Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN HASIL BELAJAR MANDIRI PBL 7

“GANGGUAN KOAGULASI”

DISUSUN OLEH:

NAMA : NURUL MUTHIA MURSALIM

NIM : 70100120017

KELAS : FARMASI A1

DOSEN : Apt.Khaerani.,S.Farm.,M.Farm Klin.

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2022
SKENARIO

Nn.CT, 18 tahun 54 kg memeriksakan diri di RS karena merasa sering terjadi perdarahan,


memberat 3 hari terakhir dengan gusi berdarah dan mimisan, BAB hitam. Muncul bercak merah
diseluruh tubuh dirasakan pasien mulai 1 tahun yang lalu berbagai ukuran hilang dalam satu
minggu. Pasien pasca kecelakaan lalu lintas 1 minggu yang lalu, luka memar, hematom pada pipi
dan mata kanan. Pasien didiagnosa dengan ITP.

Pemeriksaan BMA (bone marrow aspiration) :


• Megakariosit dapat meningkat atau normal & agranuler/tidak mengandung trombosit
Pemeriksaan Hapusan Darah Tepi :
• Anemia hipokrom dan Leukositosis dengan Trombositopenia

Pemeriksaan Darah Lengkap

STEP 5
(Menetapkan Tujuan Belajar)
1. Untuk mengetahui patofisiologi dan etiologi penyakit ITP.
2. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit ITP.
3. Untuk mengetahui kerasionalan terapi pasien pada skenario.
4. Untuk mengetahui monitoring dan evaluasi pasien pada skenario.
5. Untuk mengetahui KIE yang dapat diberikan kepada pasien pada skenario.
A. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal umur trombosit sekitar 10 hari, pada PTI umur trombosit
memendek menjadi sekitar 2-3 hari atau bahkan hanya beberapa menit saja. Memendeknya
umur trombosit ini disebabkan destruksi yang meningkat di limpa oleh karena proses
imunologi, dan umur trombosit berhubungan dengan kadar antibodi platelet, bila kadarnya
tinggi maka umur trombosit makin memendek.
Proses imunologis pada PTI diawali dengan adanya Platelet Associated Anti gen, bila
platelet ini berada dilimpa dan sumsum tulang, yang mana akhirnya merangsang
pembentukan autoantibodi di dalam limpa, sumsum tulang serta jaringan limfoid yang lain.
Selanjutnya imunoglobulin yang terbentuk akan meningkatkan platelet associated antigen.
Adanya ikatan antara trombosit dan platelet associated antigen inilah yang menyebabkan
destruksi trombosit.
Terjadinya proses imunologis atau destruksi trombosit komplemen. Komplemen yang
berperanan dalam proses ini adalah C, Target antigen dari imunoglobulin ini adalah
GP1b/illa yang berada pada permukaan trombosit. Keadaan ini dapat pula mempengaruhi
trombopoisis bila antibodi melekat pada megakaryocyte associated antigen.
Limpa merupakan organ yang utama tempat terjadinya destruksi trombosit, hal ini
disebabkan 1/3 jumlah darah terjadi pooling selain itu organ inilah tempat utama terjadi
sintesis autoantibodi.
Destruksi trombosit terjadi secara cepat, secepat dengan proses pembentukannya. Hal ini
terbukti bila penderita PTI, dilakukan transfusi trombosit akan cepat terjadi destruksi, atau
bila darah penderita PTI ditransfusikan pada penderita normal maka akan terjadi
trombositopeni dengan cepat. Hal ini terlihat pada penderita PTI yaitu terjadi trun over
trombosit 5 x normal dan pada aspirasi sumsum tulang tidak jarang didapat peningkatan
megakariosit. Yang memegang peran dalam menimbulkan perdarahan pada PTI diduga tidak
saja tergantung jumlah trombosit tetapi juga fungsi trombosit dan kelainan vaskuler
(ISHMO,2014).

B. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI


Purpura trombositopenik (ITP) imun (atau idiopatik) adalah salah satu penyebab paling
umum dari trombositopenia didapat. Perkiraan insiden adalah 100 kasus per 1 juta orang per
tahun, sekitar setengahnya adalah anak-anak. ITP adalah sebuah gangguan autoimun yang
disebabkan oleh pengikatan antibodi (biasanya imunoglobulin G [IgG]) ke antigen
permukaan trombosit, mengakibatkan masa hidup trombosit yang lebih pendek. ITP dapat
terjadi sebagai kondisi terisolasi atau sekunder dari gangguan yang mendasarinya. ITP onset
masa kanak-kanak dan onset dewasa hadir dengan sangat berbeda. ITP onset dewasa
umumnya kronis (lebih dari 6 bulan) dan mempengaruhi wanita dua sampai tiga kali lebih
sering daripada pria. Sebaliknya, ITP dengan onset masa kanak-kanak adalah onset akut dan
biasanya mengikuti penyakit menular, dan kedua jenis kelamin sama-sama terpengaruh. ITP
masa kanak-kanak biasanya sembuh dengan sendirinya dalam 4 sampai 6 minggu tanpa
gejala sisa yang besar. Pada orang dewasa dengan ITP, pengujian human immunodeficiency
virus (HIV) dan virus hepatitis C (HCV) dianjurkan, karena mengobati infeksi ini dapat
meningkatkan kursus ITP. ITP terjadi di 1 sampai 2 dari setiap 1.000 kehamilan. Pada ibu
hamil dengan ITP yang sudah ada sebelumnya, baik komplikasi ibu dan janin dapat terjadi,
membutuhkan manajemen terpisah.(Chilsom-Burns,2013)

