Anda di halaman 1dari 16

DISKUSI TOPIK

SINDROMA NEFROTIK

Dibimbing Oleh :

dr. Jonny, Sp.PD. KGH.Mkes. MM

Disusun Oleh :
Annisa Rizki Ratih Pratiwi (UPN)
NW (UPN)

I Gusti Ayu Ary

Annesya Chintya Sirait (UPN)


Solihadin (UPN)

Mittha Airlina

Restu Widyastuti (UPN)


(UPN)

Delvi Aprinelda

Atya Shabrina Monika (YARSI)

Emir Yonas (YARSI)

Mellisa Trixiana (UKRIDA)

Karen Afian (UPH)

Holy Fitria Ariani (UPH)

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam


RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT
SOEBROTO
DISKUSI TOPIK
SINDROMA NEFROTIK| 1

PERIODE MEI AGUSTUS 2015

SINDROMA NEFROTIK
Sindroma nefrotik klasik ditandai dengan adanya proteinuria berat, hematuria
minimal, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia edema dan hipertensi. Jika tidak
terdiagnosis atau diobati maka beberapa sindrom ini akan secara progresif
merusak gromerulus yang menyebabkan penurunan dari GFR, menjadi gagal
ginjal.
Terapi untuk setiap penyebab sindroma nefrotik terlampirkan pada pembahasan
penyakit disetiap individu dibawah ini. Secara umum, semua pasien dengan
hiperkolesterolemia sekunder pada sindroma nefrotik harus diberikan terapi
dengan agen penurun lipid karena hal ini merupakan faktor resiko untuk penyakit
kardiovaskuler. Edema yang sekunder pada resistensi garam dan air dapat
dikontrol dengan pemberian diuretik, menghindari terjadinya penurunan volume
intravaskular. Komplikasi vena sekunder pada hiperkoagulasi yang terkait pada
sindrom nefrotik dapat diobati dengan pemberian antikoagulan. Penurunan dari
berbagai serum yang mengikat protein, seperti pada tiroid yang terkait globulin,
mengarahkan terjadinya perubahan pada tes fungsional. Terakhir, proteinuria
sendiri dihipotesikan akan menjadi nefrotoksik dan pengobatan untuk proteinuria
tersebut adalah dengan Renin Angiotensin inhibitor yang dapat menurunkan
sistem eksresi protein di urin.
Minimal Change disease (Perubahan penyakit minimal)
Minimal change disease (MCD), terkadang diketahui sebagai nil lession (lesi
yang tidak ada), karena 7090 % dari sindroma nefrotik didapati pada anak-anak
tetapi 10-15% dari sindrom nefrotik terjadi pada dewasa. MCD biasanya
memperlihatkan tanda awal dari terjadinya gangguan pada ginjal namun dapat
juga dikaitkan dengan beberapa kondisi lain, termasuk penyakit Hodgkin, alergi,
atau penggunaan agen anti inflamasi nonsteroid, nefritis interstisial secara
signifikan sering menyertai kasus yang terkait dengan penggunaan non steroid.
DISKUSI TOPIK
SINDROMA NEFROTIK| 2

MCD pada biopsi ginjal menunjukkan jelas adanya lesi pada glomerulus yang
dilihat dengan menggunakan mikroskop dan hasil negatif didapati pada
pemeriksaan dengan menggunaakan mikroskop immunofluoresen atau terkadang
menunjukkan sejumlah kecil IgM didalam mesangium. (Gambar e14-1) (lihat
skema Glomelural 4).

Mikroskop elektron biasanya dengan konsisten menunjukkan adanya gambaran


penghilangan dari proses yang terjadi pada epitel podosit yang didukung oleh
adanya kelemahan dari celah membran yang berpori-pori. Patofisiologi dari
terbentuknya lesi tidak dapat dipastikan. Beberapa setuju bahwa adanya sitokin
yang beredar, diharapkan dapat mengubah respon sel-T pada kapiler dan keutuhan
podosit. Dasar dari terbentuknya imun sitokin pada proses infalamasi adalah
secara tidak langsung dan didukung dengan pertanda sebelum terjadi alergi, yang
biasanya terjadi pada infeksi virus dan pada frekuensi tinggi pengurangan
inflamasi dengan steroid.
Gambaran klinis MCD tampak dengan timbulnya edema dan sindrom nefrotik
disertai dengan adanya sedimen urin aselular. Rata-rata ekskresi protein urin
dalam 24 jam adalah 10 gram dengan hipoalbuminemia berat. Gambaran klinis
jarang termasuk hipertensi (30% pada anak-anak, 50% di orang dewasa),
DISKUSI TOPIK
SINDROMA NEFROTIK| 3

