Anda di halaman 1dari 15

TUGAS ELOMPOK K.A.

DOSEN : FAIZAL RIZAL,S.Kep.,Ns.,M.Kes.,M.Kep

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE MULTIPLE SCLOROSIS

OLEH :

KELOMPOK 3
1. Nur Hafita (121491903)
2. Kamsinar (12 16 9 19 2 1)
3. Moy sara Watumlawar (12 179 19 16 )
4. Jomima Maloka (12 15 4 19 2 3 )
5. Azmitha Aziz (12 2 172 0 2 0 )
6. Indra dina Sairatu (12 16 3 19 0 7)
7. Toni hendrik Nanlohi (12 18 01 920)
8. Nancy lodar (121671922)
9. Irmayanti (123362108)
10. Alowisia Ranolat

PROGRAM S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK) FAMIKA MAKASSAR

2021/2022
I. LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Multiple Sclerosis adalah penyakit degeneratif system syaraf pusat (SSP) kronis yang
meliputi kerusakan myelin (material lemak dan protein ). Multiple sclerosis secara umum
dianggap sebagai auto imun dimana system imun tubuh sendiri yang normalnya
bertanggung jawab untuk mempertahankan tubuh terhadap terhadap virus dan bakteri,
dengan alasan yang tidak diketahui mulai menyerang atau menghancurkan myelin yaitu
lapisan pelindung syaraf yang melindungi syaraf yang berfungsi untuk melancarkan
pengiriman pesan dari otak ke seluruh bagian tubuh. Ditandai dengan remisi dan
ekaserbasi periodic. Multiple sclerosis menghaisilkan berbagai tanda dan gejala tergantung
pada lokasi lesi, biasanya disebut sebagai plaque.
B. Klasifikasi
Menurut Basic Neurologi (Mc. Graw Hill, 2000), ada beberapa kategori multiple
sclerosis berdasarkan progresivitasnya adalah :
1. Relapsing Remitting Multiple Sclerosis
Ini adalah jenis MS yang klasik yang sering kali timbul pada akhir usia
belasan atau dua puluhan tahun diawali dengan suatu erangan hebat yang
kemudian diikuti dengan keembuhan semu. Yang dimaksud dengan kesembuhan
semu adalah setelah serangan hebat penderita terlihat pulih. Namun
sebenarnya,tingkat kepulihan itu tidak lagi sama dengan tingkat kepulihan sebelum
terkena serangan, sebenarnya kondisinya adalah sedikit demi sedikit semakin
memburuk jika sebelum terkena serangan hebat pertama penderita memiliki
kemampuan motorik dan sensorik 100%, maka setelah serangan tersebut mungkin
hanya akan pulih 70-95% saja. Serangan berikut akan terus menurukan kemampuan
penderita sampai ke 0%. Setiap serangan tersebut berakibat semakin memburuknya
kondisi penderita. Interval waktu antara serangan satu dengan serangan yang
selanjutnya sama sekali tidak bisa diduga, bila dalam hitungan hari, minggu
bulan atau tahun.
2. Primary Progresssiv Multiple Sclerosis
Pada jenis ini kondisi penderita terus memburuk. Ada saat – saat
penderita tidak mengalami penurunan kondisi ,namun jenis MS ini tidak mengenal
istilah kesembuhan semu. Tingkat progresivitanya beragam pada tingakatan yang
paling parah , penderita Ms jenis ini bisa berakhir dengan kematian.
3. Secondary Progressiv Multiple Sclerosis
Ini adalah kondisi lanjut dari Relapsing Remitting MS .Pada jenis ini kondisi
penderita menjadi serupa pada kondisi penderita Primary Progresssiv MS.
4. Benign Multiple Sclerosis
Sekitar 20% penderita MS jinak ini.Pada jenis MS ini penderita mampu
menjalani kehidupan seperti orang sehat tanpa begantung pada siapapun.Serangan –
serangan yang diderita pun umumnya tidak pernah berat,sehingga para penderita
sering tidak menyadari bahwa dirinya menderita MS.
C. Etiologi
Penyebab MS belum diketahui secara pasti namun ada dugaan berkaitan dengan virus
dan mekanisme autoimun (Clark, 1991). Ada juga yang mengaitkan dengan factor genetic.
a. Gangguan autoimun (kemungkinan dirangsag / infeksi virus)
b. Kelainan pada unsur pokok lipid mielin
c. Racun yang beredar dalam CSS
d. Infeksi virus pada SSP (morbili, destemper anjing)
3. Manifestasi Klinis
a. Kelelahan
b. Kehilangan keseimbangan
c. Lemah
d. Kebas, kesemutan
e. Kesukaran koordinasi
f. Gangguan penglihatan – diplobia, buta parsial / total
