Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN PREMATUR PRAKTIK

PENDIDIKAN PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN


ANAK SEMESTER GANJIL 2022-2023

NAMA : NISRINA ANDHANI PUTRI


NPM : 224291517010

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS NASIONAL
2022/2023
A. Definisi Prematur
Persalinan prematur mengacu pada persalinan dari hari pertama
periode menstruasi terakhir dan dalam 20 hingga < 37 minggu kehamilan.
Bayi prematur biasanya lebih ringan atau kurus. Bayi prematur memang
sering terlahir dengan berat yang rendah, tetapi tidak semua yang terlahir
dengan berat badan rendah termasuk bayi prematur (Lesstari, 2021). Bayi
BBLR diketahui memiliki rentang berat antara 1.500-2.500 gram saat
lahir. Dalam perawatannya, bayi prematur harus segera dimasukkan
dalam inkubator karena organ tubuhnya masih banyak yang belum
sempurna dan ketika bayi prematur sudah diperbolehkan pulang,
orang tua juga harus selalu memperhatikan kondisi dan suhu bayi.
Berbeda dengan bayi BBLR, sebagian besar sudah tidak ditempatkan lagi
dalam inkubator karena hampir semua organ bayi telah terbentuk
sempurna, tetapi jika berat badan terlalu rendah kemungkinan bisa masuk
inkubator (Arum dan Riana, 2021).
B. Etiologi
Penyebab kelahiran bayi prematur sampai saat ini belum
diketahui secara pasti, namun banyak faktor yang menjadi dasar
terjadinya kelahiran bayi prematur. Dari faktor ibu diantarannya
disebabkan oleh preeklampsia, anemia, kurang gizi, riwayat persalinan
prematur, jarak kelahiran terlalu dekat dan usia ibu. Dari faktor janin
diantarannya kejadian kehamilan ganda, ketuban pecah dini, cacat
bawaan dan penyakit infeksi (misalnya rubella, sifilis, toksoplasmosis)
dan infeksi dalam rahim. Dari faktor lain diantarannya disebabkan oleh
faktor lingkungan yang sering terpapar radiasi atau zat-zat beracun,
terpapar asap rokok berlebihan dan pekerjaan yang sangat melelahkan
(Lestari, 2021).
C. Patofisiologi
Bayi imaturitas pertumbuhan dan perkembangan tidak dapat
menghasilkan kalori dengan meningkatkan metabolisme. Hal ini
dikarenakan tidak adanya atau kurangnya respon terhadap respon
menggigil bayi, sehingga bayi tidak dapat meningkatkan mobilitasnya. Di
bawah tekanan dingin atau suhu lingkungan rendah, sumber utama kalori
adalah thermogenesis nonshiver. Menanggapi rangsangan dingin, tubuh
bayi akan melepaskan norepinefrin, yang menstimulasi metabolisme
lemak di cadangan lemak coklat untuk menghasilkan panas, lalu panas
dibawa oleh darah ke jaringan. Stres dapat menyebabkan hipoksia,
asidosis metabolik, dan hipoglikemia. Peningkatan metabolisme sebagai
respon terhadap stres dingin meningkatkan kebutuhan kalori dan
oksigen (Padila dan Agustien,2019). Jika oksigen yang tersedia tidak
dapat memenuhi kebutuhan, maka tekanan oksigen akan menurun
(hipoksia) dan keadaan menjadi lebih buruk karena penurunan oksigen
darah dan kelainan paru-paru (paru-paru yang belum matang) yang
mengakibatkan penurunan volume paru-paru. Hemoglobin fetal (HbF)
dapat mengikat lebih banyak oksigen, sehingga bayi dapat bertahan
dalam waktu lama dengan tekanan oksigen yang lebih rendah, jadi
mungkin dapat membantu dalam situasi ini. Bayi akan merespon stres