hematuria mikroskopik (20% pada anak-anak, 33% pada orang dewasa), atopi
atau gejala alergi (40% pada anak-anak, 30% pada orang dewasa) dan penurunan
fungsi ginjal (<5% pada anak-anak, 30% pada orang dewasa). Gambaran klinis
dari gagal ginjal akut pada orang dewasa sering terlihat pada pasien dengan serum
albumin rendah dan edema intrarenal (nephrosarca) yang responsif terhadap
albumin intravena dan diuretik. Hal ini harus dibedakan dari gagal ginjal akut
sekunder karena hipovolemia. Nekrosis tubular akut dan inflamasi interstisial juga
dilaporkan. Pada anak-anak, urin yang abnormal terutama mengandung albumin
dengan jumlah minimal protein dengan berat molekular yang tinggi, dan
terkadang disebut proteinuria selektif. Meskipun hingga 30% penderita anak-anak
memiliki remisi spontan, semua anak-anak sekarang ini diberi pengobatan steroid,
hanya anak-anak yang tidak memberi respon terhadap pengobatan yang dilakukan
tindakan biopsi. Responden primer adalah pasien yang memiliki remisi
keseluruhan (proteinuria <0,2mg / 24jam) setelah pemberian dosis pertama
prednison, pasien yang bergantung dengan steroid akan mengalami kekambuhan
saat dosis steroid diturunkan (tappering off). Pasein dengan kekambuhan yang
cukup sering mengalami episode kekambuhan yaitu dua kali atau lebih dalam 6
bulan setelah dilakukan penurunan dosis, dan pasien yang resisten terhadap
steroid dianggap gagal berespon terhadap terapi steroid. Orang dewasa tidak
dianggap resisten terhadap steroid sampai setelah 4 bulan terapi. 90%-95% dari
penderita anak-anak akan mengalami remisi sepenuhnya setelah 8 minggu terapi
steroid, dan 80-85% dari orang dewasa akan mencapai remisi total, tetapi hanya
setelah penggunaan 20-24 minggu lebih lama. Pasien dengan resistensi steroid
mungkin terdapat FSGS pada biopsi berulang. Beberapa berhipotesis bahwa jika
biopsi ginjal pertama tidak terdapat sampel dari glomeruli kortikomedular yang
lebih dalam, maka diagnosis awal yang sebenarnya adalah FSGS mungkin
terlewatkan.
Kekambuhan terjadi pada 70-75% penderita anak-anak setelah remisi pertama,
dan kekambuhan yang terjadi lebih awal memprediksi beberapa kambuh
berikutnya. Frekuensi kekambuhan menurun setelah pubertas, meskipun ada

DISKUSI TOPIK
SINDROMA NEFROTIK| 4

peningkatan risiko kekambuhan setelah penurunan dosis steroid secara cepat pada
semua kelompok. Kekambuhan jarang terjadi pada orang dewasa, tetapi lebih
resisten terhadap terapi berikutnya. Prednisone adalah terapi lini pertama, baik
diberikan setiap hari atau pada pemberian secara berselang-seling. Obat
imunosupresif lainnya, seperti siklofosfamid, klorambusil, dan mycophenolate
mofetil, aman diberikan untuk penderita yang sering kambuh, steroid-dependen,
atau pasien resisten steroid. Siklosporin dapat menginduksi remisi, tapi
kekambuhan juga sering terjadi ketika siklosporin dihentikan. Prognosis jangka
panjang pada orang dewasa kurang menguntungkan ketika gagal ginjal akut atau
resistensi steroid terjadi.
FSGS (Focal Segmental Glomeruloskerosis)
FSGS merupakan gambaran dari kerusakan ginjal yang melibatkan beberapa
bagian segmen glomerulus. Manisfestasi klinis dari FSGS adalah ditemukannya
proteinuria.
Insidensi penyakit ini meningkat dan terjadi 1-3 kasus dari sindroma nefrotik pada
orang dewasa di Afrika, Amerika. Beberapa etiologi FSGS :
Primer focal segmental glomerulosklerosis
Sekunder focal segmental glomerulosklerosis :
-

Virus HIV
Hepatitis B
Reflux nefropati
Kolesterol emboli
Oligomeganephronia
Renal disgenesis
Sindroma Alport
Penyakit sickle cell
Lymphoma

