Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP) merupakan suatu kelainan
yang berupa gangguan autoimun yang menetap (angka trombosit darah
perifer kurang dari 150.000/ml) akibat autoantibody yang mengikat antigen
trombosit menyebabkan destruksi premature trombosit dalam system retikulo
endotel terutama limpa (Sudoyo Aru. dkk, 2009). Idiopatik Trombotopenik
Purpura adalah suatu kondisi yang didalamnya terdapat penurunan hitung
trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan sumsum normal (Cecily, 2009).
Penyebab ITP adalah kelainan autoimun sehingga penghancuran
trombosit dalam sistem retikuloendotelial meningkat. Kelainan ini biasanya
menyertai imfeksi virus atau iunisasi yang disebabkan oleh respon sistem
imun yang tidak tepat. Akhir-akhir ini ITP juga sering disebut sebagai
immune thrombocytopenic purpura (purpura trombositopeni imun). Diagnosis
ITP sebagian besar berdasarkan gambaran klinis adanya gejala dan atau tanda
perdarahan, disertai penurunan jumlah trombosit (Setyobudi. Bagus, 2016 ;
Vera, 2009). Pada penderita ITP mengalami jumlah trombosit yang kurang
dari normal, jika penderita ITP mengalami cedera maka akan mudah
mengalami perdarahan karena trombosit yang berperan sebagai faktor
koagulan berkurang dan mempengaruhi proses hemostasis normal (Sudoyo
Aru. dkk, 2009 : Neunert, 2013). Resiko perdarahan intracranial, jaringan
lunak dan perdarahan mukosa yang disebabkan karena trauma dapat
menyebabkan mortalitas (Warrier, dkk, 2012).

1
B. Etiologi
Sindrom ITP disebabkan oleh antibody trombosit spesifik yang
berkaitan dengan trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari
sirkulasi oleh system fagosit monokuler melalui reseptor FC makrofak. Masa
normal trombosit sekitar 7 hari, tetapi memendek pada ITP menjadi 2 – 3 hari
sampai beberapa menit. Dalam kondisi normal antibody adalah respon tubuh
yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk kedalam tubuh. Tetapi
untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel keeping darah
tubuhnya sendiri. Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu
primer (idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan penyakit dibedakan tipe akut
bila kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada
anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umunnya terjadi pada orang
dewasa). Selain itu, ITP juga terjadi pada pengidap HIV, obat-obatan seperti
heparin, minuman keras, quinidine, sulfonamides juga dapat menyebabkan
tombositopenia. ITP juga disebabkan oleh :
1. Hipersplenisme (pembesaran pada limpa).
2. Infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela).
3. Intoksikasi makanan (penyakit yang disebabkan karena tertelannya toksin
dalam makananyang sebelumnya diproduksi oleh mikroba dalam
makanan).
4. Bahan kimia.
5. Pengaruh fisis (radiasi, panas)
6. Kekurangan faktor pematangan (malnutrisi adalah kekurangan gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhan , perkembangan, dan kebutuhan energi
tubuh).
7. Disseminated Intravascular Coagulan (DIC) adalah suatu keadaan dimana
bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan.
8. Autoimun adalah penyakit dimana sistem imun atau kekebalakn tubuh
seseorang menyerang jaringan sehat orang tersebut.

2
C. Klasifikasi ITP
1. ITP Akut
a. Awalnya dijumpai trombositopenia pada anak 2-6 tahun
b. Tidak ada predileksi jenis kelamin.
c. Riwayat infeksi virus 1-3 minggu sebelumnya.
d. Jumlah trombosit kembali normal dalam 6 bulan setelah diagnosis
(remisi spontan).
e. Tidak dijumpai kekambuhan berikutnya.
2. ITP Kronis
a. Terjadi pada wanita muda sampai pertengahan.
b. Jarang ada riwayat infeksi sebelumnya.
c. Gejala perdarahan bersifat menyusup, pada wanita biasanya berupa
menomethroragi.
d. Trombositopenia berlangsung lebih dari 6 bulan setelah diagnosis
(jarang terjadi remisi spontan).
e. Jumlah trombosit tetap di bawah normal selama penyakit.
3. Kambuhan
a. Mula-mula terjadi trombositopenia.
b. Relaps berulang.
c. Jumlah trombosit kembali normal diantara waktu kambuh.

