RHEUMATOID ARTHRITIS
Acute Exacerbation
Nama Kelompok:
(Schuna, 2015)
TERAPI FARMAKOLOGI
– Rekomendasi untuk terapi Reumatoid Artritis dengan bukti evidence
paling baik adalah penderita RA harus diterapi sedini mungkin dengan
DMARD untuk mengontrol gejala dan menghambat perburukan
penyakit, NSAID diberikan dengan dosis rendah dan harus diturunkan
setelah DMARD mencapai respon yang baik.
(Suarjana, 2009)
NSAIDs
(Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs)
Berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan sendi
(Suarjana, 2009)
Apabila pengobatan menggunakan
Methrotexate dan Sulfasalazin
tidak menghasilkan efek yang
diinginkan, maka dapat digunakan
terapi alternatif dengan agen
biologik berikut
PIO (1/7)
METOTREKSAT
Dosis Efek samping
- Oral - Fibrosis hati
- 7,5 mg sekali seminggu (sebagai dosis - Pneumonia interstitial
tunggal atau terbagi ke dalam tiga dosis
- Supresi sumsum tulang
2,5 mg dengan selang waktu pemberian
12 jam), sesuaikan menurut respon.
- Dosis maksimum seminggu 20 mg. Pemantauan
Indikasi - Awal : foto thorax, DPL, TFG, dan TFH
Reumatoid artritis aktif yang berat yang tidak - Selanjutnya : DPL dan TFH tiap bulan
memberikan respon terhadap terapi
konvensional; penyakit keganasan;psoriasis.
(BPOM RI, 2015) (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2014)
PIO (2/7)
SULFASALAZIN
Dosis Efek Samping
Oral, berikan atas resep dokter, sebagai tablet salut Kehilangan nafsu makan, demam, gangguan darah
enterik, dosis awal 500 mg sehari, naikkan dengan 500 (termasuk Heinz body anemia), anemia megaloblastik,
mg pada selang waktu 1 minggu hingga maksimum 2-3 reaksi hipersensitivitas (termasuk dermatitis eksfoliatif,
g/hari dalam dosis terbagi nekrolisi epidermal, pruritus, fotosensitivitas,
anafilaksis, serum-sickness), komplikasi ocular
Indikasi (termasuk udem periorbital), stomatitis, parotitis,
ataksia, meningitis aseptis, vertigo, tinnitus, insomnia,
Induksi dan pemeliharaan remisi pada kolitis ulseratif;
depresi, halusinasi, reaksi pada ginjal (termasuk
penyakit Crohn yang aktif; dan artritis rematoid. proteinuria, kristal uria, haematuria), oligospermia, dan
Kontraindikasi urin berwarna oranye.
Efek samping
Infeksi; TB; Demieliminasi saraf (BPOM RI, 2015)
(Perhimpunan Reumatologi
Indonesia, 2014)
PIO (5/7)
TOCILIZUMAB
Dosis Indikasi
8 mg/kg secara intravena Reumatoid artritis
Waktu timbul respon Kontraindikasi
2 minggu Infeksi aktif yang berat (sepsis,
Efek Samping abses, hepatitis B, TB aktif)
(Perhimpunan Reumatologi
Indonesia, 2014)
PIO (6/7)
INFLIXIMAB
Dosis Waktu timbul respon
3 mg/kg secara intravena pada minggu ke 0, 2, 2-12 minggu
dan 4 kemudian tiap 8 minggu Efek samping
Indikasi Infeksi; TB; Demieliminasi
Penyakit inflamasi usus; ankylosing saraf
spondylitis; rheumatoid arthritis.
Kontraindikasi
Kehamilan; menyusui; infeksi yang berat. (Perhimpunan Reumatologi
(BPOM, 2015) Indonesia, 2014)
PIO (7/7)
RITUXIMAB
Dosis Kontraindikasi
1000 mg secara intravena pada hari ke 0 dan Menyusui; hipersensitif
15 terhadap rituksimab atau
Waktu timbul respon komponen lain dalam obat
atau murine protein.
12 minggu
Efek samping
Indikasi
Demam, menggigil, kekakuan,
B-cell non-Hodgkin lymphomas kambuhan flushing, angioderma, mual,
atau kemoresisten. Diffuse large B-cell non- iritasi tenggorok, anafilaksis.
