Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bayi Prematur

2.1.1 Pengertian

Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi pada usia

kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan

berat janin kurang dari 2500 gram (Prawirohardjo, 2010). Prematuritas

adalah suatu keadaan yang belum matang, yang ditemukan pada bayi yang

lahir pada saat usia kehamilan belum mencapai 37 minggu. Prematuritas

(terutama prematuritas yang ekstrim) merupakan penyebab utama dari

kelainan dan kematian pada bayi baru lahir. Beberapa organ dalam bayi

mungkin belum berkembang sepenuhnya sehingga bayi memiliki resiko

tinggi menderita penyakit tertentu (Hidayat, 2011).

Bayi prematur adalah bayi yang lahir hidup sebelum usia

kehamilan 37 minggu tanpa memandang berat badan lahir. berdasarkan

usia gestasi, bayi prematur tergolong menjadi tiga yaitu, extremely

preterm (usia kehamilan < 28 minggu), very preterm (usia 28 - < 32

minggu) dan moderate to late preterm (usia 32 - < 37minggu) (WHO,

2015).

2.1.2 Penyebab terjadinya prematuritas

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terhadap kelahiran bayi

prematur dilihat dari faktor ibu yaitu toksemia gravidarum (preeklamsia

dan eklamsia), kelainan bentuk uterus (uterus bikornis, inkompeten

10
11

serviks), tumor (mioma uteri, sistoma), ibu yang menderita penyakit akut

(tifus abdominalis, malaria) dan kronis (TBC, jantung), trauma pada masa

kehamilan antara lain fisik (jatuh) dan psikologis (stres), usia ibu pada

waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, ibu-ibu yang

sebelumnya telah melahirkan lebih dari 4 anak dan malnutrisi. Faktor janin

yaitu kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini (KPD), cacat

bawaan, infeksi (Ruberella, sifilis, toksoplasma), inkompatibilitas darah

ibu dan janin (faktor rhesus, gol. darah ABO). Dari faktor plasenta yaitu

plasenta previa dan solutio plasenta (Manuaba, 2008).

2.1.3 Karakteristik Bayi Prematur

Tanda klinis atau penampilan bayi prematur sangat bervariasi,

bergantung pada usia kehamilan saat bayi dilahirkan. Tanda dan gejala

bayi prematur yaitu umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37

minggu, berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram, panjang

badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, kuku panjangnya belum

melewati ujung jari, batas dahi dan rambut kepala tidak jelas, lingkar

kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan

atau kurang 30 cm, rambut lanugo masih banyak, dan jaringan lemak

subkutan tipis atau kurang (Wong, 2009).

Menurut Manuaba (2007) dalan Intan (2009), tulang rawan daun

telinga belum sempurna pertumbuhannya, sehingga seolah-olah tidak

teraba tulang rawan dan daun telinga mengilap, telapak kaki halus, alat

kelamin pada bayi laki-laki testis belum turun dan pada bayi perempuan

labia minora belum tertutup oleh labia mayora,tonus otot lemah sehingga
12

bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah, fungsi saraf yang belum atau

kurang matang, mengakibatkan refleks isap, menelan dan batuk masih

lemah atau tidak efektif, dan tangisannya lemah, jaringan kelenjar mamae

masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak masih kurang,

verniks kaseosa tidak ada atau sedikit.

2.1.4 Adaptasi Bayi Prematur Terhadap Lingkungan Ekstrauteerin

Menurut Wong (2009) dalam Bayuningsih (2011), Bayi yang baru

dilahirkan akan mengalami perubahan lingkungan yang sangat cepat, dari

kondisi dalam uterus ke lingkungan ekstrauterin. Terdapat mekanisme

adaptasi sistem tubuh bayi prematur terhadap lingkungan eksternal, yaitu :

a. Sistem respirasi

Perubahan yang paling kritis pada bayi prematur dan harus

segera dilakukan adalah proses bernapas. Proses bernapas dapat

dirangsang oleh beberapa faktor diantaranya faktor komiawi dan suhu.