Tabel 2.1.
Perbedaan ITP akut dengan ITP kronik

Perbedaan ITP akut ITP kronik


Awal penyakit 2-6 tahun 20-40 tahun
Rasio L:P 1:1 1:2-3
Trombosit <10.000/mL 30.000-100.000/mL
Lama penyakit 6 bulan Lebih 6 bulan
Perdarahan Berulang Beberapa hari/ minggu

3
D. Manifestasi Klinis
Penyakit ITP lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda. Pada
anak ialah diantara umur 2-6 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada
laki –laki. Dapat timbul mendadak, tetapi dapat pula hanya berupa kebiruan,
epistaksis (mimisan) selama jangka waktu yang berbeda-beda. Tidak jarang
terjadi gejala timbul setelah suatu peradangan atau infeksi saluran nafas
bagian atas akut. Kelainan yang paling sering ditemukan ialah petekie (bintik
merah keungunan kecil dan bulat yang tidak menonjol akibat perdarahan
intradermal atau submukosa) dan kemudian ekimosis (bercak perdarahan
yang kecil, lebih lebar dari petekie, pada kulit atau selaput lendir, membentuk
bercak biru atau ungu yang bulat atau irregular), tersebar di seluruh tubuh.
Keadaan ini kadang dijumpai pada selaput lendir terutama hidung dan mulut
sehingga dapat terjadi epistaksis dan perdarahan gusi. Pada ITP akut dan
berat dapat timbul pula bula hemoragik (ada selaput lendir yg bersih berisi
darah yang berupa cairan). Menurut Cecily (2009) mengatakan manifestasi
klinis pada penderita idiopatik trombositopenia purpura adalah sebagai
berikut :
1. Secara spontan timbul peteki dan ekimosis pada kulit.
2. Masa prodromal, keletihan, demam dan nyeri abdomen.
3. Mudah memar.
4. Epistaksis (gejala awal sepertitiga anak).
5. Anemia terjadi jika banyak darah yang hilang karena perdarahan.
6. Hematuria (jarang terjadi).
7. Perdarahan dari rongga mulut.
8. Melena.

E. Patofisiologi
Trombositopenia terjadi akibat kerusakan trombosit melalui antibodi.
Diatas telah dijelaskan bahwa trombosit dapat dihancurkan oleh pembentukan
antibodi yang diakibatkan oleh obat (seperti yang ditemukan pada kinidin dan
senyawa emas) atau oleh autoantibodi (antibodi yang bekerja melawan

