Anda di halaman 1dari 22

ESSAY KULIAH MINGGU KETIGA

BLOK 6.1

NAMA : DAFFA ROFISA MAULANA


NPM : 117170013
BLOK : 6.1

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI


FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
Psikiatri Ibu Safe Motherhood and infancy
dr Rini rianti, Sp.KJ
Waktu: 21 April 2020. 13.00-15.00 WIB

a. Responden dengan Depresi Selama Kehamilan


Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden adalah
responden yang mengalami depresi. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar ibu hamil
termasuk ibu primipara sehingga masih kurang pengalaman dan kesiapan menghadapi
kehamilan, usia ibu hamil yang belum cukup umur (< 20 tahun) , memasuki dewasa madya
(31-40) tahun, dan ibu hamil pada usia yang terlalu muda ataupun terlalu tua (> 40 tahun)
sehingga memunculkan rasa takut akan adanya komplikasi selama kehamilan dan persalinan
nanti dengan usia yang sudah tidak ideal sehingga memunculkan rasa takut akan adanya
komplikasi dan ketidaksiapan psikologi menerima kehamilan.
b. Responden dengan Depresi Postpartum
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang tidak mengalami
depresi sebanyak 29 responden (85,3%) dikarenakan usia dan paritas ibu postpartum yang
ideal serta dukungan sosial dari keluarga dan suami yang tinggi dan terpenuhi, serta adaptasi
peran yang baik dengan bayi. Responden paling sedikit mengalami depresi yaitu 5 responden
(14,7%) dikarenakan kurang adanya dukungan dari suami seperti suami kurang siaga pada
saat proses persalinan atau kurang membantu dalam merawat bayi serta tidak keluarnya ASI
setelah melahirkan.
c. Kesiapan Peran Menjadi Ibu pada Ibu Hamil
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar ibu hamil siap
menghadapi peran baru menjadi ibu sebanyak 26 responden (76,5 %) dikarenakan dukungan
sosial yang tinggi dari keluarga dan suami yang membuat ibu hamil siap beradaptasi menjadi
calon ibu serta keadaan fisik dan psikologis yang baik tanpa ada gangguan selama kehamilan
sehingga ibu hamil dapat fokus terhadap persalinan dan cara menjadi calon ibu yang baik.
d. Kesiapan Peran Menjadi Ibu pada Ibu Postpartum
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar ibu postpartum siap
menghadapi peran baru menjadi ibu yaitu 32 responden (94,1%) dikarenakan kehamilan yang
terencana, bayi lahir sehat dan normal sesuai dengan usia kandungan, dan kesehatan ibu yang
baik baik fisik maupun psikologis, serta tidak adanya gangguan menyusui sehingga ibu dapat
menerima perubahan peran dengan mudah.
A. Hubungan Psikologis Ibu dan Anak
- Fisiologi= Correct parenting
- Patologis:
Postnatal mental ilness(awal kehamilan,masa kehamilan/melahirkan, setelah
melahirkan)
- Denail pregnancy
- Komorbaditas
- Komplikasi
Sigmund Freud
1. Insting
2. Ego: kenyataaan atau dapat diterima dalam dunia nyata
3. Superego:Adat istiadat, agama atau hati nurani.

Freud: Psysexsual stages


1. oral : mulut: mengemut
2. Anal: BAK,BAB
3. Phallic: Masturbation,Autoerotik (ibu=Odipuskomplek,bapak=elektrakomplek)
4. Latent: intelektual, sosial, sekolah, berhitung
5. Genital: Penis/vagina

Fixated stages
Fixation+ Adult personality
1. Oral: mencari kepuasan lain
2. Anal: tidak bisa toliet training
3. Phallic: antisosial

Tipe perinatal psikiatri


Classic triad/Trias
1. Baby blues
2. Postnatal depression
3. Puerperal psychosis

PPDGJ III
- Sindrom perilaku yang berhubungan dengan Gangguan fisiologis dan faktor fisik (F50-F59)
- Gangguan Mental dan Perilaku yang Berhubungan dengan Masa Nifas YTK(F53)
- Gangguan mental dan perilaku ringan yang berhubungan dengan masa nifas YTK (
F53.0)
- Gangguan mental dan perilaku berat yang berhubungan dengan masa nifas YTK (
F53.1)
- Gangguan mental dan perilaku lainnya yang berhubungan dengan masa nifas YTK (
F53.8)
- Gangguan Jiwa Masa niafas YTK (F53.9)

B. Baby Blues
- Depresi mood
- Menurun hormon, estrogen, progesteron dan kortisol.
- hari 3 atau 4 postpertum
- sampai 2 minggu
Signs and symtoms:
- Menangis
- Merasa sendiri/kesepian
- Cemas
- Teriak-teriak
- Insomnia
- Sulit tidur
- sulit konsentrasi
- suka marah
Faktor resiko:
- Tiba tiba volumer sirkulasi, BB, organ dalam belum stabil
- stress
- Kurang tidur
- Hilang rasa kebebasan
- Kehilangan seseorang

C. Postpartum Depression
- Onset 2 minggu, biasanya 6-12 bulan
- Tatalaksana: interfensu psikologi dan obat
- Penyebab: levels estrogen dan progesteron , kortisol turun tajam
- Diagnosis:
- Emosional
- Fisik
- Enggan mengatakan kalau bukan gangguan/ lebih tertutup/ penolakan
Symtoms:
- Mood swings
- Hopeless
- sadness
- merasa sendiri/kesepian
- merasa bersalah
- kewalahan
- takut melukai diri sendiri atau ananya
Perilaku:
- kehilangan minat: perawatan diri menurun, konsentrasi menurun, tidak mengurus bayinya
Trias:
- Kurang minat perhatian kepada bayi
- tidak bisa merawat diri
- Kehilangan minat melakukan aktifitas
- kurang konsentrasi, bingung
Fisik:
- kurang makan
- sakit kepala
- sakit dada
Faktor resiko:
- Kehamilan tidak diinginkan
- sebelumnya pernah PPD
- kurangnya suport sosial
- perubahan hidup yang besar
Tatalaksana:
- Antidepresan
- psikoterapi
- konseling
- ECT
- Olahraga
- Makanan sehat
- mencoba tidak mengisolasi diri
- Pengembalian minat

