Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

IDIOPATHIC TROMBOCYTOPENIC PURPURA ( ITP )

Oleh :
NAMA MAHASISWA : NI LUH SUDIARTI
KELAS : NERS XVI B
NPM : 020021085

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM
T.A 2020/2021

KONSEP DASAR
IDIOPATHIC TROMBOCYTOPENIC PURPURA ( ITP )

A. PENGERTIAN
1. ITP adalah suatu penyakit perdarahan yang didapat sebagai akibat dari
penghancuran trombosit yang berlebihan (Suraatmaja, 2000).
2. ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura.
Idiopathic berarti tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic
berarti darah yang tidak cukup memiliki keping darah (trombosit).
Purpura berarti seseorang memiliki luka memar banyak (berlebihan).
Istilah Itp ini juga merupakan singkatan dari Immune
Thrombocytopenic Purpura (Family Doctor, 2006)
3. ITP juga bisa dikatakan merupakan suatu kelainan pada sel pembekuan
darah yakni trombosit yang jumlahnya menurun sehingga
menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya pada
kulit berupa bintik merah hingga ruam kebiruan. (Imran, 2008)

B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, tatapi dikemukakan berbagai
kemungkinan diantaranya ialah :
1. Hipersplenisme
2. Infeksi virus ( demam berdarah, morbili, varisela, rubella, dsb ).
3. Intoksikasi makanan atau obat ( asetosal, PAS, fenilbutazon, diamox,
kina, sedormid )
4. Bahan kimia.
5. Pengaruh fisis ( radiasi, panas ).
6. Kekurangan faktor pematangan ( misalnya malnutrisi ).
7. DIC (misalnya pada DSS, leukimia, respiratory distress syndrome
pada neonatus ).
8. Mekanisme imun yang menghancurkan trombosit.
9. Kelemahan pada endotel pembuluh darah.

C. PATOFISIOLOGI
Sebagai kelainan yang bersifat autoimun, ITP sangat sering terjadi sebagai
gangguan terisolasi, tetapi kadang – kadang sebagai manifestasi pertama SLE.
Meskipun bentuk akut diketahui pada anak – anak, sebagian besar penderita
adalah wanita dewasa berumur antara 20 dan 40 tahun.
IgG antitrombosit reaktif dengan glikoprotein permukaan sel telah
diidentifikasi dalam serum kebanyakan kasus ITP. Dengan teknik – teknik
khusus, immunoglobulin juga dapat ditunjukan terikat pada permukaan
trombosit. Limpa memainkan peran penting dalam patogenesis kelainan ini.
Limpa merupakan tempat utama produksi antibodi antitrombosit dan
destruksi trombosit yang dilapisi IgG. Pada lebih dari dua pertiga penderita,
splenektomi akan diikuti kembalinya hitung trombosit menjadi normal dan
remisi lengkap penyakitnya. Limpa biasanya nampak normal sekali, atau
mungkin disertai sedikit pembesaran saja. Splenomegali demikian yang
mungkin terjadi sebagai akibat bendungan sinusoid dan pembesaran folikel –
folikel limfoid, yang memiliki sentra germina mencolok. Secara histologi
sumsum tampak normal, tetapi biasanya dapat menunjukan peningkatan
jumlah megakariosit, kebanyakan megakariosit hanya berinti satu dan diduga
masih muda. Gambaran sumsum serupa dicatat dalam berbagai bentuk
trombositopeni sebagai akibat perusakan trombosit yang dipercepat.
Kepentingan pemeriksaan sumsum ialah untuk menyimgkirkan
trombositopeni sebagai akibat kegagalan sumsum. Tentu saja temuan penting
pada umumnya terbatas pada perdarahan sekunder. Perdarahan dapat tampak
menyebar ke seluruh tubuh, khususnya dalan lapisan – lapisan serosa dan
mukus.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Masa prodroal – keletihan, demam, dan nyeri abdomen.
2. Secara spontan timbul petekia dan ekimosis pada kulit.
3. Mudah memar.
4. Epistaksis ( gejala awal pada sepertiga anak ).
5. Perdarahan traktus genitrourinarius ( menoragia, hematuria ) jarang.
6. Traktus digestivus ( hematemesis, melena ).
7. Perdarahan rongga mulut
8. Pada mata ( konjungtiva, retina ).
9. Pada ITP akut dan berat dapat timbul pula pada selaput lendir yang
berisi darah ( bula hemoragik ).
10. Perdarahan pada SSP ( perdarahan subdural dan lain – lain ). Jarang
terjadi.
11. Demam ringan 1 – 6 minggu sebelum tinbul gejala bila terdapat
perdarahan berat atau perdarahan traktus gastrointestinalis.
12. Renjatan ( shock ) dapat terjadi bila kehilangan banyak darah.