dingin dengan melepaskan norepinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi paru. Akibatnya, efektifitas ventilasi paru menjadi
berkurang sehingga menurunkan kadar oksigen dalam darah. Kondisi ini
menghambat metabolisme glukosa dan memicu terjadinya glikolisis
anaerobik, yang menyebabkan peningkatan asam laktat, yang
dikombinasikan dengan metabolisme lemak coklat penghasil asam,
sehingga meningkatkan efek asidosis. Metabolisme anaerobik
menghilangkan lebih banyak glikogen daripada metabolisme aerobik,
yang mempercepat terjadinya hipoglikemia. Hal ini terjadi terutama
ketika simpanan glikogen rendah saat lahir dan asupan kalori rendah atau
tidak mencukupi setelah lahir (Suminto, 2017).
Kemampuan bertahan hidup bayi prematur biasanya kurang baik,
karena struktur anatomi dan fisiologisnya belum matang, serta fungsi
biokimianya tidak seperti bayi yang lebih tua. Kekurangan ini
memengaruhi kemampuan bayi untuk mengatur dan menjaga suhu tubuh
dalam kisaran normal. Bayi berisiko tinggi lainnya juga mengalami
kesulitan yang sama karena adanya hambatan fungsi anatomis,
fisiologis dan biokimia yang berkaitan dengan adanya penyakit. Bayi
prematur atau bayi belum dewasa tidak dapat mempertahankan suhu
tubuhnya dalam kisaran normal, hal ini karena pusat kendali suhu otak
yang belum matang kekurangan cadangan glikogen dan lemak coklat
sebagai sumber kalori. Kekurangan lemak subkutan dan permukaan tubuh
yang relatif lebar akan menyebabkan lebih banyak panas tubuh yang
hilang. Respon menggigil bayi kurang atau tidak ada, sehingga bayi
tidak dapat meningkatkan panas tubuh melalui aktivitas. Selain
itu,terlihat kurang juga pada kontrol reflek kapiler (Carrasco dan
Stafstrom, 2019).
D. Penatalaksanaan
Menurut Handriana (2016), penatalaksanaan tindakan pada bayi
prematur ada
2 yaitu, sebagai berikut :
1) Penatalaksanaan medis
1. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus
selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5˚C-37˚C)
dengan cara meletakkan bayi dalam inkubator serta kelembaban
ruangan juga harus adekuat (70-80%).
2. Pemberian oksigen dengan dilakukan secara hati-hati. Pemberian
terlalu banyak oksigen dapat menimbulkan komplikasi seperti
fibrosis paru, kerusakan retina dan lain-lain.
3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk
mempertahankan homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada
permulaan diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang
disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125 ml/kg
BB/hari. Asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus segera
dikoreksi dengan memberikan NaHC03 secara intravena.
4. Pemberian antibiotik. Bayi prematur perlu mendapatkan antibiotik
untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin
dengan dosis 50.000-100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin 100
mg/kg BB/hari dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.
2) Penatalaksanaan keperawatan
1. Memperhatikan keadaan bayi terkait bahaya kedinginan (cold
injury).
2. Risiko terjadinya gangguan pernapasan.
3. Kesukaran dalam pemberian makanan.
4. Risiko terjadinya infeksi.
5. Memperhatikan kebutuhan rasa aman dan nyaman
(kebutuhan psikologis).

