Anda di halaman 1dari 15

TUGAS ESSAY

MINGGU KE TIGA

BLOK 6.1

NAMA : FATWA DEA RAMDANI OCTAVIYASMIN

NPM : 117170023

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

2020
JUDUL KULIAH : PSIKIATRI IBU
DOSEN PENGAMPU : dr. RINI RIANTI, Sp. KJ.
WAKTU : SELASA, 21 APRIL 2020
PUKUL : 13.00-15.00 WIB

Hubungan fisiologis ibu dan anak diantaranya adalah pola asuh atau correct parenting
dimana artinya adalah sebuah perilaku yang diterapkan dari orang tua terhadap anaknya, yang
dilakukan secara tetap atau konsisten dari waktu ke waktu yang memiliki segi negatif dan segi
positif. Pola asuh juga merupakan salah satu usaha untuk mendidik anak yang ditanamkan sejak
saat lahir agar berkembang baik di masyarakat.
Pola asuh akan berjalan tidak baik apabila ibu mengalami post natal illness yang dapat
terjadi diantaranya adalah pada sebelum melahirkan atau setelah melahirkan. Ditandai dengan
denial or conceal pregnancy, kormobiditas, serta komplikasi juga dapat terjadi. Perilaku sendiri
menurut teori Sigmund Freud terdapat 3, yaitu :
1) Id, yaitu merupakan suatu komponen kepribadian yang sudah ada sejak lahir yang
dimana contohnya adalah sadar yang didasari oleh kesenangan atau keinginan memenuhi
kebutuhan yang diinginkan.
2) Ego, digunakan dalam mengontorl keinginan pada id. Ego merupakan suatu komponen
kepribadian yang mampu menangani dengan realitas atau dapat dinyatakan dalam dunia
nyata. Berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dari id dengan cara yang layak.
3) Superego, bekerjasama dengan ego yang dimana merupakan kesadaran dari nilai moral
di masyarakat yang ditanamkan oleh adat istiadat, agama, atau lingkungan. Superego juga
dijadikan sebagai penilaian yang nyata atau dapat diterima di masyarakat.
Psychosexual merupakan suatu pembentukan karaker pribadi dari seseorang yang dapat
diteliti dari berbagai macam perspektif. Tahapan psychosexual menurut Freud, yaitu :
1) Fase Oral, pada usia 0-1 tahun. Sumber kenikmatana yang dirasakan oleh anak berasal
dari mulut seperti menghisap, mengunyah makanan, atau meminum ASI. Apabila tahap
ini tidak terpenuhi akan mengakibatkan rasa ketergantungan dan akan berpengaruh
terhadap perkembangan kondisi verbal anak.
2) Fase Anal, pada usia 1-3 tahun. Sumber kenikmatan anak berpindah dari oral ke arah
anal atau anus, mulai bisa adiajarkan toilet training.
3) Fase Phallic, pada usia 3-6 tahun, kepuasan terletak pada autoerotic atau daerah
kemaluan. Anak cendenrung akan mengidentifikasikan diri dengan orang tua yang sama
jenis kelamin dan mencintai orangtua yang berbeda jenis kelamin.
4) Fase Laten, pada usia 5-12 tahun. Anak dialihkan pada pengetahuan intelektual seperti
belajar, sekolah dan interaksi sosial.
5) Fase Genital, pada usia remaja atau pubertas. Kepuasan anak akan berubah menjadi
heterosexual seperti dialihkan rasa cinta pada keluarga atau orang dari luar keluarga.
Apabila kelima fase sudah terlewati, maka dinyatakan dengan fixed stages yang akan
membentuk sesorang memiliki kepribadian dewasa. Namun apabila terjadi permasalahan dalam
fase tersebut, maka akan ada pemenuhan kepuasan kearah yang cenderung kurang baik.
Menururt PPDGJ II, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan
faktor fisik (F50-F59), yaitu :
1) Gangguan mental dan perilaku ringan yang berhubngan dengan perilaku nifas yang tidak
diklasifikasikan (F53.0)
2) Gangguan mental dan perilaku berat yang berhubungan dengan masa nifas yang tidka
diklasifikasikan (F53.1)
3) Gangguan mental dan perilaku lainnya yang berhubungan dengan masa nifas yang tidka
diklasifikasikan (F53.8)
4) Gangguan jiwa masa nifas yang tidak terperinci (F53.9).
Gangguan mental pada ibu post partum, diantaranya yaitu :
1) Baby Blues
Salah satu gangguan yang paling sering dialami ibu selama post partum.
Reaksinya disesuaikan dengan keadaan mood yang dipengaruhi oleh penurunan hormon
secara tiba- tiba diantaranya adalah penurunan hormon estrogen, progesterone dan
kostrisol. Faktor risiko terjadinya adalah fluktuasi hormonal, kehilangan volume sirkulasi
karena tubuh harus meregulasi tubuh yang menyusut karena IMT berubah, dukungan
social, stress, kelahiran bayi premature, keguguran. Tanda dan gejalanya adalah,
moodnya kearah mood depresif, menangis, gelisah, menyendiri, insomnia, mudah marah
dan sulit berkonsentrasi. Terjadi pada hari ke 3 atau hari ke 4 post partum selama berjam-
jam atau berhari-hari, dan akan menghilang dalam 2 minggu.
2) Postnatal Depression
Terjadi setelah 2 minggu post partum dan dapat terjadi selama 6 sampai 12 bulan
selanjutnya. Terjadi karena adanya penurunan hormone estrogen, progesterone, kortisol
dan tiroid yang menurun secara tajam selama post partum. Faktor risiko dari keadaan ini
salah satunya adalah kehamilan yang tidak diinginkan seperti korban pemerkosaan atau
belum siap dalam melahirkan sehingga menjadi sebuah streesor untuk ibu, atau ibu
mengalami depresi sebelum kehamilan, kurangnya dukungan dari keluarga, pengalaman
baru. Tanda dan gejalanya adalah mood dari depresi, emosional perilaku dan fisik seperti
mudah menangis, mudah marah, ada rasa bersalah, putus asa, sedih, mood swing,
kehilangan minat seperti tidak mengurus bayinya, berkurang dalam mengurus diri sendiri,
mudah lelah, sakit kepala, dan gangguan tidur lainnya, rasa takut melukai diri sendiri atau
anaknya, enggan mengatakan keadaan yang mereka alami bukan keadaan yang tidak
wajar, lebih tertutup, ada sikap penolakan. Tatalaksananya berupa diberikan oba-obattan
antidepresan dan konseling suportif.
3) Peurperal Psychosis
Keadaan yang jarang terjadi tetapi tingkat keparahannya lebih tinggi daripada post
partum depression, terjadi kurang lebih 72 jam atau 3 hari post partum, atau terjadi dalam
2 minggu. Suasana hati dapat sedih atau gembira, tetapi fluktuasi terjadi secara cepat,
terjadi halusinasi, delusi, gejala psychotic sehingga menjadi kegawatdaruratan obstetric
4) Depresi Antenatal
Keadaan yang dialami ibu hamil atau saat mengandung faktor risiko keadaan ini
diantaranya adalah seperti stress yang akan memengaruhi keadaan janinnnya itu sendiri.
Keadaan ini juga akan memengaruhi persalianan seperti kehamilan dengan
preekelampsia, masa tubuh bayi lebih rendah.
JUDUL KULIAH : ALERGI SUSU
DOSEN PENGAMPU : dr. BAMBANG SUHARTO, Sp. A., MH. Kes.
WAKTU : SELASA, 21 APRIL 2020
PUKUL : 15.00-17.00 WIB

