Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN SGD KEPERAWATAN HIV AIDS

LBM KE 7 :

Sakit Macam Apa Ini, Apa yang Salah Dengan Tubuhku?

Tutor SGD :

Ns. Muh.Abdurrouf, M.Kep

Nama Kelompok :

1. Alfina Ifada (30901800007)


2. Ami Devi Rachmawati (30901800011)
3. Bella Pratiwi (30901800028)
4. Diana Mufida (30901800046)
5. Farah Prameswari (30901800064)
6. Ika Febriana (30901800081) Sekretaris
7. Jingga Zulfa N.T (30901800100)
8. Muhammad Irza H. (30901800117)
9. Patimah Azzahroh (30901800136)
10. Saidah Qodtmalla (30901800155) Ketua
11. Sokhifatun Najah (30901800174)
12. Verani Kisworo Wati (30901800192)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

TAHUN PELAJARAN

2020/2021
Judul : Sakit Macam Apa Ini, Apa yang Salah Dengan Tubuhku?
Skenario :
Tn. B, 30 th datang ke poli penyakit dalam dengan keluhan batuk berdahak dan sering
berkeringat saat malam hari. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi nafas 31 x/menit,
auskultasi paru ditemukan ronchi basah. Dari hasil wawancara diketahui pasien mempunyai
faktor resiko homosex, riwayat pengguna narkoba jenis suntik dan tatto. Hasil analisis dokter
pasien di diagnosis HIV/B20 pada fase/stadium II, dibuktikan dengan hasil pemeriksaan
antibody serum menggunakan ELISA hasil reaktif; Tes CD4 165 mm3 darah dan nampak kesan
TB paru pada x-ray thorax. Dokter memberikan resep profilaksis Cotrimoxazole 1 x 960 mg; dan
OAT Rifampisin; INH, Pirazinamid & Etambutol 1x4 tab, Kcl 3x1. Selain itu pasien dikonsulkan
ke klinik VCT untuk menjalani konseling. Saat konselor menjelaskan mengenai penyakit yang
diderita pasien, terlihat sangat kaget lalu menangis dan tidak menerima bahwa dia terkena HIV.
Pasien khawatir akan stigma yang akan dialaminya berupa pengucilan oleh keluarga dan teman-
temannya. Saat konselor menganjurkan pasien agar berdoa dan beribadah kepada Tuhan
memohon kesembuhan, pasien mengatakan “saya belum siap, selama ini saya tidak pernah
beribadah”. Selain itu konselor pun menganjurkan kepada pasien untuk menghindari distress
berkepanjangan agar tidak mempengaruhi kekebalan tubuhnya. Selain itu pasien diminta untuk
menjaga kekebalan tubuh dengan berolah raga dan rutin untuk konsultasi.
STEP 1 Kata Sulit :
-ELISA (Sokhifatun) :
ELISA merupakan tes HIV yang umumnya digunakan sebagai langkah awal untuk mendeteksi
antibodi HIV. Sampel darah yang telah diambil akan dibawa ke laboratorium dan dimasukkan ke
dalam wadah yang telah diberi antigen HIV. Selanjutnya, enzim akan dimasukkan ke dalam
wadah tersebut untuk mempercepat reaksi kimia antara darah dan antigen. Jika darah
mengandung antibodi HIV, maka darah akan mengikat antigen tersebut di dalam wadah. (Irza)
Tes ELISA dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air liur, atau air kencing. Hasil positif
pada ELISA belum memastikan bahwa orang yang diperiksa telah terinfeksi HIV. Masih
diperlukan pemeriksaan lain, yaitu Western Bolt datau IFA, untuk mengonfirmasi hasil
pemeriksaan ELISA ini. (Handayani, Wawuri. 2019. Gambaran Pengetahuan Remaja Tentang
HIV/AIDS pada Siswa Kelas X SMA N 1 Sentolo Tahun Akademik 2018/2019 ) (Vera)
-B20 (Ami)
HIV/B20 : atau istilah kedokteran biasa disebut B20 yaitu virus yang menyerang sel darah putih
atau kekebalan tubuh manusia, yang tertular melalui penggunaan jarum suntik bergantian,
hubungan seks yang beresiko dan ibu yang positif HIv kepada bayinya dalam proses kehamilan
dan melahirkan.
Sumber : Nursalam dan Kurniati, 2009, tambahan b20 (Farah)
B20 hiv :Penyakit infeksi dan berparasit pada hiv yang didalamnya terdapat turunan lagi b20.1
sampai b20.9 yang merujuk pada penyakit-penyakit infeksi yang dihasilkan hiv secara spesifik
(Jingga)
-Tes CD4 (Vera)
Tes CD4 adalah jenis pemeriksaan darah yang dilakukan untuk mengecek kadar sel CD4 dalam
