Anda di halaman 1dari 15

TUTORIAL FARMAKOTERAPI

KASUS PENYAKIT KULIT

Kelompok 5 :
Candra Agustin 52120056
Nopi Yanti 52120057
Salsabila 52120058
Iis Ratna 52120059
Nur Azimah 52120060
Risa Roudotul 52120061
KASUS
Seorang perempuan berusia 30 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan sejak 6
bulan yang lalu timbul sariawan pada mulut yang tidak sembuh –sembuh.
Sariawan tidak bertambah besar dan jumlahnya hanya 2. Sejak 1 bulan yang lalu
timbul lepuh pada punggung, lepuh semula kecil kemudian bertambah besar dan
banyak serta mudah pecah.
Pada kulit yang terkena lepuh tidak terasa gatal. Kemudian berobat ke Puskesmas
diberi salep sembuh. Sejak 2 minggu yang lalu lepuh muncul lagi dengan jumlah
yang lebih banyak . lepuh berisi cairan jernih bila berdiri cairan ikut turun
kebawah lepuh. Lepuh mudah pecah dan terkelupas. Tidak disertai demam atau nyeri
tulang. Penderita bekerja di percetakan buku. Penderita tidak memiliki riwayat
kencing manis, hipertensi, keluarga juga tidak ada yg seperti ini, pekerjaan tidak
berhubungan dengan panas maupun api serta bahan kimia. Pada pemeriksaan fisik
oleh dokter didapatkan bula multiple dengan dinding kendor berisi cairan jernih,
tidak nyeri tekan Nickolsky sign (+), erosi. Dokter menjelaskan bahwa itu
merupakan penyakit autoimmune dan merujuk pasien ke fasilitas kesehatan yang
lebih lengkap.
DEFINISI

Pemphigus vulgaris adalah salah satu bentuk bulos dermatosis


yang bersifat kronis, disertai dengan adanya proses akantolisis
dan terbentuknya bula pada epidermis (Murtiastutik et al, 2011).
Istilah pemfigus berarti kelompok penyakit bula autoimun pada
kulit dan membran mukosa dengan karakteristik secara histologis
berupa adanya bula intraepidermal disebabkan oleh akantolisis
(terpisahnya ikatan antara sel epidermis) dan secara
imunopatologis adanya IgG in vivo maupun sirkulasi yang secara
langsung melawan permukaan sel-sel keratinosit (Stanley, 2012).
EPIDEMIOLOGI

Secara global, insidensi pemfigus vulgaris tercatat sebanyak 0.5-


3.2 kasus per 100.000 populasi. Kejadian pemfigus vulgaris
mewakili 70% dari seluruh kasus pemfigus dan merupakan
penyakit bula autoimun yang tersering di negara-negara timur,
seperti India, Malaysia, China, dan Timur Tengah (Wojnarowska
dan Venning, 2010). Insidensi PV meningkat pada populasi
keturunan Yahudi Ashkenazi dan Mediterania, kecenderungan
familial ini merupakan faktor predisposisi genetik pada kejadian
pemfigus vulgaris (Zeina, 2011).
ETIOLOGI
Predisposisi pemfigus terkait dengan faktor genetik. Anggota
keluarga generasi pertama dari penderita pemfigus lebih rentan
terhadap penyakit ini daripada kelompok kontrol dan memiliki
antibodi antidesmoglein sirkulasi yang lebih tinggi. Genotip MHC
kelas II tertentu sering ditemukan pada pasien pemfigus vulgaris
dari semua ras. Alela subtype HLA-DRB1 0402 dan DRB1 0503
memberi risiko terjadinya pemfigus dan menyebabkan adanya
perubahan struktural pada ikatan peptide, berpengaruh pada
presentasi antigen dan pengenalan oleh sel T (Wojnarowska dan
Venning, 2010).
PATOFISIOLOGI
Adanya antibodi terhadap Dsg1 dn Dsg3 berhubungan dengan manifestasi
klinis berupa lesi mukokutaneus, jika autoantibodi hanya melawan Dsg3, lesi
dominan terdapat pada mukosa. Baik autoimunitas humoral maupun seluler
penting dalam patogenesis lesi kulit. Antibodi dapat mengakibatkan
akantolisis, walaupun tanpa keterlibatan komplemen dan sel-sel radang. IgG1
dan IgG4 autoantibodi terhadap Dsg3 ditemukan pada pasien PV, tetapi
beberapa data penelitian menunjukkan bahwa IgG4 lah yang bersifat paling
patogenik. Plasminogen activator berhubungan dengan terjadinya akantolisis
yang dimediasi antibodi. Terbentuknya bula pada pemfigus vulgaris
disebabkan oleh ikatan autoantibodi IgG di permukaan molekul keratinosit.
Antibodi pemfigus vulgaris ini akan berikatan dengan desmosom keratinosit
dan area bebas desmosom pada membran keratinosit. Ikatan autoantibodi
megakibatkan hilangnya perlekatan antarsel, atau disebut dengan akantolisis
(Zeina, 2005).
MANIFESTASI KLINIS