4
jaringnnya sendiri). Antibodi tersebut menyerang trombosit sehingga lama
hidup trombosit diperpendek. Seperti kita ketahui bahwa gangguan-gangguan
autoimun yang bergantung pada antibodi manusia, paling sering menyerang
unsur-unsur darah, terutama trombosit dan sel darah merah. Hal ini terkait
dengan penyakit ITP, yang memiliki molekul-molekul IgG reaktif dalam
sirkulasi dengan trombosit hospes.
Meskipun terikat pada permukaan trombosit, antibodi ini tidak
menyebabkan lokalisasi protein komplemen atau lisis trombosit dalam
sirkulasi bebas. Namun, trombosit yang mengandung molekul-molekul IgG
lebih mudah dihilangkan dan dihancurkan oleh makrofag yang membawa
reseptor membran untuk IgG dalam limpa dan hati. Manifestasi utama dari
ITP dengan trombosit kurang dari 10.000/mm3 adalah tumbuhnya petekiae.
Petekiae ini dapat muncul karena adanya antibodi IgG yang ditemukan pada
membran trombosit yang akan mengakibatkan gangguan agresi trombosit dan
meningkatkan pembuangan serta penghancuran trombosit oleh sistem
makrofag. Agresi trombosit yang terganggu ini akan menyebabkan
penyumbatan kapiler-kapiler darah yang kecil. Pada proses ini dinding kapiler
dirusak sehingga timbul perdarahan dalam jaringan.
Bukti yang mendukung mekanisme trombositopenia ini disimpulkan
berdasarkan pemeriksaan pada penderita ITP dan orang-orang percobaan
yang menunjukkan kekurangan trombosit berat tetapi singkat, setelah
menerima serum ITP. Trombositopenia sementara, yang ditemukan pada bayi
yang dilahirkan oleh ibu dengan ITP, juga sesuai dengan kerusakan yang
disebabkan oleh IgG, karena masuknya antibodi melalui plasenta. ITP dapat
juga timbul setelah infeksi, khususnya pada masa kanak-kanak, tetapi sering
timbul tanpa peristiwa pendahuluan dan biasanya mereda setelah beberapa
hari atau beberapa minggu. (Cecily & Sowden, 2009).

5
F. Pathway
Terbentuk antibodi
Menyerang platelet
Trombositopenia yang merusak
dalam darah
trombosit

Resiko Cidera Jumlah platelet menurun

Dihancurkan oleh Molekul Ig G reaktif dalam Platelet mengalami


makrofak dalam jaringan sirkulasi trombosit gangguan agresi

Penghancuran dan
pembuangan trombosit
meningkat

Menyumbat kapiler – Ketidak efektifan perfusi Perdarahan


kapiler darah jaringan perifer

Suplai darah ke perifer


Dinding kapiler rusak
menurun

Penumpukan darah intra Kapiler pecah Kapiler bawah kulit pecah


dermal
Perdarahan intra dermal Tumbuh bintik merah
Menekan saraf nyeri

Resiko perdarahan Gangguan citra tubuh


Merangsang SSP

Penurunan transport O2
Muncul sensasi nyeri Penurunan metabolism
dan zat nutrisi lain
anaerob
kejaringan
Gangguan rasa
Kelemahan
nyaman nyeri

Intoleransi aktivitas

(NANDA, 2015)

6
G. Komplikasi
1. Perdarahan Intrakranial (ICH).
2. Reaksi transfusi.
3. Kekambuhan.
4. Perdarahan susunan saraf pusat ( kurang dari 1% individu yang terkena).
5. Penurunan kesadaran.
6. Splenomegali.

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Cecily (2009) untuk menegakkan diagnosa pasti dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang seperti dibawah ini :
1. Jumlah trombosit menurun sampai kurang dari 20.000/mm3, dan sering
kurang dari 10.000/mm3.
2. Hitung darah lengkap (CBC) : Anemia karena ketidakmampuan sel darah
merah menggunakan zat besi.
3. Aspirasi susmsum tulang : Terjadi peningkatan megakariosit, banyak
dijumpai megakariosit muda berinti, sitoplasma lebar dan granulasi sedikit
(megakariosit yang mengandung trombosit) jarang di temukan, sehingga
terdapat maturation arrest (maturasi darah putih yang terhenti) pada
stadium megakariosit.
4. Jumlah leukosit-leukosits ringan sampai sedang : Eosinofilia ringan.
5. Uji antibodi trombosit : Dilakukan bila diagnosis diragukan.
a. Biopsi jaringan pada kulit dan gusi-diagnostik.
b. Uji antibodi antinuklir : Untuk menyingkirkan kemungkinan Lupus
Eritematosus Sistemik (SLE).
c. Pemeriksaan dengan slit lamp : Untuk melihat adanya uveitis.
d. Biopsi ginjal : Untuk mendiagnosis keterlibatan ginjal.
e. Foto toraks dan uji fungsi paru : Diagnostik untuk manifestasi paru
(efusi, fibrosis interstitial paru).