E. Pengkajian
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), penatalaksanaan
keperawatan secara umum yaitu :
a) Pengkajian Keperawatan :
1. Data/identitas pasien
Nama pasien, jenis kelamin, usia, alamat, agama, pendidikan dan
pekerjaan.
2. Keluhan utama
Berupa hal yang dirasakan pasien dan menjadi penyebab utama
pasien berinisiatif melakukan pemeriksaan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan
penyakit yang di rasakan saat ini.
4. Riwayat penyakit terdahulu
Mengkaji kepada pasien mengenai penyakit yang pernah diderita
sebelumnya dan juga mengkaji tentang riwayat pemakaian obat-
obatan pada masa lalu serta ada atau tidaknya riwayat alergi
terhadap jenis obat.
5. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga.
b) Pengkajian Konseptual Gordon :
1. Persepsi kesehatan
Observasi pengetahuan atau pemahaman kesehatan secara umum
kepada pasien.
2. Pola nutrisi metabolik
Observasi pola makan pasien sebelum dan selama sakit, mengkaji
nutrisi pasien.
3. Pola eliminasi
Mengkaji pola BAB dan BAK pasien sebelum dan selama sakit.
4. Pola aktivitas
Mengkaji adanya tanda-tanda kelelahan dengan pemeriksaan
penunjang berupa TTV.
5. Kebutuhan istirahat tidur
Mengkaji pola tidur pasien sebelum dan selama sakit.
6. Pola persepsi kognitif
Mengkaji mengenani pengetahuan pasien tentang penyakit
yang dideritanya saat ini.
7. Pola persepsi diri
Mengkaji persepsi diri pasien meliputi : body image, harga
diri, peran diri, ideal diri dan konsep diri.
8. Pola hubungan sosial
Mengkaji pola komunikasi pasien terhadap keluarga, pasien yang
lainnya dan perawat.
9. Pola seksualitas
Mengkaji kebutuhan seksualitas pasien.
10. Pola mekanisme koping
Mengkaji bagaimana respon pasien terhadap penyakit yang
dideritanya.
c) Pengkajian Terfokus :
1. Keadaan umum :
Perhatikan kesadaran klien dan keadaan umum klien.
2. Tanda-tanda vital :
Normal atau tidaknya TTV, Cek tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi pernapasan dan suhu tubuh klien.
d) Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi) :
1. Hidung
Inspeksi : Perhatikan bentuk, perhatikan apakah terpasang alat
bantu pernapasan atau tidak.
Palpasi : Cek ada tidaknya
nyeri tekan.
2. Leher
Inspeksi : Perhatikan bentuk ada tidaknya ada
benjolan. Palpasi : Cek ada tidaknya nyeri tekan.
3. Dada
Inspeksi : Perhatikan bentuk dada, gerakan napas, perhatikan
ada tidaknya alat bantu napas, perhatikan kemerahan atau
tanda infeksi lainnya pada bagian dada.
Palpasi : Ada tidaknya nyeri tekan, ekspansi dada, denyut apeks
jantung dan taktil fremitus.
Perkusi : Ada tidaknya nada resonansi, hiper resonansi, redup,
datar, atau timpani.
Auskultasi : Ada tidaknya suara
tambahan.
4. Payudara dan ketiak
Inspeksi : Perhatikan bentuk, perhatikan ada tidaknya
benjolan atau massa.
Palpasi : Ada tidaknya
nyeri tekan.
5. Ekstremitas
Inspeksi : Perhatikan bentuk ada tidaknya pembesaran
(edema), perhatikan kemerahan atau tanda infeksi lainnya pada
bagian ekstremitas, perhatikan fungsi pergerakan.
Palpasi : Cek untuk mengetahui sirkulasi perifer,
suhu kulit.
6. Kulit dan kuku
Inspeksi : Perhatikan warna kulit, perhatikan kemerahan atau
tanda infeksi lainnya.
Palpasi : Cek CRT dan
turgor kulit.
7. Keadaan lokal
Perhatikan keadaan lokal klien dilihat dari
satu sisi.
F. Diangnosa
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), Diagnosis keperawatan yang
sering muncul yaitu :
1. Pola napas tidak efektif (0005) b.d hambatan upaya napas d.d pola napas
abnormal.
2. Hipotermia (D.0132) b.d transfer panas meningkat d.d kulit teraba dingin,
menggigil, suhu tubuh dibawah nilai normal, hipoksia dan kutis memorata
(pada neonatus).
3. Risiko ikterik neonatus (D.0035) dibuktikan dengan prematuritas (< 37
minggu).
4. Risiko infeksi (D.0142) dibuktikan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer dan sekunder.