Perbedaan Baby blues dan PPD


a) Onset
Baby blues 3 atau 4 postpartum, PPD bisa kapan saja( 2 minggu atau1 tahun setelah
melahirkan)
b) prevalensi
BB hilang dalam hitungan hari/minggu. PPD bisa dalam bulan sampai tahun

D. Antenatal Depression
- persailan prematur
- eklamsia
- Trempamen pada bayi
- Bayi lahir kurang BB
- Stress/ gangguan mood yang tinggi
Diagnosis multiaksial
1. Diagnosis klinis/ primer, sekunder, kllinis
2. Gg. Kepribadian
3.Penyakit medik
4. Maslah psikososial
5. GAF
Penatalaksanaan
- Psikiatrik
- Non Psikiatrik
- Psiko- sosial- ekonomi- spiritual

Daftar Pustaka: Tyas DI, Ma’rifah AR, Triana NY. PERBEDAAN DEPRESI PADA IBU
HAMIL DENGAN DEPRESI PADA IBU POSTPARTUM TERHADAP KESIAPAN
PERAN MENJADI IBU DI RSIA BUNDA ARIF PURWOKERTO. VOLUME 08/NOMOR
14. Viva medika. 2015

ALERGI SUSU SAPI


dr. Bambang Suharto Sp.A.,MH.Kes.
Waktu: 21 April 2020. 15.00-17.00 WIB
Definisi
Reaksi yang berbeda/Menyimpang dari normal terhadap berbagai rangasangan dari
luar tubuh.
Alergi susu sapi (ASS) adalah suatu reaksi yang tidak diinginkan yang
diperantarai secara imunologis terhadap protein susu sapi. Alergi susu sapi biasanya dikaitkan
dengan reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang diperantai oleh IgE. Namun demikian ASS dapat
diakibatkan oleh reaksi imunologis yang tidak diperantarai oleh IgE ataupun proses gabungan
antara keduanya.
Klasifikasi
1. IgE mediated, yaitu alergi susu sapi yang diperantarai oleh IgE. Gejala klinis timbul dalam
waktu 30 menit sampai 1 jam setelah mengonsumsi protein susu sapi.Manifestasi klinis yang
dapat timbul adalah urtikaria, angioedema, ruam kulit, dermatitis atopik, muntah, nyeri perut,
diare, rinokonjungtivitis, bronkospasme, dan anafilaksis. dapat didukung dengan kadar IgE
susu sapi yang positif (uji tusuk kulit atau pemeriksaan IgE spesifik/IgE RAST).
2. Non-IgE mediated, yaitu alergi susu sapi yang tidak diperantarai oleh IgE, tetapi
diperantarai oleh IgG. Gejala klinis timbul lebih lambat (> 1 jam) setelah mengonsumsi
protein susu sapi. Manifestasi klinis yang dapat timbul antara lain adalah allergic
eosinophilic gastroenteropathy, kolik, enterokolitis, proktokolitis, anemia, dan gagal tumbuh.
Pemeriksaan Penunjang
1. IgE spesifik
1.1. Uji tusuk kulit (Skin prick test )
− Uji tusuk kulit dilakukan di volar lengan bawah atau bagian punggung (jika d
idapatkan lesi kulit luas di lengan bawah atau lengan terlalu kecil).
− Batasan usia terendah untuk uji tusuk kulit adalah 4 bulan. Batasan usia terendah
untuk uji tusuk kulit adalah 4 bulan. Hasil uji tusuk kulit biasanya lebih kecil pada
anak < 2 tahun sehingga perlu interpretasi yang hati-hati
− Bila uji kulit positif, kemungkinan alergi susu sapi sebesar < 50% (nilai duga
positif < 50%), sedangkan bila uji kulit negatif berarti alergi susu sapi yang
diperantarai IgE dapat disingkirkan karena nilai duga negatif sebesar > 95%.
1.2. IgE RAST (Radio Allergo Sorbent Test)
− Uji IgE RAST positif mempunyai korelasi yang baik dengan uji kulit, tidak
didapatkan perbedaan bermakna sensitivitas dan spesifitas antara uji tusuk kulit
dengan uji IgE RAST
− Uji ini dilakukan apabila uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan karena adanya lesi
kulit yang luas di daerah pemeriksaan dan bila penderita tidak bisa lepas minum obat
antihistamin.
− kadar serum IgE spesifik antibodi untuk susu sapi dinyatakan positif jika > 5
kIU/L pada anak usia ≤ 2 tahun dan >15 kIU/L pada anak usia > 2 tahun. Hasil
uji ini mempunyai nilai duga positif <53% dannilai duga negatif 95%,
sensitivitas 57% dan spesifitas 94%.
2. Uji eliminasi dan provokasi
Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPFC) merupakan uji baku
emas untuk menegakkan diagnosis alergi makanan. Uji ini memerlukan waktu dan biaya.
Untuk itu dapat dilakukan uji eliminasi dan provokasi terbuka.Uji eliminasi dan provokasi
masih merupakan baku standar untuk diagnosis alergi susu sapi. Selama eliminasi, bayi
dengan gejala alergi ringan sampai sedang diberikan susu formula terhidrolisat
ekstensif, sedangkan bayi dengan gejala alergi berat diberikan susu formula berbasis
asam amino. Diet eliminasi selama 2-4 minggu tergantung berat ringannya gejala. Diet
eliminasi sampai 4 minggu bila terdapat gejala AD berat disertai gejala saluran cerna kolitis
alergi. Pada pasien dengan riwayat alergi berat, uji provokasi dilakukan di bawah
pengawasan dokter dan dilakukan di rumah sakit atau di klinik. Anak dengan uji tusuk
kulit dan uji RAST negatif mempunyai risiko rendah mengalami reaksi akut berat pada saat
uji provokasi.
