Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

IDIOPATHIC TROMBOCYTOPENIC PURPURA ( ITP )

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Anak


Ruang Rawat Inap B RS WAVA HUSADA

Oleh:
KADEK CHINTYA NURLITA W.
NIM. 180070300011073

PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
KONSEP DASAR
IDIOPATHIC TROMBOCYTOPENIC PURPURA ( ITP )

A. PENGERTIAN
1. ITP adalah suatu penyakit perdarahan yang didapat sebagai akibat dari
penghancuran trombosit yang berlebihan (Suraatmaja, 2000).
2. ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura.Idiopathic
berarti tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang
tidak cukup memiliki keping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang
memiliki luka memar banyak (berlebihan). Istilah Itp ini juga merupakan
singkatan dari Immune Thrombocytopenic Purpura (Family Doctor, 2006).
3. ITP juga bisa dikatakan merupakan suatu kelainan pada sel pembekuan
darah yakni trombosit yang jumlahnya menurun sehingga menimbulkan
perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit berupa bintik
merah hingga ruam kebiruan (Imran, 2008).

B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi dikemukakan berbagai kemungkinan
diantaranya ialah :
1. Hipersplenisme
2. Infeksi virus ( demam berdarah, morbili, varisela, rubella, dsb).
3. Intoksikasi makanan atau obat (asetosal, PAS, fenilbutazon, diamox, kina,
sedormid)
4. Pengaruh fisis (radiasi, panas).
5. Kekurangan faktor pematangan (misalnya malnutrisi).
6. DIC (misalnya pada DSS, leukimia, respiratory distress syndrome pada
neonatus).
7. Mekanisme imun yang menghancurkan trombosit.
8. Kelemahan pada endotel pembuluh darah.
C. PATOFISIOLOGI
Sebagai kelainan yang bersifat autoimun, ITP sangat sering terjadi sebagai
gangguan terisolasi, tetapi kadang – kadang sebagai manifestasi pertama SLE.
Meskipun bentuk akut diketahui pada anak – anak, sebagian besar penderita
adalah wanita dewasa berumur antara 20 hingga 40 tahun.
IgG antitrombosit reaktif dengan glikoprotein permukaan sel telah diidentifikasi
dalam serum kebanyakan kasus ITP. Dengan teknik – teknik khusus,
immunoglobulin juga dapat ditunjukan terikat pada permukaan trombosit. Limpa
memainkan peran penting dalam patogenesis kelainan ini. Limpa merupakan
tempat utama produksi antibodi antitrombosit dan destruksi trombosit yang
dilapisi IgG. Pada lebih dari dua pertiga penderita, splenektomi akan diikuti
kembalinya hitung trombosit menjadi normal dan remisi lengkap penyakitnya.
Limpa biasanya nampak normal sekali, atau mungkin disertai sedikit
pembesaran saja. Splenomegali demikian yang mungkin terjadi sebagai akibat
bendungan sinusoid dan pembesaran folikel –folikel limfoid, yang memiliki sentra
germina mencolok. Secara histologi sumsum tampak normal, tetapi biasanya
dapat menunjukan peningkatan jumlah megakariosit, kebanyakan megakariosit
hanya berinti satu dan diduga masih muda. Gambaran sumsum serupa dicatat
dalam berbagai bentuk trombositopeni sebagai akibat perusakan trombosit yang
dipercepat. Kepentingan pemeriksaan sumsum ialah untuk menyimgkirkan
trombositopeni sebagai akibat kegagalan sumsum. Tentu saja temuan penting
pada umumnya terbatas pada perdarahan sekunder. Perdarahan dapat tampak
menyebar ke seluruh tubuh, khususnya dalam lapisan – lapisan serosa dan
mukus.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Masa prodromal – keletihan, demam, dan nyeri abdomen.
2. Secara spontan timbul petekia dan ekimosis pada kulit.
3. Mudah memar.
4. Epistaksis (gejala awal pada anak).
5. Perdarahan traktus genitrourinarius (menoragia, hematuria) jarang.
6. Traktus digestivus (hematemesis, melena).
7. Perdarahan rongga mulut (jarang).
8. Pada mata (konjungtiva, retina).
9. Pada ITP akut dan berat dapat timbul pula pada selaput lendir yang berisi
darah (bula hemoragik).
10. Perdarahan pada SSP (perdarahan subdural dan lain – lain).
11. Demam ringan 1 – 6 minggu sebelum tinbul gejala bila terdapat perdarahan
berat atau perdarahan traktus gastrointestinalis.
12. Renjatan (shock) dapat terjadi bila kehilangan banyak darah.