Alergi merupakan suatu reaksi yang berbeda atau menyimpang dari normal terhadap
berbagai rangsangan atau zat yang berasal dari luar tubuh. Alergi terjadi karena adanaya atopi
yaitu diturunkan ole salah satu atau kedua orang tua. Alergi susu sapi merupakan alergi yang
terjadi dikarenakan terdapat protein kasein dan whey yang berada di dalam susu sapi sehingga
akan menyebabkan alergi pada orang yang memeiliki alergi susu sapi. Keadaan alergi
inibiasanya diperantai oleh IgE yang dimana manifestasi klinisnya lebih berat, waktu
penyembuhannya lebih lama, tetapi lebih mudah di diahnosis, atau non IgE.
Penentuan risiko penyakit alergi pada anak menurut IDAI :
1. Kedua orang tua tidak alergi : 5-15% risiko alergi
2. Saudarakandung alergi : 25-30% alergi
3. Salah stau orang tua alergi : 20-40% alergi
4. Kedua orang tua alergi : risiko meningkat hingga 80% apabila mengalami alergi yang
sama.
Terdapat beberapa gejala yang terjadi, yaitu :
 Gejala paling sering : diare, konstipasi, regurgitasi, muntah, darah dalam feses,
ruam, bengkak bibir dan kelopak mata (angioedema), dan eksem
 Kolik
 Gejala berat : anafilaksis
 Kriteria diagnostic alergi susu sapi : gejala menghilang setelah tidak diberikan
susus sapid an produknya, gejala timbul kembali setelah pemberian susu sapi, dan
ekslusi intoleransi laktosa dan infeksi.
 Pemeriksaan : SPT/sp-IgE, uji eliminasi dan provokasi.
 Tatalaksana ; menghindarkan protein susu sapi dengan produknya, dan diberikan
obat-obatan sesuai indikasi.
Pencegahan alergi susu sapi dapat dilakukan dalam 2 langkah, yaitu :
1. Pencegahan primer
Pencegahan ini dilakukan dengan cara pemberian ASI ekslusif, dan pemberian susu
hidrosilat parsial.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini dilakukan dnegan cara pemberian susu hidrosilat, pemberian formula
asam amino, dan pemberian formula kedelai.
JUDUL KULIAH : KERN IKTERUS
DOSEN PENGAMPU : dr. BAMBANG SUHARTO, Sp. A., MH. Kes.
WAKTU : SELASA, 21 APRIL 2020
PUKUL : 15.00-17.00 WIB