Faktor kimiawi seperti oksigen yang rendah, karbondioksida yang

tinggi dan pH yang rendah. Faktor suhu adalah suhu turun (dingin)

mendadak pada bayi saat keluar dari lingkungan hangat pada rahim

ibu.

Proses respirasi juga dipengaruhi oleh cairan surfaktan yang

ada di dalam paru-paru. Cairan surfatan yaitu senyawa fosfolipid yang

dihasilkan oleh epitel alveoli yang melapisi permukaan alveoli yang

berfungsi untuk mengurangi tegangan permukaan cairan yang melapisi

alveoli dan jalan napas yang membantu proses pengembangan paru-

paru saat respirasi dan mencegah terjadinya kolaps alveoli saat


13

ekspirasi. Pada bayi prematur pembentukan cairan surfaktan dan

perkembangan alveoli belum sempurna, kondisi ini menyebabkan bayi

prematur beresiko mengalami distres pernapasan dan tentunya akan

mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh lainnya seperti HMD (Hyalin

Membran Disease).

b. Sistem Kardiovaskuler

Kerja jantung pada bayi baru lahir didominasi oleh ventrikel

kanan, hal ini mengakibatkan dinding ventrikel kanan lebih tebal,

tetapi seiring dengan menurunnya tegangan permukaan paru, maka

akan mengubah sirkulasi bayi dan akibatnya dinding ventrikel kanan

lebih tipis. Kontraktilitas otot-otot jantung akan meningkat seiring

dengan meningkatnya kebutuhan metabolisme dalam tubuh. Diikuti

peningkatan pembuluh darah jantung. Pada bayi prematur kemampuan

kontraktilitas otot-otot jantung lebih tinggi dibandingkan dengan bayi

aterem. Kontraktilitas jantung merupakan bentuk cardiac output yang

menghasilkan frekuensi nadi lebih cepat jika cardiac output

meningkat.

c. Termoregulasi

Termoregulasi merupakan pengaturan suhu yang

menyeimbangkan antara produksi dan hilangnya panas. Perubahan

suhu lingkungan yang dialami neonatus cukup drastis, mulai dari suhu

dalam rahim sekitar 37oC hingga berada dilingkungan ekstrauterin

dengan suhu 21oC-25oC. Konsenkuaensi yang terjadi apabila bayi

mengalami gangguan termoregulasi yaitu hopotermi yang mengancam


14

keselamatan bayi. Hal ini dikarenakan terjadi stres pada bayi sehingga

menimbulkan bahaya bagi neonatus yaitu hipoksia, asidosis metabolic

dan hipoglikemia. Hipotermi adalah penurunan suhu tubuh bayi

kurang dari 36 oC pada bayi aterem dan penurunan suhu kurang dari

36,5oC-37 oC pada bayi preterm. Tanda-tanda bayi yang mengalami

hipotermi adalah kaki terasa dingin, letargi, menangis lemah,

kemampuan menghisap rendah, kulit pusat, sianosis, takipnea dan

takikardi.

d. Sistem Gastrointestinal

Menurut Wong (2009), pada bayi prematur beberapa enzim

pencernaan seperti amylase pancreas masih sangat kurang, hal ini akan

menyebabkan absorbs lemak menjadi sangat terbatas, terutama saat

ingesti makanan dan kandungan asam lemak jenuh tinggi seperti susu

sapi. Fungsi organ pencernaan masih banyak mengalami imaturitas.