C. MANIFESTASI KLINIS
Manisteasi kilini secara umum. Pasien tipikal baik-baik saja dengan pengecualian
pendarahan. Memiliki gejala sebagai berikut :
• Petechiae
• Purpura
• Ekimosis
• Pendarahan kulit
• Perdarahan situs mukosa
• Epistaksis
• Pendarahan gingiva
• Hematuria
• Perdarahan intrakranial (jarang)
Gejala biasanya timbul perlahan-lahan dengan riwayat mudah berdarah baik setelah
adanya trauma maupun tanpa trauma. Pada umumnya bentuk perdarahan pada PTI adalah
purpura pada kulit atau mukosa.
Tempat-tempat yang sering menimbulkan perdarahan mukosa antara lain di hidung, gusi,
saluran makanan, serta traktus urogenital. Dapat dijumpai perdarahan pada retina atau
konjungtiva tetapi sangat jarang dijumpai, sedangkan perdarahan sendi hampir tidak pernah
dijumpai. Perdarahan spontan, baru terjadi bila jumlah trombosit dibawah 50.000/cmm. Bila
terjadi perdarahan intrakranial merupakan kondisi yang fatal, resiko terjadinya perdarahan
intrakranial sangat besar pada penderita dengan trombopeni berat, yaitu jumlah trombosit
kurang dari 10.000/cmm.
Pemeriksaan fisik penderita PTI, biasanya keadaan umum baik, tidak didapatkan panas
badan serta pembesaran limpa maupun hati. Gejala klinis bervariasi tergantung jumlah dan
trombosit serta kadar antibodi platelet. Anemia baru didapatkan pada penderita dengan
perdarahan yang sangat banyak. (ISHMO,2014)

D. TERAPI NONFARMAKOLOGI
a. Perawatan Pendukung

Istirahat, kompres es, dan elevasi (RICE) dapat digunakan selama terjadi perdarahan,
diikuti dengan gips, bidai, dan kruk setelah perdarahan dikendalikan (Chisholm, 2016).

b. Operasi
Sinovektomi artroskopik bedah mengurangi penyakit yang resisten terhadap terapi
penggantian dan hemartrosis berulang pada satu sendi. Prosedur ini menghilangkan
jaringan sendi yang meradang. Pasien mungkin mengalami penurunan rentang gerak
setelah operasi (Chisholm, 2016).

c. Ortotik

Protesa/Alat bantu pengganti sendi tidak menangani deformitas/kelainan pada sendi


secara langsung. Orthtic berfungsi sebagai tindakan suportif yang penting sebelum atau
sesudah operasi (Chisholm, 2016).

E. TERAPI FARMAKOLOGI
Berbagai pilihan terapi yang dapat diberikan pada kasus ITP persisten dan kronik, yaitu :
• Deksametason 28 mg/m2/hari akan memberikan respons hingga 80%. Biasanya respon
akan timbul dalam waktu 3 hari.
• Metil prednisolon dosis tinggi 30 mg/kg/hari selama 3 hari yang dilanjutkan dosis 20
mg/kg/hari selama 4 hari. Respons terjadi pada 60%-100% kasus yang terjadi pada 2-7
hari.
• Rituximab 100 mg atau 375 mg/m2/minggu selama 4 minggu. Respons bervariasi 31%-
79% kasus.
• Terapi obat atau kombinasi obat, siklosporin A, azatioprin, metil prednisolon, IVIG,
anti-D, vinkristin, dan danazol. Sekitar 70% kasus memberikan respons.
• Splenektomi. Dalam waktu 24 jam pasca splenektomi, jumlah trombosit akan
meningkat. Namun demikian, tindakan ini sangat berisiko
terjadinya komplikasi sepsis.
Sebagai terapi lini pertama maka dapat diberikan IVIG dosis tunggal atau steroid jangka
pendek (Grade 1 B). Penggunaan IVIG bila trombosit perlu ditingkatkan dengan cepat
(Grade 1B). Dosis IVIG adalah 0,8-1 g/kg dosis tunggal atau 2 g/kg terbagi dalam 2-5 hari.
Efek samping pemberian IVIG (15-75) % kasus adalah nyeri kepala, nyeri punggung, mual,
dan demam. Penggunaan IVIG hanya diberikan pada keadaan mengancam jiwa. Di Thailand,
pemberian IVIG terbukti merupakan langkah yang cost-effective. Penelitian Choi,dkk.(2016)
memperlihatkan respons pemberian IVIG berupa jumlah trombosit >100.000/ uL pada bulan
ke 1-3 dapat memprediksi prognosis, baik keadaan trombosit pada bulan ke-6 dan ke-12
(p<0,001).
Metilprednisolon diberikan dengan dosis 2 mg/ kg per hari atau 60 mg/m2/hari
(maksimal 80 mg/ hari) selama 14 hari, dilanjutkan dengan tappering off dan dihentikan
selama 1 minggu berikutnya. Kortikosteroid dapat juga diberikan dengan dosis tinggi yaitu
metilprednisolon 4 mg/kg per hari(maksimal 180 mg/hari) dibagi 3 dosis selama hari,
dilanjutkan 50% dosis pada minggu kedua, dan tappering off pada minggu ketiga.
Kortikosteroid parenteral diberikan metilprednisolon sebanyak 15-30 mg/kg IV (maksimal 1
g/hari) selama 30-60 menit selama 3 hari. Efek samping pemberian kortikosteroid adalah
hipertensi, nyeri perut dan ulkus peptikum, hiperglikemia, osteoporosis, imunosupresi,
insufisiensi adrenal.
Imunoglobulin anti-D tidak dianjurkan oleh anak dengan penurunan hemoglobin akibat
perdarahan atau adanya hemolisis autoimun (Grade IC). Pemberian imunoglobulin anti-D
hanya digunakan sebagai lini pertama Rh-positif, yang tidak displenektomi (Grade 2B).
Dosis imunoglobulin anti-D adalah 50-75 µg/kg dosis tunggal. Efek samping yang utama
pada pemberian imunoglobulin anti-D adalah hemolisis.

