Anda di halaman 1dari 14

KASUS MIKROBIOLOGI 2

UJI ENDOTOKSIN PADA SEDIAAN STERIL

Felix Leonard A.M. Sitorus 2106804732


Ferina Rahmalia Fauziah 2106804751
Insanul Sabri 2106804820
Nabila Mardy Fitria 1706034685
Nicky Wahyuni Hapsari 2106804902
Rumusan Masalah

1.Bagaimana deskripsi terkait uji Endotoksin dan macamnya?

2.Bagaimana tahapan pada prosedur uji Endotoksin ?

3.Bagaimana prospek perkembangan uji Endotoksin di masa depan?

Tujuan

1.Mengetahui deskripsi penjelasan terkait uji endotoksin.

2.Mengetahui tahapan prosedur uji endotoksin.

3.Mengetahui prospek perkembangan uji endotoksin di masa depan terutama di


Indonesia.
LATAR BELAKANG

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia memiliki kewajiban untuk melakukan
penilaian dan pengawasan terhadap terhadap seluruh produk farmasi yang diproduksi oleh
industri farmasi di Indonesia.

Suatu industri ketika memproduksi sediaan farmasi terutama sediaan steril maka industri
tersebut harus melakukan pengujian Endotoksin untuk melihat keamanan sediaan dan
dipertanggungjawabkan kepada pihak BPOM.

Pengujian endotoksin sangat penting untuk dilakukan terhadap sediaan farmasi steril karena
berhubungan dengan mikroorganisme yang dapat menimbulkan efek negatif pada pasien.
Tahapan ini menjadi salah satu tahapan yang perlu diperhatikan pada produksi sediaan farmasi
steril. Adanya Endotoksin pada sediaan farmasi steril akan memberikan resiko kepada pasien.
Endotoksin mampu menstimulasi kenaikan suhu tubuh pada pasien yang menyebabkan
demam.
Deskripsi Uji Endotoksin

Endotoksin adalah molekul lipopolisakarida (LPS) yang merupakan salah satu komponen dinding
sel pada bakteri Gram negatif dan dapat menimbulkan respon pirogenik (demam).

Endotoksin pada keadaan tertentu bersifat toksik terhadap inangnya (Prescott et al., 2002).
Endotoksin dapat terlepas ketika sel bakteri mengalami lisis, dan bersifat tahan panas (Santosa
dkk., 2020).

Pengujian endotoksin perlu dilakukan oleh industri farmasi untuk meningkatkan kualitas produk
farmasi terkait ada tidaknya pirogen dan Endotoksin secara akurat untuk mencegah terjadinya
kontaminasi serta mencegah dan membatasi resiko terjadinya demam pada pasien karena dapat
menstimulasi peningkatkan suhu tubuh pasien. Kontaminasi dapat terjadi pada proses produksi
ataupun bahan baku yang digunakan.
Metode yang digunakan industri farmasi di Indonesia untuk pengujian Endotoksin saat ini
adalah metode LAL dengan dua tipe teknik uji, yaitu teknik pembentukan jendal gel (gel-
clot assay) dan teknik fotometrik.

Teknik jendal gel dilakukan untuk mendeteksi atau mengkuantitasi Endotoksin berdasarkan
pembentukan jendal dari pereaksi LAL dengan adanya Endotoksin pada sediaan steril.

Teknik fotometrik mencakup metode turbidimetri berdasarkan adanya kekeruhan setelah


pengujian dan metode kromogenik berdasarkan munculnya warna.

Di antara dua teknik tersebut, dapat dipilih salah satu untuk pengujian Endotoksin. Apabila
hasil yang diperoleh kurang sesuai, dapat menggunakan teknik jendal gel untuk
menentukkan hasil akhir. Metode LAL menggunakan ekstrak darah amoebosit dari kepiting
tapal kuda yang dibuat sebagai pereaksi LAL.
Tahapan Prosedur Uji Endotoksin (Jendal Gel)

• Pereaksi larutan LAL diambil sebanyak 0,1 mL.

• Ditambahkan larutan baku sebanyak 0,1 mL

• Diinkubasi selama lebih kurang 60 menit dengan suhu 370C.

• Tabung dari inkubator kemudian dibalik 1800C.

• Jika terbentuk gel yang kuat maka dicatat sebagai hasil positif.

• Jika tidak terbentuk gel yang kuat maka dicatat sebagai hasil negatif.

• Jika hasil pengukuran kepekaan tidak kurang dari 0,52 dan tidak lebih dari 2 maka kepekaan yang
tercantum di etiket sesuai dan dapat digunakan dalam pelaksanaan pengujian dengan Lysate.

• Konsentrasi endotoksin yang dibutuhkan untuk menyebabkan Lysate menjendal pada kondisi dinyatakan
sebagai kepekaan pereaksi LAL yang tertera pada etiket. Uji konfirmasi kepekaan pereaksi LAL yang
tercantum dalam etiket dan uji faktor pengganggu untuk menjamin presisi dan keabsahan pengujian.
Uji absah jika kedua replikasi dari kontrol negatif larutan D adalah negatif

Kedua replikasi dari kontrol positif larutan B adalah positif

Rata-rata geometrik kadar titik akhir larutan C berada dalam rentang 0,5 - 2.

