PENDAHULUAN
Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang mengandung mikroba
manusia. Mikroba patogen yang ada bersifat poligenik dan kompleks. Oleh karena itu
respon imun tubuh manusia terhadap berbagai macam mikroba patogen juga berbeda.
Umumnya gambaran biologic spesifik mikroba menentukan mekanisme imun mana yang
berperan untuk proteksi. Begitu juga respon imun terhadap bakteri khususnya bakteri
bahaya berbagai bahan dalam lingkungan yang dianggap asing bagi tubuh seperti bakteri,
virus, jamur, parasit dan protozoa (Abbas et al., 2015; Baratawidjaja & Rengganis, 2009;
Benjamini et al., 2000). Mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga komponen
nonadaptif atau innate, atau imunitas alamiah, artinya mekanisme pertahanan yang tidak
ditujukan hanya untuk satu jenis antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen. Imunitas
alamiah sudah ada sejak bayi lahir dan terdiri atas berbagai macam elemen non spesifik.
imunitas didapat adalah mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus terhadap satu jenis
antigen, karena itu tidak dapat berperan terhadap antigen jenis lain. Bedanya dengan
pertahanan tubuh non spesifik adalah bahwa pertahanan tubuh spesifik harus kontak atau
ditimbulkan terlebih dahulu oleh antigen tertentu, baru ia akan terbentuk. Sedangkan
pertahanan tubuh non spesifik sudah ada sebelum ia kontak dengan antigen.
Ketika daya tahan tubuh lemah maka agen infektif akan dengan mudah menembus
pertahanan tubuh dan menyebabkan penyakit. Oleh karena itu, upaya meningkatkan
sistem imun menjadi penting untuk dilakukan, salah satunya dengan imunisasi. Pada
1
umumnya tubuh tidak akan mampu melawan antigen yang kuat. Antigen yang kuat ialah
jenis kuman ganas. Virulen yang baru untuk pertama kali dikenal oleh tubuh. Karena itu
anda akan menjadi sakit bila terjangkit kuman, bakteri atau virus. Jadi pada dasarnya
terlalu kuat. Tubuh belum mempunyai pengalaman untuk mengatasinya. Tetapi pada
reaksi yang ke-2, ke-3 dan berikutnya, tubuh sudah pandai membuat zat anti yang cukup
tinggi. Dengan cara reaksi antigen-antibody, tubuh dengan kekuatan zat antibodinya dapat
menghancurkan antigen atau kuman; berarti bahwa anak telah menjadi kebal (imun)
dapat memfasilitasi penghantaran obat secara khusus menuju sel target seperti, protein
(antibiodi), asam nukleat, atau ligan lainnya (peptida, vitamin, karbohidrat) Nanopartikel
yang terkonjugasi dengan monoklonal antibodi menjadi salah satu pilihan untuk terapi
kanker. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah diharapakan dapat memberikan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konjugasi
atau lebih molekul dengan suatu ikatan kovalen (Hayworth, 2014.). Sistem konjugasi
dapat diaplikasikan untuk membuat suatu sistem termodifikasi berbasis protein yang
berfungsi untuk deteksi, assay tracking atau mentarget suatu molekul biologi. Konjugasi
antara suatu molekul sintetik dengan suatu protein memiliki peranan yang besar dalam
dunia kesehatan, misal pada pengembangan suatu agen terapi berbasis protein dengan
menggabungkan suatu polimer atau suatu molekul obat pada protein. Tujuan dari
konjugasi ini adalah untuk menaikkan sifat farmakokinetik dari komponen terapinya. Dari
banyak jenis sekuen asam amino protein, hanya beberapa gugus fungsional saja yang
menjadi target dalam konjugasi, diantaranya adalah amina primer (-NH2), karboksilat (-
Gugus reaktif dari crosslinker telah dikarakterisasi dan digunakan untuk melabel
suatu ligand, protein, peptida, karbohidrat, polimer sintesis, dan lain-lain. Crosslinker
dengan dua gugus reaktif yang berbeda dapat disintesis menjadi satu bagian dengan
mengkombinasikan gugus reaktif yang berbeda tersebut dengan suatu molekul. Ketika
dikombinasikan maka akan terbentuk back bone (disebut sebagai spacer arms karena
2.2. Imunisasi
3
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit
merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost effective. Mulai
dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD31), yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus, serta
nenek moyang kita untuk pertama kalinya, tidak terlalu mudah. Beberapa ahli
mengklaim bahwa Mithridates Eupatoris VI seorang raja di Pontis Yunani yang hidup
antara tahun 132-63 sebelum masehi, mungkin beliau selain dianggap sebagai seorang
ahli imunologi pertama didunia juga merupakan orang pertama yang melakukan
imunisasi secara sengaja agar mendapatkan kekebalan. Beliau telah menemukan cara
agar seorang ahli kebal terhadap racun. Tindakan imnunisasi tersebut dinamakan
mitridatisasi (Subowo,2010).
