Anda di halaman 1dari 11

I.

JUDUL

Pengaruh Bisphenol-A sebagai estrogen sintetik terhadap resistensi


insulin

II. PENDAHULUAN

Secara garis besar, sistem endokrin mempengaruhi sistem reproduksi,


pertumbuhan dan perkembangan, mempertahankan homeostasis mileu
interior, serta mengatur metabolisme tubuh. Sistem tersebut terdiri
dari sistem sentral (hipotalamus), master gland (hipofisis), serta target
glands yang diantaranya adalah kelenjar tiroid, kelenjar pankreas, dan
ovarium.1

Hormon merupakan zat kimia yang disekresikan oleh kelenjar


endokrin ke dalam sirkulasi tubuh, yang mempengaruhi berbagai
aktivitas biologis tubuh. Hormon dapat berupa turunan
peptida/protein, steroid, dan turunan asam amino yang setelah
disekresi akan bereaksi terhadap reseptor sel target. Setiap sel di
dalam tubuh diatur oleh hormon. Dengan kata lain, hormon
menimbulkan berbagai efek terhadap organisme.

Berbagai efek pengaturan tersebut sebaliknya dapat diinterupsi oleh


Endocrine Disruptors (EDs), yang dibawa melalui makanan, minuman,
atau udara. Dapat juga diabsorpsi secara transdermal. Sebagian besar
EDs mempengaruhi efek dari hormon turunan steroid atau turunan
asam amino (tiroid). Namun, efek EDs terhadap reseptor steroid pada
hormon peptida/protein juga umum.

EDs dapat berupa bahan kimia, baik alami maupun sintetik yang
menganggu kinerja hormon melalui berbagai mekanisme, yang akan
dibahas lebih lanjut dalam makalah ini. Eksistensi dari EDs tersebut
menimbulkan berbagai kondisi patologis sistem endokrin, baik yang
terjadi pada tingkat seluler maupun tingkat molekuler, yang
bermanifestasi pada berbagai organ tubuh.

III. TUJUAN
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat dan pemerintah mengenai
endocrine disruptor
2. Meningkatkan kewaspadaan masyarakat dan pemerintah terhadap
eksistensi dari endocrine disruptor
3. Menjadi inspirasi untuk merintis program penurunan paparan
terhadap endocrine disruptors yang memiliki dampak buruk bagi
kesehatan
4. mengetahui korelasi antara bisphenol-A sebagai estrogen sintetik
terhadap resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe II.

IV. TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Endocrine Disruptors

“Endocrine disruptor adalah substansi atau senyawa eksogen yang


mengubah fungsi dari sistem endokrin dan menyebabkan gangguan
kesehatan pada organisme yang bersangkutan, atau pada
progenitornya atau pada (sub)populasinya.” [The International
Programme on Chemical Sfety (IPCS)/the World Helath
Orgamization (WHO)]

Sedangkan, berdasarkan The Smithsonian Workshop pada Februari


2007, endocrine disruptor merupakan suatu agen eksogen yang
mengganggu sintesis, sekresi, transpor, perlekatan, aksi, atau
eliminasi dari hormon tubuh, yang bertanggung jawab terhadap
pemeliharaan homeostasis, reproduksi, perkembangan atau
perilaku.
Agen eksogen tersebut juga dikenal dengan istilah Endocrine
Disruptor Chemicals (EDCs), Endocrine Modulator,
Environmental Hormone.

2. Jenis-jenis Endocrine Disruptors

EDCs berbeda-beda berdasarkan asal, ukuran, kemampuan, siklus


kimia, jumlah dan efeknya. Setiap orang terpapar dengan EDCs
karena EDCs ditemukan dalam dosis rendah dalam berbagai
produk. Bahan kimia yang umumnya terdeteksi di dalam tubuh
manusia antara lain DDT, polychlorinated biphenyls (PCB’s),
bisphenol A, polybrominated diphenyl esthers (PBDE’s), dan
beberapa golongan phthalates.

2.1 DDT

Dichloro-diphenyl-trichloroethane (DDT) pertama kali


digunakan sebagai pestisida terhadap Colorado potato beetles
pada tanaman awal tahun 1936 dan digunakan secara luas di
seluruh dunia untuk meningkatkan monokultur tanaman yang
terserang hama.