Kondisi ini akan mempengaruhi terhadap proses pencernaan di sisi

lain, fingsi system pencernaan dibutuhkan segera setelah bayi lahir

untuk memenuhi kebutuhan energi, nutrisi dan cairan. Oleh karena itu

pemberian nutrisi yang tidak adekuat pada neonatus dapat

menimbulkan masalah yang serius dan mengancam kehidupan bayi.

e. Hati

Fungsi hati pada bayi prematur belum adekuat dalam

membentuk protein plasma. Hal ini memungkinkan terjadinya udema

yang biasanya terlihat begitu bayi lahir. Hal ini memungkinkan

terjadinya penurunan berat badan pada bayi prematur di hari kedua


15

atau hari berikutnya. Pemantauan berat badan pada bayi prematur

sangat penting mengingat adanya penurunan berat badan akibat

kondisi tersebut diatas.

f. Metabolisme

Setelah bayi lahir membutuhkan periode transisi dari

ketergantungan kepada ibu terhadap kemandiriannya, karena itu

cadangan berupa glikogen dan lipid sangat diperluka npada minggu

pertama kehidupan. Neonatus melakukan kompensasi untuk mengatasi

penurunan kadar gula dengan cara melakukan proses glukoneogenesis,

yaitu pembentukan glukosa dari selain karbohidrat untuk mencegah

hipoglikemi. Pada bayi prematur sangat rentan mengalami hipoglikemi

karena mekanisme control glokusa yang masih imatur. Kondisi ini

menjadi penyebab ketergantungan glokusa dari luar, karenanya

pemberian dekstrose melalui intravena merupakan suatu kebutuhan

pada bayi prematur.

g. Sistem Neurologi

Fungsi sensoris berkembang sejak neonatus lahir seperti

rangsangan suara, rasa dan penglihatan walaupun belum secara utuh

melihat objek di sekitarnya. Sementara fungsi motorik mulai

berkembang seiring dengan proses meilinasi pad saraf dan perifer.

Refleks merupakan kegiatan terbesar dari system saraf yang terjadi

pada neonatus. Refleks yang terjadi yaitu refleks primiif yang akan

menghilang seiring dengan bertambahnya usia bayi. Refleks pada bayi

yaitu reflex moro, menghisap, menelan, tonick neck, menggengam,


16

dan babynski. Refleks ini sebagian akan menghilang pada 6-9 bulan

kelahirannya.

h. Sistem Imunologi

Selama tiga bulan pertama kehidupannya, neonatus dilindungi

oleh kekebalan pasif yang diterimanya dari ibu berupa

immunoglobulin G (Ig G). Namun neonatus masih sangat rentan

terhadap penyebaran mikroorganisme, karenanya septikimia sering

terjadi pada neonatus. Immunoglobulin M (Ig M) mempunyai molekul

yang lebih besar oleh karena itu tidak mampu melintasi sawar dari ibu

ke janin melalui plasenta. Ig M akan terbentuk segera setelah bayi

lahir, namun Ig M juga dapat ditemukan pada darah tali pusat jika ibu

terkena infeksi selama kehamilan dan janin akan terpengaruh kondisi

ini.

Immunoglobulin A (Ig A) tidak dapat melalui plasenta bayi dan

hanya dibentuk pada saat bayi lahir. Antibodi ini banyak ditemukan

dalam aliran darah terutama pada sekresi saluran pernapasan dan

pencernaan. Funfsi sekresi ini aktif melawan beberapa virus seperti

polliomylitis ataupun beberapa esccheria colli.

i. Sistem Perkemihan

Awal-awal kelahiran, neonatus mengalami defisiensi dalam

kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasi urin dan mengatasi

kekurangan cairan dan elektrolit, misalnya saat dehidrasi atau beban

larutan dengan konsentrasi yang lebih pekat. Volume total yrin bayi

per-24 jam sekitar 200-300 ml pada akhir minggu pertama kehidupan.


