Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PERSALINAN PREMATUR

DI RUANG PERINATOLOGI RSUD dr. SOEBANDI JEMBER

STASE KEPERAWATAN ANAK

oleh
Audrei Jody Tefando, S.Kep
NIM 202311101103

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO
2024
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi Prematur
Persalinan prematur mengacu pada persalinan dari hari pertama periode
menstruasi terakhir dan dalam 20 hingga < 37 minggu kehamilan. Bayi prematur
biasanya lebih ringan atau kurus. Bayi prematur memang sering terlahir dengan
berat yang rendah, tetapi tidak semua yang terlahir dengan berat badan rendah
termasuk bayi prematur (Lesstari, 2021). Bayi BBLR diketahui memiliki rentang
berat antara 1.500-2.500 gram saat lahir. Dalam perawatannya, bayi prematur
harus segera dimasukkan dalam inkubator karena organ tubuhnya masih banyak
yang belum sempurna dan ketika bayi prematur sudah diperbolehkan pulang,
orang tua juga harus selalu memperhatikan kondisi dan suhu bayi. Berbeda
dengan bayi BBLR, sebagian besar sudah tidak ditempatkan lagi dalam inkubator
karena hampir semua organ bayi telah terbentuk sempurna, tetapi jika berat
badan terlalu rendah kemungkinan bisa masuk inkubator (Arum dan Riana,
2021).
B. Review Anatomi Fisiologi
Menurut Warliani dkk (2020), fokus utama anatomi fisiologi pada bayi
prematur yaitu :
1) Sistem Pernapasan
Alveoli pada bayi prematur seringkali berukuran kecil. Kelemahan otot
pernafasan dan susunan saraf pusat pada bayi prematur cukup lemah dan
kurang berkembang. Refleks batuk juga tidak ada pada bayi prematur. Hal
ini dapat menyebabkan penghirupan cairan yang dimuntahkan, dengan
konsekuensi yang serius. Saluran hidung sangat sempit dan dapat
menyebabkan kerusakan pada mukosa hidung. Penting untuk mengingat hal
ini saat memasang tabung nasogastrik atau selang trakea melewati hidung.
Semua bayi baru lahir dan bayi prematur memiliki kecepatan pernapasan
yang berbeda. Pada bayi baru lahir yang beristirahat, kecepatan pernapasan
bisa 60 hingga 80 napas per menit, dan kemudian secara bertahap menurun
ke kecepatan yang mendekati normal 34 hingga 36 menit per menit.
2) Sistem sirkulasi
Jantung relatif kecil saat lahir, dan pada beberapa bayi prematur, jantungnya
lambat dan lemah. Kontraksi dan suara bising terjadi saat lahir atau segera
setelah lahir. Sirkulasi perifer biasanya buruk dan dinding pembuluh darah
lemah. Hal inilah yang menjadi penyebab adanya kecenderungan bayi
prematur mengalami perdarahan intrakranial. Tekanan darah lebih rendah
daripada bayi cukup bulan, dan tinggi badan serta berat badan belum ideal.
Tekanan darah sistolik kira-kira 80 mmHg pada bayi cukup bulan dan 45-60
mmHg pada bayi prematur. Tekanan darah diastolik relatif rendah, berkisar
antara 30-45 mmHg. Denyut nadi juga bervariasi antara 100-160 x/menit.
3) Sistem pencernaan
Reflek menghisap dan menelan melemah pada bayi dengan umur gestasi
yang rendah. Bayi dengan keluhan seperti ini memperlihatkan keadaan otot-
otot sistem pencernaan belum berkembang dengan baik.
4) Sistem urinaria
Saat bayi lahir, fungsi ginjal perlu menyesuaikan diri dengan perubahan
yang ada disekitarnya. Pada bayi prematur seringkali fungsi ginjal
mengalami permasalahan, maka akan terjadi penurunan kemampuan untuk
mengkonsentrasikan urin sehingga pengeluaran urin akan semakin sedikit,
hal ini bisa menyebabkan gangguan pada keseimbangan cairan dan
elektrolit.
5) Sistem persarafan
Derajat maturitas sangat mempengaruhi perkembangan sistem saraf.
Sebagian besar pada bayi prematur terlihat puast pengendali fungsi vital,
pernapasan, suhu tubuh dan pusat reflek masih belum bisa berkembang
dengan optimal.
C. Etiologi
Penyebab kelahiran bayi prematur sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, namun banyak faktor yang menjadi dasar terjadinya kelahiran bayi
prematur. Dari faktor ibu diantarannya disebabkan oleh preeklampsia, anemia,
kurang gizi, riwayat persalinan prematur, jarak kelahiran terlalu dekat dan usia
ibu. Dari faktor janin diantarannya kejadian kehamilan ganda, ketuban pecah
dini, cacat bawaan dan penyakit infeksi (misalnya rubella, sifilis, toksoplasmosis)
dan infeksi dalam rahim. Dari faktor lain diantarannya disebabkan oleh faktor
lingkungan yang sering terpapar radiasi atau zat-zat beracun, terpapar asap rokok
berlebihan dan pekerjaan yang sangat melelahkan (Lestari, 2021).
D. Epidemiologi
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2018 menyebutkan
bahwa setiap tahun terjadi 15 juta kelahiran bayi prematur di seluruh dunia
(WHO, 2018). Sedangkan dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Kementerian Kesehatan pada tahun 2018 menyebutkan bahwa Indonesia
menempati urutan ke 5 sebagai negara dengan kelahiran prematur tinggi yaitu
sekitar 675.700 kelahiran dan menunjukkan, sekitar 48 kelahiran bayi prematur