Patogenesis dari FSGS disebabkan oleh banyak faktor, dapat disebabkan oleh
faktor permeabilitas sel T, proliferasi sel TGF- dan abnormalitas sel podosit
dengan mutasi genetik. Perubahan patologik pada FSGS paling banyak berlokasi
DISKUSI TOPIK
SINDROMA NEFROTIK| 5

di tempat persambungan kortikomedular, sehingga pada pemeriksaan biposi


spesimen dari jaringan superfisial dapat menyebabkan kesalahan dalam diagnosis.
FSGS ditandai dengan hematuria, hipertensi dan 50% pasien FSGS dapat
menyebabkan terjadinya gagal ginjal dalam 6-8 tahun.
Penatalaksanaan dari FSGS primer adalah pemberian inhibitor sistem renin
angotensin. Pada kasus sindroma nefrotik dengan proteinuria dapat diberikan
steroid, tetapi pemberian steroid ini kurang efektif. Pasien dengan proteinuria
hanya 20-45% menerima pengobatan dengan steroid dalam 6-9 bulan.
Beberapa bukti menunjukan cyclosporine memiliki respon terhadap pemberian
steroid yang bermanfaat pada pengobatan. Tetapi setelah pengobatan cylosporine
dihentikan dapat terjadi kekambuhan dan dapat menyebabkan kerusakan fungsi
ginjal karena memiliki efek nefrotoksik. Efek lain dari pengobatan dapat menekan
sistem imun. Pada kasus FSGS berulang, 25-40% pasien dilakukan transpalantasi
organ. Pengobatan pada FSGS sekunder terlebih dahulu dilakukan terapi pada
penyakit penyebab dan kontrol proteinuria.

Glomerulonefritis Membrane
Glomerulonefritis membrane (GMN), atau dikenal juga sebagai nefropati
membrane, merupakan penyebab 30% kasus sindroma nefrotik pada orang
dewasa, dengan puncak kejadian pada usia 30 50 tahun dengan perbandingan
kejadian pria & wanita adalah 2 : 1. Glomerulonefritis membrane sangat jarang
terjadi pada anak anak namun, sangat sering terjadi pada lansia. Pada 25 30%
kasus, GMN berkaitan erat dengan keganasan (tumor payudara, paru paru atau
kolon), infeksi (hepatitis B, malaria, skitosomoasis), atau pada penyakit
penyakit reumatologi seperti lupus atau arthritis rheumatoid.
Pada GMN, terjadi penebalan pada membran basal yang diikuti oleh untaian
kapiler perifer secara merata yang dapat dilihat melalui mikroskop cahaya pada
biopsy ginjal. Namun, penebalan ini harus dibedakan dengan penebalan yang
DISKUSI TOPIK
SINDROMA NEFROTIK| 6

terjadi pada pasien diabetes dan amiloidosis. Pemeriksaan meggunakan


immunofluoresens menunjukkan deposit sebaran granular granular IgG dan C 3
dan pada pemeriksaan menggunakan mikroskop electron didapati deposit electron
dense pada subepitelial.
Deposit pada subepitelial atau adanya inklusi pada tubuloretikular dapat menjadi
penanda diagnosis membranous lupus nephritis, yang biasanya diikuti manifestasi
ekstrarenal penyakit lupus. 80% pasien GMN datang dengan gambaran sindroma
nefrotik dan proteinuria non selektif. Hematuria mikroskopik dapat ditemukan
pada lebih dari 50% pasien, namun jarang ditemui pada pasien pasien nefropati
IgA atau FSGS. Remisi spontan terjadi pada 20 33% pasien dan terjadi bertahun
tahun pasca sindroma nefrotik muncul yang membuat pilihan tatalaksana
semakin sulit dilakukan. Sepertiga pasien tetap mengalami kekambuhan sindroma
nefrotik namun mempunyai fungsi ginjal yang baik, dan hampir sepertiga lainnya
mengalami gagal ginjal atau meninggal karena komplikasi sindroma nefrotik.
Jenis kelamin pria, usia tua, riwayat hipertensi, dan proteinuria persisten adalah
beberapa faktor yang memperburuk prognosis.
Tatalaksana pada pasien GMN, selain mencakup tatalaksana edema, dyslipidemia,
dan hipertensi, juga direkomendasikan harus menyertakan inhibisi sistem renin
angiotensin. Tatalaksana menggunakan obat obatan immunosupresan juga
direkomendasikan pada pasien GMN primer dengan proteinuria persisten (>
3.0/24 jam). Pilihan obat obatan imunosupresan yang dapat digunakan masih
diperdebatkan sampai sekarang, namun berdasarkan hasil studi beberapa klinisis
pilihan yang dapat diambil adalah steroid dan siklofosfamid, klorambusil,
mikopenolat mefotil atau siklsporin.
Pada pasien GMN kambuh atau gagal tatalaksana dapat pula diberikan rituximab,
antibody anti C20 yang ditargetkan pada sel B, atau hormon adrenokortikotropik
sintesis.
Membrane glomerulonefritis idiopatik/ primer