7
I. Penatalaksanaan Klinis
1. ITP akut
a. Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan.
b. Pada keaadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid prednison
(suatu obat golongan steroid yang bekerja menekan system imun
supaya tidak bereaksi secara berlebihan) peroral dengan atau tanpa
transfusi darah. Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan belum terlihat
tanda kenaikan trombosit, dapat dianjurkan pembelian kortikosteroid
karena biasanya perjalanan penyakit sudah menjurus kepada ITP
menahun.
c. Pada trombositopenia yang di sebabkan oleh DIC, dapat diberikan
heparin intravena. Pada pemberian heparin ini sebaiknya selalu di
siapkan antidotumnya yaitu protamin sulfat.
d. Bila keadaan sangat gawat (perdarahan otak) hendaknya di berikan
transfusi suspensi trombosit.
2. ITP menahun
a. Kortikosteroid, diberikan selama 6 bulan.
b. Obat imunosupresif (missal 6-merkaptopurin, azatioprin,
siklofosfamid). Pemberian obat ini didasarkan atas adanya peranan
proses imunologis pada ITP menahun.
c. Splenektomi dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan
obat imunosupresif selama 2-3 bulan. Kasus seperti ini di anggap telah
resisten terhadap prednison dan obat immunosupresif, sebagai akibat
produksi antibodi terhadap trombosit yang berlebihan oleh limpa.
Splenektomi seharusnya dikerjakan dalam waktu 1 tahun sejak
permulaan timbulnya penyakit, karena akan memberikan angka remisi
sebesar 60-80%. Spenektomi yang dilakukan terlambat hanya
memberikan angka remisi sebesar 50%.

8
1) Indikasi spenektomi:
Sebaiknya splenektomi dilakukan setelah anak berumur
lebih dari 2 tahun. Karena sebelum umur 2 tahun fungsi limpa
terhadap infeksi belum dapat di ambil alih oleh alat tubuh yang lain
(hati, kelenjar getah bening, timus). Hal ini hendaknya di
perhatikan, terutama di negeri yang sedang berkembang karena
mortalitas dan morbiditas akibat infeksi masih tinggi.

Penatalaksanaan Terapi :
1. Pilihan Terapi
a. Observasi
1) Kebanyakan anak yang menderita ITP tipikal pulih sepenuhnya
dalam beberapa minggu tanpa terapi.
2) Tidak ada bukti bahwa terapi mencegah ICH.
3) Perlu ditindaklanjuti sebagai pasien rawat jalan.
b. IVIG
1) Mempersingkat durasi trombositopenia berat (<20.000).
2) Memblokade ambilan trombosit bersalut antibodi oleh makrofag
dilimpa.
3) Dosis 0,8-1 g/ kg, dosis kedua diberikan dalam 24 jam kemudian
bila trombosit <40.000-50.000.
4) Reaksi simpang: nyeri kepala, demam, meningitis aseptik jarang
terjadi.
c. Imunoglobulin Anti-D
1) Antibodi vs antigen D eritrosit.
2) Efektif pada pasien Rh+.
3) Dosis 50-75 mcg/ kg.
4) Reksi simpang: Nyeri kepala jarang terjadi, anemia hemolitik.
5) Lebih diajurkan ketimbang IVIG bila Rh positif karena lebih
mudah diberikan dan lebih murah.
6) Angka respons 70%, bertahan 3 minggu.

9
d. Steroid Oral
1) Mungkin memerlukan steroid dosis tinggi: Efek samping
signifikan.
2) Konsultasi ke bagian hematologi sebelum memulai steroid.