di Indonesia disebabkan oleh kondisi anemia pada ibu selama kehamilan
(Riskesdas, 2018). Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (2018),
kasus BBLR dibedakan dalam 2 kategori yaitu BBLR premature (usia
kandungan < 37 minggu) dan BBLR intrauterine growth retardation (IUGR)
yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Kasus BBLR
dengan IUGR umumnya disebabkan karena status gizi ibu hamil yang buruk atau
menderita sakit yang memperberat kehamilan. Kasus BBLR memang masih
menjadi kasus yang cukup serius. Di jawa timur tepatnya kabupaten jember
masih menempati peringkat pertama dengan rata-rata angka kelahiran 36.137
serta sebanyak 1887 bayi yang dilahirkan menderita BBLR prematur dan IUGR,
diikuti kabupaten malang dengan angka kelahiran 38.526 dan sebanyak 1.261
bayi menderita BBLR prematur dan IUGR.
E. Manifestasi Klinis
Menurut Agustin (2020), tanda dan gejala utama yang bisa dilihat pada bayi
prematur, sebagai berikut :
1) Umur kehamilan ≤ 37 minggu.
2) Berat badan ≤ 2500 gram .
3) Panjang badan ≤ 46 cm.
4) Lingkar kepala ≤ 33 cm.
5) Lingkar dada ≤ 30 cm
6) Rambut halus yang tumbuh di tubuh janin saat masih di dalam kandungan
(lanugo) masih terlihat banyak.
7) Jaringan lemak subkutan tipis.
8) Tulang rawan daun telinga belum tumbuh sempurna.
9) Tumit mengkilap dan telapak kaki halus.
10) Terlihat genetalia belum sempurna. Pada bayi laki-laki testis belum turun ke
dalam skrotum dan pigmentasi pada area skrotum juga kurang. Pada bayi
perempuan terlihat labia minora belum tertutup oleh labia mayora dan
klitoris menonjol.
11) Pergerakan tidak aktif dikarenakan tonus otot masih lemah.
12) Tangisan lemah.
13) Fungsi saraf belum efektif.
14) Jaringan kelenjar mamae kurang terlihat akibat kurangnya pertumbuhan otot
dan jaringan lemak.
F. Patofisiologi / Web of Causation
Bayi imaturitas pertumbuhan dan perkembangan tidak dapat menghasilkan
kalori dengan meningkatkan metabolisme. Hal ini dikarenakan tidak adanya atau
kurangnya respon terhadap respon menggigil bayi, sehingga bayi tidak dapat
meningkatkan mobilitasnya. Di bawah tekanan dingin atau suhu lingkungan
rendah, sumber utama kalori adalah thermogenesis nonshiver. Menanggapi
rangsangan dingin, tubuh bayi akan melepaskan norepinefrin, yang menstimulasi
metabolisme lemak di cadangan lemak coklat untuk menghasilkan panas, lalu
panas dibawa oleh darah ke jaringan. Stres dapat menyebabkan hipoksia, asidosis
metabolik, dan hipoglikemia. Peningkatan metabolisme sebagai respon terhadap
stres dingin meningkatkan kebutuhan kalori dan oksigen (Padila dan Agustien,
2019). Jika oksigen yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan, maka
tekanan oksigen akan menurun (hipoksia) dan keadaan menjadi lebih buruk
karena penurunan oksigen darah dan kelainan paru-paru (paru-paru yang belum
matang) yang mengakibatkan penurunan volume paru-paru. Hemoglobin fetal
(HbF) dapat mengikat lebih banyak oksigen, sehingga bayi dapat bertahan dalam
waktu lama dengan tekanan oksigen yang lebih rendah, jadi mungkin dapat
membantu dalam situasi ini. Bayi akan merespon stres dingin dengan melepaskan
norepinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi paru. Akibatnya, efektifitas
ventilasi paru menjadi berkurang sehingga menurunkan kadar oksigen dalam
darah. Kondisi ini menghambat metabolisme glukosa dan memicu terjadinya
glikolisis anaerobik, yang menyebabkan peningkatan asam laktat, yang
dikombinasikan dengan metabolisme lemak coklat penghasil asam, sehingga
meningkatkan efek asidosis. Metabolisme anaerobik menghilangkan lebih
banyak glikogen daripada metabolisme aerobik, yang mempercepat terjadinya
hipoglikemia. Hal ini terjadi terutama ketika simpanan glikogen rendah saat lahir
dan asupan kalori rendah atau tidak mencukupi setelah lahir (Suminto, 2017).
Kemampuan bertahan hidup bayi prematur biasanya kurang baik, karena
struktur anatomi dan fisiologisnya belum matang, serta fungsi biokimianya tidak
seperti bayi yang lebih tua. Kekurangan ini memengaruhi kemampuan bayi untuk
mengatur dan menjaga suhu tubuh dalam kisaran normal. Bayi berisiko tinggi
lainnya juga mengalami kesulitan yang sama karena adanya hambatan fungsi
anatomis, fisiologis dan biokimia yang berkaitan dengan adanya penyakit. Bayi
prematur atau bayi belum dewasa tidak dapat mempertahankan suhu tubuhnya
dalam kisaran normal, hal ini karena pusat kendali suhu otak yang belum matang
kekurangan cadangan glikogen dan lemak coklat sebagai sumber kalori.
Kekurangan lemak subkutan dan permukaan tubuh yang relatif lebar akan
menyebabkan lebih banyak panas tubuh yang hilang. Respon menggigil bayi
kurang atau tidak ada, sehingga bayi tidak dapat meningkatkan panas tubuh
melalui aktivitas. Selain itu,terlihat kurang juga pada kontrol reflek kapiler
(Carrasco dan Stafstrom, 2019).