DISKUSI TOPIK
SINDROMA NEFROTIK| 7

Membranous glomerulonefritis sekunder

Infeksi: hepatitis B and C, sifilis, malaria, schistosomiasis


Keganasan : payudara, usus, paru-paru, lambung, ginjal, esfagus,

neuroblastoma.
Obat-obatan : mercury, penicilamine, non - steroid, and agen inflamasi,

probenesid.
Penyakit autoimun : SLE, arthritis rheumatoid, sirosis hepatis primer,
dermatitis herpetiformis, pempigo bulosa, myasthenia gravis, Sjogrens

syndrome, Hashimotos Tyroiditis.


Penyakit sistemik lain: Sindroma Fanconi, anemia sel sabit, diabetes,
penyakit Crohn, sarcoidosis, Sindroma Gullian Barre , penyakit Weber Christian, hiperplasia limfo nodus angiofolikular

Tabel 2. Penyebab Glomerulonefritis Mebrane. Harrison Nephrology &


Acid Base Disorders

Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik merupakan salah satu penyebab penyakit ginjal kronis di
Amerika dan merupakan suatu masalah yang berkembang di seluruh dunia.
Peningkatan signifikan jumlah pasien dengan nefropati diabetik mencerminkan
peningkatan secara epidemi dalam hal obesitas, sindrom metabolik, dan diabetes
melitus (DM) tipe 2. Faktor risiko terjadinya nefropati diabetik termasuk
hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia, merokok, riwayat anggota keluarga
dengan nefropati diabetik, polimorfisme genetik yang mempengaruhi aktivitas
aksis renin-angiotensin-aldosterone.
Dalam waktu 1-2 tahun setelah onset klinis diabetes, terjadi perubahan morfologi
pada ginjal. Penebalan Glomerular Basement Membrane (GBM) merupakan
indikator yang sensitif terhadap diabetes namun tidak dapat menunjukkan klinis
nefropati secara signifikan. Perubahan yang terjadi pada GBM menyebabkan
peningkatan filtrasi protein serum pada urin, yang didominasi oleh albumin.
Perluasan mesangium karena akumulasi matriks ekstraselular berhubungan
DISKUSI TOPIK
SINDROMA NEFROTIK| 8

dengan manifestasi klinis dari nefropati diabetik. Perluasan matriks mesangium


berkaitan dengan berkembangnya sklerosis mesangium. Pada beberapa pasien
juga didapatkan adanya nodul PAS+ eosinofilik yang disebut glomerulosklerosis
nodul atau nodul Kimmelstiel-Wilson. Mikroskopi imunofloresensi sering kali
menunjukkan deposisi non spesifik dari IgG (biasanya berpola linear) atau adanya
komplemen tanpa deposit imun bila dilihat dengan mikroskop elektron. Perubahan
vaskular yang jelas biasanya disertai dengan hyalin dan arteriosklerosis
hipertensif.
Perubahan patologis merupakan suatu hasil dari berbagai faktor. Berbagai bukti
mendukung bahwa pentingnya peran suatu peningkatan tekanan kapiler
glomerular (hipertensi intraglomerular) terhadap perubahan struktur dan fungsi
ginjal. Efek langsung dari hiperglikemia pada sitoskleleton actin mesangial renal
dan sel otot polos vaskular terhadap perubahan yang berkaitan dengan diabetes
seperti atrial natriuretic factor, angiotensin II, dan insuline-like growth factor
(IGF), dapat menjadi penyebab. Hipertensi glomerular yang berkepanjangan dapat
meningkatkan produksi matriks, perubahan dalam GBM dengan gangguan di
dinding filtrasi (proteinuria), dan glomerulosklerosis. Sejumlah faktor juga telah
diidentifikasi berkaitan dengan perubahan produksi matriks, di antaranya
termasuk akumulasi produk akhir glikosilasi, faktor yang beredar yaitu growth
hormon, IGF-I, angiotensin II,

