Oleh: Kelompok 14
Netanya Gloria (203010801001)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2022
DAFTAR ISI
COVER…………………...………………………………………………………. 1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………… 2
I. Definisi.................................................................................................................. 3
Anamnesis…………………………………………………………………….. 4
Pemeriksaan Fisik…………………………………………………………….. 4
Diagnosis Banding…………………………………………………………….4
Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………….4
Pengobatan……………………………………………………………………. 5
Edukasi……………………………………………………………………….10
IV. Prognosis……………………………………………………………………. 10
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………....11
2
I. Definisi
1. Pemfigus vulgaris
2. Pemfigus eritematosus
3. Pemfigus foliaseus
4. Pemfigus vegetans
3
II. Kriteria Diagnostik
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis Banding
Pemeriksaan Penunjang
4
4. Pemeriksaan darah, urin, feses rutin dilakukan. Pada pemberian
kortikosteroid jangka panjang perlu diperiksa fungsi ginjal dan
fungsi hati, kadar gula darah, reduksi urin dan kadar kortisol.
Pengobatan
5
sangat terganggu, infark miokard, aritmia jantung sehingga dapat
menyebabkan kematian mendadak, dan pankreatitis. Jika pemberian
prednison melebihi 40 mg sehari harus disertai antibiotik untuk mencegah
infeksi mencegah infeksi sekunder.
6
Maksudnya agar dosis kortikosteroid tidak terlampau tinggi sehingga
efek samping lebih sedikit.
2. Sitostatik diberikan, bila :
a. Kortikosteroid sistemik dosis lebih tinggi kurang memberi respons.
b. Terdapat kontraindikasi, misalnya ulkus peptikum, diabetes
mellitus, katarak, dan osteoporosis.
c. Penurunan dosis pada saat telah terjadi perbaikan tidak seperti
yang diharapkan.
7
sementara atau diganti dengan obat sitotoksik yang lain. Obat yang dapat
mencegah terjadinya sistitis hemoragik adalah mesna intravena, dosis 20%
dari dosis siklofosfamid sehari, diberikan tiga kali sehari selang 4 jam,
dosis I diberikan bersama-sama dengan siklofosfamid.
Ajuvan lain yang tidak begitu poten adalah yang bersifat anti-
inflamasi yakni emas, diaminodiphenylsulfone (D.D.S), antimalaria, dan
minosiklin. Tentang emas tidak akan diuraikan karena preparatnya tidak
ada di Indonesia. Dosis D.D.S100-300 mg sehari, dicoba dahulu dengan
dosis rendah . Tentang efek samping lihat pengobatan dermatitis
herpetiformis. Antimalaria Yang sering digunakan adalah klorokuin
dengan dosis 2x200mg sehari. Efek samping yang berat adalah retinopati,
dapat terjadi setelah dosis kumulatif 100 g. Tentang pengobatan kombinasi
nikotinamid dan tetrasiklin lihat pengobatan pemfigoid bulosa. Minosiklin
digunakan dengan dosis 2 x 50 mg sehari.
8
triamcinolonacetonid.
1. Prinsip Tatalaksana
2. Topikal
Topikal kortikosteroid
3. Sistemik
9
Edukasi
IV. Prognosis
10
DAFTAR PUSTAKA
Fernandez SR, Alonso AE, Gonzalez JEH, Galy JMM. Practical management of
the most common bullous disease. Actas Dermosifiliogr. 2008;99:441-55
Harman KE, Albert S, Black MM. Guidelines for the management of pemphigus
vulgaris. Br J Dermatol. 2003;149:926-37.
Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016.
Payne AS, Stanley JR. Pemphigus. In: Wolf K, Goldsmith LA, Kazt SI, Gilchrest
BA. Paller AS Leffel DJ, editors. Fitzpatrick‟s Dematology in general
medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill; 2012.h. 586-99.
Ratnam KV, Tan CK. Pemphigus Therapy with Oral Prednisolone Regimens.
International Journal of Dermatology. 1990;29(5):363-8.
Strowd LC, Taylor SL, Jorizzo JI, Namazi MR. Therapeutic ladder for pemphigus
vulgaris: Emphasis on achieving complete remission. J Am Acad
Dermatol. 2011;64:490-4.
11
Singh S, Evidence-based treatments for pemphigus vulgaris, pemphigus foliaceus,
and bullous pemphigoid: A systematic review. Indian J Dermatol
Venereol Leprol. 2011;77(4):456-70.
Toth GG, van de Meer JB, Jonkman MF. Dexamethasone Pulse Therapy in
Pemphigus. JEADV. 2002;16:607-11.
12