Kern ikterus merupakan suatu keadaan klinis dimana terjadi disklorasi pada kulit, mukosa
membrane dan sklera yang di akibatkan oleh adanya peningkatan bilirubin dalam serum pada
bayi baru lahir yang akan menyebabkan kerusakan sel neuron. Faktor yang berperan dalam
kerusakan sel neuron, diantaranya adalah :
 Kadar bilirubin bebas dalam serum lebih dari sama dengan 20 mg/dl
 Kadar albumin serum dan kapasitas albumin
 pH darah
 Sawar darah otak
 Kerentanan sel neuron.
Diagnosis pada kondisi ini dilakukan dengan cara mengetahui manifestasi klinik dan
pemeriksaa laboratorium, diantaranya adalah :
 Reflek moro jelek, hipotoni, letargi, malas menetek, vomitus, high pitched cry, kadang-
kadang terjadi konvulsi pada hari-hari pertama.
 Opsitotonus, konvulsi, fibris, rigiditas, oculogyric crises, mata deviasi ke atas pada
pertengahan minggu pertama
 Spastisitas menurun setelah minggu pertama
 Gejala berlanjut : spastisitas, atetosis, tuli parsial atau komplit, retardasi mental, paralisis
bola mata kea rah atas, dan dysplasia dental
 Kadar bilirubin (BCB > 20 mg/dl, premature sakit > 10 mg/dl)
 Hipoalbumin
 Asidosis
 Brainstem Evoked Respone Auditory (BERA)
 Somatosensory evoked responses dan evoked responses.
Tatalaksana keadaan ini dilakukan dengan cara :
 Pemberian Ig secara IV pada bayi dengan Rh yang berat dan inkompabilitas ABO dan
mecegah terjadinya hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan transfuse tukar
 Mencegah terjadinya prematuritas
 Deteksi dini
 Pemeriksaan bilirubin, asam-basa, albumin, dan BERA
 Transfusi tukar bila terapi sinar biru gagal, kadar bilirubin > 20 mg/dl bayi dengan
hemolitik. Sedangkan bayi dengan tanpa hemolitik terapi sinar biru dapat diteruskan
pada bilirubin 25-29 mg/dl
 Pemberian medikamentosa seperti fenobarbital atau metalloprotoporphyrin.
JUDUL KULIAH : SINDROM MALABSORPSI
DOSEN PENGAMPU : dr. BAMBANG SUHARTO, Sp. A., MH. Kes.
WAKTU : SELASA, 21 APRIL 2020
PUKUL : 15.00-17.00 WIB