Hodgkin lymphomas (DLCL) positif CD20
pada kombinasi dengan kemoterapi CHOP.
(BPOM, 2015)
(NHMRC, 2009)
PEMERIKSAAN DARAH
– Leukosit : normal atau meningkat sedikit TEPI
– Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.
– Trombosit meningkat.
– Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
– Protein C-reaktif biasanya positif.
– LED meningkat.
(NHMRC, 2009)
PROTEIN C-REAKTIF
(CRP)
Tes CRP dapat dilakukan secara manual menggunakan metode aglutinasi atau
metode lain yang lebih maju, misalnya sandwich imunometri. Tes aglutinasi
dilakukan dengan menambahkan partikel latex yang dilapisi antibodi anti CRP
pada serum atau plasma penderita sehingga akan terjadi aglutinasi. Untuk
menentukan titer CRP, serum atau plasma penderita diencerkan dengan buffer
glisin dengan pengenceran bertingkat (1/2, 1/4, 1/8, 1/16 dan seterusnya) lalu
direaksikan dengan latex. Titer CRP adalah pengenceran tertinggi yang masih
terjadi aglutinasi.
PEMERIKSAAN LAJU
ENDAP DARAH
– Laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR) yang juga disebut laju sedimentasi
eritrosit adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku, dengan
satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak spesifik. LED dijumpai meningkat selama
proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen,
rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan).
– Pemeriksaan LED dipertimbangkan kurang spesifik daripada CRP karena kenaikan kadar CRP
terjadi lebih cepat selama proses inflamasi akut, dan lebih cepat juga kembali ke kadar normal
daripada LED. Namun, beberapa dokter masih mengharuskan uji LED bila ingin membuat
perhitungan kasar mengenai proses penyakit, dan bermanfaat untuk mengikuti perjalanan
penyakit. Jika nilai LED meningkat, maka uji laboratorium lain harus dilakukan untuk
mengidentifikasi masalah klinis yang muncul
(Laboratory Technologist, 2009)
EVALUASI
– Beberapa faktor yang turut dalam memberikan DIAGNOSTIK
kontribusi pada penegakan
diagnosis rheumatoid arthritis, yaitu nodul rheumatoid, inflamasi sendi yang
ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan peninggian laju endap darah dan
factor rheumatoid yang positif sekitar 70%; pada awal penyakit faktor ini
negatif. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun. Pemeriksaan C-
reaktifprotein (CRP) dan antibody antinukleus (ANA) dapat menunjukan hasil
yang positif. Artrosentesis akan memperlihatkan cairan sinovial yang keruh,
berwarna mirip susu atau kuning gelap dan mengandung banyak sel inflamasi,
seperti leukosit dan komplemen.
– Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis dan
memantau perjalanan penyakitnya. Foto rontgen akan memperlihatkan erosi
PEMERIKSAAN RHF SECARA AGLUTINASI
LATEX DENGAN METODE RANDOX RF
TEST
Pada beberapa kasus RA, tidak terdeteksi adanya RhF (negatif palsu). RhF ini
terdeteksi positif pada sekitar 60-70% pasien RA. Level RhF jika
dikombinasikan dengan level antibodi anti-CCP dapat menunjukkan tingkat
keparahan penyakit (NHMRC, 2009).
– Prosedur:
1. Meneteskan 50 µl reagen latex disamping setiap tetesan dari sampel atau
kontrol.
2. Mencampur dan meratakan sampai memenuhi lingkaran test.
3. Memutar slide selama 2 menit dan melihat adanya aglutinasi.
Jika terjadi hasil yang meragukan pada pemeriksaan, diulangi dan
dibandingkan dengan negatif positif dan negatif. Pembentukkan aglutinasi
membuktikan bahwa pasien positif mengalami Rheumatoid.
PEMERIKSAAN
▪ LAINNYA
MRI: MRI dapat mendeteksi adanya erosi lebih dini
dengan X-Ray.
jika dibandingkan
▪ USG: Tes ini dapat digunakan untuk memeriksa dan mendeteksi adanya
cairan abnormal di jaringan lunak sekitar sendi.
▪ Scan tulang: Tes ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya inflamasi
pada tulang.