17

Akan tetapi, saat kandung kemih renggang akan terjadi pengosongan

kandung kemih secara volunteer sampai volumenya menjadi 15 ml,

sehingga menyebabkan 20 kali buang air kecil per hari. Buang air kecil

pada 24 jam pertama urin tidak berwarna dan tidak berbau dengan

berat jenis sekitar 1.020.

j. Sistem Muskuloskeletal

Sistem skeletal neonatus menganding lebih banyak kartlago

dan tulang osifiksia. Pada bayi aterm system muscular relative sudah

terbentuk sempurna saat lahir, namum pada bayi prematur belum

terbentuk sempurna karena posisi bayi prematur cendrung ekstensi, hal

ini disebabkan karena imaturitas pada muscular. Kecendrungan posisi

ekstensi tentunya akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh,

sementara posisi yang baik adalah posisi yang dapat menurunkan

kebutuhan energi seperti posisi fleksi.

2.1.5 Stres pada Bayi Prematur

Neonatus khususnya yang prematur sangat sensitive terhadap

rangsangan yang dapt menimbulkan stres. Bayi prematur sangat defisien

dalam hal kapasitas untuk mengatasi dan beradaptasi dengan stres

lingkungan. Hal ini disebabkan karena immaturitas system syaraf dan

kurang stabilnya fisiologis bayi, minimnya kemampuan untuk mengatasi

stres, oleh karena itu rangsangan lingkungan yang akan menimbulkan stres

pada bayi akan mempengaruhi fungsi tubuh, mempengaruhi fungsi

hipotalamus sehingga akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan

produksi panas dan mekanisme neurologis (Wong, 2009).


18

Tanda-tanda stres atau keletihan pada neonatus diantaranya adalah

stres autonomatik, perubahan keadaan umum dan perubahan tingkah laku.

Tanda-tanda stres autonomatik diantaranya adalah perubahan warna

(pucat, berbecak, sianosis), tremor, terkejut, denyut jantung cepat regular,

terdapat jeda resporasi, gasping dan takipneu. Tanda perubahan keadaan

umum diantaranya adalah gerakan menolak, keadaan pasif atau tidur,

menangis dan kebingungan, irittabilitas. Adapun tanda-tanda perubahan

tingkah laku diantaranya hipertonisitas, hiperekstensi tungkai, lengan dan

batang tubuh, jari-jari mekar lumpuh, cegukan, dll (Wong, 2009).

2.1.6 Fisiologis Bayi Prematur

1. Saturasi Oksigen (SaO2)

Pengukuran oksigen pada neonatus memberikan informasi

yang penting pada perawatan neonatal dan merupakan hal yang vital

dalam pengukuran kondisi fisiologis neonatus. Saturasi oksigen adalah

rasio antara jumlah oksigen aktual yang terikat oleh hemoglobin

terhadap kemampuan total Hb darah mengikat O2 (Djojodobroto,

2007).

Menurut Merenstein (2002) dalam Bayuningsih (2011)

pengukuran SaO2 dilakukan dengan menggunakan pulse oximetry,

yaitu alat dengan prosedur non invasive yang dapat dipasang pada

cuping telinga, jari tangan ataupun hidung. Pada alat ini akan

terdeteksi secara kontinu status SaO2 dan frekuensi nadi. Alat ini

sangat sederhana, akurat, tidak mempunyai efek samping dan tidak

membutuhkan kalibrasi. Pulse oximetry bekerja dengan cara mengukur


19

saturasi oksigen dan frekuensi nadi melalui transmisi cahaya infrared

melalui aliran darah arteri pada lokasi dimana alat ini diletakkan.

Adapun nilai kisaran SaO2 normal pada bayi prematur dipertahankan

pada kisaran 90-92%. Menurut Fergusson (2008) dalan Suek (2012)

nilai normal SaO2 pada bayi aterm adalah 95-100%.

2. Frekuensi Nadi

Nadi merupakan indikator kerja jantung, jika terjadi masalah

pada kerja jantung maka dapat diketahui dari frekuensi nadi.