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas : Umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa, pekerjaan.
2) Riwayat Kesehatan :
a. Keluhan Utama
Pada saat MRS dan pengkajian klien mengeluh pada kulit terlihat
bercak perdarahan yang kecil, lebih lebar dari petekie.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang pada pasien dengan ITP bervariasi
tingkat keparahannya. Gejala biasanya perlahan – lahan dengan
riwayat mudah berdarah dengan trauma maupun tanpa trauma,
petekie terjadi spontan, ekimosis terjadi pada daerah trauma minor,
perdarhan rahang gigi, hidung, saluran pernafasan, hematuria
(Seperti kencing darah), hematemesis, melena.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu mencakup penyakit yang
pernah diderita oleh pasien sebelumnya, tanyakan riwayat prenatal,
post natal, riwayat imunisasi, alergi, dan pengobatan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pengkajian ini mencakup penyakit keluarga atau penyakit
keturunan yang diderita oleh keluarga pasien.
3) Pemeriksaan Fisik
a. Head to toe
1) Kepala
a) Kepala
Inspeksi: Bentuk kepala simetris

10
Palpasi: Tidak ada lesi, tidak ada benjolan, ada nyeri tekan
karena pasien merasakan sakit kepala.
b) Rambut
Inspeksi: Kondisi rambut bersih, tidak ada ketombe, warna
rambut hitam, rambut lurus tetapi rontok.
c) Mata
Inspeksi: Warna sklera putih, konjungtivis (peradangan),
pupil: Normal isokor,kedua bentuk pupilnya simetris, tidak
ada sekret pada mata, kelopak mata normal warna merah
muda, pergerakan mata klien normal, serta lapang pandang
normal.
Palpasi: Tidak adanya edema dan tidak ada benjolan disekitar
mata.
d) Hidung
Inspeksi: Tidak ada deformitas pada hidung, tidak ada cuping
hidung, tidak ada sekret, tidak ada polip atau benjolan
didalam hidung, fungsi penciuman baik, kedua lubang hidung
simetris dan terkadang terjadi pendarahan pada lubang
hidung (epitaksis).
e) Mulut
Inspeksi: Pendarahan rahang gigi, warna mukosa mulut
pucat, membran mukosa kering, tidak ada lesi, mukosa gusi
mengalami pendarahan, tidak terdapat benjolan pada lidah,
tidak ada karies pada gigi.
f) Telinga
Inpeksi: Kedua telinga simetris, tidak ada lesi pada telinga,
tidak ada serumen berlebih, tidak adanya edema, ketika
diperiksa dengan otoskop tidak adanya peradangan, dan tidak
terdapat cairan pada membran timpani.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada aurikula dan membran
timpani normal.

11
Auskultasi: Tes rinne (+), tes wibber (-), tes bisik
2) Leher
Inspeksi: Bentuk simetris, warna kulit rata sama dengan tubuh,
tidak ada lesi, tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Palpasi: Tidak ada deformitas pada trakea, tidak ada benjolan
pada leher, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada peradangan.
3) Dada
a) Paru
Inspeksi: Bentuk dada bidang, simetris antara kiri dan kanan,
pola napas pendek pada istirahat dan aktivitas, frekuensi
napas pasien reguler (tergantung literatur), pergerakan otot
bantu pernafasan normal.
b) Jantung
TD: Peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
Inspeksi: Denyutan jantung normal
Palpasi: Ictus cordis normal di IC ke 5
Auskultasi: Bunyi jantung normal, tidak ada pembesaran
jantung atau tidak ada kardiomegali.
Perkusi: redup.
4) Abdomen
Inspeksi: warna kulit abdomen normal seperti warna kulit
disekitarnya, tidak ada distensi, tidak terdapat kolostomi.
Auskultasi: peristaltik usus normal 12x/ menit.
Perkusi: timpani.
Palpasi: adanya nyeri tekan, tidak ada hematomegali, tidak ada
pembesaran lien(ginjal).
5) Otot
Inspeksi: Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
6) Integumen
Inspeksi: Terdapat petekie, ekimosis, timbul pula bula hemoragik.