tubuh. CD4 termasuk sel darah putih yang memegang peran penting untuk sistem kekebalan
tubuh. (Ika febri)
Tes CD4+ adalah tes darah untuk menentukan seberapa baik sistem kekebalan tubuh bekerja
pada orang yang telah didiagnosis dengan human immunodeficiency virus (HIV). CD4+ adalah
jenis sel darah putih. Sel darah putih berperan penting dalam memerangi infeksi. (Sokhifatun)
Nilai normal CD4: Normal: 500–1.200 sel per millimeter kubik. Abnormal: 250-500 sel per
milimeter kubik. Ini berarti pasien memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah dan mungkin
sudah terinfeksi HIV. (Farah )
Profilaksis Cotrimoxazole 1 x 960 mg; dan OAT Rifampisin; INH, Pirazinamid & Etambutol
1x4 tab, Kcl 3x1 (Farah)
OAT Rifampicin adalah Obat-obat yg di indikasikan untuk penyakit TB Paru. (Mufida)
Oat Rimfampisin: obat antibiotic yang digunakan untuk mengobati beberapa penyakit akibat
infeksi bakteri.obat ini bekerja dengan cara membunuh bakteri penyebab infeksi.penyakit akibat
infeksi bakteri yang dapat diobati dengan rimfampicin antara lain tbc (Ami )
-Profilaksis Cotrimoxazole Kotrimoksazol diberikan sebagai standar pencegahan primer
terhadap infeksi toksoplasmosis dan pneumonia pneumocystis jirovecii (PCP) pada pasien HIV
dengan CD4 <200 sel/mm3 dan pasien tuberkulosis, namun penggunaannya masih rendah.
( Alfina)
Obat Pirazinamid merupakan obat yang digunakan untuk mengobati tuberkulosis. Obat ini
digunakan secara bersamaan dalam bentuk kombinasi dosis tetap dengan rifampisin, isoniazid,
etambutol, dan streptomisin. Pirazinamid tidak disarankan untuk pengobatan tuberkulosis yang
bersifat laten. Pirazinamid dikonsumsi melalui mulut sedangakn Ethambutol adalah obat yang
digunakan untuk mengobati tuberkulosis. Dalam pengobatan tuberkulosis, obat ini dikonsumsi
bersama dengan antibiotik lainnya, baik dalam bentuk tunggal atau tablet kombinasi. Ethambutol
bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri penyebab tuberculosis (Bella)
Kata Kunci :
- Hasil tes CD4 165 mm3 darah
- Nampak kesan TB paru pada x-ray thorax
(Ifa)
-Pasien mempunyai faktor resiko homosex, riwayat pengguna narkoba jenis suntik dan tatto.
Hasil analisis dokter pasien di diagnosis HIV/B20 pada fase/stadium II (Farah)
Problem : HIV/B20 fase/
STEP 2 Menyusun pertanyaan :
1. Terapi yang diberikan pada pasien HIV? (Alfina)
2. Kenapa klien terdapat keluhan batuk berdahak dan keringat pada malam hari? (Ami)
3. Apa yang harus disarankan pada klien agar tidak terjadi distress berkepanjangan? (Bella)
4. Bagaimana gejala HIV disetiap stadium (Diana mufida)
5. Bagaimana dukungan yang harus diberikan kepada keluarga yang terekena Hiv (Farah)
6. Menagapa terjadi penurunan jumlah sel CD4? (Ika febri)
7. Fungsi pemeriksaan tes ELISA? (Jingga)
8. Bagaimana cara menangani klien HIV yang mengalami stress berkepanjangan ? (Irza)
9. Diagonosa keperawatan pada kasus diatas (Azza)
10. Apa focus pengkajian pada kasus tersebut? (Saidah)
11. Apa hubungan TB baru dengan penderita HIV? (Sokhifatun)
12. Apa Penatalaksaaan pada kasus tersebut ? (Vera)
STEP 3 Menjawab Pertanyaan :
1. Terapi yang diberikan pada pasien HIV? (Alfina)
Jawab :
Terapi pasien hiv :
Memberikan terapi antiretroviral (ARV) yang berfungsi untuk mencegah sistem imun
semakin berkurang yang berisiko mempermudah timbulnya infeksi oportunistik
•Wuriningsih, A. Y. (2020). Konsep Dasar HIV/AIDS (Jingga)
1) Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nasokomial, atau sepsis. Tidakan
pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi
penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2)  Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS,
obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah
sel T4 nya <>3 Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3)  Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imundengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksivirus pada prosesnya. Obat-obat ini
adalah :
a)     Didanosine
b)     Ribavirin
c)     Diedoxycytidine
d)     Recombinant CD 4 dapat larut
4)  Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
5)  Diet (Saidah )
2. Kenapa klien terdapat keluhan batuk berdahak dan keringat pada malam hari? (Ami)
Jawab :
Batuk sendiri dapat disebabkan oleh banyak penyebab mulai dari alergi, infeksi virus,
infeksi bakteri ataupun permasalahan lain pada saluran pernapasan. Pada penderita HIV
seringkali rentan mengalami infeksi oportunistik salah satunya adalah masalah saluran
pernapasan seperti pneumonia dan apabila berada di negara tropis dengan endemik
infeksi tuberkulosis seperti di Indonesia, mereka yang memiliki kondisi permasalahan
pada kekebalan tubuh lebih rentan untuk terinfeksi. (Irza)
Keringat di malam hari pada pasien dengan HIV lebih sering terjadi ketika sel T CD4
tubuh orang yang terkena gejala HIV awal berada dibawah angka 200 sel/ml. Keringat
bisa muncul saat tidur tanpa aktivitas fisik apapun (Ika febri)
3. Apa yang harus disarankan pada klien agar tidak terjadi distress berkepanjangan? (Bella)
Jawab :
Berolahraga secara teratur.
Menerapkan pola makan dengan gizi seimbang.
Membatasi konsumsi kafein.
Menghindari konsumsi alkohol dan NAPZA.
Tidur yang cukup.
Melakukan kegiatan yang menyenangkan hati, misalnya menonton acara di internet
seperti video
( Ami )
4. Bagaimana gejala HIV disetiap stadium (Diana mufida)
Jawab :
Gejala awal HIV : Demam, Nyeri menelan, Batuk, Lemas dan merasa tidak enak badan,
Diare
Pembesaran kelenjar getah bening
Gejala HIV stadium I : Pada stadium ini, penderita tidak menunjukkan gejala, dan kalau
pun ada gejala, hanya berupa pembesaran kelenjar getah bening di berbagai bagian tubuh
penderita, misalnya leher, ketiak, dan lipatan paha.
Gejala HIV stadium II Gejalanya berupa: Penurunan berat badan kurang dari 10% dari
perkiraan berat badan sebelum terkena penyakit, yang tidak diketahui penyebabnya.
Penderita tidak dalam diet atau pengobatan yang dapat menurunkan berat badan.
Infeksi saluran napas atas yang sering kambuh, seperti: sinusitis, bronkhitis, radang
telinga tengah (otitis media), radang tenggorokan (faringitis). Herpes zoster yang
berulang dalam 5 tahun.Radang pada mulut dan stomatitis (sariawan) yang berulang.
Gejala HIV stadium III : Penurunan berat badan lebih dari 10% dari perkiraan berat
badan sebelumnya tanpa penyebab yang jelas.
Mencret-mencret (diare) kronis yang tidak jelas penyebabnya lebih dari 1 bulan.
Demam yang terus menerus atau hilang timbul selama lebih dari 1 bulan yang tidak jelas
penyebabnya.infeksi jamur di mulut (candidiasis oral).
Gejala HIV stadium IV :
1. HIV wasting syndrome, di mana penderita menjadi kurus kering dan tidak bertenaga.
2. Pneumonia pneumocystis: batuk kering, sesak yang progresif, demam, dan kelelahan
berat.
3. Infeksi bakteri yang berat seperti infeksi paru (pneumonia, emfisema, pyomyositis),
infeksi sendi dan tulang dan radang otak (meningitis).
4. Infeksi herpes simplex kronis (lebih dari 1 bulan).
5. Penyakit tuberkulosis di luar paru, misalnya tuberkulosis kelenjar.
6. Kandidiasis esofagus yaitu infeksi jamur di kerongkongan yang membuat penderita
sangat sulit
(Bella)
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008),
gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
1.Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi
kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit
tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak
mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang
lain.
2.Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi
seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita
HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar
getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam,
batuk dan pernafasan pendek.
3.Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit
yang disebut AIDS.
Sumber : Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) 2008
(Farah)
5. Bagaimana dukungan yang harus diberikan kepada keluarga yang terekena Hiv (Farah)
Jawab :
Dukungan emosinal mencakup ungkapan empati,kepedulian, motivasi dan perhatian
terhadap pasien yang terinfeksi HIV/ AIDS berupa keluarga senantiasa membahas
perkembangan penyakit pasien, keluarga membahas perkembangan penyakit pasien
untuk menentukan langkah tindak lanjut, keluarga selalu memberi rasa nyaman pada
pasien selama dirawat di rumah berupa kasih sayang dan penerimaan.
Keluarga selalu mengingatkan, untuk lebih dekat kepada Allah dan selalu ber – ihtiar
untuk proses kesembuhan. Salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri manusia/ koping
adalah strategi koping religius yaitu melibatkan agama dalam penyelesaian masalah
dengan meningkatkan ritual keagamaan sehingga akan menggurangi tekanan ataupun
stresor yang dialami, dalam hal ini pasien HIV/ AIDS ataupun keluargannya. Pada
umumnya saat suasana yang tidak terkendali, individu mengakui adanya sesuatu yang
lebih berkuasa daripada dirinya. Kebanyakan orang Indonesia menggunakan strategi
religi untuk mengatasi masalah yang dihadapi dan sholat adalah mekanisme yang paling
sering dipakai (Manfredi & Picket dalam Primaldhi, 2006). (Ika febri)
6. Menagapa terjadi penurunan jumlah sel CD4? (Ika febri)
Jawab :
•CD4 secara perlahan akan menurun dalam beberapa tahun dengan laju penurunan CD4
yang lebih cepat pada 1,5 – 2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. • Viral
load (jumlah virus HIV dalam darah) akan cepat meningkat pada awal infeksi dan pada
fase akhir penyakit akan ditemukan jumlah CD4 < 200/mm3 kemudian diikuti timbulnya
infeksi oportunistik, berat badan turun secara cepat dan muncul komplikasi neurulogis.
INTERVENSI : Ppt Ns. Ahmad Ikhsanul Amal. konsep dasar HIV. 2020. Semarang
(vera)
Kadar CD4+ pada penderita terinfeksi HIV/AIDS akan cenderung menurun dan
begitupun dengan kadar hemoglobin akan cenderung menurun. Hal ini disebabkan karena
adanya eritropoesis yang infektif, adanya efek sitokin yang menyebabkan penurunan
produksi eritrosit, dan faktor lain yang menyebabkan hemolisis. (Bella)
Secara imunologis, sel T yang terdiri atas limfosit T-helper, disebut limfosit CD4+ akan
mengalami perubahan, baik secara kuantitas maupun kualitas. HIV menyerang secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yg mempunyai efek
toksik akan menghambat fungsi sel T (toksik HIV). Secara tidak langsung, lapisan luar
protein HIV yg disebut sampul gp 120 dan anti p-24 berinteraksi dengan CD4+ yg
kemudian menghambat aktivasi sel yg mempresentasikan antigen (APC). Setelah HIV
melekat melalui reseptor CD4+ dan co-reseptornya bagian sampul tersebut melakukan
fusi dengan membran sel dan bagian intinya masuk ke dalam sel membran. Pada bagian
inti terdapat enzym reverse transriptase yg terdiri aras DNA polimerase dan ribunoklease.
Pada inti yg mengandung RNA tersebut. Enzim ribonuklease memusnahkan RNA asli.
Enzim polimerase kemudian membentuk salinan DNA kedua dari DNA pertama yg
tersusun sebagai cetakan. Kode genetik DNA berupa untai ganda dan setelah terbentuk
akan masuk ke inti sel. Kemudian oleh enzim intregase, salinan DNA dari virus
disisipkan dalam DNA pasien. HIV provirus yg berada pada limfosit CD4+, kemudian
bereplikasi menyebabkan sel limfosit CD4 mengalami sitolisis. (Sokhifatun)
7. Fungsi pemeriksaan tes ELISA? Jingga)
Jawab :
Tes HIV adalah prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi infeksi HIV