Pengkajian nadi meliputi frekuensi, volume dan keteraturan. Nadi yang

lemah atau kuat, sepat atau penuh, semuanya mengindikasi perubahan

dan jumlah darah yang dipompakan. Nadi yang tidak teratur

menggambarkan ketidakteraturan kerja jantung. Pengkajian nadi dapat

dilakukan pada beberapa tempat di daerah perifer (tepatnya erteri).

Pengkajian pada neonatus dilakukan pada arteri bronchial, apeks,

pangkal tali pusat yang merupakan indikator frekuensi jantung yang

reliable pada saat bayi dilahirkan (Johnson, 2011).

Menurut Marenstein (2002) dalam Bayuningsih (2011) nilai

normal frekunsi nadi dipengaruhi banyak faktor, diantaranya adalah

usia, jenis kelamin, aktivitas, demam/sakit, status cairan, posisi,

kecemasan, stres dan pengaruh obat-obatan. Nilai normal frekuensi

nadi pada neonatus adalah 120-160 kali/menit.


20

2.1.7 Dvelopmental Care pada Bayi Prematur

a. Pengertian

Menurut Coughlin (2009) dalam Utami (2015)Developmental

care adalah praktek profesional edukasi dan penelitian dimana perawat

perlu mengeksplorasi, mengevaluasi dan menemukan secara terus-

menerus perubahan teknologi lingkungan di unit perawatan

neonatus. Menurut Maguire (2009), development care merupakan

asuhan yang memfasilitasi perkembangan bayi melalui pengelolaan

lingkungan perawatan dan observasi perilaku sehingga bayi

mendapatkan stimulus lingkungan yang adekuat. Developmental care

bertujuan untuk mengenali kerentanan fisik, psikologi, dan emosional

bagi bayi prematur atau bayi sakit. Developmental care memberi

struktur lingkungan perawatan yang mendukung, mendorong dan

mengantar perkembangan yang terorganisir bagi bayi prematur atau

bayi sakit. Developmental care berakar pada teori keperawatan

Florence Nightingale dimana perawat bertanggung jawab

untukmenciptakan dan menjaga lingkungan yang kondusif untuk

membantu proses penyembuhan. Developmental care meliputi

modifikasi lingkungan bagi bayi, belajar untuk membaca dan

merespon perilaku bayi untuk memenuhi kebutuhan bayi.

b. Strategi Developmental Care

Menurut Maguire (2009), beberapa strategi yang dapat

dilakukan dalam upaya mengelola lingkungan perawatan dalam

developmental care yaitu :


21

1) Minimal Handling

Minimal handling dilakukan untuk memberikan waktu

istirahat dan tidur bagi bayi tanpa adanya gangguan dari aktivitas

pengobatan, perawatan, dan pemeriksaan lainnya dengan cara

sedikit mungkin memberikan penanganan pada bayi atau

memungkinkan penanganan bayi untuk beberapa tindakan dalam

satu waktu. Adapun contoh tindakan minimal handling ini adalah

tindakan reposisi dan pengaturan jadwal pemberian obat dalam

periode waktu yang besamaan, minimalisasi tindakan membuka

dan menutup inkubator untuk hal yang tidak perlu, dan pemberian

jam tenang.

2) Skin to Skin Contact

Fasilitas ikatan atau interaksi orang tua anak juga

merupakan bagian dari pengelolaan lingkungan perawatan intensif

ini. Fasilitas ikatan atau interaksi orang tua-anak dapat berupa

kunjungan orang tua yang tidak dibatasi dan skin to skin contact

atau yang dikenal juga dengan perawatan metode kanguru, dimana

keduanya sangat penting untuk mendukung proses adaptasi bayi

dan orang tua terhadap kehadiran dan penerimaan satu sama lain.

Gray (2010), mengemukakan bahwa skin to skin contact antara ibu

dan bayi selama 15-20 menit terbukti menurunkan insensitas

menangis dan menstabilkan denyut jantung.