g. Kelemahan ekstermitas spastik dan kehilangan refleks abdomen
h. Depresi
i. Afaksia
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penyebab Multiple Sclerosis yang paling
nyata adalah factor genetik (mirip kanker), tapi perkembangan dunia kedokteran
terbaru membantah kesimpulan ini. Penelitian terbaru membuktikan bahwa Multiple
SclerosisFaktor keturunan tampaknya berperan dalam terjadinya sklerosis multipel.
Sekitar 5% penderita memiliki saudara laki-laki atau saudara perempuan yang juga
menderita penyakit ini dan sekitar 15% penderita memiliki keluarga dekat yang
menderita penyakit ini.
Faktor lingkungan juga berperan dalam terjadinya penyakit ini. Sklerosis multipel
hampir tidak pernah menyerang orang-orang yang tinggal di dekat katulistiwa. Iklim
dimana seseorang tinggal pada 10 tahun pertama kehidupannya tampaknya lebih penting
dari pada iklim dimana seseorang tinggal setelah 10 tahun pertama kehidupannya,
Meskipun para ahli menemukan bahwa MS itu berhubungan dengan infeksi (virus) ,
imunologis, dan factor genetic serta mengekalkan (menetap) sebagai hasil dari factor
intrinsik (contoh kegagalan imunoregulasi).
D. Patofisiologi
Multiple Sclerosis ditandai dengan inflamasi kronis, demylination dan gliokis
(bekas luka). Keadaan neuropatologis yang utama adalah reaksi inflamatori,
mediasi imune, demyelinating proses. Yang beberapa percaya bahwa inilah yang
mungkin mendorong virus secara genetik mudah diterima individu. Diaktifkannya sel T
merespon pada lingkungan, (ex: infeksi). T sel ini dalan hubunganya dengan astrosit,
merusak barier darah otak, karena itu memudahkan masuknya mediator
imun.Faktor ini dikombinasikan dengan hancurnya digodendrosyt (sel yang membuat
mielin) hasil dari penurunan pembentukan mielin. Makrofage yang dipilih dan penyebab
lain yang menghancurkan sel. Proses penyakit terdiri dari hilangnya mielin,
menghilangnya dari oligodendrosyt, dan poliferasi astrosyt. Perubahan ini
menghasilkan karakteristik plak , atau sklerosis dengan plak yang tersebar.
Bermula pada sarung mielin pada neuron diotak dan spinal cord yang
terserang. Cepatnya penyakit ini menghancurkan mielin tetapi serat saraf tidak
dipengaruhi dan impulsif saraf akan tetap terhubung. Pada poin ini klien dapat
komplain (melaporkan) adanya fungsi yang merugikan (ex : kelemahan).
Bagaimanapaun mielin dapat beregenerasi dan hilangnya gejala menghasilkan
pengurangan. Sebagai peningkatan penyakit, mielin secara total robek/rusak dan
akson menjadi ruwet. Mielin ditempatkan kembali oleh jeringan pada bekas luka,
dengan bentuk yang sulit, plak sklerotik, tanpa mielin impuls saraf menjadi lambat,
dan dengan adanya kehancuranpada saraf, axone, impuls secara total tertutup, sebagai
hasil dari hilangnya fungsi secara permanen. Pada banyak luka kronik, demylination
dilanjutkan dengan penurunan fungsisaraf secara progresif.
E. Manifestasi Klinis
Tergantung pada area system saraf pusat mana yang terjadi demielinasi :
 Gejala sensorik : paralise ekstremitas dan wajah, parestesia, hilang sensasi sendi dan
proprioseptif, hilang rasa posisi, bentuk, tekstur dan rasa getar.
 Gejala motorik : kelemahan eks tremitas bawah, hilang koordinasi, tremor intensional
ekstremitas atas, ataxia ekstremitas bawah, gaya jalan goyah dan spatis,
kelemahan otot bicara dan facial palsy.
 Deficit cerebral : emosi labil, fungsi intelektual memburuk, mudah tersinggung,
kurang perhatian, depresi, sulit membuat keputusan, bingung dan disorientasi.
 Gejala pada medulla oblongata : kemampuan bicara melemah, pusing, tinnitus,
diplopia, disphagia, hilang pendengaran dan gagal nafas.
 Deficit cerebellar : hilang keseimbangan, koordinasi, getar, dismetria.
 Traktus kortikospinalis : gangguan sfingter timbul keraguan, frekuensi dan
urgensi sehingga kapasitas spastic vesica urinaria berkurang, retensi akut dan
inkontinensia.