Uji provokasi dinyatakan positif jika gejala alergi susu sapi muncul kembali,
maka diagnosis alergi susu sapi bisa ditegakkan. Uji provokasidinyatakan negatif bila tidak
timbul gejala alergi susu sapi pada saat uji provokasi sampai 3 hari pasca provokasi (untuk
menyingkirkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat). Apabila uji provokasi negatif, maka bayi
tersebut diperbolehkan minum formula susu sapi.
3. Pemeriksaan darah pada tinja
Pada keadaan buang air besar dengan darah yang tidak nyata kadang sulit untuk
dinilai secara klinis, sehingga perlu pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan seperti chromiun-
51 labelled erythrocites pada feses dan reaksi orthotolidin mempunyai sensitivitas dan
spesifitas yang lebih baik dibanding uji guaiac/benzidin. Uji guaiac hasilnya dipengaruhi
oleh berbagai substrat non-hemoglobin sehingga memberikan sensitivitas yang rendah
(30-70%), spesivitas (88-98%) dengan nilai duga positif palsu yang tinggi.
Tata Laksana
1. Nutrisi
1.1. Prinsip utama terapi untuk alergi susu sapi adalah menghindari (complete
avoidance) segala bentuk produk susu sapi tetapi harus memberikan nutrisi yang
seimbang dan sesuai untuk tumbuh kembang bayi/anak.
1.2. Bayi dengan ASI eksklusif yang alergi susu sapi, ibu dapat melanjutkan
pemberian ASI dengan menghindari protein susu sapi dan produk turunannya pada
makanan sehari-hari. ASI tetap merupakan pilihan terbaik pada bayi dengan alergi
susu sapi. Suplementasi kalsium perlu dipertimbangkan pada ibu menyusui yang
membatasi protein susu sapi dan produk turunannya
1.3. Bayi yang mengonsumsi susu formula:
1.3.1. Pilihan utama susu formula pada bayi dengan alergi susu sapi
adalah susu hipoalergenik. Susu hipoalergenik adalah susu yang tidak
menimbulkan reaksi alergi pada 90% bayi/anak dengan diagnosis alergi
susu sapi bila dilakukan uji klinis tersamar ganda dengan interval
kepercayaan 95%. Susu tersebut mempunyai peptida dengan berat
molekul < 1500 kDa. Susu yang memenuhi kriteria tersebut ialah susu
terhidrolisat ekstensif dan susu formula asam amino. Sedangkan susu
terhidrolisat parsial tidak termasuk dalam kelompok ini dan bukan
merupakan pilihan untuk terapi alergi susu sapi.
1.3.2. Formula susu terhidrolisat ekstensif merupakan susu yang
dianjurkan pada alergi susu sapi dengan gejala klinis ringan atau
sedang. Apabila anak dengan alergi susu sapi dengan gejala klinis ringan
atau sedang tidak mengalami perbaikan dengan susu terhidrolisat
ekstensif, maka dapat diganti menjadi formula asam amino. Pada anak
dengan alergi susu sapi dengan gejala klinis berat dianjurkan untuk
mengonsum formula asam amino.
1.3.3. Eliminasi diet menggunakan formula susuterhidrolisat ekstensif atau
formula asam amino diberikan sampai usia bayi 9 atau 12 bulan, atau
paling tidak selama 6 bulan. Setelah itu uji provokasi diulang kembali, bila
gejala tidak timbul kembali berarti anak sudah toleran dan susu sapi dapat
dicoba diberikan kembali. Bila gejala timbul kembali maka eliminasi diet
dilanjutkan kembali selama 6 bulan dan seterusnya.
1.4. Apabila susu formula terhidrolisat ekstensif tidak tersedia atau terdapat
kendala biaya, maka sebagai alternatif bayi dapat diberikan susu formula yang
mengandung isolat protein kedelai dengan penjelasan kepada orang tua
kemungkinan adanya reaksi silang alergi terhadap protein kedelai pada bayi.
Medikamentosa
1. Gejala yang ditimbulkan alergi susu sapi diobati sesuai gejala yang terjadi.
2. Antagonis reseptor H1 (antihistamin) generasi satu dan generasi kedua dapat digunakan
dalam penanganan alergi.
3. Jika didapatkan riwayat reaksi alergi cepat, anafilaksis, asma, atau dengan alergi
makanan yang berhubungan dengan reaksi alergi yang berat, epinefrin harus
dipersiapkan.
PENCEGAHAN ALERGI SUSU SAPI
- Primer
ASI eksklusif, susu hidrolisat parsial
- Sekunder
Susu hidrolisat, formula asam amino, formula kedelai
IDENTIFIKASI BAYI BERISIKO
Pencegahan Alergi
Apa? Pada Siapa & Kapan? Bagaimana?
Faktor- 1. Merokok 1. Pemberian makanan padat dini
2. Polusi udara 2. Pemberian susu formula dini
Faktor 3. Kolonisasi flora normal usus 3. Diet rendah serat, rendah antioksidan, rendah DHA
Risiko 4. Kurangnya paparan sinar matahari 4. Defesiensi Vitamin D

Masa pra-hamil Masa hamil Masa perinatal Masa bayi Masa anak>1 thn

1. Diet sehat seimbang 1. ASI >6 bulan 1. Diet sehat seimbang


Tindakan
2. Probiotik & Prebiotik 2. Formula hidrolisis parsial 2. Probiotik &
Intervensi 3. Omega-3 3. Probiotik & Prebiotik Prebiotik
Pencegahan 4. Vitamin D 4. Omega-3 3. Omega-3

Prescott S & Nowak-Węgrzyn A. Strategies to Prevent or Reduce Allergic Disease.