E. KLASIFIKASI
1. Akut
a. Awalnya dijumpai trombositopenia pada anak.
b. Paling sering, 90% sembuh sendiri dalam satu tahun.
c. Jumlah trombosit kembali normal dalam 6 bulan setelah diagnosa.
d. Tidak dijumpai kekambuhan berikutnya.
2. Kronik
a. 10 %, kasusnya dapat dianggap kronis apabila trombositopenia
berlangsung lebih dari 100 hari.
b. Trombositopenia berlangsung lebih dari 6 bulan setelah diagnosa.
c. Awitan tersembunyi dan berbahaya.
d. Jumlah trombosit tetap dibawah normal selama penyakit.
e. Bentuk ini terutema terjadi pada orang dewasa.
f. Keadaannya berlangsung dengan keadaan remisi dan relaps
berganti – ganti.
g. Selama relaps, terjadi memar – memar yang dapat besar sekali,
dan dapat terjadi perdarahan melalui hidumg, milut, uterus, atau
saluran kemih.
h. Limpa teraba pada kurang dari sepertiga kasus.
i. Relaps dapat berakhir kira – kira dalam 1 tahun.
3. Kambuhan
a. Mula – mula terjadi trombositopenia.
b. Relaps berulang.
c. Jumlah trombosit kembali normal diantara waktu kambuh.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji Laboratorium dan Diagnostik :
1. Jumlah trombosit – menurun sampai kurang dari 40.000 mm3.
2. Hitung darah lengkap ( CBC ) – anemia karena ketidakmampuan sel
darah merah ( SDM ) menggunakan zat besi.
3. Aspirasi susmsum tulang – peningkatan megakariosit.
4. Jumlah leukosit – leukosits ringan sampai sedang : eosinofilia ringan.
5. Uji antibodi trombosit – dilakukan bila diagnosis diragukan.
a. Biopsi jaringan pada kulit dan gusi – diagnostik.
b. Uji antibodi antinuklir – untuk menyingkirkan kemungkinan lupus
eritematosus sistemik ( SLE ).
c. Pemeriksaan dengan slit lamp – untuk melihat adanya uveitis.
d. Biopsi ginjal – untuk mendiagnosis keterlibatan ginjal.
e. Foto toraks dan uji fungsi paru – diagnostik untuk manifestasi
paru ( efusi, fibrosis interstitial paru ).

G. KOMPLIKASI
1. Reaksi transfusi.
2. Relaps.
3. Perdarahan susunan saraf pusat ( kurang dari 1 % kasus yang terkena ).

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan pada gangguan ini adalah mengurangi produksi
antibodi dan destruksi trombosit, seerta meningkatkan dan
mempertahankan jumlah trombosit.
a. Gamma Globulin
Infus gamma globulin intravena ( sandoglobin; Gamium N ) diikuti
dengan kenaikan hitung teombosit yang bertahan. Dosis besar
gamma globulin gamma intravena ( 400 mg/ kg selama 5 hari )
menginduksi remisi pada banyak kasus ITP akut dan kadang –
kadang pada ITP kronis. Percobaan terkendali acak menunjukan
efektifitas globulin G imun ( IGIV ), 19/kg/ 24 jam selama 1 atau 2
hari berturut – turut dalam mengurangi frekuensi trombositopenia
berat ( hitung trombosit kurang lebih 20 x 10
b. Terapi kortikosteroid
Meskipun kortikosteroid tidak menunjukan jumlah kasus kronis,
kortikosteroid bermanfaat karena menngurangi keparahan dan
menyingkirkan lama sakit pada fase awal. Pada kasus yang lebih
berat, tatapi dengan kortikosteroid, seperti prednison dengan dosis
1 – 2 mg/kg/24 jam dalam dosis terbagi atau ekuivalensinya
terindikasi. Beberapa ahli menganjurkan pemeriksaan sumsum
tulang untuk menyingkirkan leukimia sebelum memulai prednison.
Keperluan akan terapi kortikosteroid diperdebatkan, meskipun
hitung tromosit kembali ke tingkat hemostatis lebih cepat dengan
terapi seperti itu. Terapi ini diteruskan sampai hitung trombosit
normal atau selama 3 minggu, mana saja yang terjadi pertama.
Pada titik ini terapi steroid sebaiknya dihentikan, meskipun hitung
trombosit tetap rendah. Tetapi kortikosteroid berkepanjangan tidak
terindikasi dan dapat menekan sumsum tulang, disamping
menyebabkan perubahan cushingoid dan gagal tumbuh. Jika
trombositopenia menetap selama 4 – 6 bulan, pemberian singkat
kedua terapi kortikosteroid atau imunoglobulin intravena dapat
diberikan.
c. Transfusi darah
Transfusi darah atau suspensi trombosit sedikit saja gunanya,
karena trombosit yang ditransfusikan akan capat sekali
menghilang.
d. Steriod
Sangat berguna pada kasus akut jika perdarahannya berat.
Pengobatan rumat mungkin diperlukan selama kira – kira 4 minggu
untuk menaikkan kadar trombosit sampai mencapai 50 x 10 /L.
Karena efeknya yang terbaik adalah pada minggu pertama, maka
steroid harus diberikan pada saat itu ( bila memang diputuskan
untuk diberikan ) atau tidak sama sekali.
e. Splenektomi
Berbahaya dan tidak perlu pada kasus akut. Kira – kira 60 – 70 %
kasus kronis dapat sembuh dengan splenektomi, teapi harus diingat
:
1) Hanya diprlukan bila kecenderungan perdarahan tidak dapat
dikendalikan engan steroid. ( nilai aktual trombosit tidak
penting ).
2) Selanjutnya dapat mengakibatkan infeksi.
3) Jika gangguan ini berlangsung lebih dari satu tahun atau anak
itu berusia lebih dari 5 tahun.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PURPURA TROMBOSITOPENI IDIOPATI

