Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Lebih dari 100 tahun yang lalu sejak Charcot, Carswell, dan Cruveilhier,
berhasil menjelaskan tentang gambaran klinis, patologis, dan karakteristik multiple
sklerosis. Penyakit sistem saraf pusat yang bersifat progresif dan sering menyebabkan
relaps ini terus menimbulkan tantangan bagi para peneliti untuk mencoba memahami
patogenesis dan tatalaksananya sehingga mencegah penyakit tersebut terus
berkembang.

Multiple sklerosis (MS) adalah penyakit radang myelin sistem saraf pusat
yang disebabkan karena proses autoimun dan faktor genetik lainnya. Sekitar $00.000
orang di Amerika Serikat dan 2,5 juta orang di seluruh dunia, dengan prevalensi
sekitar 1 kasus per 1000 orang dalam populasi dan rasio perempuan dengan laki(laki
2:1 menderita penyakit ini. Sekitar *5+ pasien dengan multiple sklerosis sering
bersifat relaps atau hilang(timbul saja. Lebih dari setengah dari pasien tersebut
berkembang menjadi kecacatan dan berlanjut dari serangan akut dan beralih ke
progresif sekunder dalam waktu 10 hingga 20 tahun setelah terdiagnosis.

Harapan hidup pasien dengan MS menjadi berkurang. -alam satu studi di


Kanada, harapan hidup penderita berkurang sebesar $ sampai / tahun, dan di
-enmark berkurang hingga 10 sampai 12 tahun. Kualitas hidup seorang pasien ini
sangat dipengaruhi oleh gejala fisik yang timbul termasuk kelelahan, kesakitan, dan
kesulitan dengan mobilitas, dan masalah sosial dan gangguan perasaan dan mood.
Saat ini belum ada obat yang dapat mencegah timbul dan menyembuhkan MS.
Terapi yang diberikan hanya meminimalkan timbulnya serangan, mengurangi efek
serangan, dan memperpanjang masa remisi. Salah satu alasan mengapa MS sulit
disembuhkan adalah sekali sistem saraf pusat (SSP) rusak maka perbaikan neuron
yang telah rusak akan sulit.
Berdasarkan hal tersebut, sampai saat ini eksperimental tentang
penatalaksanaan dan penggunaan obat yang mungkin dapat merangsang
2remyelinisasi2 saraf yang rusak dan memperlambat atau menghentikan proses
kerusakan lebih lanjut masih terus dilakukan. Pada makalah ini, akan dibahas tentang
tatalaksana dari penyakit multiple sklerosis sehingga dapat menambah pengetahuan
dalam mengurangi morbiditas bagi penderita.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Multiple sklerosis adalah suatu penyakit autoimun kronik yang menyerang


myelin otak dan medulla spinalis. Penyakit ini menyebabkan kerusakan myelin dan
juga akson yang mengakibatkan gangguan transmisi konduksi saraf. peradangan yang
terjadi di otak dan sumsum tulang belakang yang menyerang daerah substansia alba
dan merupakan penyebab utama kecacatan pada dewasa muda. Penyebabnya dapat
disebabkan oleh banyak faktor, terutama proses autoimun. Focal lymphocytic
infiltration atau sel T bermigrasi keluar dari lymph node ke dalam sirkulasi
menembus sawar darah otak (blood brain barrier) secara terus(menerus menuju
lokasi dan melakukan penyerangan pada antigen myelin pada sistem saraf pusat
seperti yang umum terjadi pada setiap infeksi. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
inflamasi, kerusakan pada myelin (demyelinisasi), neuroa3onal injury, astrogliosis,
dan proses degenerative. Akibat demyelinasi neuron menjadi kurang efisien dalam
potensial aksi. Transmisi impuls yang disampaikan oleh neuron yang terdemyelinisasi
akan menjadi buruk. Akibat 2kebocoran2 impuls tersebut, terjadi kelemahan dan
kesulitan dalam mengendalikan otot atau kegiatan sensorik tertentu di berbagai bagian
tubuh.
Bila otak penderita MS dipotong, akan terlihat bercak(bercak induratif yang
multipel di substansia alba yang membuatnya dinamai multipel sklerosis. Lesi
tersebut umumnya berlokasi di periventrikel, korpus kalosum, nervus optikus, dan
medula spinalis. Selain itu dapat ditemukan di batang otak dan serebelum. Secara
mikroskopis, lesi tersebut menunjukkan destruksi myelin parsial4total. 5uga
ditemukan infiltrasi perivaskuler dari monosit, limfosit serta makrofag, sedangkan
astrosit dan oligodendrosit pada fase lanjut. Pada lesi yang relatif aseluler umumnya
aksonnya masih utuh dan terjadi remyelinisasi, sedangkan pada lesi yang infiltratif
terjadi degenerasi aksonal. 1,2
Epidemiologi