• Kulit berlepuh, bula kendur, mudah pecah, nyeri pada kulit


yang terkelupas, erosi
• Krusta bertahan lama, hiperpigmentasi
• Tanda nikolsky ada
• Kelamin, mukosa mulut 60%
• Biasanya usia 30-60 tahun
• Bau specifik.  (Mansjoer,1999)
DIAGNOSA
Cara pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis pemfigus vulgaris :
1. Tidak adanya adhesi pada epidermis, dengan :
• Nikolsky Sign : penekanan datau penggosokan pada lesi menyebabkan
terbentuknya lesi, epidermis terlepas, dan tampak seperti kertas basah.
• Bullae spread phenomenon : bula ditekan  isinya tampak menjauhi tekanan
2. Tzanck test: bahan diambil dari dasar bula, dicat dengan giemsa  tampak sel
akantolitik atau sel tzanck
3. Biopsi bahan diambil dari dasar bula yang baru timbul, kecil, dan utuh. Dicari adanya
bula intraepidemal.
4. Pemeriksaan laboratorium yang tidak spesifik :
Leukositosis, Eosinofilia, Serum protein rendah, Gangguan elektrolit, Anemia,
Peningkatan laju endap darah (Murtiastutik, 2011)
5. Pemeriksaan imunofloresensi direk dan indirek. Autoantibodi ditemukan pada
serum pasien dengan imonofloresensi indirek dan kemudian dengan imunofloresensi
direk pada kulit pasien. Pemeriksaan dengan ELISA memberikan hasil yang lebih
sensitive dan spesifik daripada imunofloresensi (dapat membedakan pemfigus vulgaris
dan pemfigus foliaseus. Dibandingkan dengan imunofolresensi, pemeriksaan ELISA
juga memiliki korelasi lebih baik dengan aktivitas penyakit (Stanley, 2012).
PENATALAKSANAAN

Tatalaksana harus dilakukan segera setelah didiagnosis meskipun lesi hanya sedikit,
karena lesi akan cepat meluas dan jika tidak ditatalaksana dengan baik prognosisnya
buruk. Tatalaksana pemfigus vulgaris dibagi dalam 3 fase, (Wiliam, 2016).
• Fase kontrol
Adalah fase penyakit dapat dikontrol, terbukti dari tidak terbentuknya lesi baru dan
penyembuhan lesi yang sudah ada.
• Fase konsolidasi
Adalah fase terapi untuk mengontrol penyakit hingga sebagian besar (sekitar 80%)
lesi kulit sembuh, fase ini dimulai saat berlangsung penyembuhan kulit hingga
sebagian besar lesi kulit telah sembuh.
• Fase maintenance
Adalah fase pengobatan dengan dosis terendah yang dapat mencegah munculnya
lesi kulit baru, fase ini dimulai saat sebagian besar lesi telah sembuh dan tidak
tampak lagi lesi baru.
SOAP

Subject:
• Perempuan berusia 30 tahun datang ke Puskesmas dengan
keluhan sejak 6 bulan yang lalu timbul sariawan pada mulut
yang tidak sembuh – sembuh,
• Timbul lepuh pada punggung, lepuh semula kecil kemudian
bertambah besar dan banyak serta mudah pecah,
• Pada kulit yang terkena lepuh tidak terasa gatal, lepuh berisi
cairan jernih
• Lepuh mudah pecah dan terkelupas,

Object: Tekan Nickolsky sign (+), erosi


SOAP
Planning:
Non Farmakologi
• Meminimalisasi kemungkinan terjadinya trauma pada akulit karena kulit pasien sangat
rapuh akibat penyakitnya sendiri maupun efek samping dari steroid sistemik dan topikal.
• Memberi pemahaman bahwa penyakit yang diderita adalah penyakit yang bersifat kronis.
• Melakukan perawatan luka yang adekuat.

Farmakologi
• Kombinasi Prednison 100-150 mg/hari secara sistemik & Azathriopine 2,5 mg/kgBB/ hari
• Jika tidak ada perbaikan diberi IVIG 2 gram/ kgBB/dosis selama 3-5 hari
• Diberi Sulfadiazine perak 1% untuk mencegah infeksi sekunder
(menurut Pemfigus vulgaris: diagnosis dan tatalaksana CDK-247/vol.43 no.12 th 2016 &
Brazilian Society of Dermatology th 2018)
DRP

• Dosis terlalu tinggi : -


• Dosis terlalu rendah :
• IO : -
• ES : -
• Pengobatan tanpa indikasi : -
• Indikasi tanpa pengobatan : -
• Ketidaktepatan pemilihan obat : -
• Kegagalan penerimaan obat : -
MONITORING

• Monitoring Kepatuhan
• Monitoring Keberhasilan Terapi
• Monitoring Efek Samping Obat
• Periksa luka setiap hari, perhatikan atau catat perubahan
penampakan kulit untuk mengidentifikasi adanya
penyembuhan dan memberikan deteksi dini adanya infeksi
• Memeriksa laju tingkat aktifitas pasien untuk mengetahui
tingkat ADL pasien
(Sulaiman, 2019)
Mekanisme kerja
• Prednisolon (Kortikosteroid)
Prednisolone bekerja dengan menekan reaksi sistem
kekebalan tubuh yang terlalu aktif, sehingga
mengurangi peradangan dan gejala akibat reaksi alergi
• Azotioprin
Azotioprin dalam tubuh diubah menjadi 6-
merkaptopurin(6-MP) yang merupakan metabolit aktif
dan bekerja Menghambat sintesis de novo purin.
THANK YOU,,,

Anda mungkin juga menyukai