connective tissue growth factor, TGF-, dan

dislipidemia.
Riwayat dasar nefropati diabetik pada pasien dengan DM tipe 1 dan 2 adalah
sama. Namun, karena onset diabetes tipe 1 mudah diidentifikasi, pasien yang baru
didiagnosis dengan diabetes tipe 2 mungkin sudah menderita penyakit ginjal
selama bertahun-tahun sebelum nefropati ditemukan dan tampak sebagai nefropati
diabetik yang sudah lanjut. Pada onset diabetes, terjadi hipertrofi ginjal dan
hiperfiltrasi glomerolus. Derajat hiperfiltrasi glomerular berkaitan dengan risiko
nefropati yang signifikan secara klinis. Seikitar 40% pasien DM dengan nefropati
diabetik, manifestasi awal yang terjadi adalah peningkatan albuminuria.
Albuminuria dengan ukuran 30-300 mg/24 jam disebut mikroalbuminuria. Pada
DISKUSI TOPIK
SINDROMA NEFROTIK| 9

pasien dengan DM tipe 1 dan 2, mikroalbuminuria muncul 5-10 tahun setelah


onset DM sehingga penting untuk diperiksa bahkan setiap tahun setelahnya.
Pasien dengan sedikit kenaikan kadar albuminuria terdapat peningkatan level
ekskresi albumin urin, biasanya mencapai hasil dipstick positif proteinuria (> 300
mg albuminuria) 5-10 tahun setelah onset awal albuminuria. Mikroalbuminuria
merupakan faktor risiko yang kuat untuk kejadian kardiovaskular dan kematian
pada pasien dengan DM tipe 2. Banyak pasien dengan DM tipe 2 dan
mikroalbuminuria tidak dapat bertahan karena suatu penyakit berhubungan
dengan kardiovaskular sebelum terjadi proteinuria atau kegagalan ginjal.
Proteinuria pada nefropati diabetik dapat menjadi variabel, Mulai dari 500 mg
sampai 25 g / 24 jam, dan sering dikaitkan dengan sindrom nefrotik. Lebih dari
90% pasien dengan DM tipe 1 dan nefropati menderita retinopati diabetes,
sehingga tidak adanya retinopati pada pasien DM tipe 1 dengan proteinuria
dipertimbangkan diagnosis selain nefropati diabetik; hanya 60% dari pasien DM
tipe 2 dengan nefropati memiliki retinopati diabetik. Terdapat korelasi yang sangat
signifikan antara retinopati dan adanya nodul Kimmelstiel-Wilson. Selain itu juga,
secara karakteristik, pasien dengan nefropati diabetik yang lebih lanjut memiliki
ginjal berukuran normal hingga besar, berbeda dengan penyakit glomerular lain di
mana ukuran ginjal biasanya mengecil. Nefropati diabetik biasanya didiagnosis
tanpa biopsi ginjal. Setelah timbulnya proteinuria, fungsi ginjal menurun tak
terelakkan, dengan 50% pasien mencapai gagal ginjal lebih 5-10 tahun; dengan
demikian, dari tahap awal mikroalbuminuria, biasanya membutuhkan waktu 10-20
tahun untuk mencapai stadium akhir penyakit ginjal. Hipertensi dapat
memprediksi pasien mana yang akan berkembang menjadi nefropati, dengan
adanya hipertensi mempercepat laju penurunan fungsi ginjal. Begitu terjadi gagal
ginjal, bagaimanapun, kemungkinan untuk bertahan hidup dengan dialisis jauh
lebih kecil untuk pasien dengan diabetes dibandingkan dengan pasien dialisis
lainnya. Prognosis lebih baik pada DM tipe 1 yang mendapat donor hidup.
Terdapat bukti baik yang mendukung manfaat kontrol gula darah dan tekanan
darah serta penghambatan sistem renin-angiotensin dalam memperlambat
DISKUSI TOPIK
SINDROMA NEFROTIK| 10