Clinical Pathway

Bayi prematur

Inadekuat Kekurangan Kesulitan Sistem imun


surfaktan lemak subkutan transisi belum sempurna

Alveolus kempis Kulit lebih tipis Reflek menelan, Kekebalan


mencerna tubuh menurun
makanan tidak
Ventilasi Transfer panas
baik
berkurang meningkat Rentan terkena
paparan patogen
lingkungan
Usaha napas Hipotermia Risiko Aspirasi
meningkat
Risiko Infeksi
Takipnea

Pola Napas
Tidk Efektif
G. Komplikasi
Menurut Handriana (2016), sebagaian besar komplikasi akibat dari bayi
prematur antara lain :
1) Pneumotoraks.
2) Pulmonary interstitial dysplasia.
3) Patent ductus arterious (PDA).
4) Hipotensi.
5) Asidosis.
6) Hiponatremi/hipernatremi.
7) Hipokalemi.
8) Hipoglikemi.
9) Intraventricular hemorahage.
10) Retinopathy.
11) Infeksi sekunder.
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Erwin (2021), pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada
bayi prematur meliputi :
1) Pemeriksaan nilai Apgar
Pemeriksaan fisik bayi yang umum dilakukan sesaat setelah lahir, ketika
nilai Apgar rendah sering kali bayi akan dirawat di ruang NICU.
2) Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan jantung, peru-paru, sistem
pencernaan, sistem saraf, saluran kemih dan kulit.
3) Pemeriksaan penunjang
Tes darah lengkap, tes urin, USG dan rontgen. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk mengevaluasi kondisi kesehatan bayi prematur.
4) Pemeriksaan mata
Retinopathy of prematurity (ROP) merupakan gangguan mata yang banyak
dialami oleh bayi prematur. Pemeriksaan ini dilakukan apabila bayi prematur
lahir sebelum usia kandungan 30 minggu serta berat badan lahir dibawah 1,5
kg maka untuk mendeteksi adanya ROP dilakukan setelah bayi berusia 4
minggu dan pada bayi prematur yang lahir setelah usia kandungan 30
minggu pemeriksaan ROP ini dilakukan saat bayi berusia 2 minggu.
5) Skrining indera pendengaran
Pemeriksaan ini dilakukan secepat mungkin pada bayi prematur, paling lama
1 minggu setelah bayi dilahirkan.
6) Skrining hipotroid
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi secara dini pada bayi prematur
apakah mengalami kondisi yang sering disebut hipotiroid konginetal.
7) Pemeriksaan genetik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya kelainan genetik atau
penyakit bawaan lahir.