Ann Nutr Metab 2011;59(suppl 1):28–42

Daftarpustaka: Unit Kerja Koordinasi Alergi Imunologi, Unit Kerja Koordinasi


Gastrohepatologi, Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik. Rekomendasi
Ikatan Dokter Anak Indonesia:Diagnosis dan Tata Laksana Alergi Susu Sapi. Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2015

KERN ICTERUS
dr. Bambang Suharto Sp.A.,MH.Kes.
Waktu: 21 April 2020. 15.00-17.00 WIB

Ikterus: kedaan klinis di mana terjadi disklorasi pd kulit, mukosa memberan dan
sklera akibatpeningkatan kadar bilirubin dalam serum (pada bayi baru lahir 5-7 mg/dl).

Macam-macam ikterus neonatorum yaitu ikterus fisiologis, ikterus patologis, kern


ikterus, ikterus hemolitik, dan ikterus obstruktif. Ikterus fisiologis yaitu ikterus yang sering
terdapat pada bayi dengan bobot badan lahir rendah. Ikterus biasanya terlihat pada hari kedua
lalu tidak terlihat lagi setelah sepuluh hari atau saat terakhir minggu kedua. Ikterus patologis
yaitu ikterus yang terlihat segera setelah 24 jam pertama dengan bilirubin serum meningkat
hingga mencapai 10 mg% pada bayi matur atau 15 mg% pada bayi prematur dan kondisi ini
menetap setelah minggu awal kelahirannya. Ikterus yang menetap berkaitan dengan penyakit
hemolitik, infeksi dan sepsis.
Kern ikterus adalah kondisi ikterus yang berat dengan adanya gumpalan bilirubin
pada ganglia basalis. Kern ikterus biasanya disertai dengan meningkatnya kadar bilirubin
indirek didalam serum. Bayi yang cukup bulan dengan kadar bilirubin > 20 mg% atau > 18
mg% pada bayi prematur berisiko berkembang menjadi kern ikterus, sedangkan
hiperbilirubinemia dapat menyebabkan ensefalopati dan ini sangat berbahaya bagi bayi.
Kejadian kern ikterus bergantung pada kondisi bayi. Bayi dengan kondisi seperti hipoksia,
asidosis, dan hipoglikemia, maka gejala kern ikterus dapat terlihat meskipun kadar bilirubin <
16 mg%. Penyembuhannya adalah dengan cara transfusi darah.
Ikterus hemolitik disebabkan oleh inkompatibilitas rhesus, golongan darahnya ABO,
golongan darah lainya, dan adanya kelainan eritrosit kongenital atau defisiensi enzim G-6-
PD. Ikterus obstruktif yang terjadi dikarenakan sumbatan pendistribusian empedu baik dari
hati maupun diluar hati, sehingga berakibat pada tingginya kadar bilirubinnya direct dan
indirect.
Ikterus fisiologik bila:
1. bila timbul pada hari ke 2 dan ke 3 kelahiran
2. kadar bilirubin indirek tidak meliwati 10 mg dan pada BCB dan tidak meliwat 12,5% pada
BKB.
3. kecepatan peningkatan kadar bilirubin tdk melebih 5 mg% per hari.
4. kadar bilirubin direk tdk melebihi 1 mg%.
5. ikterus menghilang pada 10 hari pertama kelahiran.
6. tidak terbukti mempunyai hubungan keadaan patologik.
- Hiperbilirubinemi: kadar bilirubin meningkat ≥ 2 standar deviasi dari kadar yang di
harapkan berdasarkan umur bayi atau > persentil 90.
- Bilirubin ensefalopati: manifestasi klinis akibat efek toksik bilirubin pada SSP (basal
ganglia dan berbagai nuklei di batang otak).
- Patogonesis kern icterus: belum jelas.
Faktor berperan dalam kerusakan sel neuron:
- Kadar bilirubin bebas dalam serum (≥ 20 mg/dl).
- Kadar albumin serum dan kapasitas albumin untuk mengikat bilirubin.
- pH darah
- Sawar darah otak
- Kerentanan sel neuron
Patologi
Tampak pigmen kuning tua pada meningen, pleksus koroideus dan beberapa daerah
otak seperti ganglia basalis terutama globus palidus, nukleus subtalmik, nuklei dentati, vermis
selebelar, hippokampus sektor H2 dan H3, nuklei saraf otak(N.okulomotorius, N.
vestibularis, N, koklearis, jaran pada korteks serebri).
Mikroskopik
- Kerusakan memberan sel e.c disorganisasi memberan sitoplasma  perubahan pada
mitokondria sekunder.
- Degenerasi neuron: dapat terjadi kehilangan sel neuron dengan demielinisasi diganti dengan
astrosit (≥ 1 bulan menderita kern icterus).
Diagnosis
Manifestasi klinis:
- Relfek moro jelek, hipotoni, letargi, malas menetek, vomitus, high pitched cry, kadang2
konvulsi (hari-hari pertama).
- Opistotonus, konvulsi, fibris, rigiditas, occulogyric crises, mata deviasi ke atas (pertengahan
minggu pertama).
- Spastisitas menurun (setelah minggu pertama)
- Gejala berlanjut: spastisitas, atetosis, tuli parsial/komplit, retardasi mental, paralisis bola
mata ke atas, displasia dental.
Tata laksana
Pencegahan:
- Pemberian Ig iv: pada bayi dengan Rh yang berat dan inkompatibilitas ABO cegah
hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan tranfusi tukar.
- Cegah terjadinya prematuritas.
- Deteksi dini gejala klinis.
- Pemeriksaan bilirubin, asam-basa, albumin dan BERA.
- Transfusi tukar bila terapi sinar biru gagal, kadar bilirubin > 20 mg/dl bayi dengan
hemolitik.
- Tanpa ada hemolitik: terapi sinar biru dapat diteruskan pada bilirubin 25 – 29 mg/dl.
- Fenobarbital dan metalloprotoporphyrin