E. KLASIFIKASI
1. Akut
a. Awalnya dijumpai trombositopenia pada anak.
b. Paling sering, 90% sembuh sendiri dalam satu tahun.
c. Jumlah trombosit kembali normal dalam 6 bulan setelah diagnosa.
d. Tidak dijumpai kekambuhan berikutnya.
2. Kronik
a. 10 %, kasusnya dapat dianggap kronis apabila trombositopenia
berlangsung lebih dari 100 hari.
b. Trombositopenia berlangsung lebih dari 6 bulan setelah diagnosa.
c. Awitan tersembunyi dan berbahaya.
d. Jumlah trombosit tetap dibawah normal selama penyakit.
e. Bentuk ini terutama terjadi pada orang dewasa.
f. Keadaannya berlangsung dengan keadaan remisi dan relaps berganti –
ganti.
g. Selama relaps, terjadi memar – memar yang dapat besar sekali, dan
dapat terjadi perdarahan melalui hidung, mulut, uterus, atau saluran
kemih.
h. Limpa teraba pada kurang dari sepertiga kasus.
i. Relaps dapat berakhir kira – kira dalam 1 tahun.
3. Kambuhan
a. Mula – mula terjadi trombositopenia.
b. Relaps berulang.
c. Jumlah trombosit kembali normal diantara waktu kambuh.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji Laboratorium dan Diagnostik :
1. Jumlah trombosit – menurun sampai kurang dari 40.000 mm3.
2. Hitung darah lengkap (CBC) – anemia karena ketidakmampuan sel darah
merah (SDM) menggunakan zat besi.
3. Aspirasi susmsum tulang – peningkatan megakariosit.
4. Jumlah leukosit – leukosits ringan sampai sedang : eosinofilia ringan.
5. Uji antibodi trombosit – dilakukan bila diagnosis diragukan.
a. Biopsi jaringan pada kulit dan gusi – diagnostik.
b. Uji antibodi antinuklir – untuk menyingkirkan kemungkinan lupus
eritematosus sistemik (SLE).
c. Pemeriksaan dengan slit lamp – untuk melihat adanya uveitis.
d. Biopsi ginjal – untuk mendiagnosis keterlibatan ginjal.
e. Foto toraks dan uji fungsi paru – diagnostik untuk manifestasi paru
(efusi, fibrosis interstitial paru).