terhadap penyakit menular telah dipelopori oleh bangsa cina pada zaman kuno.
Imunisasi dengan cara tersebut dinamakan variolasi. Namun Jenner lah yang
terhadap penyakit cacar yang lebih ilmiah dengan metode yang disebut vaksinasi.
Sebagai penghargaan atas jasa Jenner yang dapat memberantas penyakit cacar
diseluruh dunia, marilah kita tengok sesaat peristiwa yang terjadi lebih 2 abad yang
4
lalu di inggris. Edward Jenner sebagai seorang dokter di daerah pedasaan menaruh
perhatian pada wabah cacar pada saat itu. Vaksinasi diawali oleh pengamatan Jenner
pada penularan penyakit melepuh pada kaki-kaki kuda para petani kepada sapi perah
yang menimbulkan infeksi pada puting susunya. Dengan demikian para gadis
bintik yang dapat meluas sampai pergelangannya. Radang pada tangan-tangan yang
tersebut tidak pernah tertular penyakit cacar yang sedang mewabah pada masa itu.
para gadis terbebas dari penyakit cacar untuk seterusnya. Mengapa seseorang yang
tertular oleh penyakit cacar sapi kebal terhadap cacar manusia? Pada saat itu Jenner
belum paham sifat-sifat patogen cacar manusia. Jenner melaporkan 16 kasus yang
dialami oleh para gadis yang kebal terhadap penyakit cacar manusia dalam tulisan
sengaja menorehkan bahan yang diperoleh dari radang kulit tangan para gadis
pemerah susu pada tanggal 14 mei 1776 pada kulit lengan anak laki-laki berumur 8
tahun sepanjangan 1 inci. Dua bulan kemudian anak laki-laki tersebut ditoreh lagi
kulitnya dengan bahanyang diperoleh dari lepuh seorang penderita cacar. Cara yang
radang ringan pada bekas torehan kulit. Hal tersebut disebabkan oleh kekebalan
sesudah pemaparan bahan dari cacar sapi, terhadap cacar manusia yang mematikan.
Sejak saat itu Jenner telah memulai berkecambung dalam pengetahuan imunologi
sebagai pengetahuan ilmiah yang mengkaji respons tubuh terhadap bahan asing
(Subowo,2010).
5
2.2.3. Klasifikasi Imunisasi
menjadi 2 (dua) yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif (Baratawidjaja & Rengganis,
2014).
a. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan
terjadi suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi
spesifik yang akan menghasilkan respon seluler dan humoral serta dihasilkan cell
memory, sehingga apabila benarbenar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat
dapat merespon.