Daftar pustaka: Puspita N. PENGARUH BERAT BADAN LAHIR RENDAH TERHADAP


KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM DI SIDOARJO Volume 6 Nomor 2 174-181.
Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga:Surabaya.
2018

SINDROM MALABSORBSI
dr. Bambang Suharto Sp.A.,MH.Kes.
Waktu: 21 April 2020. 15.00-17.00 WIB

A. MALABSORBSI KARBOHIDRAT
Malabsorbsi KH: intoleransi laktosa
KH:
Disakarid: laktosa, sukrosa, maltosa.
Polisakarida: glikogen, amilum, tepung.
E/ intolaransi laktosa: defisiensi enzim laktase dalam brush border usus halus
Enzim sukrase mulai dibentuk pd tri mester pertama kehamilan dan mencapai
maksimal pd kehamilan 28 – 32 minggu. Laktase terbentuk pada akhir gestasi dan puncaknya
pd fase aterm atau setelah bayi lahir bayi prematur sering terjadi intoleransi laktosa sementara
karena kdr enz laktasenya rendah.
Patofisiologi
Sugar intolerance terjadi :
defisiensi satu atau lebih enzim disakaridase (faktor digesti) dan atau Faktor gangg absorbsi
serta transportasi monosakarida dalam usus halus. Faktor digesti dan faktor absorbsi dapat
kongenital / primer (genetik) maupun sekunder/didapat (diare, pasca operasi usus, PEM).
Gejala klinik
- Mencret yg sering berulang
- Watery / cair
- Jumlahnya banyak
- Berbau asam: erytema natum
- Meteorismus
- Flatulens/gembung
- Kolik abdomen
- Gangguan pertumbuhan
Laboratorium
pH tinja: < 6 ( Normal 7 – 8 )
Clini test tab: Normal : gula tinja negatif;
+ : 0,5%
++ : 0,75%
+++ :1%
++++ : 2 %
B. MALABSORBSI LEMAK
Asam lemak trigleserida :
1. MCT ( medium chain tryglycerides ) rantai C berjumlah 6 – 12.
2. LCT ( long chain tryglycerides ) rantai C berjumlah > 14 sering mengalami gangguan
aborbsi.
Penyebab
Gangguan absorbsi lemak (LCT)  terjadi diare dan berlemak ( steatorea) akibat
malabsorbsi lemak, terjadi pada :
1. Enzim lipase kurang atau tidak ada.
2. Conjugated bile salt tidak ada atau kurang
3. Mukosa usus halus atrofi atau rusak
4. Gangguan sistem limfe saluran cerna
- Di usus halus LCT dirubah menjadi asam lemak dan gliserida (dipengaruhi lipase pankreas
dan conjugated bile salt) menjadi micelle (bentul lemak yg siap diabsorbsi): terjadi
esterifikasi :terbntk kilomikron (diangkut melalui saluran limfe.
- MCT dpt diabsorbsi dg baik (walaupun tanpa lipase maupun conjugated bile salt): vena
Porta: liver (proses metabolisme)
Patofisiologi
Malabsorbsi lemak terjadi pada:
1. Penyakit pankreas: fibrosis pankreas, insufiensi lipase pankreas.
2. Penyakit hati: hepatitis neonatorum, atresia biliaris, serosis hepatis.
3. Penyakit usus halus: reseksi usus halus: infark mesenterium, vakvulus, atresia.
4. Kelainan limfe: tuberkulosis,limfaektasis usus.
5. Bayi prematur
Pengobatan
- Diterapi penyakit penyebab malabsorbsi
- Malabsorbsi lemak  R/ MCT dibuat dari minyak kelapa:
1. Bentuk bubuk: Portagen/Tryglyceride (produk Mead Johnson)
2. Bentuk minyak: Mead Johnson MCT oil, Trifood MCT oil.
3. Mentega MCT: magarine union

Daftar pustaka: Medscape, Malabsorption Syndrome


(https://emedicine.medscape.com/article/180785-overview).

