchicine dapat
menghambat produksi CRP sedangkan obat immunosupresif saperti cortikosteroid

vi
dan yang lainnya atau obat anti radang (Non Steroid Anti Inflamation Drug) tidak
dapat menghambat sekresinya (Silalahi, 2013).
Sintesa CRP di hati berlangsung sangat cepat setelah ada sedikit rangsangan,
konsentrasi serum meningkat diatas 5mg/L selama 6-8 jam dan mencapai puncak
sekitar 24-48 jam. Waktu paruh dalam plasma adalah 19 jam dan menetap pada semua
keadaan sehat dan sakit, sehingga satu-satunya penentu konsentrasi CRP di sirkulasi
adalah menghitung sintesa IL-6 dengan demikian menggambarkan secara langsung
intensitas proses patologi yang merangsang produksi CRP (Silalahi, 2013)
CRP adalah anggota keluarga dari protein pentraksin, suatu protein pengikat
kalsium dengan sifat pertahanan imunologis. Molekul CRP terdiri dari 5- 6 subunit
polipeptida non glikosilat yang identik, terdiri dari 206 residu asam amino, dan
berikatan satu sama lain secara non kovalen, membentuk satu molekul berbentuk
cakram (disc) dengan berat molekul 110 – 140 kDa, setiap unit mempunyai berat
molekul 23 kDa (Silalahi, 2013). Struktur CRP lebih dikenal dengan sebutan
pentraxin protein karena memiliki 5 subunit identik, dikodekan oleh gen tunggal pada
kromosom 1. Masing-masing subunit berisi satu lokasi pengikatan untuk molekul
fosfokolin dan 2 lokasi pengikat waktu kalsium (Agustin, 2016).
C-Reactive Protein terdapat dalam 2 bentuk, yaitu bentuk pentamer (pCRP)
dan monomer (mCRP). Bentuk pentamer dihasilkan oleh sel hepatosit sebagai reaksi
fase akut dalam respon terhadap infeksi, inflamasi dan kerusakan jaringan. Bentuk
monomer berasal dari pentamer CRP yang mengalami dissosiasi dan mungkin
dihasilkan juga oleh sel-sel ekstrahepatik seperti otot polos dinding arteri, jaringan
adiposa dan makrofag (Silalahi, 2013).

C. Fungsi Biologis CRP

Fungsi dan peranan CRP di dalam tubuh (in vivo) belum diketahui seluruhnya,
banyak hal yang masih merupakan hipotesis. Meskipun CRP bukan suatu antibodi,
tetapi CRP mempunyai berbagai fungsi biologis yang menunjukkan peranannya pada
proses peradangan dan mekanisme daya tahan tubuh terhadap infeksi. Beberapa hal
yang diketahui tentang fungsi biologis CRP ialah :
1. CRP dapat mengikat C-polisakarida (CPS) dari berbagai bakteri melalui reaksi
presipitasi / aglutinasi.

vii
2. CRP dapat meningkatkan aktivitas dan motilitas sel fagosit seperti granulosit
dan monosit / makrofag.
3. CRP mempunyai daya ikat selektif terhadap limfosit T. Dalam hal ini diduga
CRP memegang peranan dalam pengaturan beberapa fungsi tertentu selama
proses keradangan.
4. CRP mengenal residu fosforilkolin dari fosfolipid, lipoprotein membran sel
rusak, kromatin inti dan kompleks DNA-histon.
5. CRP dapat mengikat dan mendetoksikasi bahan toksin endogen yang
terbentuk sebagai hasil kerusakan jaringan (Silalahi, 2013).