Dalam imunisasi aktif untuk mendapatkan proteksi dapat diberikan vaksin
hidup atau dilemahkan atau yang dimatikan. Vaksin yang baik harus mudah
diperoleh, murah, stabil dalam cuaca ekstrim dan nonpatogenik. Efeknya harus
tahan lama dan mudah direaktivasi dengan suntikan booster antigen. Baik sel B
pajanan dengan dosis lebih besar dan respon imun ditempat infeksi alamiah.
imunitas sel CD4 dan salmonella sehingga dapat memberikan imunitas melalui
yang dilemahkan ialah karena dapat menjadi virulen kembali dan merupakan hal
6
1. Imunisasi BCG
Imunisasi ini ditujukan untuk memberikan kekebalan terhadap infeksi yang
yang mengandung suspensi dari tipe 1, tipe 2 dan tipe 3 virus polio hidup galur
telah dilemahkan
5. Imunisasi hepatitis B
Vaksin hepatitis B yang digunakan biasanya merupakan vaksin rekombinan.
menginfeksi yang dihasilkan dari biakan sel ragi dengan teknologi rekayasa
DNA.
6. Imunisasi MMR
Imunisasi ini dilakukan untuk memberikan kekebalan terhadap Measles,
dilemahkan.
10. Imunisasi cacar air
11. Imunisasi influenza
7
Influenza adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh vius influenza, yang
dalam tubuh meningkat. Imunisasi pasif dapat terjadi secara alamiah dan secara
buatan.
1. Imunisasi pasif secara alamiah dapat terjadi melalui :
a. Imunisasi maternal melalui plasenta
Antibodi dari ibu yang sedang mengandung merupakan proteksi pasif bagi
janin yang dikandungnya. IgG dari ibu dapat dipindahkan melalui plasenta
didapat dari ibunya ini tidak dapat bertahan lama. oleh karena itu, harus segera
yaitu air susu ibu yang pertama keluar segera setelah melahirkan. Antibodi
yang terdapat dalam air susu ibu dapat melindungi bayi dari mikroorganisme
colostrum
2. Imunisasi pasif buatan
Imunisasi pasif buatan dapat dilakukan dengan cara menyuntikan antibodi
8
Vaksinasi (immunoprophylaxis) bertujuan untuk membangkitkan imunitas yang
efektif sehingga terbentuk efektor imunitas dan sel-sel memory. Efektor yang
terbentuk dapat berupa humoral (antibodi) atau selular. Vaksinasi ini merupakan
imunisasi aktif, karena tubuh dipicu agar melangsungkan proses respon imun yang
banyak jumlah sel memory yang terbentuk. Hal tersebut didasarkan pada kebutuhan
dalam vaksin sesungguhnya, yaitu tersedianya sel-sel memory yang cukup banyak.
Untuk melindungi tubuh dari efek infeksi, tubuh tidak dapat mengandalkan semata-
mata kepada tersedianya efektor antibodi spesifik dalam tubuh karena antibodi akan
tubuh dari infeksi, sel-sel memorylah yang akan merespon untuk menyediakan
terhadap serangan infeksi. Hal tersebut tergantung pada beberapa hal, misalnya
respon imun, jenis vaksin dan lain-lainnya. Perlu pula diingat bahwa cara
tergantung pada beberapa hal, misalnya mikroba yang masih hidup biasanya dapat
memberikan perlindungan yang lama. Perlindungan yang lama pada vaksinasi virus
belum dapat dijelaskan mekanismenya. Mungkin tubuh selalu terpapar oleh virus-
bukan untuk membrantas etiologi penyakit, yang dapat melindungi masyarakat luas.