 Control penghubung korteks dengan basal ganglia : euphoria, daya ingat hilang,
demensia.
 Traktus pyramidal dari medulla spinalis : kelemahan spastic dan kehilangan
refleks abdomen.
F. Komplikasi
Komplikasi yang biasanya terjadi pada multiple skleriosis adalah :
 Disfungsi pernafasan
 Infeksi kandung kemih, system pernafasan dan sepsis
 Komplikasi dari imobilitas
G. Pemeriksaan Diagnostik
Dalam menegakkan diagnosa multiple skleriosis dibutuhkan beberapa pemeriksaan
penunjang sebagai berikut :
 Pemeriksaan elektroporesis susunan saraf pusat, antibody Ig dalam SSP
yang abnormal
 Gambaran MRI ditemukan sedikit scar plag sepanjang substansia alba dari SSP
 Penglihatan, pendengaran, dan sematosensorik dengan konduksi lambat menunjukkan
adanya kelainan
 EEG : Menunjukan gelombang yang abnormal pada bebrapa kasus
 DCT Scan : gambaran atrofi serebral, Menggambarkan adanya lesi otak,
perbesaran/ pengecilan ventrikel otak
 Urodinamik : jika terjadi gangguan urinarius.
 Neuropsikologik : jika mengalami kerusakan kognitifif.
H. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah menghilangkan gejala dan membantu fungsi klien.
Penatalaksanaan meliputi penatalaksanaan pada serangan akut dan kronik
a. Penatalaksanaan serangan akut
 Hormon kortikosteroid atau adrenokortikosteroid digunakan untuk
menurunkan inflamasi, kekambuhan dalam waktu singkat atau eksaserbasi
(exacerbation)
 Imunosupresan (immunosuppressant) dapat menstabilkan kondisi penyakit
 Beta interferon (betaseron)digunakan untuk mepercepat penurunan gejala
b. Penatalaksanaan gejala kronik
 Pengobatan spastic seperti bacloferen (lioresal), (diantrolene (dantrium),
diazepam (valium), terapi fisik, intervensi pembedaha
 Control kelelahan dengan namatidin (simmetrel)
 Pengobatan depresi dengan antidepresan dan konseling
 Penatalaksanaan kandung kemih dengan antikolinergik dan pemasangan kateter total
 Penatalaksanaan BAB dengan laksatif dan supositoria
 Penatalksanaan rehabilitas dengan terapi fisik dan terapi kerja
 Control distonia dengan karbamazim (treganol)
 Penatalaksanaan gejala nyeri dengan karbamazepin (tegratol), tenitoin (dilantin),
Perfenazin dengan amitripilin (triavili)
II. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama : Ny. A
Umur : 30 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Ngaliyan jombang
No.reg : 0428
Tnggl Mrs : 3 maret 2021
Diagnosa : Multiple sclerosis
2. Keluhan Utama
Muncul keluhan lemah pada anggota badan bahkan mengalami spastisitas /
kekejangan dan kaku , mati rasa pada kaki, otot, kerusakan penglihatan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umunya terjadi demilinasi ireguler pada susunan saraf pusat perier yang
mengakibatkan berbagai derajat penurunan motorik, sensorik, dan juga kognitif
5. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama
6. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga
dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan
peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara. Pada pola persepsi dan konsep diri, didapatkan klien merasa tidak
berdaya, tidak ada harapan,mudah marah dan tidak kooperatif.perubahan yang
terpenting pada klien dengan penyakit mutiple sclerosis adalah adanya gangguan afek,
berupa euforia. Keluhan lain yang melibatkan gangguan serebral dapat berupa
hilangnya daya ingat dan dimensia
7. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum :
Lemah, jalan goyang, kepala pusing, diplodia, kekejangan otot / kaku otot
TTV:
- Tekanan darah : menurun
- Nadi : cepat – lemah
- RR : normal
- Suhu : normal
- BB & TB : normal / seusia pemeriksaan.
8. Body System
a. Sistem Respirasi
I : Bentuk dada d/s simetris
P : Pergerakan dada simetris d/s
P : Sinor
A : Tidak ada suara nafas tambahan
b. Sistem Kardiovaskuler
I : Ictus cordis tidak nampak
P : Ictus cordis teraba pada ICS 4-5
P : Pekak