perkembangan nefropati diabetik. Pada pasien dengan DM tipe 1, kontrol intensif


gula darah dapat mencegah perkembangan nefropati diabetik. Belum ada bukti
jelas yang mendukung kontrol gula darah intensif pada pasien DM tipe 2,
terhadap progresifitas nefropati diabetik.
Dengan mengontrol tekanan darah sistemik dapat menurunkan efek samping
ginjal dan kardiovaskular pada populasi berisiko tinggi. Sebagian besar pasien
dengan nefropati diabetik membutuhkan tiga atau lebih obat antihipertensi untuk
mencapai tujuan ini. Obat yang menghambat sistem renin-angiotensin, terlepas
dari efeknya terhadap tekanan darah sistemik, telah terbukti dalam berbagai uji
klinis besar dapat memperlambat perkembangan nefropati diabetik tahap awal
maupun tahap lanjut (proteinuria dengan mengurangi filtrasi glomerulus). Seperti
yang diketahui angiotensin II meningkatkan resistensi arteriol eferen dan begitu
juga tekanan kapiler glomerular, satu kunci mekanisme untuk efisiensi ACE
inhibitors atau angiotensin recepto blockers (ARBs) adalah mengurangi hipertensi
glomerular. Pasien yang menderita DM tipe 1 selama 5 tahun, yang sudah
menunjukkan albuminuria atau penurunan fungsi ginjal seharusnya diberi
pengobatan golongan ACE inhibitors. Pada pasien DM tipe 2 dengan
mikroalbuminuria atau proteinuria dapat diberikan ACE inhibitor atau ARBs.
Terdapat sedikit bukti bermakna yang mendukung terapi dengan kombinasi dua
obat (ACE inhibitors, ARBs, renin inhibitors, atau antagonis aldosterone) dapat
menekan beberapa komponen sistem renin-angiotensin.
Penyakit Deposisi Glomerulus
Diskrasia sel plasma menghasilkan rantai ringan imunoglobulin yang berelebih
terkadang mengarah pada pembentukan deposit glomerulus dan tubulus yang
menyebabkan proteinuria berat dan gagal ginjal; hal yang sama berlaku untuk
akumulasi serum fragmen protein amyloid A terlihat pada beberapa penyakit
inflamasi. Secara kelompok luas, pasien proteinuri memiliki penyakit deposisi
glomerulus.
Penyakit deposisi rantai-ringan
DISKUSI TOPIK
SINDROMA NEFROTIK| 11

Karakteristik biokimia dari rantai ringan nefrotoksik yang diproduksi pada pasien
dengan keganasan rantai ringan, sering memberi pola tertentu pada cedera ginjal;
baik endapan nefropati (Gambar. e14-17), yang menyebabkan gagal ginjal tetapi
tidak dengan proteinuria berat atau amiloidosis, atau penyakit deposisi rantai
ringan (Gambar. e14-16), yang menghasilkan sindrom nefrotik dengan gagal
ginjal.
Pasien ini pada akhirnya akan menghasilkan rantai ringan kappa yang tidak
memiliki fitur biokimia yang diperlukan untuk membentuk fibril amiloid.
Sebaliknya, mereka membuat sendiri dan membentuk endapan granular sepanjang
kapiler glomerulus dan mesangium, membran tubular basement, dan kapsul
Bowman. Ketika dominan di glomerulus, sindrom nefrotik berkembang, dan
sekitar 70% dari pasien berkembang menjadi pasien yang memerlukan tindakan
dialisis. Deposito rantai ringan tidak fibrillar dan tidak terwarnai dengan Kongo
merah, tetapi mereka mudah dideteksi dengan antibodi anti - rantai ringan
menggunakan imunofluoresensi atau deposito granular pada mikroskop elektron.
Kombinasi penataan ulang rantai ringan, membuat sifat sendiri pada pH netral,
dan metabolisme yang abnormal mungkin berkontribusi dalam terbentuknya
deposisi. Pengobatan untuk penyakit deposisi rantai ringan yaitu dengan
pengobatan penyakit utama. Begitu banyak pasien dengan deposisi rantai ringan
yang mengalami perburukan menjadi gagal ginjal, prognosis keseluruhan suram.

Amiloidosis ginjal
Kebanyakan amiloidosis ginjal baik dari hasil deposito fibrillar primer rantai
ringan imunoglobulin dikenal sebagai amiloid L (AL), atau sekunder untuk
deposito fibrillar serum amyloid A (AA) protein fragmen (Bab. 112). Meskipun
keduanya terjadi untuk alasan yang berbeda, patofisiologi klinis mereka sangat
mirip dan akan dibahas bersama-sama. Amiloid menginfiltrasi hati, jantung, saraf
perifer, carpal tunnel, faring atas, dan ginjal, menghasilkan kardiomiopati