pada tubuh pasien. Dengan terdeteksinya HIV, selain bermanfaat bagi dirinya sendiri,
individu tersebut juga bisa lebih berhati-hati agar tidak menyebarkan HIV kepada orang
lain.
Ada dua metode dalam tes HIV, yaitu tes HIV yang memeriksa antibodi yang diproduksi
oleh sistem kekebalan tubuh sebagai reaksi terhadap infeksi HIV, dan tes HIV yang
memeriksa keberadaan virus tersebut dalam tubuh. (Azza)
ELISA merupakan rapid test atau uji cepat dalam mendeteksi atau mengkuantifikasi
jumlah antibodi atau antigen melawan virus, bakteri, atau bahan lain. Metode ELISA
untuk mengukur reaksi Antigen (Ag) Antibodi(Ab) meningkat penggunaannya dalam
pendeteksian antigen (dari agen infeksius) atau antibodi karena metodenya yang
sederhana tapi sensitif. Intinya fungsi dari ELISA adalah sebagai langkah awal untuk
mendeteksi antibodi HIV (Sokhifatun)
ELISA untuk mengukur reaksi Antigen (Ag) Antibodi(Ab) meningkat penggunaannya
dalam pendeteksian antigen (dari agen infeksius) atau antibodi karena metodenya yang
sederhana tapi sensitif. (Alfina)
8. Diagonosa keperawatan pada kasus diatas (Azza)
Jawab :
Dx 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d proses infeksi
DO : ronchi basah
DS : -
Intervensi :
Observasi :
• Identifikasi kemampuan batuk
• Monitor adanya retensi sputum
• Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
Terapeutik :
• Atur posisi semi-fowler atau fowler
• Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien
• Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi :
• Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
• Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, tahan 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir mecucu (dibulatkan) selama 8 detik
• Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali
• Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang ke 3
Kolaborasi :
• Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu (Vera)
DX 2 : Gangguan citra tubuh bd perubahan fungsi kognitif
DS: pasien khawatir akan stigma yang akan dialaminya berupa pengucilan oleh keluarga
dan teman-temannya.
DO: Saat konselor menjelaskan mengenai penyakit yang di derita pasien, terlihat sangat
kaget lalu menangis dan tidak menerima bahwa dia terkena HIV
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan citra tubuh pasien meningkat,
dengan kriteria hasil :
- Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain menurun
- Hubungan sosial membaik
Intervensi
Observasi
- Identifikasi ungkapan verbal dan nonverbal yang tidak sesuai
- Identifikasi masalah potensial yang dialami
Terapeutik
- Gunakan teknik mendengarkan aktif mengenai harapan pasien
- Diskusikan rencana mencapai tujuan yang diharapkan
- Diskusikan rencana perubahan diri
- Motivasi berfikir positif dan berkomitmen dalam mencapai tujuan
- Diskusikan solusi dalam menghadapi masalah
Edukasi
- Anjurkan mengevaluasi cara pemecahan masalah yang dilakukan
- Ajarkan pemecahan masalah dan situasi yang sulit (Farah)
Dx 3 : Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan d.d merasa khawatir dengan
akibat dari kondisi yang dihadapi
DO : Pasien khawatir akan stigma yang akan dialaminya berupa pengucilan oleh keluarga
dan teman-temannya
DS : -
Intervensi :
Observasi :
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis, kondisi, waktu, strecor)
- Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
- Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)
Terapeutik :
- Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
- Pahami situasi yang membuat ansietas dengarkan dengan penuh perhatian
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan mungkin sensasi yang dialami
- Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosis
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
- Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat anti ansietas, jika perlu (Sokhifatun)
Dx 4 : Distress spiritual b.d. kejadian yg tidak diharapkan
DO : Pasien mengatakan , "Saya belum siap, selama ini saya tidak pernah beribadah"
DO : -
Intervensi :
Observasi :
•Identifikasi perasaan khawatir, kesepian dan ketidaberdayaan
•Identifikasi pandangan tentang hubungan antar spiritual dan kesehatan
•Identifikasi harapan dan kekuatan pasien
•Identifikasi ketaatan dalam beragama
Teraupetik :
•Berikan kesempatan mengekspresikan perasaan tentang penyakit dan kematian
• Berikan kesempatan mengekspresikan dan meredakan marah secara tepat
• Yakinkan bahwa perawat bersedia mendukung selama masa ketidakberdayaan
• Sediakan privasi dan waktu tenang untuk aktivitas spiritual
• Diskusikan keyakinan tentang makna dan tujuan hidup, jika perlu
• Fasilitasi melakukan kegiatan ibadah
Edukasi :
• Anjurkan berinteraksi dengan keluarga, teman, dan/atau orang lain
• Anjurkan berpartisipasi dalam kelompok pendukung
• Anjurkan metode relaksasi, meditasi, dan imajinasi terbimbing
• Kolaborasi :
• Atur kunjungan dengan rohaniawan (mis. ustadz, pendeta, romo, biksu) (Vera)
9. Apa fokus pengkajian pada kasus tersebut? (Saidah)
Jawab :
Respirasi (Vera)
1. Status gizi
2. Integritas kulit
3. Status pernapasan
4. Status neurologis
5. Keseimbangan cairan dan elektrolit
6. Tingkat pengetahuan (Saidah)
10. Apa hubungan TB baru dengan penderita HIV? (Sokhifatun)
Jawab :
Hubungan antara kedua kondisi ini berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh (imun) yang
bertugas untuk melawan infeksi. HIV merupakan virus yang dapat melemahkan
kekebalan tubuh sampai dengan kondisi AIDS. Ini karena HIV membuka pintu bagi
infeksi lain untuk masuk ke tubuh sehingga menjadi lebih mudah terkena penyakit,
termasuk TBC. (Azza)
Hubungan antara HIV dan TB berawal dari TB Latent.
Kaitan antara hubungan penyakit TB paru denganHIV adalah karena sistem kekebalan
tubuh manusia mempunyai tugas untuk melawan infeksi danserangan penyakit yang
menyerang tubuh, selain ituusaha dalam menyerang terjadinya infeksi ini biasanya akan
membuat sistem kekebalan tubuh menjadi lemah (ika febri)
TB latent atau tuberkulosis laten merupakan kondisi di mana seseorang mempunyai
bakteri mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan TB pada tubuhnya, namun
bakteri tersebut tidak aktif atau tertidur. Sehingga mereka tidak merasakan sakit pada
saluran pernapasan atau paru-paru layaknya pengidap TB. (Mufida)
Seperti sudah diketahui secara umum, HIV adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia. Jika pengidap TB Latent tertular HIV, bakteri-bakteri yang
tadinya tertidur atau pasif akan bangun dan aktif menyerang tubuh akibat sistem
kekebalan tubuh yang lemah. (Mufida)
Saat terkena HIV, sistem kekebalan tubuh akan melemah sehingga bakteri
penyebab TBC yang masuk ke dalam tubuh menjadi aktif. Ini menyebabkan tubuh
kesulitan untuk menyerang bakteri Tuberkulosis. Jadi, serangan TBC sebenarnya bisa
jadi adalah salah satu gejala infeksi HIV yang terselubung (Ami)
11. Apa Penatalaksaaan pada kasus tersebut ? (Vera)
Jawab :
Penatalaksanaan umum
- Istirahat
- Dukungan nutrisi yang adekuat
- Konseling termasuk pendekatan psikologis dan psikososial
- Membiasakan gaya hidup sehat
Penatalaksanaan khusus
- Pemberian antiretroviral therapy (ARV) kombinasi, terapi infeksi sekunder sesuai
jenis infeksi yang ditemukan, terapi malignasi
Penatalaksanaan HIV
1. Pengujian (testing) dan konseling
2. Pemantauan kesehatan
3. Manajemen gejala
4. Pemantauan kepatuhan pengobatan
5. Promosi kesehatan / pendidikan pasien
6. Memberdayakan pasien untuk membuat pilihan sendiri, tambahan penatalaksanaan
(Farah)
STEP 4
Pathways (ika febri)