-i Indonesia penyakit ini tergolong jarang dibandingkan penyakit


neurologis lainnya. MS lebih sering menyerang perempuan dibandingkan laki laki
dengan rasio 2:1. 7mumnya penyakit ini diderita mereka yang berusia 20(50 tahun.
MS bersifat progresif dan dapat mengakibatkan kecacatan. Sekitar 50+ penderita
MS akan membutuhkan bantuan untuk berjalan dalam 15 tahun setelah onset
penyakit. 1

Etiologi

8tiologi dari kelainan tersebut masih belum jelas. Ada beberapa mekanisme
penting yang menjadi penyebab timbulnya MS yaitu autoimun,(molecular mimikri),
infeksi, herediter, paparan sinar matahari. Meskipun bukti yang meyakinkan kurang,
faktor makanan dan paparan toksin telah dilaporkan ikut berkontribusi juga.
Mekanisme ini tidak saling berdiri sendiri melainkan merupakan gabungan dari
berbagai faktor.
a. Virus : 8BV: infeksi retrovirus akanmenyebabkan kerusakan oligodendroglia

b. -efisiensi vitamin -: vitamin - berfungsi untuk mengatur respon imun. Vitamin


- mengurangi produksi dari sitokin pro inflamatori dan meningkatkan produksi
sitokin anti inflamatori.

c. Genetika : penurunan kontrol respon immune

d. -efek pada oligodendroglia 2,<

Klasifikasi

Berdasarkan perbedaan klinis dan gejala, terdapat beberapa tipe MS:

1. Relapsing remitting MS (RRMS)

Tipe ini ditandai dengan episode relaps atau eksaserbasi yang diikuti dengan episode remisi
(perbaikan). Sekitar *5+ pasien MS memiliki tipe RRMS, >5 + diantaranya akan
berkembang menjadi tipe secondary progressive MS (SPMS)
2. Secondary progressive MS (SPMS)
Banyak pakar yang menganggap SPMS merupakan bentuk lanjut dari RRMS yang
berkembang progresif. Pada tipe ini episode remisi makin berkurang dan gejala menjadi
makin progresif

<. Primary progressive MS (PPMS)

PPMS diderita oleh 10(15+ pasien MS dengan rasio perempuan : laki laki? 1:1. Gejala
yang timbul tidak pernah mengalami fase remisi

$. Primary relapsing MS (PRMS)

Bentuk PRMS adalah yang paling jarang. Pasien terus mengalami perburukan dengan
beberapa episode eksaserbasi diantaranya. Tidak ada fase remisi atau bebas dari gejala. 1,2

Patofisiologi (bagan terlampir)

Mekanisme autoimun diduga terjadi melalui penurunan aktifitas limfosit


T( supresor pada sirkulasi pasien penderita MS serta adanya molecular mimicry antara
antigen dan MBP (myelin basic protein) yang mengaktifkan klon sel T yang spesifik
terhadap MBP (MBP specific T-cell clone). Limfosit T$ menjadi autoreaktif pada
virus dan peptida bakteri saja yang memiliki kesamaan struktural dengan MBP, tetapi
beberapa dari mikroorganisme tersebut dapat mengaktifkan MBP(spesifik T(sel klon
pada pasien MS. 1,2,$

Beberapa infeksi virus diketahui menyebabkan demyelinasi pada manusia


diantaranya progressive multifocal leukoencephalopathy yang disebabkan oleh
polyomavirus 5C, subakut sclerosing panencephalitis oleh virus campak. Pada MS
studi serologis awal sulit ditafsirkan. @amun, banyak pasien MS terdapat elevasi titer
CSA terhadap virus campak dan herpes simpleks (HSV), tetapi ini juga tidak spesifik.
1,2,$