A : Tidak ada suara tambahan seperti mur-mur
c. Sistem Intergumen
Resiko terjadinya dekubitus karena intoleransi aktivitas
d. Sistem Gastrointestinal
Mengalami perubahan pola makan karena mengalami kesulitan makan sendiri akbiat
gejala klinis yang ditimbulkan.
e. Sistem Eliminasi Urine
BAK : mengalami inkontinensia & nokturia selama melakukan eliminasi uri
f. Sistem eliminasi alvi
BAK : tidak lancar 3 hari 1x dengan konsistensi keras, warn kukning bu khas Feses
g. Sistem Murkulus skeletal
Kesadaran : -Apatisi 3-4-6
-Terjadi kelemahan paralisis otot, kesemutan, nyeri (perasaan tertusuk-
tusuk pada bagian tubuh tertentu)
h. Sistem Neurologis
Terjadi perubahan ketajaman penglihatan (diplobia), kesulitan dalam
berkomunikasi (disastria)
B. Diagnosa
a. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan, paresis, dan
spastisitas
b. Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan sensori dan penglihatan, dampak
tirah baring lama dan kelemahan spastis
c. Perubahan pola eliminasi urin yang berhubungan dengan kelumpuhan saraf
perkemihan
C. Intervensi keperawatan
a. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan, paresis, dan
spastisitas
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktifitas
fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil :
1. Klien dapat ikut serta dalam program latihan
2. Tidak terjadi kontraktor sendi
3. Bertambahnya kekuatan otot
4.Klien menunjukkan tindakkan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi :
1. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan, kaji
secara teratur fungsi motorik
Rasional : mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
2. Modifikasi peningkatan mobilitas fisik
Rasional : relaksasi dan koordinasi latihan otot meningkatkan efisiensi otot pada
klien multipel sklerosis.
3. Anjurkan teknik aktifitas dan teknik istirahat
Rasional : klien dianjurkan untuk melakukan aktifitas melelahkan dalam waktu
singkat, karena lamanya latihan yang melelahkan ekstremitas dapat
menyebabkan paresis, kebas, atau tidak ada koordinasi.
4. Ajarkan teknik latihan jalan
Rasional : Latihan berjalan meningkatkan gaya berjalan, karena umumnya pada
keadaan tersebut kaki dan telapak kaki kehilangan sensasi positif.
5. Ubah posisi klien tiap 2 jam
Rasional : menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang
jelek pada daerah yang tertekan.
6. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit
Rasional : Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki funsi jantung dan pernapasan
7. Lakukan gerak pasif pada ekstermitas yang sakit.
Rasional : otot volunteer akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak di
latih untuk digerakan.
8. Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi
Rasional : untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuannya
9. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional : peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ektremitas dapat
ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi
b. Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan sensori dan penglihatan, dampak
tirah baring lama dan kelemahan spastis
Tujuan : Dalam waktu 3x 24 jam resiko trauma tidak terjadi
Kriteria hasil :
 Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan trauma
 Decubitus tidak terjadi
 Kontraktur sendi tidak terjadi
 Klien tidak jatuh dari tempat tidur
Intervensi :
1. Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi
Rasional : meminimalkan rangsangan nyeri akibat gesekkan antara fragmen
tulang dengan jaringan lunak disekitarnya
2. Berikan kacamata yang sesuai dengan klien
Rasional : tameng mata atau kacamata penutup dapat digunakan untuk
memblok implus penglihatan pada satu mata bila klien mengalami diplopia atau
penglihatan ganda
3. Minimalkan efek imobilitas.
Rasional : oleh karena aktifitas fisik dan imobilisasi sering terjadi pada