Acquired Immunodeficiency Syndrome


Diagnosis lab &
(AIDS) merupakan penyakit menular
penunjang :
yang disebabkan virus Human
1.Serologi/deteksi
Immunodeficiency Virus (HIV). Stadium :
antibodi : ELISA, rapid
test, western blot - Stadium 1 klinis
2.Deteksi virus : RT- - Stadium 2 klinis
PCR, antigen p-24 Manifestasi klinis :
3.Sinar X dada, biopsi, tes - Stadium 3 klinis
fungsi pulmonal, EEG, - Sindrom retroviral akut - Stadium 4 klinis
MRI, CT-Scan otak, - Penurunan berat badan
EMG - Herpes zoster
- Ulkus mulut berulang
Infeksi oportunistik : Penatalaksanaan :
- Demam tanpa sebab 1.Testing and
- Toksoplasmosis - Diare yang tidak dapat dijelaskan counseling
- Tuberculosis paru penyebabnya 2.Health monitoring
- Diare kronis 3.Symptom
- Pneumonia management
- Sepsis Asuhan Keperawatan 4.Medication
- Kandidiasis adherence
oroesofageal monitoring
5.Health education
6.Empowering patient
Pengkajian
to make their own
choices

Diagnosa keperawatan :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d proses infeksi
2. Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan d.d
merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi
3. Resiko infeksi b.d penyakit kronis
4. Distress spiritual b.d. kejadian yg tidak diharapkan
STEP 5 Daftar Pustaka
- Hubungan antara Jumlah CD4 pada pasien yang terinfeksi HIV/AIDS dengan Infeksi
Oportunistik di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016 Festy
Ladyani1, Anisa Kiristianingsih1 1Fakultas Kedokteran Malahayati JK Unila | Volume 3
| Nomor 1 | Maret 2019 | 35
- E-book PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN UNTUK ORANG DENGAN
HIV/AIDS (ODHA) DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK
DITJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN
KESEHATAN RI 2006
- Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda
- Joint United Nations Programme on HIV/AIDS. UNAIDS DATA.

Anda mungkin juga menyukai