Gangguan sistem endokrin pada neonatus


dr. Defa R Nisaa’, SpA, Mkes.
Waktu: 22 April 2020. 13.00-15.00 WIB

A. Hipoglikemia Pada Neonatus


Penyebab dan Mekanisme Hipoglikemia
1. Berkurangnya simpanan glukosa dan menurunnya produksi glukosa
Neonatus yang mempunyai risiko untuk keadaan ini:
- PJT atau KMK
- BKB (prematur) atau BLB
- Penundaan pemberian asupan/ puasa
- Asfiksia perinatal
- Hipotermia dan atau stres dingin
2. Meningkatnya pemakaian glukosa: Hiperinsulinisme
Neonatus yang berisiko untuk keadaan ini:
- IDM : BMK
- Polisitemia
- Eritroblastosis fetalis (isoimunisasi RH-berat)
- Sindroma Beckwith-Wiedemann
- Nesidioblastosis atau adenoma pankreatik
3. Lain-lain:
Insufisiensi adrenal
Sepsis
Penyakit penyimpanan glikogen (glycogen storage diseases)
Transfusi tukar
Penyakit jantung kongenital – hipopituitarisme kongenital
Obat untuk ibu: steroid, beta blocker
Tanda klinis:
- Tidak tenang, gerakan tak beraturan (jittering)
- Sianosis
- Kejang atau tremor
- Letargi dan sulit menyusui
- Asupan yang buruk
Tatalaksana
1. Memantau Kadar Glukosa Darah
Semua neonatus berisiko tinggi harus ditapis:
- Pada saat lahir
- 30 menit setelah lahir
- Kemudian setiap 2-4 jam selama 48 jam atau sampai pemberian minum berjalan baik dan
kadar glukosa normal tercapai.
2. Pencegahan Hipoglikemia
- Menghindari faktor risiko yang dapat dicegah (misalnya hipotermia).
- Pemberian makan enteral merupakan tindakan preventif tunggal paling penting
- Jika bayi tidak mungkin menyusui, mulailah pemberian minum dengan menggunakan sonde
dalam waktu 1-3 jam setelah lahir.
3.Perawatan Hipoglikemia
- Koreksi segera dengan bolus 200 mg/kg dengan dekstrosa 10% = 2 cc/kg dan diberikan
melalui IV selama 5 menit dan diulang sesuai keperluan.
- Infus tak terputus (continual) glukosa 10% dengan kecepatan 6-8 mg/kg/menit harus
dimulai.
4. Hipoglikemia Refraktori
Kebutuhan glukosa > 12 mg/kg/menit menunjukkan adanya hiperinsulinisme. Keadaan ini
dapat diperbaiki dengan:
- Hidrokortison: 5 mg/kg IV atau IM setiap 12 jam
- Glukagon 200 ug IV (segera atau infus berkesinambungan 10 ug/kg/jam).
- Diazoxide 10 mg/kg/hari setiap 8 jam menghambat sekresi insulin pankreas.
B. HIPOTIROID KONGENITAL
Klasifikasi
Levotiroksin Sintesis
• Levotiroksin sintesis mempunyai peranan sebagai pengganti T4 pada pasien dengan
gangguan produksi levotiroksin endogen
• Setelah diabsorpsi, sebanyak 99,96% levotiroksin akan terikat pada protein serum
termasuk tiroksin-binding globulin (TGB), tiroksin-binding prealbumin, dan albumin
Tatalaksana
a. Kelainan Metabolik
Pada saat lahir, neonatus dengan gangguan metabolik biasanya normal, namun
beberapa jam setelah melahirkan timbul tanda-tanda dan gejala-gejala seperti alergi, nafsu
makan yang rendah, konvulsi dan muntah-muntah. Kelainan metabolisme bawaan dapat
terjadi akibat gangguan metabolisme asam amino, gangguan metabolisme lipid atau asam
lemak, gangguan metabolisme karbohidrat dan gangguan metabolisme mukopolisakarida.
- Galaktosemi
Pada awalnya mereka tampak normal, tetapi beberapa hari atau beberapa minggu kemudian,
gejala yang muncul adalah nafsu makannya akan berkurang, muntah, diare, tampak kuning
dan pertumbuhannya yang normal terhenti. Hati membesar, di dalam air kemihnya
ditemukan sejumlah besar protein dan asam amino, terjadi pembengkakan jaringan dan
penimbunan cairan dalam tubuh.
Jika pengobatan tertunda, anak akan memiliki tubuh yang pendek dan mengalami
keterbelakangan mental. Dan banyak yang menderita menderita katarak.
- Fenilketonuria
Secara umum gejala ringan maupun berat dari Fenilketonuria antara lain: Pada saat bayi baru
lahir biasanya tidak ditemukan gejala. Kadang bayi tampak mengantuk atau tidak mau
makan, kejang, tremor. Bayi cenderung memiliki kulit, rambut dan mata yang berwarna lebih
terang dibandingkan dengan anggota keluarga lainnya yang tidak menderita penyakit ini.
Beberapa bayi mengalami ruam kulit, perilaku autis dan gangguan pemusatan perhatian serta
hiperaktivitas dan pertumbuhan terhambat. Bayi terlahir dengan kepala yang kecil
(mikrosefalus) dan penyakit jantung. Jika tidak diobati, bayi akan segera mengalami
keterbelakangan mental, yang sifatnya biasanya berat.
- Intoleransi Fruktosa
Gejalanya terlihat saat bayi mulai makan buah atau makanan mengandung sukrosa atau
minum susu formula, kejang, rewel, sulit makan, muntah, ikterik.

b. Kelainan Endokrin
Tanda dan gejala pada kelainan endokrin tergantung pada kerenjar endokrin yang mengalami
kelainan.
- Hipotiroidisme Konginetal
Gejalanya pada bayi baru lahir, hipotiroidisme menyebabkan kretinisme
(hipotiroidisme neonatorum), yang ditandai dengan
rambut kering dan rapuh, ikterik, sulit makan, kehilangan tonus otot, konstipasi, suara
menangis yang serak, selalu mengantuk, bergerak lambat, perawakan pendek, dan
pertumbuhan tulang yang lambat. Jika tidak segera diobati, hipertiroidisme bisa
menyebabkan keterbelakangan mental. Hipotiroidisme congenital dua kali lebih banyak pada
anak laki-laki.
- Hiperplasia Adrenal Kongenital
Gejala klinis tergantung pada jenis kelamin anak. Anak perempuan mengalami alat
kelamin abnormal, klitoris membesar, dan terjadi fusi labia yang dapat menyulitkan penetuan
jenis kelamin saat lahir. Anak laki – laki memiliki alat kelamin normal. Sebagian besar anak
dengan keadaan ini kekurangan mineralokortikoid yang timbul pada minggu pertama karena
kehilangan garam. Khasnya terdapat riwayat muntah dan dehidrasi berat. Beberapa anak
tampak sakit berat yaitu, lemah, muntah, diare, malas minum, dehidrasi dan dapat mematikan
bila tidak dikenali dan diterapi.
- Defisiensi Growth Hormon
Gejalanya pertambahan tinggi lambat atau tidak ada, balita yang tumbuh lambat, perawakan
pendek, perkembangan seksual, sakit kepala, haus berlebih dengan BAK berlebihan,
peningkatan volume urin.