multipel sklerosis, maka komlikasi yang di hubungkan dengan imobilisasi mencakup
dekubitus dan langka untuk mencegahnya
4. Modifikasi pencegahan cedera
Rasional : pencegahan cedera dilakukan pada klien multipel sklerosis jika
disfungsi motorik menyebabkan masalah dalam tidak ada koordinasi dan adanya
kekakuan atau jika ataksia ada, klien resiko jatuh.
5. Modifikasi lingkungan
Rasional : untuk mengatasi ketidak mampuan, klien di anjurkan untuk dengan
kaki kosong pada ruang yang luas untuk menyediakan dasar yang luas
dan untuk meningkatkan kemampuan berjalan dengan stabil
6. Ajarkan teknik berjalan
Rasional : jika kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh, klien di anjurkan
untuk melihat kaki sambil berjalan
7. Berikan terapi okupasi
Rasional : terapi okupasi merupakan sumber yang membantu individu
dalam memberi anjuran dan menjamin bantuan untuk maningkatkan kemandirian
8. Meminimalkan resiko decubitus
Rasional : oleh karena hilangnya sensori dapat menyebabkan bertambahnya
kehilangan gerakkan motoric. Decubitus terus diatasi untuk inegritas kulit.
Penggunaan kursi roda meningkatkan resiko.
9. Inspeksi kulit dibagian distal setiap hari (pantau kulit dan membran mukosa terhadap
iritasi, kemerahan, atau lecet
Rasional : deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi resiko tinggi
kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilisasi
10. Minimalkan spastisitas dan kontraktur
Rasional : spastisitas otot biasa terjadi dan terjadi pada tahap lanjut, yang
terlihat dalam bentuk addukor yang berat pada pinggul, dengan spasme fleksor pada
pinggul dan lutut.
11. Ajarkan teknik latihan
Rasional : latihan setiap hari untuk menguatkan otot diberikan untuk
meminimalkan kontraktur sendi. Perhatian khusus diberikan pada otot-otot paha, otot
gatroknemeus, adductor, biseps dan pergelangan tangan, serta fleksor jari-jari
12. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki
Rasional : telapak kaki dalam posisi 90 derajad dapat mencegah footdrop
13. Evaluasi tanda/gejala perluasan cedera jaringan (peradangan lokal / sistemik,
sperti peningkatan nyeri, edema dan demam)
Rasional : menilai perkembangan masalah klien
c. Perubahan pola eliminasi urin yang berhubungan dengan kelumpuhan saraf
perkemihan
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam eliminasi urin terpenuhi
Kriteria hasil :
 Pemenuhan eliminasi urin dapat dilaksanakan dengan atau tidak mengguanakan
keteter
 Produksi 50 cc/jam
 Keluhan eliminasi urin tidak ada
Intervensi :
1. Kaji pola berkemih dan catat urin setiap 6 jam
Rasional : mengetahui fungsi ginjal
2. Tingkatkan kontrol berkemih dengan cara berikan dukungan pada klien tentang
pemenuhan eliminasi urin, lakukan jadwal berkemih, ukur jumlah urin tiap 2 jam
Rasional : jadwal berkemih diatur awalnya setiap 1 sampai 2 jam dengan
perpanjangan interfal waktu bertahap. Klien diinstruksikan untuk mengukur
jumlah air yang di minum setiap 2 jam dan mencoba untuk berkemih 30 menit
setelah minum.
3. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih
Rasional : menialai perubahan akibat dari inkontinensial urin
4. Anjurkan klien untuk minum 2000 cc/hari
Rasional : mempertahankan funsi ginjal
D. Implementasi
No dx kep Tanggal dan Waktu Implementasi
1. 5 maret 2021 1. Kaji mobilitas yang ada dan observasi
terhadap peningkatan kerusakan, kaji
secara teratur fungsi motorik
2. Modifikasi peningkatan mobilitas fisik
3. Anjurkan teknik aktifitas dan teknik
istirahat pada klien
4. mengajarkan teknik latihan jalan pada
klien
5. Ubah posisi klien tiap 2 jam.
6. Mengajarkan pada klien untuk
melakukan latihan gerak aktif pada
ekstermitas yang tidak sakit
7. pasif pada ekstermitas yang sakit.
8. Membantu klien melakukan latihan
ROM, perawatan diri sesuai toleransi
9. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk
latihan fisik klien