▪ Densitometri : Tes ini dapat mendeteksi adanya perubahan kepadatan
tulang yang mengindikasikan terjadinya osteoporosis.
(Shiel, 2011)
MONITORING
(1/2)
1.Tanda perbaikan klinis meliputi pengurangan pembengkakan sendi,
penurunan kehangatan pada sendi yang terlibat secara aktif, dan penurunan
sensitivitas terhadap rasa sakit pada sendi.
2.Perbaikan gejala meliputi pengurangan nyeri sendi dan kekakuan, waktu
yang lebih lama untuk merasa kelelahan, dan peningkatan kemampuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari.
3.Radiografi secara berkala berguna dalam menilai perkembangan penyakit.
4.Pemantauan laboratorium kurang bernilai dalam menilai respons terhadap
terapi namun sangat penting untuk mendeteksi dan mencegah efek obat yang
merugikan, contoh efek obat RA terdapat dalam tabel dibawah.
5.Tanyakan kepada pasien tentang adanya gejala yang mungkin terkait dengan
efek obat yang merugikan.
(Dipiro, 2015)
MONITORING
(2/2)
6.Pengecekan Laju Endap Darah (LED) dan Rheumatoid Factor (RhF) untuk
melihat efektivitas dari terapi farmakologi yang dilakukan:
– Laju enap darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP) menunjukkan
adanya proses inflamasi, akan tetapi memiliki spesifisitas yang rendah
untuk RA. Tes ini berguna untuk memonitor aktivitas penyakit dan
responnya terhadap pengobatan (NHMRC, 2009).
– Tes RhF (rheumatoid factor). Tes ini tidak konklusif dan mungkin
mengindikasikan penyakit peradangan kronis yang lain (positif palsu).
Pada beberapa kasus RA, tidak terdeteksi adanya RhF (negatif palsu).
RhF ini terdeteksi positif pada sekitar 60-70% pasien RA. Level RhF
jika dikombinasikan dengan level antibodi anti-CCP dapat menunjukkan
tingkat keparahan penyakit
(NHMRC, 2009)
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Penanda inflamasi : Laju Endap Darah (LED) dan C-
Reactive Protein (CRP) meningkat
b. Rheumatoid Factor (RF) : 80% pasien memiliki RF
positif namun RF negatif tidak menyingkirkan diagnosis
c. Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP) :
Biasanya digunakan dalam diagnosis dini dan penanganan
RA dengan spesifisitas 95-98% dan sensitivitas 70%
namun hubungan antara anti CCP terhadap beratnya
penyakit tidak konsisten
(Medscape, 2018)
2. Radiologis
Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan
lunak, penyempitan ruang sendi, demineralisasi
“juxta articular”, osteoporosis, erosi tulang, atau
subluksasi sendi. (Medscape, 2018)
Berikut adalah kriteria ARA (American Rheumatism Association) yang direvisi
tahun 1987 yang masih dapat digunakan dalam mendiagnosis RA:
1. Kaku pagi hari pada sendi dan sekitarnya, sekurang-kurangnya selama 1 jam
sebelum perbaikan maksimal.
2. Pembengkakan jaringan lunak atau persendian (arthritis) pada 3 daerah sendi
atau lebih secara bersamaan.
3. Artritis pada persendian tangan sekurang-kurangnya terjadi satu
pembengkakan persendian tangan yaitu PIP (proximal interphalangeal), MCP
(metacarpophalangeal), atau pergelangan tangan.
4. Artritis simetris, keterlibatan sendi yang sama pada kedua belah sisi misalnya
PIP (proximal interphalangeal), MCP (metacarpophalangeal), atau MTP
(metatarsophalangeal).
5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler.
6. Rheumatoid Factor serum positif
7. Perubahan gambaran radiologis yang khas pada RA pada sendi tangan atau
pergelangan tangan yaitu erosi atau dekalsifikasi tulang pada sendi yang terlibat
(Pionas, 2018).
Regimen dosis?
Methotrexate
• untuk menekan pertumbuhan sel – sel yang dapat merusak
tubuh seperti sel kanker maupun sel lainnya
• dosisnya : setiap 12 jam 1 kali selama seminggu diminum
setelah makan
(Herwanto dan Andri, 2015)
DAFTAR PUSTAKA