I. Penatalaksanaan
Menurut Handriana (2016), penatalaksanaan tindakan pada bayi prematur
ada 2 yaitu, sebagai berikut :
1) Penatalaksanaan medis
1. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5˚C-37˚C) dengan cara
meletakkan bayi dalam inkubator serta kelembaban ruangan juga harus
adekuat (70-80%).
2. Pemberian oksigen dengan dilakukan secara hati-hati. Pemberian terlalu
banyak oksigen dapat menimbulkan komplikasi seperti fibrosis paru,
kerusakan retina dan lain-lain.
3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan
glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat
badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. Asidosis metabolik yang selalu
dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara
intravena.
4. Pemberian antibiotik. Bayi prematur perlu mendapatkan antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis
50.000-100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari dengan
atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.
2) Penatalaksanaan keperawatan
1. Memperhatikan keadaan bayi terkait bahaya kedinginan (cold injury).
2. Risiko terjadinya gangguan pernapasan.
3. Kesukaran dalam pemberian makanan.
4. Risiko terjadinya infeksi.
5. Memperhatikan kebutuhan rasa aman dan nyaman (kebutuhan
psikologis).
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Assesment/Pengkajian
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), penatalaksanaan keperawatan
secara umum yaitu :
a) Pengkajian Keperawatan :
1. Data/identitas pasien
Nama pasien, jenis kelamin, usia, alamat, agama, pendidikan dan
pekerjaan.
2. Keluhan utama
Berupa hal yang dirasakan pasien dan menjadi penyebab utama pasien
berinisiatif melakukan pemeriksaan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini.
4. Riwayat penyakit terdahulu
Mengkaji kepada pasien mengenai penyakit yang pernah diderita
sebelumnya dan juga mengkaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan
pada masa lalu serta ada atau tidaknya riwayat alergi terhadap jenis
obat.
5. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga.
b) Pengkajian Konseptual Gordon :
1. Persepsi kesehatan
Observasi pengetahuan atau pemahaman kesehatan secara umum kepada
pasien.
2. Pola nutrisi metabolik
Observasi pola makan pasien sebelum dan selama sakit, mengkaji
nutrisi pasien.
3. Pola eliminasi
Mengkaji pola BAB dan BAK pasien sebelum dan selama sakit.