D. Sitokin

Sitokin merupakan protein dengan berat molekul yang redah yang diproduksi
pada respon terhadap antigen dan bertindak sebagai mediator untuk mengatur sistem
imunitas baik alamiah maupun adaptif. Sitokin merupakan messenger kimiawi dan
termasuk diantaranya adalah tumor nekrosis faktor, interleukin, interferon danfaktor
pertumbuhan. Peran sitokin sangatlah kompleks,satu sitokin dapat bertindak pada
sejumlah tipe sel yang berbeda, sitokin yang sama mengatur sejumlah fungsi yang
berbeda dan sejumlah sitokin yang berbeda dapat memiliki fungsi yang sama.
Sitokin TNFα dan IL-1 yang dilepas oleh makrofag bersama dengan histamine
dan TNFα dari sel mast menujuke endotel pembuluh darah untuk memicu peran
endotel menghentikan neutrophil yang lewat. Endotel akanmerespon dengan
mengeluarkan molekul adhesi kepermukaannya guna menahan sel neutrophil.
Selanjutnya neutrophil bersama sel endotel akan peningkatan permeabilitas kapiler
untuk bergerak keluar menuju kejaringan yang ada bakteri. Bakteri yang lolos masuk
kejaringan dan ditangkap oleh fagosit (makrofag, neutrophil,dan sel dendritic) akan
difagositosis sehingga bakteri terjebakdi dalam vakuole. yang disebut fagosome
(endosome). Fagosome ini bersama lisosome membentuk fagolisosom, maka
bertemulah bakteri dengan enzim pencerna protein ini sehingga bakteri akan dicerna
dan dihancurkan. Resistensi bakteri terhadap fagositosis dan penghancuran dalam
makrofag menunjukkan virulensi bakteri. Bakteri yang tidak dapat dihancurkan oleh
lisozim, disebabkan bakteri tersebut pada dining selnya memiliki lapisan lemak
contohnya bakteri Genus Mycobacteriumsp, namun fagosit dapat menghancurkannya

viii
dengan senyawa lain berupa radikal bebas yaitu Reactive Oxygen Species (ROS) dan
Nitrite Oxyde (NO).

E. TNFα

Pertahanan imun alami terhadap virus intraseluler diperantarai oleh sel Natural
Killers (NK) yang membunuh sel yang terinfeksi virus dan oleh sitokin yang disebut
interferon tipe 1 yang menghambat replikasi virus didalam sel inang. TNF-α pada
awalnya ditemukan padatumor tertentu yang mengalami perdarahan. Ternyata
perdarahan ini disebabkan adanya nekrosis jaringan. Pada penderita infeksi oleh
parasit bahan yang dinamakan cahectin sebagai penyebab kekurusan yang berlebihan.
Dua jenis mediator tersebut termasuk golongan sitokin yang dinamakan Tumor
Nekrosis Faktor (TNF). Tumor nekrosis faktor dibentuk atas 212 asam amino diatur
pada homotrimers yang stabil dengan berat molekul 51 kDal.
TNF-α adalah suatu sitokin yang bersifat pleiotropik, yang sebagian besar
dihasilkan oleh monosit, makrofag dan sel T. Sebagai tambahan, seperti sitokin
proinflamasiyang lain, ekspresi dan sintesa dari TNF-α tidak hanya dihasilkan oleh
sel-sel hematopoetik saja. Selanjutnya, selintrinsik ginjal, termasuk sel mesangial,
glomerulus, endotel, dendrit, sel tubulus ginjal, juga dapat menghasilkan sitokin.
Selain itu, penelitian pada saat ini memperlihatkan bahwa, TNF-α dapat disimpan di
dalamsel dalam bentuk proaktif, dan enzim yang dapat merubahTNF-α secara cepat
dapat menurunkan kadar TNF-α yangaktif. Menurunkan kadar TNF-a terdapat pada
keadaan inflamasi akut dan kronik.
TNF-α terutama dihasilkan oleh sel makrofag dan sel-sel jenis lainnya dengan
berbagai aktivitas biologi pada sel-sel sasaran yang termasuk sistem imun maupun
bukan. Sejumlah jenis sel baru dapat menghasilkan TNF setelah mendapatkan
rangsangan yang cocok misalnya dari limfosit dan sel NK. Sumber TNF-α plasma
pada keadaan aterosklerosis belum jelas, dapat berasal dari makrofag maupun sel
lainnya seperti sel endotel dan sel lemak sangat menarik terungkapnya jejaring
pengawasan induksidan efek dari TNF, misalnya IL-1 menginduksi produksiTNF dan
sebaliknya TNF menginduksi produksi IL-1 olehmakrofag. Ada 2 bentuk TNF-α dan
TNF-β. TNF-α diproduksi oleh berbagai jenis sel termasuk makrofag, selT, B dan
NK. Akhir- akhir ini terungkap TNF- α disebut pulaTNF-β sebagai limfotoksin karena
mempunyai efeksitotoksik, dihasilkan oleh limfosit TH1, sebagian oleh limfosit TH2

ix
dan sel T sitotoksik. Sebaliknya TNF-β disekresi oleh sel T dan sel T teraktivasi.
TNF-α dapat dihasilkan oleh beberapa sel, terutama makrofag akibat adanya suatu
stressor ataupun infeksi. Pada saat ini beberapa studi melaporkan bahwa akan terjadi
peningkatan terhadap produksi TNF-a pada beberapa penyakit, namun belum
ditemukan nilai cut offpoint.