12
7) Persyarafan
a) Tingkat kesadaran: composmentis
b) GCS:
(1) Eye: Membuka secara spontan
(2) Verbal: Orientasi baik, nilai 5
(3) Motorik: Mengikuti perintah, nilai 6
c) Total GCS: Nilai 15
(1) Reflek: Normal
(2) Tidak ada riwayat kejang
(3) Koordinasi gerak normal
d) Uji saraf kranial
e) N VII: Tidak berfungsi dengan baik
b. ADL (Activitas Daily Living)
1) Pola Nutrisi Selama sakit klien mengalami hematemesis dan pola
makan pasien 3x/hari.
2) Pola Eliminasi
a) BAB: Tidak rutin dan lancar terkadang mengalami melena
b) BAK: Menurun atau jarang dan terkadang mengalami
hematuria.
3) Pola Istirahat Dan Tidur
Selama sakit klien mengalami gangguan pola tidur karena sering
terbangun dan sulut tidur.
4) Pola Aktivitas
Merasakan keletihan, kelemahan, malaise umum, sehingga saat
melakukan kegiatan sehari- hari terganggu.

K. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer behubungan dengan penurunan
suplai oksigen, konsentrasi Hb dalam darah.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan epistaksis.

13
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan pada struktur kulit
(petekie).
5. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan profil darah yang abnormal
(trombositopeni).
6. Resiko perdarahan berhubungan dengan adanya penurunan Trombosit dan
tergangguanya sistem koagulasi darah.

L. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
HASIL
1. Kerusakan Setelah dilakukan a) Anjurkan pasien
integritas jaringan tindakan untuk
kulit berhubungan keperawatan menggunakan
dengan perubaan diharapkan pakaian yang
sirkulasi integritas kulit longgar
(ekimosis ). kembali baik dan b) Hindari kerutan
iritasi kulit minimal. pada tempat tidur
Kriteria Hasil : c) Jaga kebersihan
a) Integritas kulit kulit agar tetap
yang baik bisa bersih dan kering
dipertahankan, d) Mobilisasi pasien
tidak ada luka / tiap 2 jam sekali
lesi pada kuit, e) Monitor kulit akan
dan perfusi adanya kemerahan
jarinngan baik. f) Oleskan lotion /
b) Menunjukan minyak baby oil
pemahaman pada daerah yang
dalam proses tertekan
perbaikan kulit g) Monitor status
dan mencegah nutrisi pasien
terjadinya cedera h) Mandikan pasien

14
beerulang. dengan sebun dan
c) Mampu air hangat
melindungi kulit
dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami.

2. Intoleransi Setelah dilakukan a) Kolaborasi dengan


aktifitas tindakan tenaga rehabilitasi
berhubungan keperawatan pasien medik dalam
dengan dapat beraktifitas merencanakan
kelemahan. seperti biasa. program terapi
Kriteria hasil : yang tepat.
a) Berpartisipasi b) Bantu klien untuk
dalam aktfitas mengidentifikasi
fisik tanpa aktifitas yang
disertai dapat dilakukan
peningkatan c) Bantu
tekanan darah, pasien/keluarga
nadi, respirasi. untuk
b) Mampu mengidentifikasi
melakukan kekurangan dalam
aktifitas sehari- beraktifitas.
hari (ADLs) d) Bantu klien untuk
secara mandiri. membuat jadwal
latihan di waktu
luang.

15
3. Nyeri Akut Setelah dilakukan a) Kaji tentang nyeri
berhubungan tindakan secara
dengan epistaksis. keperawatan nyeri komprehensif
berkurang/hilang. (lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik,
a) Mengenali faktor frekuensi, kualitas,
penyebab nyeri, intensitas, faktor
gejala serangan pencetus)
nyeri b) Observasi
b) Menggunakan penyebab
metode ketudaknyamanan
pencegahan dari nonverbal
nonanalgetik c) Gunakan strategi
c) Melaporkan nyeri komunukasi
sudah terkontrol terapeutik
d) Berikan informasi
tentang nyeri,
penyebab, berapa
lama dan
antisipasi
ketergantunagan
e) Ajarkan teknik
nonfarmakologok
untuk mengurangi
nyeri
f) Tingkatkan
istirahat atau tidur
untuk
memfasilitasi
manajemen nyeri.