9
mikroorganisme yang biasanya bermukim didalam kotoran hewan yang sporanya
tahan dalam tanah. Tetapi sebaliknya pada mikroorganisme penyebab penyakit yang
habitatnya hanya dalam tubuh manusia. Pembentukan imunitas pada sebagian besar
dari populasi akan dapat menolong melindungi seluruh masyarakat yang lebih luas
tersebut ditemui pada pelaksanaan vaksinasi terhadap cacar atau difteri, karena
patogen cacar dan difteri hanya berkembang dalam tubuh manusia, maka akhirnya
sama untuk kedua kalinya sesudah beberapa minggu, beberapa bulan atau bahkan
beberapa tahun kemudian setelah respon imun primer, terjadilah respon imun
sekunder yang dipercepat dengan ciri-ciri yaitu lebih cepat munculnya sel-sel
imunokompeten dan produksi antibodinya bagi respon imun humoral. Tetapi gejala ini
tergantung pada saat pengenalan imunogen yang kedua kalinya. Apabila penyuntikan
imunogen (vaksin) itu terlalu cepat,yaitu pada saat dalam serum masih terdapat
antibodi cukup banyak, maka imunogen yang disuntikkan tersebut akan segera
bereaksi dengan antibodi yang spesifik sehingga imunogen yang baru disuntikkan
tidak dapat membangkitkan respon imun sekunder. Apalagi pada pemberian imunogen
yang disuntikkan tersebut dosisnya terlalu sedikit. Apabila pada pemberian imunogen
tersebut dapat membangkitkan respon imun, maka proses tersebut dinamakan respon
Selain timbulnya respon imun lebih cepat, respon imun anamnestik menunjukkan
periode laten dengan periode pembentukkan antibodi yang lebih pendek. Lagipula
10
2.3. Vaksin
Vaksin berasal dari bahasa latin vacca (sapi) dan vaccinia (cacar sapi). Vaksin
adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap
suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh
organisme alami atau liar. Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah
organisme mati atau hasil-hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus,
dsb.). Vaksin akan mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk
bertahan terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin.
Vaksin juga bisa membantu sistem kekebalan untuk melawan selsel degeneratif
untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan
penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Ada beberapa jenis vaksin. Namun, apa
menimbulkan penyakit.
Vaksin adalah sediaan yang mengandung zat antigenik yang mampu menimbulkan
kekebalan aktif dan khas pada manusia. Vaksin dapat dibuat dari bakteri, riketsia atau
virus dan dapat berupa suspense organisme hidup atau inaktif atau fraksi-fraksinya
atau toksoid ( Farmakope Indonesia edisi IV). Saat ini istilah 'vaksin' berlaku untuk
semua preparat biologis, yang dihasilkan dari organisme hidup, yang meningkatkan
bentuk cair, baik dengan suntikan, secara oral, atau dengan rute intranasal.
11
2.3.2. Jenis-Jenis Vaksin
a. Mikroorganisme Mati
Cara yang paling sederhana untuk merusak kemampuan mikroba membuat
melalui pembunuhan dengan cara tertentu. Jika parasit cacing dan protozoa sangat
sulit untuk ditumbuhkan dalam jumlah yang cukup banyak untuk pembuatan
vaksin yang mengandung organisme mati, tetapi sebaliknya masalah tersebut tidak
timbul pada sebagian bakteria dan virus, apalagi pada umumnya mereka masih
dengan paratyphoid A dan B), kolera dan virus poliomyelitis (Salk). Dalam proses
vaksin. Kerusakan antigenisitas vaksin ini pernah dialami pada tahun 1960-1961
satu dari 3 jalur virus yang dipakai dalam pembuatan vaksin. Namun pada saat ini
awalnya juga terjadi kerusakan antigen fusi yang diperlukan untuk penyebaran
virus yang dimatikan dalam tubuh, sehingga menimbulkan imunitas yang tidak
vaksinasi tidak efektif. Maka hal gtersebut berbahaya bagi daerah yang mengalami
endemi penyakit tersebut atau bagi daerah yang berpenduduk yang kekurangan
gizi.