Secara patologi, lesi MS akan memperlihatkan plak yang merupakan lesi


demielinisasi. Plak ini merupakan gambaran patognomik MS. Pada fase akut tampak
sebukan sel radang, hilangnya myelin, dan pembengkakan parenkim. Pada fase
kronik, kehilangan myelin menjadi lebih jelas, dengan sel sel makrofag disekitarnya
disertai kerusakan akson dan apoptosis oligodendrosit. 1,2,$
Tatalaksana berikut tidak boleh digunakan karena bukti penelitian tidak
menunjukkan efek menguntungkan pada:

• siklofosfamid

• anti(virus (misalnya, asiklovir, tuberkulin)

• cladribine
A
• pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid

• hiperbarik oksigen

• linomide

• iradiasi seluruh tubuh

• basic protein myelin (tipe apapun).

Terapi simptomatik
Selain primary care, terapi simptomatik juga harus dipertimbangkan diantaranya
adalah :1,5,>
l. Spasticity, spastisitas ringan dapat dikurangi dengan peregangan dan program e3ercise
seperti yoga, terapi fisik, atau terapi lainnya. Medikasi diberikan ketika ada kekakuan,
spasme, atau klonus saat beraktivitas atau kondisi tidur. Baclofen, tizanidine,
gabapentin, dan benzodiazepine efektif sebagai agen antispastik.
2. Paroxysmal disorder. Pada berbagai kasus, penggunaan carbamazepin memberikan
respon yang baik pada spasme distonik. @yeri paro3ysmal dapat diberikan
antikonvulsan atau amitriptilin.
3. Bladder dysfunction. 7rinalisis dan kultur harus dipertimbangkan dan pemberian terapi
infeksi jika dibutuhkan. Langkah pertama yang dilakukan ada mendeteksi problem
apakah kegagalan dalam mengosongkan bladder atau menyimpan urin. Gbat
antikolinergik G3ybutinin dan Tolterodine efektif untuk kegagalan dalam menyimpan
urin diluar adanya infeksi.
(. Bowel symptom. Konstipasi merupakan masalah umum pada pasien MS dan harus
diterapi sesegera mungkin untuk menghindari komplikasi. Inkontinensia fekal cukup
jarang. @amun bila ada, penambahan serat dapat memperkeras tinja sehingga dapat
membantu spingter yang inkompeten dalam menahan pergerakan usus. Penggunaan
antikolinergik atau antidiare cukup efektif pada inkontinensia dan diare yang terjadi
bersamaan.
5. Sexual symptom. Masalah seksual yang muncul antara lain penurunan libido, gangguan
disfungsi ereksi, penurunan lubrikan, peningkatan spastisitas, rasa sensasi panas dapat
terjadi. Pada beberapa pasien MS, gangguan disfungsi ereksi dapat diatasi dengan
sildenafil.
*. +eurobehavior manifestation. -epresi terjadi lebih dari separuh dari pasien dengan MS.
Pasien dengan depresi ringan dan transien dapat dilakukan terapi suportif. Pasien
dengan depresi berat sebaiknya diberikan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors
(SSRIs) yang memiliki efek sedative yang lebih kecil disbanding antidepresan lain.
Amitriptilin dapat digunakan bagi pasien yang memiliki kesulitan tidur atau memiliki
sakit kepala.
7. Fatigue. Kelelahan dapat diatasi dengan istirahat cukup atau penggunaan medikasi.
Amantadine 100 mg dua kali perhari cukup efektif. Modafinil, obat narcolepsy yang
bekerja sebagai stimulant SSP telah ditemukan memiliki efek yang bagus pada pasien
MS. Gbat diberikan dengan dosis 200 mg satu kali sehari pada pagi hari. SSRIs juga
dapat menghilangkan kelelahan pada pasien MS. Amantadine memiliki efek anti
influenza A dan baik diberikan pada Gktober hingga Maret.