Pada awal 1946, efek membahayakan dari DDT terhadap


serangga yang membantu petani, ikan, dan burung, terlihat
pada lingkungan. Dua puluh tahun sejak penggunaannya yang
luas, DDT ditemukan di dalam es yang diisolasi dari Antartika.
Penelitian terbaru menunjukkan ahwa DDT memiliki pengaruh
terhadap sistem reproduksi wanita dan berpengaruh terhadap
terhadap fertilitas pria.

2.2 Polychlorinated biphenols


Polychlorinated biphenyls (PCBs) merupakan kelas senyawa
klorin yang digunakan sebagai pendingin dan pelumas dalam
industri. PCB dibentuk melalui pemanasan benzen, produk sisa
dari gasoline.

Efek dari paparan akut PCB terlihat pada perusahaan yang


menggunakan formulasi PCB Montanio yang melihat dampak
pada pekerja mereka yang berpaparan langsung dengan PCB.

Kontak langsung mengakibatkan kondisi kulit seperti jerawat


yang disebut chloracne.

2.3 Bisphenol A

Bisphenol A ditemukan dalam produk plastik, bahan perawatan


gigi, dan makanan kaleng. Zat kimia ini diketahui sebagai
endocrine disruptor berdasarkan hasil dari ratusan penelitian yang
menunjukkan bahwa bisphenol A dalam kadar rendah
meningkatkan resiko diabetes serta kanker payudara dan prostat.

2.4 Polybrominated diphenyls ethers

Polybrominated diphenyls ethers (PBDE’s) merupakan


senyawa yang ditemukan di dalam flame retardants, wadah
plastik dari komputer, televisi, dan alat elektronik lainnya.
PBDE memiliki potensi untuk merusak keseimbangan kelenjar
tiroid yang berkontribusi terhadap gangguang perkembangan
sistem saraf, antara lain low intelligence dan gangguan belajar.

2.5 Phthalates

Phthalates ditemukan dalam mainan lunak, alat pembersih


lantai, peralatan medis, kosmetik, dan air freshner. Belum
dilakukan studi langsung terhadap manusia, namun
berdasarkan hasil laboratorium, phthalates mengakibatkan
gangguan reproduksi pria dan penurunan jumlah sperma.

2.6 Alkylphenols

Beberapa jenis dari alkylphenols merupakan produk akhir


nonionis detergents. Nonylphenols diperkirakan sebagai
endocrine disruptor kadar rendah mengingat kemampuannya
untuk meniru struktur estrogen.

3. Mekanisme kerja Endocrine Disruptors

Endocrine disruptor mengeluarkan efeknya melalui beberapa


mekanisme:

3.1 Menghambat interaksi antara hormon dan reseptor


Juga dikenal sebagai efek antagonis. EDCs dapat
memodifikasi perlekatan dari suatu hormon, sehingga
mempengaruhi fungsi selular normal yang melibatkan hormon
tersebut.

3.2 Berfungsi sebagai hormon palsu


EDCs dapat menyerupai suatu hormon secara struktur dan
dapat berinteraksi secara langsung dengan hormon reseptor.
Mekanisme ini mengakibatkan sel tersebut menghasilakn
fungsi yang abnormal.

3.3 Perubahan perkembangan dari reseptor dan fungsinya


EDCs juga dapat menstimulasi atau menghambat
perkembangan dari reseptor sel dan mempengaruhi aktivitas
normal dari sel tersebut.

3.4 Perubahan fungsi melalui interaksi dengan hormon


Mekanisme ini bekerja dengan cara mengubah pesan yang
dikeluarkan oleh hormon, sehingga mengubah fungsi suatu sel

3.5 abnormalitas atau defisiensi sebagai akibat dari kegagalan


fungsi hormon

Beberapa EDCs berpotensi untuk merusak produksi hormon,


salah satunya mekanisme yang mengatur metabolisme steroid,
sehingga menyebabkan abnormalitas atau defisiensi.