F. MONITORING EVALUASI
1. Dapatkan riwayat lengkap.
2. Pada pasien yang mengalami perdarahan atau pembekuan gangguan, evaluasi awal harus
mencakup waktu perdarahan, waktu protrombin (PT), tromboplastin parsial teraktivasi
waktu (aPTT), waktu trombin, dan jumlah trombosit.
• Waktu tromboplastin parsial teraktivasi: aPTT adalah dilakukan dengan
menambahkan kalsium fosfolipid dan kaolin ke darah sitrat dan mengukur waktu
diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin. Dengan cara ini, aPTT mengukur
aktivitas intrinsik dan umum jalur. Pemanjangan aPTT mungkin karena defisiensi
atau penghambat faktor II, V, VIII, IX, X, XI, dan XII. Ini juga mungkin karena
heparin, langsung penghambat trombin, defisiensi vitamin K, hati penyakit, atau
antikoagulan lupus.
• Waktu protrombin: PT dilakukan dengan menambahkan faktor tromboplastin
(jaringan) dan kalsium menjadi plasma antikoagulasi sitrat, rekalsifikasi plasma, dan
mengukur waktu pembekuan. Utilitas utama PT adalah untuk mengukur aktivitas
vitamin K-dependent faktor II, VII, dan X. PT digunakan dalam evaluasi penyakit
hati, untuk memantau efek antikoagulan warfarin, dan untuk menilai defisiensi
vitamin K.
• Waktu trombin adalah penilaian waktu diperlukan untuk munculnya bekuan fibrin
setelah trombin ditambahkan ke plasma. Ini mungkin terpengaruh oleh inhibitor
trombin atau kelainan fibrinogen. Paling umum, waktu trombin digunakan untuk
memantau terapi fibrinolitik.
• Waktu perdarahan menunjukkan seberapa baik trombosit berinteraksi dengan
dinding pembuluh darah untuk membentuk bekuan darah dengan cara menilai
lamanya waktu untuk menghentikan pendarahan setelah pemotongan kulit standar.
Waktu pendarahan memanjang pada trombositopenia, fibrinogen gangguan, dan
cacat kolagen.
3. Setelah diagnosis dibuat, lakukan terapi khusus.
4. Monitor resolusi gejala laboratorium dan klinis dengan pengobatan ( Chilsom,2019)
DAFTAR PUSTAKA
Chisholm, MA ST. Pharmacotherapy Principles and Practice. New York: Mc Graw-Hill
Companies. 2016.
Chisholm-Burns M.A., Schwinghammer T.L., Wells B.G., Malone P.M., Kolesar J.M. and
Dipiro J.T. Pharmacotherapy Principles and Practice, Mc Graw-Hill Companies, New
York. 2019
Choi HS, Ji MH, Kim SJ, Ahn HS. Platelet count recovery after intravenous immunoglobulin
predicts a favorable outcome in children with immune thrombocytopenia. Blood Res 2016
ISHMO. Hematologi Onkologi Medik Update-XII : Toward Brighter Management of Hemato
oncology in Asian Region From Bench to Clinical Practice. The lndonesian Society of
Hcmetology Medical Oncology.2014
Joseph T. DiPiro, Gary C. Yee, L. Michael Posey, Stuart T. Haines, Thomas D. Nolin, Vicki
Ellingrod. Pharmacotherapy Handbook 11th Edition. United State of America : The
McGraw-Hill Companies. 2020.
Teny Tjitra Sari. Immune Thrombocytopenic Purpura. Sari Pediatri vol.20 No.1, Juni 2018

Anda mungkin juga menyukai