b. Organisme yang dilemahkan
12
Tujuan melemahkan organisme yaitu untuk memodifikasi organisme agar
bertingkah laku tetap alami seperti organisme asli tanpa menyebabkan sakit yang
vaksin organisme hidup. Hal ini disebabkan karena organisme hidup akan mampu
memberikan antigen lebih banyak dari pada yang mati. Demikian pula pertunasan
Keuntungan lain pada pemakaian mikroba hidup dalam vaksin, respons imun akan
berlangsung sebagian besar pada tempat yang biasanya terjadi infeksi. Keadaan ini
jelas terjadi pada vaksinasi polio (Sabin) melalui mulut dapat memberikan respons
IgA yang melindungi infeksi virus lebih baik dibandingkan efektivitasnya dengan
dan rubella sudahg dipakai secara luas. Namun untuk vaksin tertentu kadang-
kadang masih terdengar timbulnya efek yang merugikan seperti encephalitis. Efek
samping lain, adanya kemungkinan timbulnya mutasi virus yang menjadi virulen.
Diperlukan penyimpanan dingin untuk vaksin agar efektivitasnya tetap
respon imun atau bahkan membangkitkan respon alergi. Apabila dapat dipisahkan
antigen yang hanya membangkitkan respon protektif dari antigen yang lain,maka
dapat dibuat vaksin yang mengandung bagian antigen yang protektif saja.
Penggunaan komponen vaksin yag dimurnikan seperti eksotoksin yang
dihasilkan oleh basil difteri dan tetanus telah lama digunakan sebagai imunogen.
13
Namun sebaiknya sebelum digunakan perlu ditawarkan sifat toksiknya dan hal ini
vaksin secara sintetik yang ongkos pembuatannya akan lebih murah dalam jumlah
yang besar.
Cara mengidentifikasi antigen protektif akan dipermudah apabila antigen
memisahkan antigen protektif dari antigen yang lain. Apabila antigen protektif
vaksin yang lebih murah dalam jumlah banyak. Pembuatan vaksin melalui teknik
rekayasa genetik ini akan lebih sulit dilaksanakan untuk antigen yang berbentuk
gena yang mana yang mengontrol pembuatan enzim tersebut. Engerix-B buatan
Smith Kline biological adalah vaksin HbsAg murni yang dibuat melaui rekayasa
genetik.
d. Anti-idiotipe
Pada buku imonobiologi (Subowo 2009) dibahas tentang berbagai epitop yang
terdapat pada molekul imunoglobulin, termasuk idiotipe. Idiotipe ini terdapat pada
14
struktur yang merupakan pasangan dari bagian antigen yang membangkitkan
maka antibodi yang terbentuk, anti-idiotipe, akan mempunyai struktur Fab yang
anti-idiotipe atau sintesis peptida yang merupakan antigen pada saat ini baru
Pada saat ini terdapat beberapa jenis vaksin yang digunakan untuk
digolongkan menjadi:
15
1. Vaksin hidup (live attenuated vacine)
Jenis vaksin ini mengandung mikroorganisme yang sudah dilemahkan
seumur hidup ini dapat terjadi karena virus hidup yang telah dilemahkan tersebut
dapat hidup terus menerus didalam tubuh, sehingga dapat terus merangsang
produksi antibodi. Contoh vaksin yang mengandung virus yang dilemahkan antara
lain adalah vaksin polio (Sabin), vaksin measles,mumps, dan rubella (MMR).
Vaksin BCG dan vaksin tifoid yang digunakan secara luas pada saat ini
yang dilemahkan ini berasal dari muatan virus atau bakteri yang telah dibiakkan
sedemikian rupa dalam waktu yang cukup lama sehingga tidak virulen.
kembali menjadi virulen sehingga menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Oleh
sebab itu biasanya jenis vaksin yang dilemahkan ini tidak dianjurkan diberikan
dan igA
Dapat meningkatkan respon imun untuk melindungi tubuh terhadap antigen
Kekebalan tubuh berlangsung dalam waktu yang lebih lama dan dapat
sekerabat.