2. 6 maret 2021 1. Pertahankan tirah baring dan imobilisasi


sesuai indikasi
2. Berikan kacamata yang sesuai dengan
klien
3. Minimalkan efek imobilitas.
4. Modifikasi pencegahan cedera
5. Modifikasi lingkungan klien
6. Mengajarkan teknik berjalan
7. Berikan terapi okupasi pada klien
8. Meminimalkan resiko decubitus
9. Inspeksi kulit dibagian distal setiap hari
(pantau kulit dan membran mukosa
terhadap iritasi, kemerahan, atau lecet
10. Minimalkan spastisitas dan kontraktur
11. Ajarkan pada klien teknik latihan
12. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap
papan kaki
13. Evaluasi tanda/gejala perluasan cedera
jaringan (peradangan lokal / sistemik,
sperti peningkatan nyeri, edema dan
demam)

3. 7 Maret 2021 1. mengkaji pola berkemih dan catat


urin setiap 6 jam
2. Tingkatkan kontrol berkemih
dengan cara berikan dukungan
pada klien tentang pemenuhan
eliminasi urin, lakukan jadwal
berkemih, ukur jumlah urin tiap 2 jam
3. Palpasi kemungkinan adanya distensi
kandung kemih
5. Anjurkan padda klien untuk minum 2000
cc/hari

E. Evaluasi
No dx kep Waktu dan tanggal Evaluasi
1. 09-03-21 S : klien tidak merasakan kelelahan lagi
O: klien tampak membaik
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi
2. S : klien merasa penglihatan buram dan capek
terbaring lama
O: klien tampak memakai kacamata dan masih
berbaring
A: masalah belum sepenuhnya teratasi
P: lanjutkan intervensi
1. Pertahankan tirah baring dan imobilisasi
sesuai indikasi
2. Berikan kacamata yang sesuai dengan
klien
3. Minimalkan efek imobilitas.
4. Modifikasi pencegahan cedera
5. Modifikasi lingkungan klien
3. S : klien mengatakan kurang BAK
O: tampak urin klien berubah
A: masalah belum tertatasi
P: lanjut intervensi
1. mengkaji pola berkemih dan catat
urin setiap 6 jam
2. Tingkatkan kontrol berkemih
dengan cara berikan dukungan
pada klien tentang pemenuhan
eliminasi urin, lakukan jadwal
berkemih, ukur jumlah urin tiap 2 jam
3. Palpasi kemungkinan adanya distensi
kandung kemih
4. Anjurkan padda klien untuk minum
2000 cc/hari

Anda mungkin juga menyukai