22

3) Nesting

Nesting berasal dari kata nest yang berarti sarang. Filosofi

ini diambil dari sangkar burung yang dipersiapkan induk burung

bagi anak-anaknya yang baru lahir, ini dimaksudkan agar anak

burung tersebut tidak jatuh dan induk mudah mengawasinya

sehingga posisi anak burung tetap tidak berubah (Bayuningsih,

2011). Nesting adalah suatu alat yang digunakan di ruang NICU

yang diberikan pada bayi prematur atau BBLR yang terbuat dari

bahan phlanyl dengan panjang sekitar 121 cm-132 cm yang dapat

disesuaikan dengan panjang bayi yang bertujuan untuk

meminimalkan pergerakan bayi (Priya, 2005).

4) Posisi Prone

Posisi prone yaitu posisi bayi ketika lahir lutut fleksi di

bawah abdomen dan posisi badan telungkup (Wong, et al, 2009).

Menurut Hegner (2003) dalam Bayuningsih (2011), posisi prone

pada bayi merupakan posisi yang sangat menghemat energi,karena

posisi ini akan menurunkan kehilangan panas dibandingkan dengan

posisi supine. Hal ini disebabkan karena pada posisi prone, kaki

bayi fleksi sehingga menurunkan metabolism tubuh akibatnya

terjadi penurunan jumlah kehilangan panas.

5) Tutup Telinga/ Insensitas Suara

Kebisingan lingkungan perawatan berkontribusi terhadap

peningkatan kadar hormone stres pada bayi BBLR. Strategi

development care untuk menurunkan stres pada bayi yang


23

bersumber dari kebisingan ruang perawatan ini adalah pemasangan

penutup telinga.American Academy of Pediatrics (APP)

merekomendasikan bahwa pengelolaan lingkungan intensif dengan

pengendalian intesitas suara tidak boleh melebihi 48 desibel (dB).

6) Pengaturan Cahaya Lingkungan

Pengaturan pencahayaan juga menjadi bagian penting dari

pengelolaan lingkungan perawatan dalam development care.

Pengelolaan lingkungan perawatan terkait pencahayaan ini adalah

dengan memberikan penutup incubator dan menurunkan

pencahayaan ruang perawatan.

2.2 Nesting

a. Pengertian

Nesting berasal dari kata nest yang berarti sarang. Filosofi ini

diambil dari sangkar burung yang dipersiapkan induk burung bagi anak-

anaknya yang baru lahir, ini dimaksudkan agar anak burung tersebut tidak

jatuh dan induk mudah mengawasinya sehingga posisi anak burung tetap

tidak berubah (Bayuningsih, 2011).

Nesting adalah suatu alat yang digunakan di ruang NICU yang

diberikan pada bayi prematur atau BBLR yang terbuat dari bahan phlanyl

dengan panjang sekitar 121 cm-132 cm yang dapat disesuaikan dengan

panjang bayi yang bertujuan untuk meminimalkan pergerakan bayi (Priya,

2005).
24

Pemasangan nesting atau sarang harus mengelilingi bayi, dan

posisi bayi fleksi, sesuai dengan perilaku bayi berat lahir rendah atau

prematur yang cenderung pasif dan pemalas (Indrianasari, 2011).

Ekstermitas yang tetap cenderung ekstensi dan tidak berubah merupakan

perilaku yang dapat diamati pada bayi berat lahir rendah atau prematur, ini

tentu berbeda sengan bayi yang cukup bulan yang menunjukan perilaku

normal fleksi dan aktif, sehingga nesting merupakan salah satu asuhan

keperawatan yang dapat memfasilitasi atau mempertahankan bayi dalam

posisi normal fleksi (Wong, 2009).