Biaya produksi vaksin lebih murah
Lebih cepat dalam menimbulkan respon imun
16
Lebih mudah untuk digunakan, misalnya vaksin polio dan vaksin
di masyarakat
kemungkinan bermutasi
Virus yang dilemahkan tidak dapat diberikan pada penderita
imunodefisiensi
Kadangkala tidak dapat berfungsi optimal jika digunakan pada daerah tropis
2. Vaksin Mati (Killed Vaccine/ Inactiveted Vaccine)
Vaksin ini menggunakan mikroorganisme yang telah dimatikan, biasanya
mikroorganisme yang dimatikan antara lain adalah vaksin rabies, vaksin polio
(Sabin), vaksin pneumokokus dan vaksin kolera (Radji & Biomed, 2010).
Beberapa keuntungan dari virus yang dimatikan adalah:
Dapat memberikan respon imun humoral jika diberikan vaksinasi
ulang(booster)
Tidak terjadi mutasi atau reverse menjadi virulen kembali
Dapat digunakan untuk penderita imunodefisiensi
Dapat digunakan dengan baik pada daerah tropis
Toksoid tetanus dan difteri merupakan vaksin yang telah lama digunakan untuk
17
imunisasi dasar anak dan bayi. Biasanya diberikan dalam beberapa seri untuk
mendapatkan imunitas yang efektif dan diulang setiap 10 tahun sekali (Radji &
Biomed, 2010).
4. Vaksin Subunit
Vaksin subunit adalah vaksin yang hanya menggunakan bagian dari antigen
yang terbaik untuk merangsang sistem imun. Kadang digunakan epitop, bagian
spesifik antigen yang dikenal dan diikat zat anti atau sel T. Oleh karena vaksin
yang tidak diinginkan sangat sedikit. Vaksin subunit dapat mengandung 1-20
patogen yang dimurnikan. Ada 3 bentuk umum vaksin yang digunakan : a). Vaksin
bentuknya yang unik terdiri dari atas rantai panjang molekul-molekul gula
bersifat imunogenik yang dibuat dari toksin kuman. Hasil pembuatan bahan
toksoid yang jadi disebut sebagai natural fluid plain toxoid yang mampu
Tetanus.
18
c) Vaksin Peptida
Peptida sintetik adalah vaksin subunit yang hanya mengandung epitop
dari antigen protektif. Bagian lain dari protein yang menimbulkan efek
supresif terhadap sistem imun, efek toksik atau bereaksi silang dengan protein
melalui rekayasa genetika, oleh sel ragi. Vaksin rekombinan lebih aman
dibandingkan dengan vaksin yang mengandung seluruh sel virus, karena fragmen
antigenik yang terdapat dalam tubuh penerima. disamping itu, vaksin rekombinan
polivalen, dimana dalam satu kemasan vaksin terdapat dua atau tiga jenis fragmen
antigenik. Contoh vaksin konjugasi adaalh vaksin DPT dan vaksin MMR (Radji &
Biomed, 2010).
7. Vaksin DNA (Plasmid DNA Vaccines)
Vaksin dengan pendekatan baru dalam teknologi vaksin yang memiliki potensi
dalam menginduksi imunitas seluler. Dalam vaksin DNA gen tertentu dari
19
disuntikkan DNA plasmid akan menetap dalam nukleus sebagai episom, tidak
isolasi DNA mikroba yang mengandung kode antigenyang patogen dan saat ini
respon humoral dan selular yang cukup kuat, sedangkan penelitian klinis pada
20
Gambar 1. (sumber : vaccine fact book,2012)
2.3.3. Vaksin Konjugasi
invasif yang disebabkan oleh bakteri Hib dan mengandung poliakkilkolitik kapsul
polisakarifin fosfat yang terikat ke difteri atau toksoid tetanus atau protein membran
digabungkan secara kimiawi dengan pembawa protein (PC). Kopling dari sakarida ke
respon kekebalan yang kuat pada bayi dan orang dewasa. Vaksin "glikokonjugat" ini
menghasilkan bantuan sel T untuk sel B yang menghasilkan antibodi IgG pada
spesifik, pengembangan sel B memori, pematangan afinitas, dan memori sel T lama.
21
Vaksin glycoconjugate telah memainkan peran besar dalam mencegah penyakit
Haemophilus influenzae tipe b (Hib), yang dilisensikan di AS pada tahun 1987 dan
segera setelah itu dimasukkan ke dalam jadwal imunisasi bayi di Amerika Serikat.
Keberhasilan vaksin konjugasi Hib dalam mengurangi kejadian penyakit Hib invasif
pneumoniae dan Hib adalah penyebab utama meningitis pada masa kanak-kanak serta
sindrom infeksi lainnya dan memiliki kapsul polisakarida yang sama (walaupun
memiliki struktur yang berbeda) yang bertindak baik sebagai penentu virulensi dan
target untuk perlindungan antibodi. Pentingnya patogen ini pada orang muda sebagian
dapat dijelaskan oleh imunogenisitas yang rendah dari beberapa polisakarida pada
kelompok usia ini dan akibatnya ketidakmampuan bayi dan anak kecil untuk
bakteri, karena pembangkitan yang tergantung respon imun sel T, secara singkat
diuraikan:
22
a) Perbaikan priming: imunogenik juga di Indonesia bayi dan anak kecil (Ab-
lama B-sel) dan efek penguat pada kontak baru dengan antigen spesifik (vaksinasi
ulang).
c) Kemampuan menuju kematangan afinitas Respon-Ab, dengan konsekuensinya
Antigen polisakarida adalah molekul besar yang terdiri dari epitop berulang
yang tidak diproses oleh sel penyajian antigen (APC) namun berinteraksi langsung
dengan sel B, menginduksi sintesis antibodi tanpa adanya sel T (dengan demikian
dalam beberapa cara. Yang terpenting, mereka gagal menginduksi jumlah antibodi
yang signifikan dan berkelanjutan pada anak-anak di bawah usia 18 bulan. Sementara
polisakarida bersifat imunogenik pada anak-anak dan orang dewasa yang lebih tua,
karakteristik respons antibodi agak terbatas. Mereka didominasi oleh IgM dan IgG2,
hidup relatif singkat dan respon pendorong tidak dapat dipicu pada paparan berulang.
Kegagalan untuk menginduksi memori imunologis juga tercermin dalam tidak adanya
Konsekuensi dari bantuan sel T ini adalah tanggapan antibodi terhadap antigen protein
dapat ditimbulkan pada usia sangat muda dan kekebalannya sudah lama dijalani
23
didominasi oleh subkelas IgG1 dan IgG3 dan pematangan afinitas dapat ditunjukkan
a. Vaksin Polisakarida
b. Vaksin Konjugasi Polisakarida
a) Vaksin Polisakarida
Vaksin polisakarida telah digunakan selama beberapa dekade untuk membantu
penyakit invasif dan berpotensi mengancam nyawa, namun vaksin ini juga
24
Kontak dekat dengan carrier dapat meningkatkan risiko tertular bakteri
b) Vaksin Konjugasi
Vaksin polisakarida konjugasi - atau vaksin konjugasi - dikembangkan dengan
mengenali antigen sebagai zat asing yang harus dihancurkan. Metode ini
menyebarkan penyakit.
Dengan mengurangi jumlah orang yang membawa bakteri, lebih sedikit
25
Gambar 3. Gambaran Vaksin Polisakarida dan Vaksin Konjugasi Polisakarida
2.4. Reagen
Teknik konjugasi tergantung pada gugus fungsional reaktif dari reagen crosslinking
maupun dari molekul target. Jika salah satu tidak memiliki gugus reaktif, atau jika
keduanya tidak kompatibel maka reaksi konjugasi tidak akan berhasil (Hermanson,
1996). Sehingga jika ingin mendapatkan hasil reaksi yang optimal, perlu dilakukan
menambah kemampuan yang lebih besar kombinasi. Biomolekul ada dan berfungsi di
lingkungan berair, oleh karena itu kimia bioconjugate terutama tentang "kimia dalam
air." setiap biokonjugasi yang sesuai kimia harus kompatibel dengan lingkungan seperti
itu, sekaligus pada saat yang sama melestarikan aktivitas biologis atau fungsi biomolekul
metode berbasis konjugasi yang digunakan secara luas untuk mendeteksi antigen terkait
penyakit pada keduanya penelitian dan lingkungan klinis. Biokonjugat juga digunakan
26
dalam teknik imunohistokimia klasik yang menggunakan konjugat antibodi neon atau
enzim melokalisasi dan mengenali komponen seluler secara spasial. Metode in situ sudah
manfaat yang signifikan: Stabil: membentuk ikatan hidrazon yang stabil (94C 2 jam)
hanya satu sama lain dengan adanya -NH2, -SH, -COOH dan fungsi protein lainnya.
Proses konjugasi memberi manfaat standar untuk semua reagen linker:
27
Molekul dengan massa molar yang rendah, diantaranya, sebagai contoh peptida
sintesis kimia, dimana dalam beberapa kasus tidak dapat masuk untuk menginduksi
antibody pada hewan, dengan demikian molekul ini harus berikatan atau berkonjugasi
dengan molekul pembawa. Beberapa contoh pembawa makromolekul adalah
hemolymph dari keyhole limpet Megathura crenulata (KLH), hemolymph dari
eatable snail Helix pomatia, hemolymph dari horseshoe crab Limulus
polyphemus,Albumin serum kationisasi, telur ayam ovalbumin, thyreoglobulin, atau
Dekstran. Adapun reagen kopling yang digunakan untuk hapten-carier konjugasi
adalah sebagai berikut :
28
29
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
a. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013, Imunisasi
aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit
(dua) yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif (Baratawidjaja & Rengganis, 2014).
c. Konjugasi (Crosslinking) merupakan suatu proses kimia untuk menggabungkan dua
atau lebih molekul dengan suatu ikatan kovalen (Hayworth, 2014.). Sistem konjugasi
dapat diaplikasikan untuk membuat suatu sistem termodifikasi berbasis protein yang
berfungsi untuk deteksi, assay tracking atau mentarget suatu molekul biologi
(Hermanson, 1996).
d. Tujuan dari konjugasi ini adalah untuk menaikkan sifat farmakokinetik dari
terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi
2011) (a) Live attenuated (bakteri atau virus hidup yang dilemahkan) dan (b)
produksinya antara lain : Vaksin hidup (live attenuated vacine) ; Vaksin Mati (Killed
invasif yang disebabkan oleh bakteri Hib dan mengandung poliakkilkolitik kapsul
30
polisakarifin fosfat yang terikat ke difteri atau toksoid tetanus atau protein membran
3.2. Saran
Demikianlah isi pembahasan dari makalah penulis. Namun sebagai manusia yang
tidak sempurna kami menyadari bahwa ada banyak kesalahan serta kekurangan yang
terdapat di dalamnya baik dalam dari segi isi, pengetikan, dan kesalahan-kesalahan lain
Namun segala masukan, tanggapan, saran, serta kritikan yang bersifat menbangun
sangat kami harapkan untuk makalan ini guna bisa bermanfaat bagi banyak orang.
Terima kasih.
31
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, K.G., & Rengganis, I. 2014. Imunologi Dasar Edisi ke-11 (Cetakan ke-2).
Jakarta: FKUI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Durando, P., Faust, S.N., & Torres, A. 2015. Immunological Features and Clinical Benefits of
28 April 2017.
Radji, M., & Biomed, M. 2010. Imunologi & Virologi. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan
Sinaga, A. 2015. Modul Imunologi Program Studi Farmasi. Lubuk Pakam : STIKes Medistra.
https://secure.eurogentec.com/EGT/files/SoluLinK%20Catalog%20No%20Prices.pdf,
32