16
4. Gangguan citra Setelah pemberian asuhan a) Binalah hubungan
tubuh keperawatan selama 3x 24 saling percaya diri
berhubungan jam gangguan citra tubuh dengan perawat.
dengan perubahan menurun dengan kriteria b) Berikan kesempatan
pada struktur kulit hasil: pengungkapan
(petekie). Gambaran diri meningkat perasaan.
Gambaran diri sesuai c) Bantu klien ketika
Bisa menyesuaikan diri sedang cemas dengan
dengan status kesehatannya mengembangkan
kemampuan untuk
menilai diri dan
mengenali
masalahnya.
d) Dukung upaya klien
untuk memperbaiki
citra diri.
e) Dorong klien agar
bersosialisasi dengan
orang lain.

5. Resiko cidera Setelah dilakukan tindakan a) Sediakan


berhubungan keperawatan klien terbebas lingkungan yang
dengan dari resiko injury aman untuk pasien
penurunan profil Kriteria hasil : b) Membatasi
darah yang a) Klien terbebas dari pengunjung
abnormal cedera c) Memberikan
(trombositopeni). b) Klien mampu penerangan yang
menggunakan fasilitas cukup
kesehatan yang ada d) Mengontrol
c) Klien mampu lingkungan dari
menjelaskan faktor kebisingan

17
resiko dari lingkungan / e) Menyediakan
perilaku personal tempat tidur yang
d) Klien mampu nyaman dan bersih
menjelaskan cara atau f) Menganjurkan
metode untuk mencegah keluarga untuk
injury / cedera menemani pasien

6. Resiko setelah dilakukan tindakan a) Observasi tanda-


perdarahan keperawatan pasien tidak tanda perdarahan
berhubungan mengalami perdarahan. seperti petekhie,
dengan epistaksis,
Penurunan perdarahan
trombosit dan pervagina atau
tergangguanya rectal.
sistem koagulasi b) Beri es atau agen
darah. topikal pada
daerah yang
memar.
c) Anjurkan pasien
untuk hati-hati
menggosok gigi
dan gunakan sikat
gigi yang lembut.
d) Jelaskan pada
pasien dan
keluarga, tanda
dan gejala
perdarahan berat,
dan perdarahan
akut.

18
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Alih
bahasa Edisi. 5. Jakarta: EGC.

Elizabeth, J, Corwin. 2009. Buku saku Fatofisiologi. Jakarta: EGC.

Hasan, Faizal & Meirina, Gartika. 2016. Penatalaksanaan Gigi Pada Pasien Anak
Idiopathic Thrombocytopenic Parpur,A : Laporan Kasus. Jurnal
Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN) IKGA 9.

Hidayat, Aziz Alimul. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta:


Salemba Medika.

Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta : Mediaction
Jogja.

Setyoboedi. Bagus. 2016. Purpura Trombositopenik Idiopatika pada Anak. Jurnal


Sari Pediatri. Vol. 6, No. 1 : 16-22.l.

Santosa, Budi. 2013. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Prima Medika.

Tri Giarti, Agnis.,Endang, Z.Susilaningsih. 2016. Upaya Pencegahan Cedera Pada


Klien Idiopatik Trombositopenia Purpura Di Rsud Pandan Arang. Jurnal
UMS-Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan :
Surakarta.

Vera. 2009. Penatalaksanaan Prabedah Penderita dengan Trombositopenia. JKM


Vol. 8. No. 2.: 162-166.

19

Anda mungkin juga menyukai