A. PENGKAJIAN
1. Tanda – tanda vital
a. Nadi cepat
b. Pernapasan
2. Tampilan umum
a. Tanda – tanda gagal jantung kongesif
b. Gelisah
3. Kulit
a. Warna kulit pucat, ikterus
b. Petekie
c. Memar
d. Perdarahan dari membran mukosa atau dari luka suntikan atau
pungsi vena.
4. Abdomen
a. Pembesaran hati
b. Pembesaran limpa
c. Tentukan lokasi daerah purpura
d. Tentukan tempat perdarahan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubaan sirkulasi
(ekimosis ).
2. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan anemia.
3. Resiko injuri berhubungan dengan perdarahan.
4. Nyeri berubungan dengan epistaksis.
5. Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan akumulasi lemak.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan luka.
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan immobilisasi.
C. INTERVENSI
DX I : Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi
(ekimosis ).
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan integritas kulit kembali baik dan iritasi kulit
minimal.
 NOC : Tissue Integritas : Skin and mucus membrane
 Kriteria Hasil :
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan.
2. Tidak ada luka / lesi pada kuit
3. Perfusi jarinngan baik
4. Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera beerulang
5. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami
 Indikator skala
1 : Kompromi luar biasa
2 : Kompromi sekali
3 : Kompromi baik
4 : Kompromi sedang
5 : Tidak ada kompromi

 NIC : Pressure Management


Intervensi :
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2. Hindari kerutan pada tempat tidur
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4. Mobilisasi pasien tiap 2 jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
6. Oleskan lotion / minyak baby oil pada daerah yang tertekan
7. Monitor status nutrisi pasien
8. mandikan pasien dengan sebun dan air hangat
DX II : Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan anemia.
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan perfusi jaringan kembali normal.
 NOC : Circulatin status ( status sirkulasi )
 Kritera Hasil :
a. Mendemonstasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
b. Tekanan systole dan dyastole dalam rentang yang diharapkan
c. Tidak ada ortostatikhipertensi
d. Tidak ada tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial ( tidak
lebih
dari 15 mmHg )
 Indikator Skala
1. Tidak pernah menunjukan
2. Jarang menunjukan
3. Kadang menunjukan
4. Sering menunjukan
5. Selalu menunjukan
 NIC : Peripheral Sensation management ( manajemen sensasi
perifer )
 Intervensi :
1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas /
dingin/ tajam / tumpul
2. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau
laserasi
3. Monitor adanya tromboplebitis

DX III : Resiko injuri berhubungan dengan perdarahan.


 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan klien terbebas dari resiko injury
 NOC : Risk Control ( control resiko )
 Kritera hasil :
1. Klien terbebas dari cedera
2. Klien mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
3. Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan / perilaku
personal
4. Klien mampu menjelaskan cara atau metode untuk mencegah
injury / cedera
 Skala indikator :
1. : Tidak pernah meenunjukan
2. : Jarang menunjukan
3. : Kadang menunjukan
4. : Sering menunjukan
5. : Selalu menunjukan
 NIC : Enviroment Management ( Manajemen Lingkungan )
1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
2. Membatasi pengunjung
3. Memberikan penerangan yang cukup
4. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
6. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien

DX IV : Nyeri berubungan dengan epistaksis.