Sindrom malabsorpsi dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dimana terjadi gangguan
absorpsi dari saluran pencernaan. Gangguan absorpsi ini diantaranya adalah :
1. Malabsorpsi Karbohidrat
Malabsorpsi ini diantaranya dikarenakan adanya keadaan intoleransi laktosa yang
akan mengganggu pencernaan dan absorpsi karbohidrat. Gejala klinik pada keadaan ini
diantaranya, adalah :
 Diare yang berulang
 Feses watery atau cair
 Jumlah feses yang keluar banyak
 Feses berbau asam karena terdapat kandungan erythema natum
 Meteorismus
 Flatulens atau gembung
 Kolik abdomen
 Gangguan pertumbuhan
Pemeriksaan laboratorium
 pH tinja < 6
 Clinic test tab normal
 Glukosa dalam feses negative
 Lactose loading test positif
 Barium meal lactose positif
 Biopsi mukosa usus halus untuk melihat enzim lactase
Tatalaksana
 Diberikan rendah laktosa
 Pemberian free lactose milk formula
 Diberikan selama 1 sampai 3 bulan sampai feses membaik dan selanjutnya
dikurangi dan diganti dengan susu formula yang diminum sebelumnya secara
bertahap.
2. Malabsorpsi Lemak
Keadaan ini disebabkan oleh diantaranya adalah adanya gangguan absorpsi
lemak, jumlah enzim lipase yang tidak mencukupi kebutuhan atau tidak ada sama sekali,
conjugated bile salt tidak ada atau terdapat kerusakan, dan gangguan system limfe saluran
pencernaan. Untuk mendiagnosis kondisi ini, dinataranya adalah :
 Adanya lemak di feses
 Konsistensi feses lembek
 Feses tidak berbentuk
 Warna feses coklat muda sampai kuning, dan terlihat berminyak
 Pemeriksaan Van de Kamer yaitu dengan cara mengumpulkan feses selama 3 hari
berturut-turut, apabila >15 gram feses maka dapat dikatakan malabsorpsi lemak
Tatalaksana
 Terapi penyebab malabsorpsi
 Terapi MCT yang dibuat dari minyak kelapa.
JUDUL KULIAH : GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN PADA NEONATUS
DOSEN PENGAMPU : dr. DEFA R. NISAA’., Sp. A., M. Kes.
WAKTU : RABU, 22 APRIL 2020
PUKUL : 13.00-15.00 WIB

1. Hipoglikemia pada Neonatus


Keadaan ini terjadi karena adanya perubahan hormonal dan metabolic yang
menyebabkan adaptasi homeostasis glukosa.
 Kadar glukosa <40-45 mg/dl
 Asimptomatik
 Tidak tenang, gerakan tidak beraturan (jittering)
 Sianosis
 Kejang atau tremor
 Letargi atau sulit menyusui
 Asupan yang buruk
 Pemeriksaan dilakukan pemantauan glukosa di tempat tidur
 Tatalaksana : pemantauan kadar glukosa selama 30 menit setelah lahir kemudian
2-4 jam selama 48 jam, pencegahan hipoglikemia seperti menghindari faktor
risiko yang dapat dicegah seperti hipotermia, dan perawatan hipoglikemia dengan
kadar glukosa diatas 45 mg/dl. Jika gagal koreksi segera dengan dekstrosa 10 %
bolus 200 mg/kg secara IV selama 5 menit selanjutnya sesuai keperluan.
2. Hipotiroid Kogenital
Keadaan ini merupakan keadaan yang dimana kelenjar tiroid bayi tidak dapat
memproduksi hormone tiroid dalam jumlah yang adekuat atau tidak dapa memnuhi
dalam jumlah yang dibutuhkan.
 Terjadi karena gangguan sintesis hormone tiroid herediter yang bersifat autosomal
resesif
 Dapat terdiagnosis pada usia 1 minggu sampai lebih dari 5 tahun
 Diklasifikasikan menjadi 4, yaitu hipotiroid kogenital yang dimana keadaan ini
terjadi kelainan fungsi tiroid yang terjadi sebelum atau saat lahir, hipotiroid
primer yaitu terdapat kelainan pada kelenjar tiroid, hipotiroid sekunder dimana
keadaan ini terjadi karena adanya kelainan pada kelenjar hipofisis, dan hipotiroid
tersier yaitu keadaan yang terjadi karena adanya kelainan pada hypothalamus.
 Tatalaksana dilakukan dengan terapi penggantian hormon endogen levotiroksin
(T4) dengan levotiroksin sintesis dengan dosis LT4 50 mcg/hari, apabila berat
bayi lebih dari 2,5 kg diberikan dosis 15 mcg/kg.
JUDUL KULIAH : GANGGUAN NAPAS PADA BAYI BARU LAHIR
DOSEN PENGAMPU : dr. INEU NOPITA, Sp. A., M. Kes.
WAKTU : RABU, 22 APRIL 2020
PUKUL : 15.00-17.00 WIB