F. Interleukin

Interleukin-1 adalah sitokin polipeptida yang dihasilkan pada proses inflamasi


dengan spektrum aktivitas imunologik luas. Beberapa penelitian menunjukkan
peranan IL-1 sebagai mediator inflamasi penyakit dengan onset akut dan kronik. IL-1
juga berperan mengontrol limfosit, sedangkan peran IL-1 dalam proses peradangan
secara umum bersifat tidak spesifik. KelompokIL-1 (IL-1 gene family) terdiri dari 3
jenis yaitu IL-lα, IL-1β, dan IL-1 receptor antagonist (IL-1Ra). Interleukin-1α danIL-
1β bersifat antagonis menimbulkan reaksi radang atau disebut sitokin proinflamasi.
Interleukin-1 receptor antagonist bersifat menghambat efek biologis IL-1 atau disebut
sitokin anti inflamasi. Peningkatan produksi IL-1oleh sel mononuklear sudah
dikemukakan pada beberapa kondisi patologis seperti kolitis dan kanker kolorektal.
Interleukin-1 juga merupakan mediator penting dalam proses keganasan. TNF
memiliki efek biologik antara lain:
1. Pengerahan neutrophil dan monosit ke tempat infeksi serta mengaktifkan sel-
sel tersebut untuk menyingkirkan mikroba.
2. Memacu ekspresi molekul adesi sel endotel vascular terhadap leukosit.
3. Merangsang makrofag mengsekresi dan menginduksi kemotaksis dan
pengerahan leukosit

x
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

C-Reactive Protein (CRP) adalah salah satu protein fase akut yang terdapat
dalam serum normal walaupun dalam jumlah amat kecil. Dalam beberapa keadaan
tertentu dengan reaksi radang atau kerusakan jaringan (nekrosis), baik yang
disebabkan oleh penyakit infeksi maupun yang bukan oleh karena infeksi. CRP dalam
plasma diproduksi oleh sel hepatosit hati terutama dipengaruhi oleh Interleukin 6 (IL-
6) sebagai respon adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan. CRP
merupakan marker inflamasi yang diproduksi dan dilepas oleh hati dibawah
rangsangan sitokin-sitokin seperti IL6, Interleukin 1 (IL-1), dan Tumor Necroting
Factor α (TNF-α).
CRP juga dijadikan sebagai penanda prognostik untuk inflamasi. CRP
meningkat pada penyakit Demam rematik akut, Rheumatoid arthritis, Infark Miokard
Akut, Infeksi pasca operasi, Infeksi bakteri, Infeksi virus, Penyakit Chron’s, Sindrom
Reiter’s, Sindrom vaskulitis, Lupus Eritematosus, Nekrosis jaringan atau trauma.

B. Saran

Perlu dikenali setiap peningkatan CRP yang berhubungan dengan proses


inflamasi akut (misal sakit dan pembengkakan sendi, panas, merah-merah dan
meningkatnya suhu tubuh). Serum yang digunakan sebaiknya tidak lisis, tidak
lipemik, dan tidak terkontaminasi dan reagen yang digunakan juga tidak kadaluarsa.
Sangat dibutuhkan ketelitian saat pembacaan adanya aglutinasi.

xi
DAFTAR PUSTAKA

Harri Kurnia Chandra, A. Z. F., 2021. Peranan C-Reactive Protein (CRP) pada Pasien Sepsis
di Intensive. Journal of Anaesthesia and Pain, Volume 2, pp. 1-10.

Risnawati.dkk, 2023. Imunologi Gizi. 1 ed. padang: PT GLOBAL EKSKLUSIF


TEKNOLOGI.

SIMANULLANG, M., 2018. GAMBARAN C – REAKTIVE PROTEIN (CRP) PADA.

xii

Anda mungkin juga menyukai