b. Tujuan Pemasangan Nesting

Menurut (Kenner (2004) dalam Bayuningsih (2011), tujuan

pemasangan nesting untuk meminimalkan pergerakan bayi, memberikan

rasa nyaman, meminimalkan stres. Neonatus yang diberikan nesting akan

tetap pada posisi fleksi sehingga mirip dengan posisi seperti didalam rahim

ibu. Posisi terbaik pada bayi BBLR adalah dengan melakukan posisi fleksi

karena posisi bayi mempengaruhi banyaknya energi yang dikeluarkan oleh

tubuh, diharapkan dengan posisi ini bayi tidak banyak mengeluarkan

energi yang sebenarnya masih sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan dan

perkembangannya. Pemberian nesting atau sarang untuk menampung

pergerakan yang berlebihan dan memberi bayi tempat yang nyaman,

pengaturan posisi fleksi untuk mempertahankan normalitas batang tubuh

dan mendukung regulasi dini.


25

c. Manfaat penggunaan Nesting

Menurut Priya (2005), manfaat nesting pada neonatus adalah sebagai

berikut:

1) Memfasilitasi perkembangan neonatus

2) Memfasilitasi pola posisi hand to hand dan hand to mouth pada

neonatus sehingga posisi fleksi tetap terjaga

3) Mencegah komplikasi yang disebabkan karena pengaruh perubahan

posisi akibat gaya gravitasi

4) Mendorong perkembangan normal neonatus

5) Dapat mengatur posisi neonatus

6) Mempercepat masa rawat neonatus.

d. Pelaksanaan Nesting

Menurut Indriansari (2011) langka-langkah dalam pelaksanaan dan

pembuatan nesting adalah sebagai berikut :

1) Lakukan pengkajian awal pada bayi yang dirawat diruang

Perinatologi/NICU khususnya untuk bayi prematur dan BBLR

2) Pengkajian meliputi skala nyeri, TTV serta tindakan-tindakan yang

akan dilakukan.

3) Saat melakukan tindakan perhatikan keadaan umum bayi, bila bayi

dalam keadaan stres dapat ditunjukan dengan tangisan yang

melengking, perubahan warna kulit serta apnoe

4) Setelah melakukan tindakan berikan sentuhan positif seperti mengelus

ataupun menggendong bayi


26

5) Setelah bayi dalam kondisi tenang kemudian letakkan dalam nesting

yang sudah dibuat

6) Cara membuat nesting: Buat gulungan dari 3 bedongan kemudian ikat

kedua ujungnya sehingga didapatkan 2 gulungan bedongan dari 3

bedongan yang dipersiapkan. Gunakan selotip untuk merekatkan sisi

gulungan bedongan, 1 gulungan bedong tersebut dibuat setengah

lingkaran, jadi dari 2 gulungan bedongan tersebut terlihat seperti

lingkaran, kemudian bayi diletakkan didalam nest dengan posisi fleksi

diatas kaki dibuat seperti penyangga dengan menggunakan kain

bedongan

Gambar 2.1
Nesting (sarang) untuk Bayi Prematur dalam Inkubator

e. Evaluasi

Setelah melakukan tindakan yang dapat membuat stres pada bayi, bayi

yang terpasang nest tersebut tampak tenang tidak rewel, dan nyaman

didalam nest tersebut (Indriansari, 2011).


27

2.3 Posisi Prone

a. Pengertian

Posisi prone yaitu posisi bayi ketika lahir lutut fleksi di bawah

abdomen dan posisi badan telungkup (Wong, et al, 2009). Menurut

Hegner (2003) dalam Bayuningsih (2011), posisi prone pada bayi

merupakan posisi yang sangat menghemat energi,karena posisi ini akan

menurunkan kehilangan panas dibandingkan dengan posisi supine. Hal ini

disebabkan karena pada posisi prone, kaki bayi fleksi sehingga

menurunkan metabolism tubuh akibatnya terjadi penurunan jumlah

kehilangan panas. Penyebab lain juga dikarenakan pada posisi prone

wajah bayi menyentuh selimut atau tempat tidur sehingga wajah bayi

tidak terpapar dengan udara dan memungkinkan terjadinya penurunan

kehilangan panas melalui proses radiasi.