Kinerja dari EDCs diketahui melibatkan beberapa faktor, yakni


(a) bahan kimia serupa dapat memiliki efek yang berbeda pada
organ yang berbeda, (b) bahan kimia yang sama dapat memiliki
dampak yang berbeda pada setiap tahap perkembangan. (c)
bahan kimia tersbeut dapat dipengaruhi oleh lingkungan,
nutrisi, umur dari individu, (d) bahan kimia dapat berinteraksi
dengan beberapa faktor lain, seperti halnya, (e) bahan kimia
tersebut dapat menyebabkan respon yang berbeda pada tiap
spesies.

4. Bioakumulasi dari Endocrine Disruptors


Konsentrasi dari EDs meningkat melalui proses bioakumulasi dari
rantai makanan. ED masuk ke dalam nutrien dalam bentuk bahan
kimia sintetik. Pada tingkat ini, kadarnya sulit untuk diukur.
Proses dari peningkatan bioakumulasi tersebut berulang hingga
mencapai predator yang tertinggi. Akumulasi ini mampu
menyebabkan deformitas, penurunan fertilitas, dan kematian.

Sebagai yang berada di puncak rantai makanan, manusia memiliki


kandunga endocrine disruptor yang tinggi. Janin dan bayi bahkan
memiliki kadar EDs yang lebih tinggi. EDs dapat melewati
plasenta ke dalam fetus. Bayi yang sedang menyusui pun dapat
mendapat EDs dari ASI Ibu yang memiliki kandungan EDs.

5. Dampak Endocrine Disruptors terhadap kesehatan manusia

Hingga saat ini, belum terdapat bukti nyata bahwa endocrine


disruptors mampu menyebabkan gangguan pada kadar rendah.
Namun, pada kadar yang tinggi, EDs mampu mengakibatkan
gangguan kesehatan manusia melalui interaksinya dengan sistem
endokrin. Efek EDs terhadap kesehatan manusia diperkirakan
sebagai berikut:
1. Kelainan kelahiran, seperti perubahan perkembangan dan
fungsi seksual
2. Kelainan neurologis
3. Diabetes mellitus
4. Kelainan imunologis
5. Pubertas dini pada wanita muda
6. Kanker pada payudara, usus besar, dan vagina,
endometriosis,.kanker serviks dan kanker testis.
7. Abnormalitas dari struktur oviduk, vagina, dan uterus yang
berkontribusi terhadap faktor subfertilitas.
8. Non-Hodgkin’s limfoma
9. Reduced physical stamina
10. kelainan genital sejak lahir seperti hypospadia dan
chryptorchidism
11. penurunan jumlah sperma dan pembesaran/pengecilan dari
prostat
12. penurunan stamina fisik
13. penurunan kemampuan kognitif

6. Cara mencegah paparan terhadap EDs


Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, EDCs tersebar di
lingkungan dan dapat terkandung dalam produk pangan sehari-hari.
Hal ini menyebabkan kita rentan terhadap EDCs yang dapat
dengan mudah masuk ke dalam tubuh kita. Namun, terdapat
beberapa langkah agar kita dapat mengurangi paparan dengan
EDCs, yakni
1. Meningkatkan pengetahuan mengenai endocrine disruptors,
serta menyebarluaskannya kepada keluarga dan teman
2. Usahakan selalu membeli makanan organik
3. Hindari penggunaan pestisida di rumah atau di halaman atau di
hewan peliharaan. Gunakanlah umpan atau perangkap, serta
jagalah kebersihan rumah
4. Hindari makanan berlemak, seperti keju dan dagung sebisa
mungkin
5. Apabila mengonsumsi ikan dari sungai, danau, atau teluk,
perhatikan airnya terkontaminasi atau tidak
6. Hindari mengonsumsi makanan di dalam wadah dan bungkus
plastik
7. Jangan berikan mainan plastik kepada anak-anak karena
berpotensi sebagai EDCs
8. Dukung usaha untuk meningkatkan perhatian pemerintah dan
penelitian mengenai EDCs
V. ISI
A. Bisphenol-A (BPA)

1. Sejarah BPA

Bisphenol-A, atau sering disingkat BPA,


merupakan estrogen sintetik yang berfungsi
untuk mengeraskan polycarbonate plastic dan
epoxy resins (Environmental Working Group,
2007-2010). Bisphenol-A pertama kali
disintesis oleh A.P Dianin pada tahun 1891 dan
dilaporkan sebagai estrogen sintetik pada tahun
1930.