DISKUSI TOPIK
SINDROMA NEFROTIK| 12

restriktif, hepatomegali, macroglossia, dan proteinuria berat kadang-kadang


dikaitkan dengan trombosis vena ginjal.
Dalam AL amiloidosis sistemik, juga disebut amiloidosis primer, rantai ringan
dihasilkan lebih oleh klonal diskrasia sel plasma yang dibuat menjadi fragmen
oleh makrofag sehingga mereka bisa melakukan agregasi sendiri pada pH yang
asam. Jumlah yang tidak proporsional pada rantai ringan (75%) adalah dari kelas
lambda. Sekitar 10% dari pasien ini memiliki myeloma terbuka dengan lesi tulang
litik dan infiltrasi sumsum tulang dengan > 30% sel plasma; Sindrom nefrotik
adalah umum, dan sekitar 20% dari pasien berkembang menjadi pasien yang
memerlukan dialisis.
AA amiloidosis kadang-kadang disebut amiloidosis sekunder dan juga sebagai
sindrom nefrotik. Hal ini karena pengendapan beta-pleated amiloid serum A
protein, sebuah reaktan fase akut yang fungsi fisiologisnya meliputi transportasi
kolesterol, menarik sel kekebalan tubuh, dan aktivasi metalloprotease. Empat
puluh persen dari pasien dengan AA amiloid memiliki rheumatoid arthritis, dan
10% memiliki ankylosing spondylitis atau psoriasis arthritis; sisanya berasal dari
penyebab yang lebih rendah lainnya. Penyakit ini kurang umum di negara-negara
Barat, tetapi lebih sering terjadi pada daerah Mediterania, terutama di Sephardic
dan Irak Yahudi, adalah demam mediterania familial (FMF).
FMF disebabkan oleh mutasi pada gen pengkodean pyrin, sedangkan sindrom
Muckle-Wells, kelainan terkait, hasil dari mutasi pada cryopyrin; kedua protein
penting dalam apoptosis leukosit awal peradangan; protein tersebut dengan
domain pyrin merupakan bagian dari jalur baru yang disebut inflammasome
tersebut. Mutasi reseptor di tumor necrosis factor receptor 1 (TNFR1) -associated
sindrom periodik juga memproduksi peradangan kronis dan amiloidosis sekunder.
Fragmen dari amiloid A serum protein dan membuat sendiri dengan melampirkan
reseptor untuk produk canggih akhir glikasi di lingkungan ekstraseluler; Sindrom
nefrotik adalah umum, dan sekitar 40-60% pasien berkembang menjadi dialisis.

DISKUSI TOPIK
SINDROMA NEFROTIK| 13

AA dan AL amiloid fibril terdeteksi dengan Kongo merah atau secara lebih rinci
dengan mikroskop elektron (Gambar. E14-15). Saat ini dikembangkan serum
gratis rantai ringan, tes nefelometri berguna dalam diagnosis dini dan tindak lanjut
dari perkembangan penyakit. Biopsi dari hati atau ginjal yang terlibat menentukan
diagnostik 90% dari ketika probabilitas pretest tinggi; lemak pada pada abdomen
positif pada aspirasi sekitar 70% saat itu, tapi ternyata kurang baik ketika mencari
AA amiloid. Deposito amiloid didistribusikan bersama pembuluh darah dan di
daerah mesangial ginjal. Perawatan untuk amiloidosis primer tidak terlalu efektif;
melphalan dan transplantasi sel induk autologus hematopoietik dapat menunda
perjalanan penyakit di sekitar 30% dari pasien. Amiloidosis sekunder juga tidak
dapat dihentikan kecuali penyakit primer dapat dikendalikan. Beberapa obat baru
dalam pembangunan yang mengganggu pembentukan fibril mungkin tersedia di
masa depan.
Fibrillary-Immunotactoid glomerulopathy
Fibrillary-immunotactoid glomerulopathy jarang terjadi (<1,0% dari biopsi ginjal)
didefinisikan morfologi penyakit yang ditandai dengan akumulasi glomerulus dari
nonbranching fibril yang diatur secara acak. Beberapa mengklasifikasikan
penyakit ginjal amiloid dan nonamyloid asosiasi fibril sebagai glomerulopathies
fibrillary dengan glomerulopathy immunotactoid diketahui untuk penyakit
fibrillary nonamyloid tidak terkait

dengan penyakit sistemik. Lainnya

mendefinisikan fibrillary glomerulonefritis sebagai penyakit nonamyloid fibrillary


dengan fibril 12-24 nm dan glomerulonefritis immunotactoid dengan fibril
>30nm. Dalam kedua kasus, deposito fibrillar / mikrotubular imunoglobulin
oligoclonal atau oligotypic dan melengkapi muncul dalam mesangium dan
sepanjang dinding kapiler glomerulus. Noda kongo merah yang negatif. Penyebab
"nonamyloid" glomerulopathy sebagian besar idiopatik; laporan glomerulonefritis
immunotactoid menggambarkan hubungan sesekali dengan leukemia limfositik
kronis atau limfoma sel B. Kedua gangguan muncul pada orang dewasa pada
dekade keempat dengan moderat untuk proteinuria berat, hematuria, dan berbagai
lesi histologis, termasuk DPGN, MPGN, MGN, atau glomerulonefritis
DISKUSI TOPIK
SINDROMA NEFROTIK| 14

mesangioproliferative. Hampir setengah dari pasien berkembang menjadi gagal


ginjal selama beberapa tahun. Tidak ada konsensus tentang pengobatan penyakit
yang jarang ini. Penyakit ini telah dilaporkan kambuh setelah transplantasi ginjal
pada sebagian kecil kasus.