G. Intervensi Keperawatan
Menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) dan Tim Pokja SLKI DPP PPNI
(2019), tujuan dan kriteria hasil serta perencanaan yang dilakukan pada bayi
prematur yaitu :

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
1 Pola Napas Tidak Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
Efektif intervensi selama 1x24 (I.01014)
jam, diharapkan pola Observasi
napas membaik dengan 1. Monitor frekuensi,
kriteria hasil, irama, kedalaman dan
1. Frekuensi napas upaya napas
dari skala 3 2. Monitor pola napas
(sedang) 3. Monitor adanya
ditingkatkan ke sumbatan jalan napas
skala 4 (cukup 4. Monitor saturasi
membaik) oksigen
2. Kedalaman napas Terapeutik
dari skala 3 1. Atur interval
(sedang) pemantauan respirasi
ditingkatkan ke sesuai kondisi pasien
skala 4 (cukup 2. Dokumentasi hasil
membaik) pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2 Hipotermia Setelah dilakukan Manajemen Hipotermia
intervensi selama 1x24 (1.14507)
jam, diharapkan Observasi
termoregulasi 1. Monitor suhu tubuh
membaik dengan 2. Identifikasi penyebab
kriteria hasil, hipotermia (mis.
1. Menggigil dari kekurangan lemak
skala 3 (sedang) subkutan)
ditingkatkan ke 3. Monitor tanda dan
skala 4 (cukup gejala akibat hipotermia
menurun) (mis. reflek menurun)
2. Suhu tubuh dari Terapeutik
skala 3 (sedang) 1. Sediakan lingkungan
ditingkatkan ke yang hangat (mis.
skala 4 (cukup inkubator)
membaik) 2. Lakukan penghangatan
3. Suhu kulit dari pasif (mis. selimut,
skala 3 (sedang) penutup kepala)
ditingkatkan ke 3. Lakukan penghangatan
skala 4 (cukup internal (mis. infus
membaik) cairan hangat, oksigen
hangat, lavase
peritoneal dengan cairan
hangat)
3 Risiko 1kterik Setelah dilakukan Perawatan Neonatus
Neonatus intervensi selama 1x24 (1.03132)
jam, diharapkan Observasi
integritas kulit dan 1. Identifikasi kondisi
jaringan meningkat awal bayi setelah lahir
meningkat kriteria (mis. kecukupan bulan,
hasil, mengangis spontan)
1. Elastisitas dari 2. Monitor tanda vital
skala 3 (sedang) bayi (terutama suhu)
ditingkatkan ke Terapeutik
skala 4 (cukup 1. Oleskan baby oil untuk
meningkat) mempertahankan
2. Hidrasi dari skala 3 kelembaban kulit
(sedang) 2. Bersihkan tali pusat
ditingkatkan ke dengan air steril
skala 4 (cukup 3. Selimuti untuk
meningkat) mempertahankan
3. Tekstur dari skala 3 kehangatan dan
(sedang) mencegah hipotermia
ditingkatkan ke Edukasi
skala 4 (cukup 1. Anjurkan ibu mencuci
membaik) tangan sebelum
menyentuh bayi
4 Risiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
intervensi selama 1x24 (I.014539)
jam, diharapkan Observasi
tingkat infeksi 1. Monitor tanda dan
menurun dengan gejala infeksi lokal dan
kriteria hasil, sistemik
1. Kemerahan dari Terapeutik
skala 3 (sedang) 1. Batasi jumlah
ditingkatkan ke pengunjung
skala 4 (cukup 2. Cuci tangan sebelum
menurun) dan sesudah kontak
2. Periode menggigil dengan pasien dan
dari skala 3 lingkungan pasien
(sedang) 3. Pertahankan teknik
ditingkatkan ke aseptik pada pasien
skala 4 (cukup berisiko tinggi
menurun) Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imuniasasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, J. 2020. Studi Literatur : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian


Bayi Berat Badan Lahir Rendah. Bandar Lampung: Sarjana Terapan
Kebidanan Metro Jurursan Kebidanan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.

Arum, W. A. dan S. S. Riana. 2021. Tatalaksana pemberian nutrisi pada bayi


prematur untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal. Seminar Nasional
Riset Kedokteran (SENSORIK). 2(1):194-201.

Carrasco, M. dan C. E. Stafstrom. 2019. How early can a seizure happen?


pathophysiological considerations of extremely premature infant brain
development. Developmental Neuroscience. 40(5-6):417-436.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2018. Jumlah Bayi Lahir, Bayi Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR), Dan Bergizi Kurang Di Provinsi Jawa Timur
Menurut Kabupaten Kota, 2018. Surabaya. 2018

Erwin, D. C. 2021. Mari Ketahui Pentingnya Skrining Bagi Bayi Prematur. 2021

Handriana, I. 2016. Keperawatan Anak. Edisi 1. Sindanglaut Cirebon: LovRinz.

Julianti, E., Y. Rustina, dan E. Defi. 2019. Program perencanaan pulang dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu yang melahirkan bayi
prematur merawat bayinya. Jurnal Keperawatan Indonesia. 22(1):74-81.

Lestari, L. 2021. Manajemen asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan


persalinan prematur di rsud ciamis. Tunas-Tunas Riset Kesehatan. 11(1):37-
41.

Padila dan I. Agustien. 2019. Suhu tubuh bayi prematur di inkubator dinding
tunggal dengan inkubator dinding tunggal disertai sungkup. Jurnal
Keperawatan Silampari. 2(2):113-122.

Riskesdas. 2018. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2018.

Suminto, S. 2017. Peranan surfaktan eksogen pada tatalaksana respiratory distress


syndrome bayi prematur. Cermin Dunia Kedokteran. 44(8):568-571.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Cetakan III (Revisi). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi I Cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi I Cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Warliani, M., N. Mayasari, dan F. Soewito. 2020. Mengenal masalah oromotor


pada bayi prematur. Journal of The Indonesian Medical Association.
70(12):278-286.

WHO. 2018. Preterm Birth. 2018.

Anda mungkin juga menyukai