Terapi relaps
1. Adrenal /ortikosteroid. Kortikosteroid merupakan terapi andalan dalam mengurangi
gejala(gejala MS relaps akut. Agen ini bekerja melalui efek imunomodulator dan
antiinflamasi, pemulihan blood brain barier, dan pengurangi edema. kortikosteroid juga
dapat meningkatkan konduksi aksonal. Terapi kortikosteroid memperpendek durasi
relaps akut dan mempercepat pemulihan. @amun, kortikosteroid belum bisa
meningkatkan pemulihan secara keseluruhan MS.
5ika seorang pasien menjadi cacat setalah mendapat serangan akut, dokter harus
mempertimbangkan pengobatan dengan intravena metilprednisolon selama tiga hingga
lima hari (atau kortikosteroid yang setara) dalam dosis 500(1000 mg IV dalam 100 mL
normal salin selama >0 menit sekali sehari di pagi hari. Pemberian metilprednisolon
lebih dari 5 hari tidak memberikan hasil yang lebih baik. 1

2.
Fisioterapi. Pada pasien dengan MS, fisoterapi harus selalu dilakukan untuk
meningkatkan fungsi dan kualitas hidup dari ketergantungan obat therapy. Perawatan
pendukung berupa konseling, terapi okupasi, saran dari sosial, masukan dari perawat,
dan partisipasi dalam patient support group merupakan bagian dari perawatan kesehatan
dengan pendekatan tim dalam pengelolaan MS. 1
Disease-Modifying Therapies
Terapi yang diberikan hanya meminimalkan timbulnya serangan, mengurangi efek
serangan, dan memperpanjang masa remisi. Disease-modifying therapies untuk
pengelolaan awal MS saat ini yang tersedia di Amerika Serikat: intramuskular
interferon beta(1a (Avone3), subkutan interferon beta(1a (Rebif), interferon beta( 1b
(Betaseron), dan glatiramer asetat (Copa3one). Agen kelima, mito3antrone
(@ovantrone), telah disetujui oleh Aood and -rug Administration (A-A) untuk
pengobatan relapsing0remitting MS dan sekunder progresif MS yang memburuk
Interferon beta
Berdasarkan guideline @IC8, pasien RRMS direkomendasikan untuk mendapatkan
terapi Interferon Beta, baik jenis Interferon Beta 1a maupun 1b. Beta interferon dapat
mengurangi jumlah lesi inflamasi 50(*0+ yang terlihat pada MRI. Tipe SPMS juga
direkomendasikan untuk mendapatkan terapi Interferon Beta. 1

- Interferon beta. Interferon beta merupakan sitokin alami yang berfungsi sebagai
imunomodulasi dan memiliki aktivitas antivirus. Tiga interferon beta disetujui A-A
yang digunakan untuk MS telah terbukti mengurangi kekambuhan sekitar sepertiga
dan direkomendasikan sebagai terapi lini pertama atau untuk pasien yang intoleran
dengan glatiramer pada relapsing(remitting MS. Pada studi randomized double blind
placebo control trial, penggunaan interferon beta dapat mengurangi 50 sampai *0
persen lesi inflamasi yang divisualisasikan pada MRI otak. Ada juga bukti bahwa
obat ini meningkatkan kualitas hidup dan fungsi kognitif.
Influen1a-like symptom seperti demam, menggigil, malaise, nyeri otot, dan
kelelahan, terjadi pada sekitar >0 persen pasien yang diobati dengan interferon
beta( 1a atau interferon beta(1b. Gejala ini biasanya menghilang dengan terapi
lanjutan dan premedikasi dengan obat anti(inflamasi non(steroid. 7ntuk mengurangi
gejala dapat dilakukan dengan pengaturan dosis titrasi pada waktu inisial terapi
interferon beta. 8fek samping lain dari interferon beta termasuk reaksi alergi pada
tempat injeksi, depresi, anemia ringan, trombositopenia, dan meningkatnya kadar
transaminase. 8fek samping ini biasanya tidak berat dan jarang menyebabkan
penghentian pengobatan.
Gbat ini merupakan campuran polipeptida yang pada awalnya dirancang untuk meyerupai
dan bersaing dengan protein dasar myelin. Glatiramer dalam dosis 20 mg subkutan sekali
sehari telah terbukti mengurangi frekuensi kambuh MS sekitar sepertiga. Gbat ini juga
direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama pada pasien dengan Relapsing-
Remitting MS dan bagi pasien yang tidak dapat mentolerir interferon beta. Hasil terapi
glatiramer mampu mengurangi sepertiga proses inflamasi yang terlihat pada MRI.
Glatiramer umumnya dapat ditoleransi dengan baik dan tidak menimbulkan
influen1a-like symptoms. Reaksi post injeksi termasuk peradangan lokal dan reaksi
yang tidak umum seperti flushing, sesak dada dengan jantung berdebar, gelisah, atau
dispnea dapat sembuh spontan tanpa gejala sisa. Pemantauan rutin laboratorium
tidak diperlukan pada pasien yang diobati dengan glatiramer, dan kempuan antibodi
dalam mengikat antigen juga tidak terganggu.