Fabrys disease
Fabrys disease adalah penyakit keturunan yang disebabkan oleh penimbunan
glikolipid dari hasil metabolisme lemak. Penyakit ini adalah penyakit kelainan
terkait kromosom x akibat kesalahan metabolisme bawaan globotriaosylceramide
sekunder karena adanya defisiensi lisosom

galactosidase. Penyebabnya

adalah gen rusak yang dibawa oleh kromosom x sehingga penyakit ini hanya
terjadi pada pria yang hanya memiliki 1 kromosom x. Penyakit ini menyebabkan
gangguan pada pembuluh darah, jantung, otak, dan ginjal. Gejala yang terjadi
akibat penimbunan glikolipid menyebabkan angiokeratoma, yaitu merupakan
pertumbuhan kulit yang jinak di batang tubuh bagian bawah, acroparesteshias,
hypohydrosis, kornea mata seperti berawan yang mengakibatkan gangguan dalam
penglihatan, nyeri seperti terbakar pada tungkai dan lengan, dan episode demam
yang masih mungkin terjadi.
Kematian dapat terjadi akibat gagal ginjal dan penyakit stroke yang disebabkan
oleh tekanan darah tinggi. Penyakit ini dapat didiagnosa pada janin dengan cara
memeriksa amniosintesis. Untuk meredakan nyeri dapat diberikan analgetik.
Penyakit ini tidak dapat disembuhkan namun peneliti sedang menyelidiki suatu
pengobatan dimana kekurangan enzim yang terjadi dapat diganti melalui
pemberian enzim. Penyakit ini rata rata memiliki umur kematian sekitar 50 tahun.
Hemizygote dengan mutasi hypomorfic kadang kadang tampak pada dekade ke 4
sampai dengan dekade ke 6 dengan keterlibatan satu organ. Kadang-kadang,
mutasi

galactosidase dominan negative atau heteozygote wanita dengan

inaktivasi kromosom terkait X muncul dengan keterlibatan 1 organ yang ringan.


DISKUSI TOPIK
SINDROMA NEFROTIK| 15

Biopsi ginjal menunjukkan pembesaran sel epitel viseral glomerular yang


terbungkus

dengan

vakuola

jernih

berukuran

kecil

yang

berisikan

globotriaosylceramide. Vakuola dapat pula ditemukan pada epitel parietal dan


tubular. Secara pasti biopsi ginjal menunjukkan adanya FSGS.
Nefropati pada Fabrys disease secara tipikal muncul pada dasawarsa ke tiga
ditandai dengan proteinuria ringan sampai sedang kadang kadang disertai
hematuria secara mikroskopik atau sindroma nefrotik. Urinalisis dapat
menunjukkan oval fat boddies. Biopsi ginjal penting untuk diagnosis definitif.
Progresivitas ke arah gagal ginjal terjadi pada dasawarsa ke empat atau ke lima.
Tata

laksana

dengan

pemberian

penghambat

sistem

direkomendasikan. Pengobatan secara rekombinan dengan

renin

angiotensin

galactosidase A

dapat membersikan deposit endotel mikrovascular dari globotriasylseramide yang


berasal dari ginjal, jantung dan kulit. Derajat dari keterlibatan organ pada saat
proses pergantian enzim merupakan hal yang penting pada pasien dengan
keterlibatan organ lanjut. Pada pasien dengan keterlibatan organ lanjut,
perkembangan penyakit masih tetap terjadi meskipun terapi pergantian enzim
telah diberikan. Respon variabel pada terapi enzim mungkin terjadi karena adanya
netralisasi dari antibodi atau adanya perbedaan pada penyerapan terhadap enzim
yang diberikan. Pada pasien cangkok ginjal dengan Fabrys disease kelangsungan
hidupnya sama seperti pada pasien yang disebabkan oleh penyakit gagal ginjal
stadium akhir.

DISKUSI TOPIK
SINDROMA NEFROTIK| 16

Anda mungkin juga menyukai