4. Pola aktivitas
Mengkaji adanya tanda-tanda kelelahan dengan pemeriksaan penunjang
berupa TTV.
5. Kebutuhan istirahat tidur
Mengkaji pola tidur pasien sebelum dan selama sakit.
6. Pola persepsi kognitif
Mengkaji mengenani pengetahuan pasien tentang penyakit yang
dideritanya saat ini.
7. Pola persepsi diri
Mengkaji persepsi diri pasien meliputi : body image, harga diri, peran
diri, ideal diri dan konsep diri.
8. Pola hubungan sosial
Mengkaji pola komunikasi pasien terhadap keluarga, pasien yang
lainnya dan perawat.
9. Pola seksualitas
Mengkaji kebutuhan seksualitas pasien.
10. Pola mekanisme koping
Mengkaji bagaimana respon pasien terhadap penyakit yang dideritanya.
c) Pengkajian Terfokus :
1. Keadaan umum :
Perhatikan kesadaran klien dan keadaan umum klien.
2. Tanda-tanda vital :
Normal atau tidaknya TTV, Cek tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi pernapasan dan suhu tubuh klien.
d) Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi) :
1. Hidung
Inspeksi : Perhatikan bentuk, perhatikan apakah terpasang alat bantu
pernapasan atau tidak.
Palpasi : Cek ada tidaknya nyeri tekan.
2. Leher
Inspeksi : Perhatikan bentuk ada tidaknya ada benjolan.
Palpasi : Cek ada tidaknya nyeri tekan.
3. Dada
Inspeksi : Perhatikan bentuk dada, gerakan napas, perhatikan ada
tidaknya alat bantu napas, perhatikan kemerahan atau tanda infeksi
lainnya pada bagian dada.
Palpasi : Ada tidaknya nyeri tekan, ekspansi dada, denyut apeks jantung
dan taktil fremitus.
Perkusi : Ada tidaknya nada resonansi, hiper resonansi, redup, datar,
atau timpani.
Auskultasi : Ada tidaknya suara tambahan.
4. Payudara dan ketiak
Inspeksi : Perhatikan bentuk, perhatikan ada tidaknya benjolan atau
massa.
Palpasi : Ada tidaknya nyeri tekan.
5. Ekstremitas
Inspeksi : Perhatikan bentuk ada tidaknya pembesaran (edema),
perhatikan kemerahan atau tanda infeksi lainnya pada bagian
ekstremitas, perhatikan fungsi pergerakan.
Palpasi : Cek untuk mengetahui sirkulasi perifer, suhu kulit.
6. Kulit dan kuku
Inspeksi : Perhatikan warna kulit, perhatikan kemerahan atau tanda
infeksi lainnya.
Palpasi : Cek CRT dan turgor kulit.
7. Keadaan lokal
Perhatikan keadaan lokal klien dilihat dari satu sisi.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), Diagnosis keperawatan yang
sering muncul yaitu :
1. Pola napas tidak efektif (0005) b.d hambatan upaya napas d.d pola napas
abnormal.
2. Hipotermia (D.0132) b.d transfer panas meningkat d.d kulit teraba dingin,
menggigil, suhu tubuh dibawah nilai normal, hipoksia dan kutis memorata
(pada neonatus).
3. Risiko ikterik neonatus (D.0035) dibuktikan dengan prematuritas (< 37
minggu).
4. Risiko infeksi (D.0142) dibuktikan dengan ketidakadekuatan pertahanan
tubuh primer dan sekunder.
C. Intervensi Keperawatan
Menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) dan Tim Pokja SLKI DPP PPNI
(2019), tujuan dan kriteria hasil serta perencanaan yang dilakukan pada bayi
prematur yaitu :