GALAKTOSEMIA
Adalah suatu kelainan metabolik yang diturunkan secara autosomal resesif, dimana
terdapat defisiensi enzim yang mempengaruhi metabolisme gula galaktosa.
Galaktosemia adalah kelainan yang terjadi pada bayi dimana bayi tidak dapat mencerna zat
gula sederhana bernama galaktosa (kadar galaktosa yang tinggi dalam darah). Biasanya
disebabkan oleh kekurangan enzim galaktose 1-fosfat uridil transferase. Kelainan ini
merupakan kelainan bawaan. Galaktosa yaitu gula yang terdapat dalam laktosa (gula pada
susu).

FENILKETONURIA
Merupakan suatu penyakit penderita memiliki asam fenilketonuria yang berlebih
sehingga merusak sistem saraf serta yang mempengaruhi pengolahan protein oleh tubuh
dapat menyebabkan ketidakmampuan belajar sampai keterbelakangan mental. Bayi yang
terlahir dengan fenilketonuria tampak normal, tetapi jika tidak diobati mereka akan
mengalami gangguan perkembangan yang baru terlihat ketika usianya mencapai 1 tahun.
Dalam keadaan normal, fenilalanin diubah menjadi tiroksin dan dibuang dari tubuh. Tanpa
enzim tersebut, fenilalanin akan tertimbun di dalam darah dan merupakan racun bagi otak.
Fenilketonuria pada wanita hamil memberikan dampak yang besar terhadap janin yang
dikandungnya, yaitu menyebabkan keterbelakangan mental dan fisik.

TIROKSIN (thyroxine) atau T4 adalah hormon utama yang dihasilkan dan dikeluarkan oleh
kelenjar tiroid.

INTOLERANSI FRUKTOSA
Intoleransi fruktosa adalah suatu penyakit keturunan dimana tubuh tidak dapat
menggunakan fruktosa karena tidak memiliki enzim fosfofruktaldolase.
Sebagai akibatnya, fruktose 1-fosfatase (yang merupakan hasil pemecahan dari
fruktosa) tertimbun di dalam tubuh, menghalangi pembentukan glikogen dan menghalangi
perubahan glikogen menjadi glukosa sebagai sumber energi.
Mencerna fruktosa atau sukrosa (yang dalam tubuh akan diuraikan menjadi fruktosa,
kedua jenis gula ini terkandung dalam gula meja) dalam jumlah yang lebih. Jika penderita
terus mengkonsumsi fruktosa, bisa terjadi kerusakan ginjal dan hati serta kemunduran mental.

HIPOTIROID KONGENITAL adalah penyakit yang diakibatkan oleh berkurangnya atau


tidak diproduksinya hormon tiroid setelah bayi lahir.
Hormon tiroid adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid (kelenjar gondok) yang
terletak di bagian depan leher. Produksi hormon tiroid memerlukan bahan baku yodium.
Hormon ini berperan besar dalam proses pertumbuhan seorang anak dan juga dalam beberapa
fungsi penting tubuh yng lain seperti fungsi metabolisme dan pengaturan cairan tubuh

GROWTH HORMONE DEFICIENCY, selanjutnya akan disebut GHD, adalah suatu


kelainan yang terjadi pada kelenjar hipofisis. Pada keadaan ini, kelenjar hipofisis tidak dapat
memproduksi GH (growth hormone) secara adekuat, sehingga menyebabkan pertumbuhan
yang lebih lambat dari keadaan normal.
Kelenjar Hipofise atau disebut Pituitary Gland merupakan pusat koordinasi semua hormon
yang ada di dalam tubuh. Kelenjar Hipofise terletak diotak tengah

Galaktose 1-Fosfat Uridil Transferase adalah tes darah yang mengukur tingkat zat yang
disebut GALT, yang membantu memecah gula susu dalam tubuh Anda. Rendahnya tingkat
zat ini menyebabkan kondisi yang disebut galaktosemia.

FRUKTOSURIA
Fruktosuria merupakan suatu keadaan yang tidak berbahaya, dimana fruktosa dibuang ke
dalam air kemih. Fruktosuria disebabkan oleh kekurangan enzim fruktokinase yang sifatnya
diturunkan.

KORTISOL adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Hormon ini terlibat dalam
respon stres dan meningkatkan tekanan darah dan kadar gula darah.

ALDOSTERON adalah hormon yang dikeluarkan oleh korteks adrenal yang mempengaruhi
tekanan darah dan keseimbangan garam.

Daftar Pustaka: Léger J. Congenital hypothyroidism: a clinical update of long-term outcome


in young adults. Eur J Endocrinol. 2015;172:R67-R77.

Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir


dr Ineu Nopita SpA, Mkes
Waktu: 22 April 2020 15.00-17.00 WIB
Gangguan napas yang paling sering ialah TTN (Transient Tachypnea of the
Newborn), RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau PMH (Penyakit Membran Hialin) dan
Displasia bronkopulmonar.