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Bisphenol_A

Gambar 4. Bisphenol-A

2. Sintesis BPA

BPA memiliki nama IUPAC 4,4'-dihydroxy-2,2-diphenylpropane, yang terbentuk


melalui kondensasi dari aseton (yang menyebabkan akhiran-A pada namanya)
dengan dua gugus phenol. Reaksi tersebut dikatalisis oleh asam, seperti asam
klorida (HCl) atau sulfonated polystyrene resin. Biasanya, phenol ditambahkan
dalam jumlah yang banyak untuk memastikan kesempurnaan kondensasinya.

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Bisphenol_A

Gambar 5. Reaksi pembentukan bisphenol-A


3. Penggunaan BPA

BPA terdapat dalam berbagai produk poliycarbonate, antara lain wadah makanan
seperti botol bayi, botol minuman yang bisa dipakai ulang, dan peralatan makan
seperti piring dan cangkir. Residu dari BPA juga terdapat dalam epoxy resins
yang digunakan untuk membuat pelindung dan pelapis kaleng makanan dan
minuman. Penggunaan BPA dalam produk yang memiliki kontak langsung
terhadap makanan diperbolehkan di Uni Eropa, di bawah Commission Directive
2002/72/EC of 6 August 2002. Penggunannya juga diperbolehkan di negara lain
seperti Amerika Serikat dan Jepang.

4. Mekanisme paparan terhadap BPA

Molekul-molekul di dalam BPA memiliki ikatan yang lemah. Berbagai penelitian


menemukan bahwa BPA dapat merembes dari wadah polikarbonat; kondisi yang
panas atau asam mempercepat hidrolisis dari ikatan ester antar monomer BPA
yang mengakibatkan paparan polutan tersebut dengan manusia.

5. BPA sebagai endocrine disruptor

BPA termasuk endocrine disruptor yang dapat meniru struktur dari hormon tubuh
yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan. Paparan terhadap BPA pada awal
perkembangan janin menimbulkan efek yang lebih parah dibandingkan dengan
paparan pada fase perkembangan manusia lainnya.

6. Pengaruh BPA sebagai estrogen sintetik terhadap resistensi insulin

Estradiol tidak hanya berperan dalam perkembangan seksual primer dan sekunder
wanita, namun juga berperan dalam mengatur sensitivitas normal insulin pada
kadar normal (Livingston dan Collinson, 2002). Estradiol meningkatkan
sensitivitas insulin, yang sangat menguntungkan bagi sel- pankreas. Insulin
sangat esensial bagi tubuh karena berfungsi sebagai transpor glukosa dalam sel.
Sintesis insulin terjadi di dalam sel- pulau Langerhans di pankreas. Perubahan
kadar insulin sedikit saja dalam sirkulasi, dapat mengakibatkan resiko resistensi
insulin. Resistensi insulin merupakan suatu kondisi penurunan sensitivitas
jaringan terhadap kerja insulin, sehingga kadar glukosa dalam sirkulasi tinggi
karena tidak dapat diabsorpsi oleh sel.

Sel- pankreas, selain memiliki reseptor pengangkut glukosa (misalnya, GLUT-


4), juga memiliki estrogen receptor (ER). Kadar E2 yang abnormal dapat
berdampak pada kadar insulin yang abnormal pula sehingga memungkinkan
terjadinya resistensi insulin.

BPA berperan dalam resistensi insulin dengan cara meniru struktur dari 17β-
estradiol (E2) (Colborn et al. 1993). BPA berikatan pada ER klasik, yakni ER-
dan ER- (McLachlan 2001; Newbold 2004), namun juga dapat berikatan pada
reseptor estrogen yang lainnya (Nadal et al. 2005). Melalui mekanisme ini, BPA
bertindak sebagai E2 alami, namun dalam konsentrasi yang abnormal dan pada
waktu yang tidak tepat, sehingga terjadi fluktuasi kadar insulin dalam sirkulasi.
Inilah yang dapat menjadi resistensi insulin apabila ER terus terpapar dengan
BPA.

Anda mungkin juga menyukai