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil

1 Pola Napas Tidak Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi


Efektif intervensi selama 1x24 (I.01014)
jam, diharapkan pola Observasi
napas membaik dengan 1. Monitor frekuensi,
kriteria hasil, irama, kedalaman dan
1. Frekuensi napas upaya napas
dari skala 3 2. Monitor pola napas
(sedang) 3. Monitor adanya
ditingkatkan ke sumbatan jalan napas
skala 4 (cukup 4. Monitor saturasi
membaik) oksigen
2. Kedalaman napas Terapeutik
dari skala 3 1. Atur interval
(sedang) pemantauan respirasi
ditingkatkan ke sesuai kondisi pasien
skala 4 (cukup 2. Dokumentasi hasil
membaik) pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2 Hipotermia Setelah dilakukan Manajemen Hipotermia
intervensi selama 1x24 (I.14507)
jam, diharapkan Observasi
termoregulasi 1. Monitor suhu tubuh
membaik dengan 2. Identifikasi penyebab
kriteria hasil, hipotermia (mis.
1. Menggigil dari kekurangan lemak
skala 3 (sedang) subkutan)
ditingkatkan ke 3. Monitor tanda dan
skala 4 (cukup gejala akibat hipotermia
menurun) (mis. reflek menurun)
2. Suhu tubuh dari Terapeutik
skala 3 (sedang) 1. Sediakan lingkungan
ditingkatkan ke yang hangat (mis.
skala 4 (cukup inkubator)
membaik) 2. Lakukan penghangatan
3. Suhu kulit dari pasif (mis. selimut,
skala 3 (sedang) penutup kepala)
ditingkatkan ke 3. Lakukan penghangatan
skala 4 (cukup internal (mis. infus
membaik) cairan hangat, oksigen
hangat, lavase
peritoneal dengan cairan
hangat)
3 Risiko Ikterik Setelah dilakukan Perawatan Neonatus
Neonatus intervensi selama 1x24 (I.03132)
jam, diharapkan Observasi
integritas kulit dan 1. Identifikasi kondisi
jaringan meningkat awal bayi setelah lahir
meningkat kriteria (mis. kecukupan bulan,
hasil, mengangis spontan)
1. Elastisitas dari 2. Monitor tanda vital
skala 3 (sedang) bayi (terutama suhu)
ditingkatkan ke Terapeutik
skala 4 (cukup 1. Oleskan baby oil untuk
meningkat) mempertahankan
2. Hidrasi dari skala 3 kelembaban kulit
(sedang) 2. Bersihkan tali pusat
ditingkatkan ke dengan air steril
skala 4 (cukup 3. Selimuti untuk
meningkat) mempertahankan
3. Tekstur dari skala 3 kehangatan dan
(sedang) mencegah hipotermia
ditingkatkan ke Edukasi
skala 4 (cukup 1. Anjurkan ibu mencuci
membaik) tangan sebelum
menyentuh bayi
4 Risiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
intervensi selama 1x24 (I.014539)
jam, diharapkan Observasi
tingkat infeksi 1. Monitor tanda dan
menurun dengan gejala infeksi lokal dan
kriteria hasil, sistemik
1. Kemerahan dari Terapeutik
skala 3 (sedang) 1. Batasi jumlah
ditingkatkan ke pengunjung
skala 4 (cukup 2. Cuci tangan sebelum
menurun) dan sesudah kontak
2. Periode menggigil dengan pasien dan
dari skala 3 lingkungan pasien
(sedang) 3. Pertahankan teknik
ditingkatkan ke aseptik pada pasien
skala 4 (cukup berisiko tinggi
menurun) Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imuniasasi, jika perlu
D. Discharge Planning Keperawatan
Pemberian edukasi salah satunya terkait program menyusui dan perawatan
metode kanguru dalam perencanaan pulang sejak bayi dirawat di rumah sakit
sampai bayi diperbolehkan pulang perlu penerapan yang konsisten. Informasi
bisa diberikan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan ibu dan bisa
disampaikan dengan menggunakan media audiovisual ataupun booklet.
Diharapkan nantinya informasi yang disampaikan dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan ibu dalam merawat bayi prematurnya di rumah
(Julianti dkk., 2019).
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, J. 2020. Studi Literatur : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Bayi


Berat Badan Lahir Rendah. Bandar Lampung: Sarjana Terapan Kebidanan
Metro Jurursan Kebidanan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.

Arum, W. A. dan S. S. Riana. 2021. Tatalaksana pemberian nutrisi pada bayi


prematur untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal. Seminar Nasional
Riset Kedokteran (SENSORIK). 2(1):194–201.

Carrasco, M. dan C. E. Stafstrom. 2019. How early can a seizure happen?


pathophysiological considerations of extremely premature infant brain
development. Developmental Neuroscience. 40(5–6):417–436.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2018. Jumlah Bayi Lahir, Bayi Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR), Dan Bergizi Kurang Di Provinsi Jawa Timur Menurut
Kabupaten Kota, 2018. Surabaya. 2018

Erwin, D. C. 2021. Mari Ketahui Pentingnya Skrining Bagi Bayi Prematur. 2021

Handriana, I. 2016. Keperawatan Anak. Edisi 1. Sindanglaut Cirebon: LovRinz.

Julianti, E., Y. Rustina, dan E. Defi. 2019. Program perencanaan pulang dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu yang melahirkan bayi prematur
merawat bayinya. Jurnal Keperawatan Indonesia. 22(1):74–81.

Lestari, L. 2021. Manajemen asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan persalinan
prematur di rsud ciamis. Tunas-Tunas Riset Kesehatan. 11(1):37–41.

Padila dan I. Agustien. 2019. Suhu tubuh bayi prematur di inkubator dinding tunggal
dengan inkubator dinding tunggal disertai sungkup. Jurnal Keperawatan
Silampari. 2(2):113–122.

Riskesdas. 2018. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2018.

Suminto, S. 2017. Peranan surfaktan eksogen pada tatalaksana respiratory distress


syndrome bayi prematur. Cermin Dunia Kedokteran. 44(8):568–571.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Cetakan III (Revisi). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi I
Cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi I
Cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Warliani, M., N. Mayasari, dan F. Soewito. 2020. Mengenal masalah oromotor pada
bayi prematur. Journal of The Indonesian Medical Association. 70(12):278–286.

WHO. 2018. Preterm Birth. 2018.

Anda mungkin juga menyukai