b. Tujuan Posisi Prone

Tujuan posisi prone untuk meminimalkan hal-hal yang

mempengaruhi respon bayi yang disebabkan karena immaturitas sistem

motoriknya. Mempertahankan energi yang dikeluarkan oleh tubuh bayi

(Chave, 2009).

c. Manfaat Posisi Prone

Menurut Bihat (2006), manfaat posisi prone sebagai berikut:

1) Posisi prone dapat meningkatkan kualitas tidur bayi dan dapat

menurunkan stres pada bayi prematur yang menggunakan ventilator

pada minggu-minggu pertama kelahirannya. Hal ini merupakan salah

satu bentuk konservasi energi dan mendukung adaptasi bayi pada


28

lingkungan ekstrauterin. Secara teoritis diketahui bahwa tidur

merupakan periode emas bagi proses pertumbuhan dan

perkembangan seorang bayi terutama bayi prematur. Pada bayi

prematur hal ini tentu saja sangat penting sebagai salah satu bentuk

konservasi energi bagi pertumbuhan dan perkembangannya.

2) Posisi prone dapat meningkatkan efisiensi tidur bayi prematur dan

mengurangi resiko terbangun bayi dari tidur dibandingkan dengan

posisi supine.

3) Posisi prone dapat meningkatkan volume tidal paru, pengembangan

paru, dan pernafasan menjadi lebih teratur.

d. Pelaksanaan Posisi Prone

Menurut Russel (2011) langka-langkah dalam pelaksanaan posisi prone

adalah sebagai berikut :

1) Siapkan tempat tidur bayi

2) Tutup tempat tidur dengan linen kering, pastikan tidak ada kerutan

3) Posisikan bantal U di atas tempat tidur, tutup dengan linen kering

4) Letakkan bantal bayi di ata bantal U yang sudah ditutup dengan linen

kering

5) Posisikan bayi tengkurap (meringkuk), pastikan tidak ada kabel yang

menekan kulit bayi. Posisikan kedua kaki bayi menekuk ke arah perut,

kedua tangan bayi berada di samping kepala bayi, kepala bayi

menghadap ke kiri atau ke kanan, pastikan jalan napas tidak tertutup

6) Observasi tanda-tanda vital selama bayi berada dalam posisi

tengkurap
29

7) Kembalikan bayi ke posisi telentang atau miring kanan atau miring

kiri setelah lebi dari dua jam, atau ketika bayi merasa tidak nyaman.

Gambar 2.2
Posisi Prone pada Bayi Prematur dalam Inkubator
30

2.4 Kerangka Teori

Bayi Prematur

Permasalahan fisiologis
dan psikologis

Perawatan bayi prematur (Strategi


Developmental Care pada bayi) :

1. Minimal Handling
2. Skin to Skin Contact
3. Nesting
4. Posisi Prone
5. Tutup Telinga/ Insensitas Suara
6. Pengaturan Cahaya Lingkungan

Fisiologis bayi prematur dalam


rentang normal

1. Saturasi Oksigen (SaO2)


Normal: 90-96%
2. Frekuensi nadi
Normal:120-160 kali/menit

Skema 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Bayuningsih (2011), Johnson (2011)


31

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang

dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai

dengan identifikasi masalahnya (Notoatmodjo, 2012).

Adapun kerangka konsep dari penelitian ini tersaji dalam skema 2.2

berikut :

Skema 2.2
Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Nesting
Saturasi oksigen dan
frekuensi nadi bayi
prematur
Posisi Prone

2.6 Hipotesa

Ha : Penggunaan nesting dan posisi prone efektif terhadap saturasi

oksigen dan frekuensi nadi pada bayi prematur di Instalasi Neonatus

RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.

Ho : Penggunaan nesting dan posisi prone tidak efektif terhadap saturasi

oksigen dan frekuensi nadi pada bayi prematur di Instalasi Neonatus

RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.

Anda mungkin juga menyukai