Keadaan ini merupakan salah satu kegawatdaruratan pada bayi baru lahir dan merupakan
kondisi yang dapat mengancam jiwa bayi sehingga harus segera di diagnosis terkait penyebabnya
dan dilakukan tindakan sebagai wujud tatalaksana. Faktor risiko kondisi ini diantaranya adalah
bayi kurang bulan.
 Etiologi ; nonkardiopulmonal seperti Hipoterima atau Hipertermia,
Hipoglikemia, Polisitemia, Asidosis Metabolik, dan kardiopulmonal seperti Left
Sided Outflow Obstruction, Cyanotic Lesion, Transient Tachypnea Of The New
Born, Meconium Aspiration Syndrome, Pneumonia.
 Diagnosis dengan cara menegtahui faktor risiko, usia kehamilan, cairan ketuban,
riwayat intrapartum, manifestasi klinis.
 Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan X-Ray.
1. Penyakit Membran Hialin
Sering terjadi pada bayi kurang bulan yang dimana paru bayi mengalami
defisiensi surfaktan.
 Terjadi dalam 24 jam pertama setelah lahir
 Takipnea, grunting, retraksi dinding dada, sianosis pada suhu ruang,
tanda prematuritas
 Dapat menetap atau menjadi progresif selama 48 jam sampai 96 jam
pertama.
 Gambaran foto thoraks tampang ground glass appearance disertai
dengan bronkus di bagian perifer paru.
 Tatalaksana dilakukan dengan tatalaksana umum untuk mengevaluasi
jalan napas, dan langkah preventif HMD.

2. Meconium Aspiration Syndromes


Keadaan ini terjadi karena aspirasi meconium yang terjadi saat di dalam
kandungan, atau selama masa persalinan berlangsung.
 Sering ditemukan pada bayi lebih bulan (>40 minggu) juga pada bayi >34
minggu.
 Faktor risiko ; maternal diabetes, hiertensi dalam kehamilan
 Suara napas menjadi napas, barrel chest, persistent pulmonary
hypertension of the newborn, takipnea, pernapasan cuping hidung,
grunting, retraksi, apnea, ronkhi, pucat, sianosis
 Foto thoraks tampak peningkatan diameter anteroposterior, hiperinflasi,
atelectasis, pneumothoraks, dan diafragma melebar.
 Tatalaksana dilakuka secara umum dengan mencegah aspirasi lebih lanjut,
koreksi kelainan metabolic, dan tatalaksana khusus untuk membantu
pernapasan.

3. Transient Tachypnea Of The New Born


Kondisi ini disebabkan karena adanya pembesaran cairan amnion paru yang tidak
efektif pada saat proses persalinan atau terjadi kegagalan masa transmisi.
 Faktor risiko diantaranya adalah persalianan cepat, section Caesar,
macrosomia, partus lama, jenis kelamin lak-laki, pemberian sedasi
berlebih.
 Terjadi dalam 12 sampai 24 jam dan biasanya tidak lebih dari 72 jam.
 Takipnea, takikardi, pernapasan cuping hidung, grutning, retraksi, ronkhi
halus, sianosis
 Fotot thoraks tampak perihilar streaking, kardiomegali ringan,
peningkatan volume paru, cairan pada fisura minor, dan efusi pleura.
 Tatalaksana dilakukan dengan pemberian oksigen, penghentian pemberian
cairan peroral apabila sesak.

DAFTAR PUASTAKA

1. Marchdante, Karen J. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi ke-6. Singapur:
Elsevier; 2018.
2. Muslim, R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. PPDGJ-III DSM-5 ICD-11. Edisi ke-
3. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2019.
3. Setiati S., Alwi I., Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 7.
Jakarta : Interna Publishing ; 2016.
4. Cunningham, Leveno BH, Spong R. Obstetri Williams Volume : 1. Edisi ke-3. Jakarta :
EGC ; 2018.
5. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi 4. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2016.

Anda mungkin juga menyukai