 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.
 NOC : Pain Cntrol ( Kontrol nyeri )
 Kriteria Hasil :
1. Mengenali faktor penyebab nyeri
2. Mengenali serangan nyeri
3. Menggunakan metode pencegahan
4. Menggunakan metode nonanalgetik
5. Mengebali gejala nyeri
6. Melaporkan nyeri sudah terkontrol
 Skala Indikator
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
 NIC : Pain Management ( Manajemen nyeri )
 Intervensi :
1. Kaji tentang nyeri secara komprehensif ( lokasi, karakteristik,
frekuensi, kualitas, intensitas, faktor pencetus )
2. Observasi penyebab ketudaknyamanan dari nonverbal
3. Gunakan strategi komunukasi terapeutik
4. Berikan informasi tentang nyeri, penyebab, berapa lama dan antisipasi
ketergantunagan
5. Ajarkan teknik nonfarmakologok untuk mengurangi nyeri
6. Tingkatkan istirahat atau tidur untuk memfasilitasi manajemen nyeri

DX V : Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan akumulasi lemak.


 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan nutrisi pasien seimbang
 NOC : Nutitional Status : food and fluid intake ( Status nutrisi :
masukan makanan dan cairan ).
 Kriteria hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi )
 Skala indikator :
1: Tidak pernah menunjukan
2: Jarang menunjukan
3: Kadang menunjukan
4: sering menunjukan
5: selalu menunjukan
 NIC : Nutrition Monitoring ( Monitor nutisi )
 Intervensi :
2. BB pasien dalam batas normal
3. Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan
4. Monitor turgor kulit
5. Monitor makanan kesukaan
6. Monitor kalori dan intake nutrisi

Dx VI : Resiko infeksi berhubungan dengan luka.

 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses


keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami tanda tanda infeksi.
 NOC : Knowledge : infectoin control
 Kriteria hasil :
1. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya.
3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4. Jumlah leukosit dalam batas normal
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat
 keterangan skala :
1 : tidak pernah dilakukan
2 : jarang dilakukan
3 : kadang dilakukan
4 : serng dilakukan
5 : selalu dilakukan
 NIC : Infection control
 Intervensi :
1. Batasi pengunjung bila perlu
2. Gunakan sabun antimikrobia
3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
5. Tingkatkan intake nutrisi
6. Berikan terapi antibiotik bila perlu.

Dx VII : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan immobilisasi.

 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses


keperawatan diharapkan pasiendapat beraktifitas seperti biasa.
 NOC : Activity tolerance
 Kriteria hasil :
1. Berpartisipasi dalam aktfitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi, respirasi.
2. Mampu melakukan aktifitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri.
 Keterangan skala :
1 : tidak dilakukan sama sekali
2 : jarang dilakukan
3 : kadang dilakukan
4 : sering dilakukan
5 : selalu dilakukan
 NIC : Activity therapy
 Intervensi :
1. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan
program terapi yang tepat.
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang dapat dilakukan
3. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktifitas.
4. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta : EGC
Betz, Cecily L. 1997. Buku Saku Keperawatan Pediatri edisi 3. Jakarta : EGC
Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta:
Salemba Medika.
Johnson, Marion, dkk. 2000. Nursing Outcomes classification ( NOC ).
Missouri: Mosby.
Mc. Clostrey, Deane C, & Bulecheck, Glorid M. 1996. Nursing Intervention
Classification ( NIC ). Missouri: Mosby
Ngastiyah. 2003. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Robbins dan Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta: EGC
Santosa, Budi. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Prima Medika
DIC Infeksi virus Kerusakan trombosit Imun Malnutrisi Limpa

Kadar Protrombin Penurunan Jumlah Kelemahan Anti bodi


Menurun Trombosit anti trombosit

Trombositopeni IgG terikat pada


permukaan trombosit

Bendungan Sinusoid

` Perdarahan Sekunder Demam


Pembesaran folikel
Limfoid

Kelainan Kulit Resiko Injuri Epistaksis Menoragia Intoleransi Splenomegali


Aktivitas

Ekimosis Bula/Vesikel Nyeri Anemia Akumulasi lemak


Kerusakan Luka Perfusi jaringan
Integritas kulit Tidak efektif Perubahan Nutrisi Kurang
dari kebutuhan tubuh

Resiko Infeksi

Sumber : Robbin dan Kumar,1995

Anda mungkin juga menyukai