- Fingolimod
Gbat ini merupakan satu(satunya obat MS dalam sediaan oral. Aingolimod diindikasikan
untuk tipe aktif RRMS. Atau dapat menjadi pilihan berikutnya apabila pengobatan RRMS
dengan Interferon beta tidak memberikan hasil yang memuaskan. 1

- +atali1umab
Merupakan suatu antibodi monoklonal yang diberikan pada kasus(kasus MS yang agresif.
Pada kasus RRMS yang tidak memberikan hasil optimal dengan Interferon Beta, GA
maupun Aingolimod maka terapi dapat dialihkan ke @atalizumab, atau pada kasus(kasus
yang intoleran terhadap obat(obat sebelumya. @atalizumab tergolong dalam obat lini kedua
dalam terapi MS.1

- Mitoxantrone
Sebuah studi klinis menemukan bahwa mito3antrone, sebuah agen antineoplastik
anthracenedione, dapat mengurangi jumlah relaps MS sebesar >/ persen dan
memperlambat perkembangan. Mito3antrone dianjurkan untuk digunakan pada
pasien dengan bentuk Progressive MS.
8fek samping akut mito3antrone termasuk mual dan alopecia. Karena juga adanya
cardiotoxicity kumulatif, obat dapat digunakan hanya untuk dua sampai tiga tahun
(atau untuk dosis kumulatif 120(1$0 mg per m2). Mito3antrone adalah agen
kemoterapi yang harus diresepkan dan dikelola oleh para perawat kesehatan
profesional yang berpengalaman.Gbat antikanker ini dapat menurunkan frekuensi
Intervensi :
1. Kaji pola berkemih dan catat urin setiap > jam
Rasional 8 mengetahui fungsi ginjal
2. Tingkatkan kontrol berkemih dengan cara berikan dukungan pada klien tentang
pemenuhan eliminasi urin, lakukan jadwal berkemih, ukur jumlah urin tiap 2 jam
Rasional 8 jadwal berkemih diatur awalnya setiap 1 sampai 2 jam dengan
perpanjangan interfal waktu bertahap. Klien diinstruksikan untuk mengukur
jumlah air yang di minum setiap 2 jam dan mencoba untuk berkemih <0 menit
setelah minum.
<. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih
Rasional 8 menialai perubahan akibat dari inkontinensial urin
$. Anjurkan klien untuk minum 2000 cc4hari
Rasional 8 mempertahankan funsi ginjal
Daftar Pustaka

1. Estiasari R. Sclerosis multiple. Departemen neurologi, fakultas kedokteran


universitas Indonesia RSCM. Jakarta. 2014
2. Allan H. Ropper, Martin A. Adams & Victor's Principles of Neurology, 9th
Edition. Boston. 2009.
3. Munger.K, Levin L, Holis B, Howard M, Ascherio A. Serum 25-Hidroksivitamin
D Levels and Risk of Multiple Sclerosis. Report: JAMA 2006:296:2832-2838
4. Simon R. Motor Deficit. Clinical +eurology.7 th. McGraw Hill. USA. 2009.
5. About MS. 2012. Bayer HealthCare Pharmaceuticals. Available from:
http://www.multiplesclerosis.com/global/about_ms.php was accessed on Februari
11th, 2016
6. Multiple sclerosis. 2012. Medscape References. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1146199-overview was accessed on Februari
11th, 2016
7. Multiple Sclerosis. Pubmed Health Medicine. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001747/ was accessed on
Februari 11th, 2016
8. Phenythoin Neuroprotection in MS. 2015. Medscape References. Available from:
th
http://www.medscape.com/viewarticle/843393#vp_1 was accessed on Februari 12 ,
2016

Anda mungkin juga menyukai