G. KOMPLIKASI
1. Reaksi transfusi.
2. Relaps.
3. Perdarahan susunan saraf pusat (kurang dari 1 % kasus yang terkena).

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan pada gangguan ini adalah mengurangi produksi antibodi
dan destruksi trombosit, serta meningkatkan dan mempertahankan jumlah
trombosit.
a. Gamma Globulin
Infus gamma globulin intravena (sandoglobin; Gamium N) diikuti dengan
kenaikan hitung teombosit yang bertahan. Dosis besar gamma globulin
gamma intravena (400 mg/ kg selama 5 hari) menginduksi remisi pada
banyak kasus ITP akut dan kadang – kadang pada ITP kronis.
Percobaan terkendali acak menunjukan efektifitas globulin G imun (IGIV),
19/kg/ 24 jam selama 1 atau 2 hari berturut – turut dalam mengurangi
frekuensi trombositopenia berat (hitung trombosit kurang lebih 20 x 10).
b. Terapi kortikosteroid
Meskipun kortikosteroid tidak menunjukan jumlah kasus kronis,
kortikosteroid bermanfaat karena menngurangi keparahan dan
menyingkirkan lama sakit pada fase awal. Pada kasus yang lebih berat,
terapi dengan kortikosteroid, seperti prednison dengan dosis 1 – 2
mg/kg/24 jam dalam dosis terbagi atau ekuivalensinya terindikasi.
Beberapa ahli menganjurkan pemeriksaan sumsum tulang untuk
menyingkirkan leukimia sebelum memulai prednison. Keperluan akan
terapi kortikosteroid diperdebatkan, meskipun hitung tromosit kembali ke
tingkat hemostatis lebih cepat dengan terapi seperti itu. Terapi ini
diteruskan sampai hitung trombosit normal atau selama 3 minggu, mana
saja yang terjadi pertama. Pada titik ini terapi steroid sebaiknya
dihentikan, meskipun hitung trombosit tetap rendah. Tetapi kortikosteroid
berkepanjangan tidak terindikasi dan dapat menekan sumsum tulang,
disamping menyebabkan perubahan cushingoid dan gagal tumbuh. Jika
trombositopenia menetap selama 4 – 6 bulan, pemberian singkat kedua
terapi kortikosteroid atau imunoglobulin intravena dapat diberikan.
c. Tranfusi darah
Transfusi darah atau suspensi trombosit sedikit saja gunanya, karena
trombosit yang ditransfusikan akan cepat sekali menghilang.
d. Steriod
Sangat berguna pada kasus akut jika perdarahannya berat. Pengobatan
rumat mungkin diperlukan selama kira – kira 4 minggu untuk menaikkan
kadar trombosit sampai mencapai 50 x 10 /L. Karena efeknya yang
terbaik adalah pada minggu pertama, maka steroid harus diberikan pada
saat itu (bila memang diputuskan untuk diberikan) atau tidak sama sekali.
e. Splenektomi
Berbahaya dan tidak perlu pada kasus akut. Kira – kira 60 – 70 % kasus
kronis dapat sembuh dengan splenektomi, tetapi harus diingat :
1) Hanya diperlukan bila kecenderungan perdarahan tidak dapat
dikendalikan dengan steroid. (nilai aktual trombosit tidak penting).
2) Selanjutnya dapat mengakibatkan infeksi.
3) Jika gangguan ini berlangsung lebih dari satu tahun atau anak itu
berusia lebih dari 5 tahun.
2. Penatalaksanaan suportif
Tindakan suportif merupakan hal yang penting dalam penatalaksanaan ITP
pada anak, di antaranya membatasi aktifitas fisik, mencegah perdarahan
akibat trauma, menghindari obat yang dapat menekan produksi trombosit
atau merubah fungsinya, dan yang tidak kalah pentingnya adalah memberi
pengertian pada pasien dan atau orang tua tentang penyakitnya (Setyoboedi,
2004)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PURPURA TROMBOSITOPENI IDIOPATI

A. PENGKAJIAN
1. Hematologi
a. Tanda – tanda vital
1) Nadi cepat
2) Pernapasan
b.Tampilan umum
1)Tanda – tanda gagal jantung kongesif
2) Gelisah
c.Kulit
1)Warna kulit pucat, ikterus
2)Petekie
3)Memar
4)Perdarahan dari membran mukosa atau dari luka suntikan atau pungsi vena.
d.Abdomen
1)Pembesaran hati
2)Pembesaran limpa
3)Tentukan lokasi daerah purpura
4)Tentukan tempat perdarahan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubaan sirkulasi
(ekimosis).
2. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan anemia.
3. Resiko injuri berhubungan dengan perdarahan.
4. Nyeri berhubungan dengan epistaksis.
5. Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan akumulasi lemak.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan luka.
7. intoleransi aktifitas berhubungan dengan immobilisasi.
C. INTERVENSI
DX I
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
selama proses keperawatan diharapkan integritas kulit kembali baik
dan iritasi kulit minimal.
NOC : Tissue Integritas : Skin and mucus membrane
Kriteria Hasil :
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan.
2. Tidak ada luka / lesi pada kuit
3. Perfusi jarinngan baik
4. Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera beerulang
5. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
Indikator skala
1 : Kompromi luar biasa
2 : Kompromi sekali
3 : Kompromi baik
4 : Kompromi sedang
5 : Tidak ada kompromi

NIC : Pressure Management


Intervensi :
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2. Hindari kerutan pada tempat tidur
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4. Mobilisasi pasien tiap 2 jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
6. Oleskan lotion / minyak baby oil pada daerah yang tertekan
7. Monitor status nutrisi pasien
8. mandikan pasien dengan sebun dan air hangat
DX II
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan klien terbebas dari resiko injury
NOC : Risk Control ( control resiko )
Kritera hasil :
1. Klien terbebas dari cedera
2. Klien mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
3. Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan / perilaku
personal
4. Klien mampu menjelaskan cara atau metode untuk mencegah injury /
cedera
Skala indikator :
1. : Tidak pernah meenunjukan
2. : Jarang menunjukan
3. : Kadang menunjukan
4. : Sering menunjukan
5. : Selalu menunjukan
NIC : Enviroment Management ( Manajemen Lingkungan )
1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
2. Membatasi pengunjung
3. Memberikan penerangan yang cukup
4. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
6. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
DX III
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan nutrisi pasien seimbang
NOC : Nutitional Status : food and fluid intake ( Status nutrisi : masukan
makanan dan cairan ).
Kriteria hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi )
Skala indikator :
1: Tidak pernah menunjukan
2: Jarang menunjukan
3: Kadang menunjukan
4: sering menunjukan
5: selalu menunjukan

NIC : Nutrition Monitoring ( Monitor nutisi )


Intervensi :
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan
3. Monitor turgor kulit
4. Monitor makanan kesukaan
5. Monitor kalori dan intake nutrisi

DX IV
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan perfusi jaringan kembali normal.
NOC : Circulatin status ( status sirkulasi )
Kritera Hasil :
1.mendemonstasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
a.tekanan systole dan dyastole dalam rentang yang diharapkan
b.tidak ada ortostatikhipertensi
c.tidak ada tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial ( tidak lebih
dari 15 mmHg )
Indikator Skala
1. Tidak pernah menunjukan
2. Jarang menunjukan
3. Kadang menunjukan
4. Sering menunjukan
5. Selalu menunjukan
NIC : Peripheral Sensation management ( manajemen sensasi perifer )
Intervensi :
1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas /
dingin/ tajam / tumpul
2. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau
laserasi
3. Monitor adanya tromboplebitis

DX V
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam aproses
keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.
NOC : Pain Cntrol ( Kontrol nyeri )
Kriteria Hasil :
1. Mengenali faktor penyebab nyeri
2. Mengenali serangan nyeri
3. Menggunakan metode pencegahan
4. Menggunakan metode nonanalgetik
5. Mengebali gejala nyeri
6. Melaporkan nyeri sudah terkontrol
Skala Indikator
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Pain Management ( Manajemen nyeri )
Intervensi :
1. Kaji tentang nyeri secara komprehensif ( lokasi, karakteristik, frekuensi,
kualitas, intensitas, faktor pencetus )
2. Observasi penyebab ketudaknyamanan dari nonverbal
3. Gunakan strategi komunukasi terapeutik
4. Berikan informasi tentang nyeri, penyebab, berapa lama dan antisipasi
ketergantunagan
5. Ajarkan teknik nonfarmakologok untuk mengurangi nyeri
6. Tingkatkan istirahat atau tidur untuk memfasilitasi manajemen nyeri

Dx VI
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan pasien tidak mengalami tanda-tanda infeksi.
NOC : Knowledge : infectoin control
Kriteria hasil :
1. pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya.
3. menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4. jumlah leukosit dalam batas normal
5. menunjukkan perilaku hidup sehat
keterangan skala :
1 : tidak pernah dilakukan
2 : jarang dilakukan
3 : kadang dilakukan
4 : serng dilakukan
5 : selalu dilakukan
NIC : Infection control
1. batasi pengunjung bila perlu
2. gunakan sabun antimikrobia
3. cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
4. gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
5. tingkatkan intake nutrisi
Dx VII
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan pasiendapat beraktifitas seperti biasa.
NOC : Activity tolerance
Kriteria hasil :
1. berpartisipasi dalam aktfitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi,
respirasi.
2. mempu melakukan aktifitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri.
Keterangan skala :
1 : tidak dilakukan sama sekali
2 : jarang dilakukan
3 : kadang dilakukan
4 : sering dilakukan
5 : selalu dilakukan
NIC : Activity therapy
Intervensi :
1. kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan program
terapi yang tepat.
2. bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang dapat dilakukan
3. bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktifitas.
4. bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang.

D. EVALUASI
DX I. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi
(ekimosis)
Kriteria Hasil :
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan.
2.Tidak ada luka / lesi pada kuit
3.Perfusi jarinngan baik
4.Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera beerulang
5.Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
DX II. Resiko injury berhubungan dengan perdarahan
Kriteria Hasil :
1.Klien terbebas dari cedera
2.Klien mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
3.Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan / perilaku personal
4.Klien mampu menjelaskan cara atau metode untuk mencegah injury / cedera

DX III. Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan akumulasi lemak
Kriteria Hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi )

DX IV. Perfusi jaringan ttidak efektif berhubungan denagan anemia


Kriteria Hasil :
1.mendemonstasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
a. tekanan systole dan dyastole dalam rentang yang diharapkan
b. tidak ada ortostatikhipertensi
c. tidak ada tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial (
tidak lebih dari 15 mmHg )

DX V. Nyeri berhubungan dengan epistaksis


Kriteria Hasil :
1.Mengenali faktor penyebab nyeri
2.Mengenali serangan nyeri
3.Menggunakan metode pencegahan
4.Menggunakan metode nonanalgetik
5.Mengebali gejala nyeri
6.Melaporkan nyeri sudah terkontrol
Dx VI. Resiko infeksi berhubungan dengan luka
Kriteria hasil
1. bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya.
3. menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4. jumlah leukosit dalam batas normal
5. menunjukkan perilaku hidup sehat

Dx VII. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan immobilitas


Kriteria hasil :
1. berpartisipasi dalam aktfitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi,
respirasi.
2. mempu melakukan aktifitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta : EGC
Betz, Cecily L. 1997. Buku Saku Keperawatan Pediatri edisi 3. Jakarta : EGC
Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba
Medika.
Johnson, Marion, dkk. 2000. Nursing Outcomes classification ( NOC ). Missouri:
Mosby.
Mc. Clostrey, Deane C, & Bulecheck, Glorid M. 1996. Nursing Intervention
Classification ( NIC ). Missouri: Mosby
Ngastiyah. 2003. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Robbins dan Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta: EGC
Santosa, Budi. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Prima Medika
Setyoboedi, B., & Ugrasena, I. D. G. (2016). Purpura Trombositopenik Idiopatika pada
Anak (patofisiologi, tata laksana serta kontroversinya). Sari Pediatri, 6(1), 16-22.
DIC Infeksi virus Kerusakan trombosit Imun Limpa

Kadar Protrombin Penurunan Jumlah Anti bodi


Menurun Trombosit anti trombosit

Trombositopeni IgG terikat pada


permukaan
trombosit

Bendungan Sinusoid

` Perdarahan Sekunder Demam


Pembesaran folikel
Limfoid

Kelainan Kulit Resiko Injuri Epistaksis Menoragia Hipertermi Splenomegali

Ekimosis Bula/Vesikel Resiko Perdarahan Akumulasi lemak

Kerusakan Luka
Integritas kulit Perubahan Nutrisi Kurang
Resiko Infeksi dari kebutuhan tubuh

Anda mungkin juga menyukai