Klasifikasi gangguan napas


Tanda Umum
Gejala utama:
• Takipnea, RR > 60x/ mnt
• Retraksi ( sternal, intercostal)
• Pernapasan cuping hidung
• Grunting
• Sianosis pada udara kamar
Manifestasi Klinis lain:
• Warna kulit: kemerahan, pucat atau motling
• sianosis: sentral atau perifer
• Denyut jantung
• Nadi : distal atau sentral
• Perfusi: tekanan darah dan waktu pengisian kapiler (CRT)
Penyebab Gangguan Pernapasan
Obstruksi jalan napas:
– Nasal atau nasofaringeal: obstruksi koanae, edema nasalis, ensefalokel. BBL bernapas
dengan hidung dan dapat menunjukkan gejala distres respirasi apabila ada sesuatu yang
menyumbat lubang hidung (mukus atau masker yang menutupi scat dilakukan terapi sinar)
– Rongga mulut: makroglosi atau mikrognati
– Leher: struma congenital dan higroma kistik
– Laring: laryngeal web, stenosis subglotik, hemangioma, paraliisis medulla spinalis dan
laringomalasia
• Non Kardiopulmonal
✓ hipo/ hipertermia
✓ hipoglikemia
✓ polisitemia
✓ asidosis metabolik
✓ intoksikasi obat
✓ gangguan CNS : perdarahan, asfiksia
✓ penyakit neuromuskular
Penyebab Kardiopulmonal
• Kardiovaskuler
✓ Left sided outflow obstruction
✓ Cyanotic lesion
• Pulmonal
✓ Transient Tachypnea of the Newborn (TTN)
✓ Meconium Aspiration Syndome (MAS)
✓ Pneumonia
✓ Hyaline Membrane Disease (HMD)
Penilaian Gawat Napas dengan Down’s score

• skor < 4. tidak ada gawat napas


• skor 4-7 gawat napas
• skor > 7 ancaman gagal napas ( perlu dilakukan pemeriksaan analisis gas darah
Gambaran pemeriksaan radiologik pada toraks

A. Penyakit Membrane Hialin / Hyaline membrane disease (HMD)=Respiratory


distress syndrome (RDS)
Diagnosis
Anamnesis
• riwayat kelahiran kurang bulan, ibu DM
• riwayat persalinan mengalami asfiksia
• riwayat kelahiran saudara kandung dengan HMD
• riwayat infeksi perinatal
• kehamilan ganda
• hipotiroidism
Pemeriksaan fisis
• Dijumpai dalam 24 jam pertama kehidupan
• Dijumpai sindrom klinis yang ditandai dengan kumpulan gejala: takipnea, grunting,
retraksi dinding dada, sianosis pada udara kamar
• Perhatikan tanda prematuritas
• penyakit dapat menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam pertama
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan foto toraks
• gambaran radiologis yang khas : ground glass
appearance disertai dengan gambaran bronkus di bagian
perifer paru. Terdiri dari 4 stadium
2. Laboratorium
• darah tepi lengkap dan kultur darah
• analisis gas darah
• elektrolit, terutama glukosa, kalium dan kalsium
Tatalaksana
• Tatalaksana Umum
- Jaga jalan napas tetap bersih dan terbuka
- Terapi oksigen sesuai dengan kondisi
- Antibiotika
- Pemberian infus cairan intravena
- Pemberian nutrisi bertahap diusahakan ASI
• Khusus
- Pemberian surfaktan; bila memenuhi persyaratan, obat tersedia, ada fasilitas
NICU
B. Meconium Aspiration Syndromes
Amnamnesis
• kontrol kehamilan ( prenatal care)
✓ maternal diabetes
✓ hipertensi dalam kehamilan
✓ pre eklampsia
• masalah saat kehamilan/ persalinan
• warna cairan amnion
Pemeriksaan fisis
• Takipnea
• Penapasan cuping hidung
• Grunting
• Retraksi
• Apnea/ pola napas ireguler
• Penurunan suara napas/ ronkhi
• Penilaian warna kulit: pucat, sianosis atau kulit berwarna mekoneal
• Foto toraks :
• peningkatan diameter anteroposterior
• hiperinflasi
• atelektasis
• pneumotoraks
• diafragma mendatar
Tatalaksana khusus
• Hisap lendir berkala dan fibrasi dada
• bronchial washing untuk mengeluarkan residu mekonium jika terintubasi
• Antibiotika spektrum luas (Ampisilin dan gentamisin)
• penggunaan CPAP
C. Transient Tachypnea Of The Newborn (TTN)
• Diagnosis gawat napas yang sering terjadi
• Disebabkan karena pembersihan cairan amnion dari paru yang tidak efektif saat
kelahiran ( gagalnya masa transisi)
• seringkali tampak saat kelahiran atau beberapa saat kemudian
• Faktor resiko:
✓ persalinan yang cepat, seksio sesaria
✓ makrosomia
✓ laki laki
✓ partus lama
✓ pemberian sedasi berlebih
✓ nilai apgar skor rendah
Pemeriksaan fisis
• takipnea
• takikardia
• pernapasan cuping hidung
• grunting
• retraksi
• ronki halus
• sianosis
Pemeriksaan foto toraks
• perihilar streaking
• kardiomegali ringan
• peningkatan volume paru
• cairan pada fisura minor
• efusi pleura
Tatalaksana
• pemberian oksigen
• penghentian pemberian cairan per oral bila sesak, segera berikan cairan intravena
• pemberian susu dapat diberikan bila sesak membaik
• dapat terjadi resolusi dalam 12-24 jam, biasanya tidak lebih dari 72 jam

Daftar Pustaka: Efendi D, Sari D, Riyantini Y, Novardian, Anggur D, Lestari P.


PEMBERIAN POSISI (POSITIONING) DAN NESTING PADA BAYI PREMATUR:
EVALUASI IMPLEMENTASI PERAWATAN DI NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT
(NICU) 22 (3), 169–181. Jurnal Keperawatan Indonesia. 2019

Anda mungkin juga menyukai