Untuk menentukan kadar endotoksin dalam larutan A, hitung kadar titik akhir setiap seri
replikasi dari pengenceran dengan mengalikan tiap faktor pengenceran titik akhir dengan .
Kadar endotoksin dalam sampel adalah rata-rata geometrik kadar titik akhir replikasi. Jika
pengujian dilakukan dengan mengencerkan larutan sampel, hitung kadar endotoksin dalam
sampel awal dengan mengalikannya dengan faktor pengenceran. Jika tidak ada pengenceran
sampel yang positif dalam pengujian absah, laporkan kadar endotoksin kurang dari  (jika
enceran sampel yang diuji kurang dari  dikalikan faktor pengenceran terkecil dari sampel).
Jika semua pengenceran positif, kadar endotoksin dilaporkan sama atau lebih besar dari
faktor pengenceran terbesar dikalikan .
Tahapan Prosedur Uji Endotoksin (Cara Fotometrik)

Terdapat dua cara yaitu teknik turbidimetri dan teknik kromogenik :

• Cara turbidimetri titik akhir didasarkan pada hubungan kuantitatif antara kadar
endotoksin dan kekeruhan (serapan atau transmisi) dari campuran reaksi pada akhir masa
inkubasi.
• Cara turbidimetri kinetik dapat dilakukan dengan dua cara: mengukur waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai nilai serapan yang telah ditetapkan atau kecepatan
pembentukan kekeruhan.
 
• Cara kromogenik titik akhir didasarkan pada hubungan kuantitatif antara kadar
endotoksin dan pelepasan kromofor pada akhir masa inkubasi.
• Cara kromogenik kinetik dapat dilakukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai nilai serapan yang telah ditentukan atau kecepatan pembentukan warna
• Pilih satu kadar endotoksin pada atau di sekitar pertengahan kurva baku endotoksin. Siapkan larutan A, B,
C dan D

• Lakukan uji terhadap larutan A, B, C dan D minimal duplo sesuai instruksi untuk Pereaksi LAL yang
digunakan (volume sampel dan pereaksi LAL, perbandingan volume sampel dengan pereaksi LAL, waktu
inkubasi, dan lain-lain).

• Rata-rata perolehan kembali Endotoksin yang ditambahkan adalah kadar Endotoksin total dalam larutan
dikurangi kadar endotoksin dalam larutan semula (jika ada). Agar dapat dinyatakan bebas dari faktor
pengganggu pada kondisi pengujian, hasil pengukuran kadar Endotoksin yang ditambahkan pada sampel
harus berada diantara 50%-200% dari kadar Endotoksin yang ditambahkan .
 
• Hitung kadar Endotoksin dari tiap-tiap replikasi larutan uji A, menggunakan kurva baku yang
dibuat dengan kontrol positif larutan C.

• Uji dinyatakan absahjika kondisi berikut dipenuhi: hasil kontrol positif larutan C memenuhi
persyaratan validasi yang ditetapkan pada verifikasi kriteria kurva baku dalam uji persiapan
cara Fotometrik, perolehan kembali Endotoksin, dihitung dari konsentrasi Endotoksin larutan
B setelah dikurangi konsentrasi endotoksin larutan A, berada pada rentang 50% – 200%; dan
hasil kontrol negatif larutan D tidak melebihi batas nilai blanko yang dipersyaratkan dalam
uraian pereaksi LAL yang digunakan.
Prospek Perkembangan Uji Endotoksin Di Masa Depan

• Metode rFC menggunakan protein rekombinan yaitu protein faktor C yang merupakan versi
sintetis dari protein yang diekstraksi dan dipurifikasi dari darah kepiting tapal kuda.

• Metode MAT dilakukan dengan cara pengukuran atau deteksi secara in vitro terhadap
senyawa yang mengaktifkan monosit manusia atau sel monosit yang melepaskan mediator
endogen yang berperan dalam respon demam manusia yang kemudian dideteksi dengan
menggunakan teknik ELISA. Sumber monosit yang dapat digunakan antara lain whole blood
cyropreserved, peripheral blood mononuclear cells (PBMC), dan MonoMac 6 (MM6) Cell
Line. Perbedaan sumber monosit akan mempengaruhi sensitivitas hasil deteksi endotoksin,
monosit dari sel MM 6 menghasilkan kit uji MAT yang paling baik saat ini karena memiliki
sensitifitas sebesar 0,05 EU.mL-1.
KESIMPULAN

Berdasarkan studi uji Endotoksin yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pengujian
Endotoksin dengan metode rFC dan MAT dapat digunakan di masa depan karena hasil yang
didapatkan menunjukkan sensitivitas terhadap Endotoksin lebih baik dan tidak menggunakan
hewan uji sehingga lebih ramah lingkungan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI. Direktorat
Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatran, Jakarta.

Santosa, A., Artadana, I.B.M., dan Wahjudi, M. (2020). Artikel Review : Metode Monocyte
Activation Test (MAT) dan Recombinant Factor C (rFC) sebagai Alternatif Metode Pengujian
Pirogen bagi Perusahaan Farmasi di Indonesia. Media Pharmaceutica Indonesia. 3(2): 115-127.

Prescott, MI., Harle, JD., and Klein, DA. (2002). Microbiology of Food 5th Edition. .McGraw-
Hill New York, United States of America.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai