Anda di halaman 1dari 109

KARYA ILMIAH AKHIR

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA


TN. B DENGAN DIAGNOSIS CHRONIC KIDNEY DISEASES (CKD)
DI RUANGAN INSTALASI UNIT GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT IBNU SINA YW UMI
MAKASSAR

Disusun Oleh:
MUHAMMAD MULTHAZAM UMAR, S.Kep
20.04.017

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2022
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA
TN. B DENGAN DIAGNOSIS CHRONIC KIDNEY DISEASES (CKD)
DI RUANGAN INSTALASI UNIT GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT IBNU SINA YW UMI
MAKASSAR

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan


Pada STIKes Panakkukang Makassar Program Studi Ners

Disusun Oleh:
MUHAMMAD MULTHAZAM UMAR, S.Kep
20.04.017

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2022

i
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini;

Nama : Muhammad Multhazam Umar, S.Kep

Nim : 20.04.017

Program Studi : Profesi Ners

Dengan ini menyatakan bahwa Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil
penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak
terdapat karya atau pemikiran yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan
dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa
sebagai atau keseluruhan skripsi ini merupakan hasil karya orang lain,
maka saya bersedia mempertanggung jawabkan sekaligus bersedia
menerima sanksi berupa gelar kerserjanaan yang telah diperoleh dapat di
tinjau kembali.
Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan
tanpa ada paksaan sama sekali.

Makassar, Februari 2022

Yang membuat pernyataan

Muhammad Multhazam Umar, S.Kep


20.04.017

iv
ABSTRAK

MUHAMMAD MULTHAZAM UMAR : MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT


DARURAT PADA TUAN. B DENGAN DIAGNOSIS CHRONIC KIDNEY DISEASES (CKD) DI
RUANGAN INSTALASI UNIT GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT IBNU SINA YW UMI
MAKASSAR

PEMBIMBING : MUH ZUKRI MALIK (i-xiii + 86 Halaman + 9 tabel + 2 gambar)

Pendahuluan : Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan progresif dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga menyebabkan uremia.
Metode yang digunakan adalah study kasus manajemen asuhan keperawatan gawat darurat
pada Tuan.B dengan diagnosis Chronic Kidney Diseases ( CKD) berupa pelaksanaan asuhan
keperawatan dengan menggunakan primary survey untuk memberikan penanganan meliputi
pengkajian Airway, Breathing, Circulation, Disability dan Exposure.
Hasil yang diperoleh pada pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. B menggunakan
primary survey melalui pengkajian Airway: tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus
dimana di dapatkan suara ronchi, Breathing : Tidak terdapat kesenjangan karena pasien mengalami
sesak nafas, Circulation : Terdapat kesenjangan dari hasil pengkajian di dapatkan normal dan CRT < 2
detik. Disability : Tidak terdapat kesenjangan dari hasil pengkajian tingkat kesadaran Tn. “E” yaitu
GCS 15. dan Exposure : tidak terdapat kesenjangan dari hasil pengkajian tidak terdapat peningkatan
suhu tubuh.

Kesimpulan dan Saran : hasil diagnosa yang di angkat terdapat kesenjangan yaitu diagnosa,
bersihan jalan napas tidak efektif,. Hal ini disebabkan oleh respon tubuh setiap orang yang berbeda-
beda sesuai dengan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien. Saran kepada pihak Rumah Sakit agar
memberikan pendidikan dan pelatihan secara berkala, khususnya mengenai metode pelayanan terkini
pada pasien dengan kasus-kasus keperawatan gawat darurat, untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan bagi tenaga keperawatan khususnya yang berada di ruangan IGD Non Bedah Rumah
Sakit IBNU SINA YW UMI Makassar.

Kata kunci : Asuhan Keperawatan, Chronic Kidney Diseases ( CKD)


ABSTRACT

MUHAMMAD MULTHAZAM UMAR : MANAGEMENT OF EMERGENCY NURSING CARE


TO Mr. B WITH CHRONIC KIDNEY DISEASES (CKD) DIAGNOSIS IN THE INSTALLATION
ROOM OF THE EMERGENCY UNIT OF IBNU SINA HOSPITAL YW UMI MAKASSAR

ADVISOR : MUH ZUKRI MALIK (i-xiii + 86 pages + 9 tables + 2 pictures)

Introduction: Chronic Kidney Disease (CKD) is a pathophysiological process with various


etiologies, resulting in an irreversible and progressive decline in kidney function in which the body's
ability to fail to maintain metabolism and fluid and electrolyte balance causes uremia.
The method used is a case study of emergency nursing care management at Mr. B with a
diagnosis of Chronic Kidney Diseases (CKD) in the form of implementing nursing care using a
primary survey to provide treatment including assessment of Airway, Breathing, Circulation,
Disability and Exposure.
The results obtained in the implementation of nursing care to Mr. B using a primary survey
through Airway assessment: there is no gap between theory and cases where crackles are heard,
Breathing: There is no gap because the patient has shortness of breath, Circulation: There is a gap from
the results of the assessment that the results are normal and CRT < 2 seconds. Disability : There is no
discrepancy from the results of the assessment of the level of awareness of Mr. "E" is GCS 15. and
Exposure: there is no discrepancy from the results of the study, there is no increase in body
temperature.
Conclusions and Suggestions: the results of the diagnosis raised there are gaps, namely the
diagnosis, ineffective airway clearance,. This is caused by the response of each person's body which is
different according to the signs and symptoms experienced by the patient. Suggestions to the Hospital
to provide education and training on a regular basis, especially regarding the latest service methods for
patients with emergency nursing cases, to increase knowledge and skills for nursing staff, especially
those in the Non-Surgical Emergency Room at IBNU SINA YW UMI Hospital. Makassar.

Keywords: Nursing Care, Chronic Kidney Diseases (CKD)


KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT,

yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya yang tak

terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya

Ilmiah Akhir yang berjudul: “Manajemen Asuhan Keperawatan Gawat

Darurat Pada Tn.B Dengan Diagnosis Chronic Kidney Disease (CKD)

di Ruangan Instalasi Unit Gawat Darurat Rumah Sakit IBNU SINA YW

UMI Makassar”.

Dalam melakukan penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini penulis telah

mendapatkan banyak masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak yang sangat berguna dan bermanfaat baik secara langsung maupun

tidak langsung. Teristimewa kepada kedua orang tua saya ayahanda

Umar Jabba dan ibunda Nuryana Darman serta saudara-saudari saya dan

semua keluarga yang telah memberikan dukungan moral, materi dan doa

restunya kepada penulis dalam menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini.

Oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini dengan berbesar hati

penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya dan

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak H. Sumardin Makka, SKM,.M.Kes, selaku Ketua Yayasan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panakkukang Makassar yang telah

menyediakan fasilitas selama perkuliahan.

vii
2. Bapak Dr. Ns. Makkasau Plasay, M.Kes, selaku ketua STIKES

Panakkukang Makassar yang selalu memberikan dukungan dan

nasehatnya kepada penulis selama menempuh perkuliahan.

3. Ibu Ns. Suriyani, S.Kep, M.Kep, selaku Ketua Program Studi

Profesi Ners yang telah memberikan bimbingan dan petunjuknya

selama praktik profesi keperawatan kegawatdaruratan sampai

selesainya penyusunan KIA.

4. Bapak Dr. dr. H. Nasrudin A. Mappaware, M.Kes., Sp.OG(K),

MARS, selaku PLT Direktur Utama RS Ibnu Sina YW-UMI

Makassar yang telah memberikan izin untuk melaksanakan praktik

Profesi Keperawatan Kegawatdaruratan.

5. Bapak Ns. Muh. Zukri Malik, S.Kep, M.Kep, selaku pembimbing

yang tiada henti-hentinya memberikan pengarahan serta support

dalam menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini.

6. Ns. Muh Yusuf Tahir, M.Kes., M.Kep Selaku penguji yang telah

memberikan bimbingan, arahan, kritik dan saran dengan baik

kepada penulis dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.

7. Ns.Sulqifli.,S.Kep Selaku penguji yang telah memberikan

bimbingan, arahan, kritik dan saran dengan baik kepada penulis

dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini

8. Dosen Prodi Profesi Ners yang telah dengan sabar memberikan

pengarahan yang tiada henti-hentinya dan dorongan baik spiritual

maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya

Ilmiah Akhir ini.

viii
9. Civitas Akademika STIKES Panakkukang Makassar, yang telah

sabar membantu demi kelancaran pengurusan Karya Ilmiah Akhir.

10. Senior Perawat IGD Non Bedah RS Ibnu Sina YW-UMI Makassar

yang telah membimbing serta memberikan ilmu selama penulis

melakukan praktek Keperawatan Kegawatdaruratan.

11. Terima kasih kepada sahabat serta teman-teman di Profesi Ners

yang telah banyak memberikan saran dan motivasi dalam

penulisan Karya Ilmiah Akhir ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

memberikan bantuannya dalam penyelesaian skripsi penelitian ini.

Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam

melakukan penelitian dan penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini masih jauh

dari kesempurnaan, olehnya itu masukan, saran dan kritik yang

membangun dari para pembaca akan sangat membantu dalam

penyelesaian Karya Ilmiah Akhir ini. Semoga Karya Ilmiah Akhir ini bisa

bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak yang terkait.

Makassar, Februari 2022

Penyusun

Muhammad Multhazam Umar, S.Kep

ix
x
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN............................................................. iii

HALAMAN KEASLIAN KIA ............................................................ iv

ABSTRAK ....................................................................................... v

ABSTRACT ..................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ....................................................................... vii

DAFTAR ISI ..................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xiii

DAFTAR SINGKATAN .................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................. 1

B. Tujuan Umum.................................................................... 5

C. Tujuan Khusus ................................................................. 5

D. Manfaat Penulisan ............................................................ 6

E. Sistematika Penulisan ....................................................... 7

BAB II TINJAUAN KASUS KELOLAAN ......................................... 9

A. Tinjauan Teori ................................................................... 9

1. Konsep Dasar Medis................................................ 9

a. Pengertian ............................................................. 9

b. Anatomi Fisiologi ..................................................... 10

x
c. Klasifikasi ............................................................. 16

d. Etiologi .................................................................. 17

e. Patofisiologi ......................................................... 18

f. Penatalaksanaan Medik ....................................... 23

2. Konsep Asuhan Keperawatan ................................... 28

a. Pengkajian Keperawatan ...................................... 28

b. Diagnosa Keperawatan ........................................ 34

c. Intervensi Keperawatan ........................................ 36

d. Implementasi ....................................................... 46

e. Evaluasi ................................................................ 46

B. Tinjauan Kasus ................................................................. 48

a. Pengkajian ( Primary dan Sekundery ) ....................... 48

b. Analisa Data ............................................................... 58

c. Diagnosa Keperawatan............................................. 60

d. Intervensi Keperawatan ............................................ 60

e. Implementasi .............................................................. 64

f. Evaluasi ...................................................................... 64

BAB III PEMBAHASAN KASUS KELOLAAN ...................................... 71

BAB IV PENUTUP ................................................................................. 84

A. Kesimpulan ............................................................................. 84

B. Saran ...................................................................................... 85

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 86

xi
xii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 : Klasifikasi Penyakit CKD atas dasar derajat penyakit .... 16

Tabel 2.2 : Klasifikasi Penyakit CKD atas dasar diagnosis etiologi .. 16

Tabel 2.3 : Intervensi Keperawatan ................................................. 36

Tabel 2.4 : Hasil Laboratorium darah rutin ....................................... 56

Tabel 2.5 : Elektrolit Darah .............................................................. 57

Tabel 2.6 : Kimia Darah ................................................................... 57

Tabel 2.7 : Analisa Data ................................................................... 58

Tabel 2.8 : Intervensi Keperawatan ................................................. 60

Tabel 2.9 : Implementasi dan Evaluasi ............................................ 64

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1: Bagian Bagian Ginjal................................................... 10

Gambar 2.2: Patofisiologi Chronic Kidney Disease.......................... 22

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses

patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan

penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan progresif dimana

kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia

(Black & Hawk dalam Dwy Retno Sulystianingsih, 2018).

Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini

merupakan masalah kesehatan yang penting mengingat selain insiden

dan pravelensinya yang semakin meningkat, pengobatan pengganti

ginjal yang harus dijalani oleh penderita gagal ginjal merupakan

pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan terapi

pada perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering

juga disebut sebagai terapi pengganti karena berfungsi menggantikan

sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang sering dilakukan adalah

hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara kedua jenis tersebut, yang

menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum untuk

penderita gagal ginjal adalah hemodialisis (Arliza dalam Nita

Permanasari, 2018)

Menurut World Health Organization (WHO) penyebab kematian

terbesar terbesar di dunia adalah penyakit jantung iskemik,

1
bertanggung jawab atas 16% dari total kematian dunia. Sejak tahun

2000, peningkatan kematian terbesar adalah untuk penyakit ini,

meningkat lebih dari 2 juta menjadi 8,9 juta kematian pada tahun

2019.Selanjutnya Stroke dan penyakit paru obstruktif kronik adalah

penyebab kematian ke-2 dan ke-3, Sementara Chronic kidney disease

(CKD) mengalami peningkatan dari urutan ke-13 penyebab kematian

menjadi urutan ke-10. Kematian meningkat dari 813.000 pada tahun

2000 menjadi 1,3 juta pada tahun 2019.

Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal

meningkat 50% ditahun 2014. Data menunjukkan bahwa setiap tahun

200.000 orang amerika menjalani hemodialisa karena gangguan ginjal

kronis, yang artinya 1.140 dalam satu juta orang Amerika adalah

pasien dialisis (Widyastuti dalam Elisa, 2017).

Riset Kesehatan Dasar (2018) juga menunjukkan prevalensi

gagal ginjal kronis di Indonesia sebesar 0,38%, meningkat seiring

dengan bertambahnya umur dengan peningkatan tajam pada

kelompok umur 45-54 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34

tahun, namun prevalensi tertinggi pada umur 75 ke atas sebanyak

(0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,42%) lebih tinggi dari perempuan

(0,35 %), selanjutnya prevalensi pada masyarakat perdesaan dan

perkotaan menunjukkan angka yang sama (0,38 %). Provinsi dengan

prevalensi tertinggi adalah Kalimantan Utara sebesar 0,64%, diikuti

Maluku Utara sebesar 0,56%, Gorontalo, Sulawesi Tengah masing-

masing 0,52 % dan Sulawesi Selatan sebesar 0,37 % ,Prevalensi

2
gagal ginjal kronis tertinggi pada umut 45 – 54 tahun yaitu sebesar

(0,86%).

Gagal ginjal kronik dapat menimbulkan beberapa dampak yang

dapat mengakibatkan gangguan terhadap berbagai sistem tubuh

diantaranya kelainan pada sistem kardiovaskuler yaitu gagal jantung

akibat iskemia miokardial, hipertrofi ventrikel kiri disertai oleh retensi

garam dan air. Gagal ginjal kronik juga dapat mengakibatkan anemia

karena sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di ginjal akan

mengakibatkan penurunan hemoglobin. Dampak lain dari gagal ginjal

kronik yaitu penyakit tulang karena penurunan kadar kalsium

(hipokalsemia) secara langsung mengakibatkan dekalsifikasi matriks

tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh (Osteoporosis) dan jika

berlangsung lama akan menyebabkan fraktur pathologis (Price &

Wilson, 2019).

Beberapa upaya yang dapat dilakukan pada pasien gagal ginjal

kronik diantaranya dialisis dan transplantasi ginjal. Dialisis merupakan

proses pemisahan substansi koloid dan kristaloid dalam larutan

berdasarkan perbedaan laju dufusi melalui membrane semipermeabel.

Terdapat tiga metode dialisis yang kini digunakan yaitu dialisis

peritoneal, hemodialisis dan hemofiltrasi. Sedangkan transplantasi

ginjal adalah pencangkokan ginjal yang dapat diperoleh dari donor

kerabat yang masih hidup yang biasanya berasal dari orangtua atau

saudara atau dari donor cadaver yang diperoleh dari pasien yang

3
sudah meninggal yang keluarganya telah menyetujui untuk

menyumbangkan organ ginjal tersebut (Wong, et al, 2009: 1202).

Diagnosis keperawatan yang biasa muncul pada pasien dengan

gagal ginjal kronik yaitu bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan

dengan edema pada paru, pola napas tidak efektif berhubungan

dengan edema pada paru, penurunan curah jantung berhubungan

dengan beban jantung meningkat, kelebihan volume cairan yang

berhubungan dengan kegagalan mekanisme pengaturan ginjal,

ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi,

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan faktor biologis, intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, defisit

perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, kerusakan integritas

kulit berhubungan dengan perubahan status cairan dan defisiensi

pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan ( Margareth,

2012).

Peran perawat dalam pengobatan pada pasien dengan gagal

ginjal kronik adalah perawat bertanggung jawab memberikan

penyuluhan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit, implikasi

dan rencana terapi, kemungkinan efek psikologis penyakit dan

penanganannya karena pada lansia membutuhkan kesabaran dan

cenderung putus asa, biasanya kurang beradaptasi dengan baik.

Mereka marah karena dikendalikan dan dipaksa bergantung pada

program terapi yang keras dan tidak dapat ditawar. Selain itu perawat

4
berperan dalam pembatasan diet pada lansia dan memberi

kesempatan untuk berpartisipasi atas program terapinya sendiri,

dikarenakan pembatasan diet terutama membebani lansia dan

keluarga. Beberapa pasien lansia yang tidak memahami tujuan

pembatasan makanan, akan mencuri-curi makanan yang dilarang

dalam setiap kesempatan, untuk itu harus diberikan kesempatan pada

pasien untuk berpartisipasi dalam program terapinya sendiri (Wong,

dkk, 2009).

Berdasarkan data diatas, penulis tertarik untuk menyusun

sebuah Studi Kasus dengan judul “Manajemen Asuhan Keperawatan

pada Tn. B dengan diagnosis medis Chronic Kidney Disease

(CKD) di Instalasi Gawat Darurat RUMAH SAKIT IBNU SINA YW

UMI MAKASSAR”

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk

memberikan gambaran Manajemen Asuhan Keperawatan pada Tn.

B dengan diagnosis medis Chronic Kidney Disease (CKD) di

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit IBNU SINA YW UMI Makassar

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mendapatkan pengalaman nyata tentang pengkajian

keperawatan kegawatdaruratan pada Tn “B” dengan diagnosis

medis Chronic Kidney Disease (CKD) di Instalasi Gawat Darurat

Rumah Sakit IBNU SINA YW UMI Makassar.

5
b. Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam menetapkan

diagnosis keperawatan kegawatdaruratan pada Tn “B” dengan

diagnosis medis Chronic Kidney Disease (CKD) di Instalasi Gawat

Darurat Rumah Sakit IBNU SINA YW UMI Makassar.

c. Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam menyusun rencana

tindakan keperawatan kegawatdaruratan pada Tn “B” dengan

diagnosis medis Chronic Kidney Disease (CKD) di Instalasi Gawat

Darurat Rumah Sakit IBNU SINA YW UMI Makassar.

d. Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam melaksanakan

tindakan keperawatan kegawatdaruratan pada Tn “B” dengan

diagnosis medis Chronic Kidney Disease (CKD) di Instalasi Gawat

Darurat Rumah Sakit IBNU SINA YW UMI Makassar.

e. Untuk mendapatkan pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi

Manajemen asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada Tn “B”

dengan diagnosis medis Chronic Kidney Disease (CKD) di

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit IBNU SINA YW UMI

Makassar

C. Manfaat Penulisan

1. Institusi Pendidikan

Sebagai bahan bacaan dan referensi dalam meningkatkan

pengetahuan peserta didik tentang Manajemen asuhan keperawatan

kegawatdaruratan pada pasien dengan diagnosis medis Chronic

6
Kidney Disease (CKD) di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit IBNU

SINA YW UMI Makassar.

2. Institusi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan bagi instansi terkait dalam

mengambil keputusan dan kebijakan untuk meningkatkan mutu

Manajemen asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien

dengan diagnosis medis Chronic Kidney Disease (CKD) di Instalasi

Gawat Darurat Rumah Sakit IBNU SINA YW UMI Makassar.

3. Bagi Pasien dan Keluarga

Menjadi acuan bagi Tn “B” dalam mengatasi masalah yang

dialami secara konstruktif dan kepada keluarga pasien dapat menjadi

bahan acuan dalam merawat pasien di rumah khususnya yang

mengalami diagnosis medis Chronic Kidney Disease (CKD)

4. Penulis

Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman penullis

dalam memberikan asuhan keperawatan kegawatdaruratan serta

mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti

pendidikan.

D. Sistematika Penulisan

1. Tempat dan waktu pengambilan kasus

a. Tempat

7
Pengambilan laporan manajemen asuhan keperawatan

kegawatdaruratan di ruang Instalasi gawat darurat Rumah Sakit

IBNU SINA YW UMI Makassar.

b. Waktu Pelaksanaan Pengambilan kasus

Waktu pelaksanaan pengambilan kasus mulai dari tanggal 3

Januari – 5 Januari 2022.

2. Teknik pengambilan data

a. Manajemen asuhan keperawatan di ruang instalasi gawat darurat

Teknik pengumpulan data untuk manajemen asuhan

keperawatan di keperawatan di ruang instalasi gawat darurat non

bedah dilakukan observasi, wawancara baik terhadap pasien

maupun keluarga pasien, dan dokumentas. Menggunakan

pengkajian head to toe, serta pengumpulan data penunjang

diambil dari buku status/buku rekam medik.

8
BAB II
TINJAUAN KASUS KELOLAAN

A. Tinjauan Teori

1. Konsep dasar Medis

a. Pengertian Chronic Kidney Disease (CKD)

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses

patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan

penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan progresif dimana

kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme

dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan

uremia (Black & Hawk dalam Dwy Retno Sulystianingsih, 2018).

Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD)

atau penyakit ginjal tahap akhir end stage renal disease terjadi bila

ginjal yang sakit tidak mampu mempertahankan komposisi kimiawi

cairan tubuh dalam batas normal di bawah kondisi normal.

Akumulasi berbagai substansi biokimia dalam darah yang terjadi

karena penurunan fungsi ginjal yang menimbulkan komplikasi

seperti retensi produk sisa, retensi air dan natrium, hiperkalemia,

asidosis metabolik, gangguan kalsium dan fosfor, anemia dan

gangguan pertumbuhan (Wong, dkk 2012).

Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang

luas yaitu kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan

perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,sebaliknya

gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau beberapa

9
minggu. Pada kedua kasus tersebut, ginjal kehilangan

kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi

cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal (Price &

Wilson, 2012).

b. Anatomi fisiologi Ginjal

Gambar 2.1 Bagian-bagian ginjal

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang

terletak di kedua sisi kolumna vertebralis.Ginjal kanan sedikit lebih

rendah dibandingkan ginjal kiri karena tertekan kebawah oleh hati.

Kutub atasnya terletak setinggi iga ke 12, sedangkan kutub atas

ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas.

Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di

belakang peritoneum, di depan dua iga terakhir, dan tiga otot

besar transversus abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas

mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan

lemak yang tebal. Ginjal terlindung dengan baik dari trauma

langsung, disebelah posterior (atas) dilindungi oleh iga dan otot-

10
otot yang meliputi iga, seangkan di anterior (bawah) dilindungi

oleh bantalan usus yang tebal.Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar,

kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien,

lambung, pankreas, jejunum dan kolon.

1) Struktur ginjal terdiri atas

(a.) Struktur Makroskopik Ginjal

Pada orang dewasa , panjang ginjal adalah sekitar 12

sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4

inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 150

gram. Secara anatomik ginjal terbagi dalam dua bagian,

yaitu korteks dan medula ginjal.

(b.) Ginjal terdiri dari:

(1.) Bagian dalam (internal) medula.

Substansia medularis terdiri dari pyramid

renalis yang jumlahnya antara 18-16 buah yang

mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan

apeksnya mengahadap ke sinus renalis.

Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle,

vasa rekta dan diktus koligens terminal.

(2.) Bagian luar (eksternal) korteks.

Substansia kortekalis berwarna coklat

merah.konsistensi lunak dan bergranula.Substansia

11
ini tepat dibawah tunika fibrosa, melengkung

sapanjang basis piramid yang berdekatan dengan

garis sinus renalis, dan bagian dalam diantara

pyramid dinamakan kolumna renalis.Mengandung

glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang

berkelok-kelok dan duktus koligens.

2) Struktur Mikroskopik Ginjal

(a.) Nefron

Tiap tubulus ginjal dan glomerolusnya membentuk

satu kesatuan (nefron).Ukuran ginjal terutama ditentukan

oleh jumlah nefron yang membentuknya.Tiap ginjal

manusia memiliki kira-kira 1.3 juta nefron Setiap nefron

bisa membentuk urin sendiri.Karena itu fungsi satu

nefron dapat menerangkan fungsi ginjal.

(b.) Glomerulus

Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler

yang disebut glomerulus, yang terletak didalam korteks,

bagian terluar dari ginjal.Tekanan darah mendorong

sekitar 120 ml plasma darah melalui dinding kapiler

glomerular setiap menit.Plasma yang tersaring masuk ke

dalam tubulus.Sel-sel darah dan protein yang besar

dalam plasma terlalu besar untuk dapat melewati dinding

dan tertinggal.

12
(c.) Tubulus kontortus proksimal

Berbentuk seperti koil longgar berfungsi menerima cairan

yang telah disaring oleh glomerulus melalui kapsula

bowman.Sebagian besar dari filtrat glomerulus diserap

kembali ke dalam aliran darah melalui kapiler-kapiler

sekitar tubulus kotortus proksimal.Panjang 15 mm dan

diameter 55μm.

(d.) Ansa henle

Berbentuk seperti penjepit rambut yang merupakan

bagian dari nefron ginjal dimana, tubulus menurun

kedalam medula, bagian dalam ginjal, dan kemudian

naik kembali kebagian korteks dan membentuk ansa.

Total panjang ansa henle 2-14 mm.

(e.) Tubulus kontortus distalis.

Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah

pada koil longgar kedua.Penyesuaian yang sangat baik

terhadap komposisi urin dibuat pada tubulus kontortus.

Hanya sekitar 15% dari filtrat glomerulus (sekitar 20

ml/menit) mencapai tubulus distal, sisanya telah diserap

kembali dalam tubulus proksimal.

(f.) Duktus koligen medulla

Merupakan saluran yang secara metabolik tidak

aktif.Pengaturan secara halus dari ekskresi natrium urin

13
terjadi disini.Duktus ini memiliki kemampuan

mereabsorbsi dan mensekresi kalsium.

3) Fungsi Ginjal

Beberapa fungis ginjal adalah :

(a.) Mengatur volume air (cairan) dalan tubuh

Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh

ginjal sebagai urine yang encer dalam jumlah besar.

Kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urin

yang dieksresikan jumlahnya berkurang dan

konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan

volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif normal.

(b.) Mengatur keseimbangan osmotic dan keseimbangan ion

Fungsi ini terjadi dalam plasma bila terdapat

pemasukan dan pengeluaran yang abnormal dari ion-

ion. Akibat pemasukan garam yang berlebihan atau

penyakit perdarahan, diare, dan muntahmuntah, ginjal

akan meningkatkan sekresi ion-ion yang penting seperti

Na, K, Cl, dan fosfat.

(c.) Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh.

Tergantung pada apa yang dimakan, campuran

makanan, (mixed diet) akan menghasilkan urin yang

bersifat asam, pH kurang dari 6. Hal ini disebabkan oleh

hasil metabolisme protein. Apabila banyak memakan

sayuran, urin akan bersifat basa, pH urine bervariasi

14
antara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi urine sesuai dengan

perubahan pH darah.

(d.) Ekskresi sisa-sisa metabolisme makanan (Ureum, asam

urat, dan kreatinin)

Bahan-bahan yang dieskresikan oleh ginjal antara lain

zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin,

dan bahan kimia lain (pestisida)

(e.) Fungsi hormonal dan metabolisme.

Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai

peranan penting dalam mengatur takanan darah (sistem

rennin-angiotensinaldosteron) yaitu untuk memproses

pembentukan sel darah merah (eritropoiesis). Ginjal juga

membentuk hormon dihidroksi kolekalsifero (vitamin D

aktif) yang diperlukan untuk absorbsi ion kalsium di usus.

(f.) Pengaturan tekanan darah dan memproduksi enzim

rennin, angiotensin dan aldosteron yang bersungsi

meningkatkan tekanan darah.

(g.) Pengeluaran zat beracun

Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan,

obat-obatan atau zat kimia asing lain dari tubuh

(Muttaqin, 2011).

c. Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD)

Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) didasarkan atas

dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar

15
diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat

atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus

Kockcroft-Gault sebagai berikut:

(140 − umur) x Berat badan


LFG (ml/mnt/1,73m²) =
72 x Kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi tersebut tampak pada table 2.1

LFG
Derajat Penjelasan
(ml/mn/1,73m²)

1. Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90

2. Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ ringan 60-89

3. Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ sedang 30-59

4. Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ berat 15-29

5. Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Tabel 2.1 Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Deases (CKD) atas

Dasar Derajat Penyakit

Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 2.2

Penyakit Tipe Mayor

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi

sistemik, obat, neoplasia) Penyakit vaskular

Penyakit ginjal non (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,

diabetes mikroanglopati) Penyakit tubulointerstisial

(plenonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan

obat) Penyakit kistik (ginjal polistik)

Penyakit pada Rejeksi kronik Keracunan obat

16
transplantasi (sikiosporin/takrolimus) Penyakit recurrent

(glomerular) Transplant glomerulopathy

Tabel 2.2. Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Deases (CKD) Atas

Dasar Diagnosis Etiologi

d. Etiologi

Gagal ginjal kronik sering kali menjadi penyakit komplikasi

dari penyakit lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder.

Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :

1) Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)

2) Penyakit peradangan (glomerulonefritis)

3) Penyakit vaskuler hipertensi (nefrosklerosis, stenosis arteri

renalis)

4) Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa,

sklerosis sitemik)

5) Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik,

asidosis tubulus ginjal)

6) Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)

7) Nefropati toksik

8) Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)

(Robinson, 2013)

e. Patofisiologi

17
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron

(termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang

lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh

hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai

reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya

saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi

sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus

dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi

berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.

Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah

banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana

timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan

muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi

ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang

demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau

lebih rendah itu. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme

protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun

dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem

tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin

berat

1) Gangguan Klirens Ginjal

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai

akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang

menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang

18
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal Penurunan laju filtrasi

glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin

24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi

glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens

kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan

meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)

biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator

yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi

secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh

penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,

katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti

steroid.

2) Retensi Cairan dan Ureum

Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau

mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap

akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan

cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering

menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya

edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi

juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan

kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.

Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan

garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.

19
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan

natrium, yang semakin memperburuk status uremik.

3) Asidosis

Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi

asidosis metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal

mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.

Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan

tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan

mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) .penurunan ekskresi

fosfat dan asam organic lain juga terjadi.

4) Anemia

Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak

adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi

nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan

akibat status uremik pasien, terutama dari saluran

gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin

menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina

dan sesak napas.

5) Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat

Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis

adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar

serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling

timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu

menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus

20
ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan

sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar

kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari

kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak

berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi

parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan

pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-

dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal

menurun.

6) Penyakit Tulang Uremik

Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan

kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormone

21
Gambar 2.2 Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CKD)

22
f. Penatalaksanaan Medik

Menurut Wong, dkk (2009) Pada gagal ginjal konik yang

bersifat irreversibel, tujuan penatalaksanaan medis antara lain

meningkatkan fungsi ginjal sampai taraf maksimal,

mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam batas

biokimiawi yang aman, mengobati komplikasi sistemik dan

meningkatkan kualitas kehidupan hingga taraf seaktif dan

senormal mungkin.

1) Terapi Konservatif

Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien

Cronic renal Desease (CKD) dan lama terapi konservatif

bervariasi dari bulan sampai tahun (Dilakukan pemeriksaan

lab.darah dan urin, Observasi balance cairan, Observasi

adanya odema dan Batasi cairan yang masuk).

2) Asidosis metabolic

Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat

meningkatkan serum K+ (hiperkalemia ) : 1) Suplemen alkali

dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari. 2) Terapi alkali

dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan

7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.

23
3) Anemia

(a.) Anemia Normokrom normositer

Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan

defisiensi hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic

Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan

pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-

HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.

(b.) Anemia hemolisis

Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang

dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia dengan

hemodialisis atau peritoneal dialysis.

(c.) Anemia Defisiensi Besi

Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan

perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada

dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ).

4) Pengaturan diet Tujuan diet pada gagal ginjal adalah

memberikan kalori dan protein yang cukup sekaligus

membatasi kebutuhan ekskresi pada ginjal, meminimalkan

penyakit tulang metabolik, dan meminimalkan gangguan cairan

dan elektrolit.Asupan natrium dan air biasanya tidak dibatasi

kecuali bila terdapat gejala edema dan hipertensi, dan asupan

kalium umumnya tidak dibatasi. Asupan fosfor harus

dikendalikan melalui pengurangan asupan protein dan susu

24
untuk mencegah atau mengoreksi gangguan keseimbangan

kalsium atau fosfor. Kadar fosfor dapat dikurangi lebih lanjut

dengan pemberian karbonat per oral yang berikatan dengan

fosfor menurunkan absorpsi gastrointestinal dan menurunkan

kadar fosfat serum.

5) Penatalaksanaan teknologik gagal ginjal kronik

(a.) Dialisis merupakan proses pemisahan substansi koloid

dan kristaloid dalam larutan berdasarkan perbedaan laju

difusi melalui membrane semipermeabel. Metode dialisis

yang kini tersedia adalah dialisis peritoneal dengan

rongga abdomen berfungsi sebagai membran

semipermeabel yang dapat dilalui oleh air dan zat

terlarut yang ukuran molekulnya kecil; hemodialisis yaitu

darah yang disirkulasikan diluar tubuh melalui membrane

buatan yang memungkinkan alur yang sama untuk air

dan zat terlarut; hemofiltrasi yaitu filtrat darah yang

disirkulasi 30 di luar tubuh dengan diberi tekanan

hidrostatik melintasi membran semipermeabel sambil

pada saat yang bersamaan dimasukkan larutan

pengganti.

(b.) Transplantasi memberikan kesempatan kepada pasien

untuk menjalani hidup yang relative normal dan

merupakan bentuk terapi pilihan untuk penderita gagal

ginjak kronik. Ginjal untuk ditransplan diperoleh dari dua

25
sumber yaitu donor kerabat yang masih hidup living

related donor yang biasanya berasal dari orangtua atau

saudara kandung, atau donor kadaver, yaitu yang

berasal dari pasien yang sudah meninggal atau yang

sudah mengalami kematian otak yang keluarganya yang

menyetujui untuk menyumbangkan organ ginjal yang

sehat tersebut. Tujuan utama transplantasi adalah

kelangsungan hidup jaringan yang dicangkokkan dalam

jangka waktu lama dengan melindungi jaringan yang

secara antigen serupa dengan jaringan yang terdapat

pada resipien dan dengan menekan mekanisme imun

resipien.

Menurut Lemone, dkk (2014) mengatakan bahwa dalam

mempertahankan nutrisi yang cukup dan mencegah

kekurangan gizi kalori protein adalah fokus penatalaksanaan

nutrisi selama tahap awal gagal ginjal kronik. Saat fungsi ginjal

menurun, eliminasi air, zat terlarut, dan sisa metabolik rusak.

Akumulasi zat sisa ini dalam tubuh memperlambat

perkembangan kerusakan nefron, menurunkan gejala uremia,

dan membantu mencegah komplikasi. Tidak seperti karbohidrat

dan lemak, tubuh tidak dapat menyimpan kelebihan protein.

Protein dalam makanan yang tidak dipakai dipecah menjadi

urea dan sisa nitrogen lainnya, yang kemudian dieliminasi oleh

ginjal. Makanan kaya protein juga mengandung ion anorganik

26
seperti ion hydrogen, fosfat, dan sulfit yang dieliminasi oleh

ginjal.

Asupan protein 31 harian 0,6 g/kg berat badan tubuh atau

sekitar 40 g/hari untuk rata-rata pasien pria, memberikan asam

amino yang dibutuhkan untuk perbaikan jaringan. Protein harus

mempunyai nilai biologis tinggi, kaya asam amino esensial.

Asupan karbohidrat ditingkatkan untuk mempertahankan

kebutuhan energi dan memberikan sekitar 35 kilokalori per kilo

per hari. (Almatsier,2004) Asupan air dan natrium diatur untuk

mempertahankan volume cairan ekstraseluler pada kadar

normal. Asupan air satu sampai dua liter per hari biasanya

dianjurkan untuk mempertahankan keseimbangan air. Natrium

dibatasi hingga 2 gram per hari pada awalnya. Batasan air dan

natrium yang lebih ketat dapat dibutuhkan pada saat gagal

ginjal memburuk. Pasien diinstruksikan untuk memonitor berat

badan tiap hari dan melaporkan kenaikan berat badan lebih dari

dua koma tiga kilogram selama periode 2 hari. Pada stadium

empat dan lima, asupan kalium dan fosfor juga dibatasi.

Asupan kalium dibatasi hingga kurang dari 60 hingga 70

mEq/hari (asupan normal dalam sekitar 100 mEq/ hari). Pasien

diperingatkan untuk menghindari pemakaian pengganti garam.

Yang biasanya berisi kadar kalium klorida tinggi. Makanan

tinggi fosfor mencakup telur, produk susu, dan daging

(Almatsier,2004)

27
2. Konsep Asuhan Keperawatan Chronic Kidney Disease (CKD)

a. Pengkajian Keperawatan

1) Identitas Pasien

Terdiri dari nama, nomor rekam medis, umur (lebiha

banyak terjadi pada usia 30-60 tahun), agama, jenis kelamin

(pria lebih beresiko daripada wanita), pekerjaan, status

perkawinan, alamat, tanggal masuk, pihak yang mengirim,

cara masuk RS, diagnosa medis, dan identitas penanggung

jawab meliputi : Nama, umur, hubungan denga pasien,

pekerjaan dan alamat.

2) Riwayat Kesehatan

(a.) Keluhan utama

Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan

oleh pasien sebelum masuk ke Rumah sakit. Pada

pasien gagal ginjal kronik biasanya didapatkan keluhan

utama bervariasi, mulai dari urin keluar sedikit sampai

tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran,

tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut

terasa kering, rasa lelah, napas bau (ureum) dan gatal

pada kulit (Muttaqin, 2011).

28
(b.) Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya pasien mengalami penurunan

frekuensi urin, penurunan kesadaran, perubahan pola

napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit,

adanya napas berbau amoniak, rasa sakit kepala, nyeri

panggul, penglihatan kabur, perasaan tidak berdaya

dan perubahan pemenuhan nutrisi (Muttaqin, 2011).

(c.) Riwayat Kesehatan Dahulu

Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai

riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran

kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat

nefrotoksik, penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem

perkemihan berulang, penyakit diabetes melitus,

hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi

prdisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai

riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya

riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian

dokumentasikan (Muttaqin, 2011).

(d.) Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya pasien mempunyai anggota keluarga

yang pernah menderita penyakit yang sama dengan

pasien yaitu gagal ginjal kronik, maupun penyakit

diabetes melitus dan hipertensi yang bisa menjadi

faktor pencetus terjadinya penyakit gagal ginjal kronik.

29
3) Pengakajian B1- B6

Meliputi B6 antara lain, breathing, blood, brain, bladder,

bowel dan bone :

(a.) Breathing (napas): sistem respirasi

Pasien belum sadar dilakukan evaluasi seperti pola

napas, tanda-tanda obstruksi, pernapasan cuping

hidung, frekuensi napas, pengerakan rongga dada:

apakah simetris atau tidak, suara napas tambahan:

apakah tidak ada obstruksi total, udara napas yang

keluar dari hidung, sianosis pada ekstremitas,

auskultasi: adanya wheezing atau ronkhi.

(b.) Blood (darah): sistem kardiovaskuler

Pada sistem kardiovaskuler dinilai tekanan darah,

dan kadar Hb.

(c.) Brain (otak): sistem SSP

Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien

dengan GCS (Glasgow Coma Scale) dan perhatikan

gejala kenaikan TIK 4.

(d.) Bladder (kandung kemih): sistem urogenitalis

Pada sistem urogenitalis diperiksa kualitas,

kuantitas, warna, kepekatan urine, untuk menilai:

30
apakah pasien masih dehidrasi, apakah ada

kerusakan ginjal.

(e.) Bowel (usus): sistem gastrointestinalis

Pada sistem gastrointestinalis diperiksa: adanya

dilatasi lambung, tanda-tanda cairan bebas, distensi

abdomen, perdarahan lambung post operasi,

obstruksi atau hipoperistaltik, gangguan organ lain,

misalnya: hepar, lien, pancreas, dilatasi usus halus.

Pada pasien post operasi mayor sering mengalami

kembung yang mengganggu pernapasan, karena

pasien bernapas dengan diafragma.

(f.) Bone (tulang): sistem musculoskeletal

Pada sistem musculoskeletal dinilai adanya tanda-

tanda sianosis, warna kuku, perdarahan post

operasi, gangguan neurologis: gerakan ekstremitas.

4) Pemeriksaan fisik

(a.) Keadaan umum dan tanda-tanda vital

Keadaan umum pasien lemah, letih dan terlihat sakit

berat. Tingkat kesadaran pasien menurun sesuai

dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi

sistem syaraf pusat. TTV : RR meningkat, TD

meningkat.

31
(b.) Kepala

(1.) Rambut : biasanya pasien bermbut tipis dan

kasar, pasien sering sakit kepala, kuku rapuh dan

tipis.

(2.) Wajah : biasanya pasien berwajah pucat

(3.) Mata : biasanya mata pasien memerah,

penglihatan kabur, konjungtiva anemis dan sklera

ikterik.

(4.) Hidung : biasanya tidak ada pembengkakan polip

dan pasien bernapas pendek

(5.) Bibir : biasanya terdapat peradangan mukosa

mulut, ulserasi gusi, perdarahan gusi dan napas

berbau.

(6.) Gigi : biasanya tidak terdapat karies pada gigi

(7.) Lidah : biasanya tidak terjadi perdarahan

(c.) Leher : biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar

tiroid atau kelenjar getah bening

(d.) Dada/Thorak

(1.) Inspeksi : biasanya pasien dengan napas

pendek, kusmaul (cepat/dalam)

(2.) Palpasi : biasanya fremitus kiri dan kanan

(3.) Perkusi : biasanya sonor

(4.) Auskultasi : biasanya vesikuler

32
(e.) Jantung

(1.) Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat

(2.) Palpasi : biasanya ictus cordis teraba di ruang

intercostal 2 linea dekstra sinistra

(3.) Perkusi : biasanya ada nyeri

(4.) Auskultasi : biasanya terdapat irama jantung

yang cepat

(f.) Perut/Abdomen

(1.) Inspeksi : biasanya terjadi distensi abdomen,

acites atau penumpukan cairan, pasien tampak

mual dan muntah

(2.) Palpasi : biasanya acites, nyeri tekan pada

bagian pinggang, dan adanya pembesaran

hepar pada stadium akhir

(3.) Perkusi : biasanya terdengar pekak karena

terjadinya acites

(4.) Auskultasi : biasanya bising usus normal,

antara 5-35 kali/menit

(g.) Genitourinaria

Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin, oliguria,

anuria, distensi abdomen, diare atau konstipasi,

perubahan warna urin menjadi kuning pekat.

(h.) Ekstremitas

33
Biasanya didapatkan nyeri panggul, edema pada

ekstremitas, kram otot, kelemahan pada tungkai,

rasa panas pada telapak kaki dan keterbatasan

gerak sendi.

(i.) Sistem Integumen

Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan

bersisik, adanya area ekimosis pada kulit.

(j.) Sistem Neurologi

Biasanya terjadi gangguan status mental seperti

penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan

konsentrasi, kehilangan memori, penurunan tingkat

kesadaran,disfungsi serebral, seperti perubahan

proses fikir dan disorientasi. Pasien sering didapati

kejang, dan adanya neuropati perifer.

b. Diagnosa Keperawatan

Kemungkinan diagnosa yang muncul pada klien dengan gagal

ginjal kronik yaitu:

1.) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, perubahan membrane

alveolus-kapiler.

34
2.) Ketidakefektifan pola napas b/d ansietas, hiperventilasi,

keletihan, nyeri, obesitas, posisi tubuh yang menghambat

ekspansi paru dan sindrom hipoventilasi.

3.) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan

aliran arter/vena, penurunan konsentrasi hemoglobin.

4.) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme

regulasi, kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan cairan

5.) Defisit nutrisi berhubungan ketidakmampuan mengabsorbsi

nutrient, ketidakmampuan mencerna makanan, faktor

psikologis (keengganan untuk makan)

6.) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2,

kelemahan. (Nurarif & Kusuma, 2015, Tim Pokja SDKI,

2017)

35
c. Intervensi Keperawatan

Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi
Tujuan Dan Kriteria Hasil (SLKI)
Keperawatan (SIKI)
1 (D.0003) Gangguan L.01003 Pertukaran Gas I.01014 Pemantauan Respirasi
pertukaran gas berhubungan Ekspektasi: meningkat Observasi
dengan ketidakseimbangan Kriteria hasil 1.1 Monitor frekuensi, irama kedalaman dan
ventilasiperfusi, perubahan 1. Tingkat kesadaran meningkat upaya napas
membrane alveolus-kapiler. 2. Dispnea menurun 1.2 Monitor pola napas (seperti bradipnea,
Data Mayor : 3. Bunyi napas tambahan menurun takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-
DS : 4. Pusing menurun Stokes, Biot, ataksik)
1. Dispnea 5. Penglihatan kabur menurun 1.3 Monitor kemampuan batuk efektif
DO : 6. Diaforesis menurun 1.4 Monitor adanya produksi sputum
1. PCO2 meningkat/menurun 7. Gelisah menurun 1.5 Monitor adanya sumbatan jalan napas
2. PO2 menurun 8. Napas cuping hidung menurun 1.6 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
3. Takikardi 9. PCO2 membaik 1.7 Auskultasi bunyi napas
4. pH arteri 10. PO2 membaik 1.8 Monitor saturasi oksigen
meningkat/menurun 11. Takikardia membaik 1.9 Monitor nilai AGD
5. Bunyi napas tambahan 12. pH arteri membaik 1.10 Monitor hasil x-ray toraks
13. Sianosis membaik Terapeutik
14. Pola napas membaik 1.11 Atur interval pemantauan respirasi sesuai

36
Data Minor 15. Warna kulit membaik kondisi pasien
DS : 1.12 Dokumentasikan hasil pemantauan
1. Pusing Edukasi
2. Penglihatan kabur 1.13 Jelaskan tujuan dan prosedur
DO : pemantauan
1. Sianosis 1.14 Informasikan hasil pemantauan, jika
2. Diaforesis perlu
3. Gelisah Kolaborasi
4. Napas cuping hidung 1.15 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
5. Pola napas abnormal 1.16 Kolaborasi penggunaan oksigen saat
(cepat/lambat, aktivitas dan/atau tidur
reguler/irreguler,dalam/dangkal
)
6. Warna kulit abnormal
(pucat, kebiruan)
7. Kesadaran menurun
2. Ketidakefektifan pola napas Respiratory status : Ventilation Airway Management
b/d ansietas, hiperventilasi, - Respiratory status : Airway patency 1. Buka jalan napas, guanakan teknik chin
keletihan, nyeri, obesitas, - Vital sign Status lift atau jaw thrust bila perlu
posisi tubuh yang Kriteria Hasil : 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan

37
menghambat ekspansi paru - Mendemonstrasikan batuk efektif dan ventilasi
dan sindrom hipoventilasi suara napas yang bersih, tidak ada 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
sianosis dan dyspneu (mampu alat jalan napas buatan
mengeluarkan sputum, mampu bernapas 4. Pasang mayo bila perlu
dengan mudah, tidak ada pursed lips) 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Menunjukkan jalan napas yang paten 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
(klien tidak merasa tercekik, irama napas, suction
frekuensi pernapasan dalam rentang 7. Auskultasi suara napas, catat adanya
normal, tidak ada suara napas abnormal) suara tambahan
 Tanda Tanda vital dalam rentang normal 8. Lakukan suction pada mayo
(tekanan darah, nadi, pernapasan) 9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
3. (D.0009) Perfusi perifer tidak L.02011 Perfusi Perifer I.02079 Perawatan Sirkulasi
efektif berhubungan dengan Ekspektasi: meningkat Observasi
penurunan aliran arter/vena, Kriteria hasil: 2.1 Periksa sirkulasi periver (mis. Nadi perifer,
penurunan konsentrasi 1. Denyut nadi perifer meningkat edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle

38
hemoglobin. 2. Penyembuhan luka meningkat brachial index)
Data Mayor 3. Sensasi meningkat 2.2 Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
DS : 4. Warna kulit pucat menurun ( mis. Diabetes, perokok, orang tua hipertensi
DO : 5. Edema perifer menurun dan kadar kolestrol tinggi)
1. CRT > 3 detik 6. Nyeri ekstremitas menurun 2.3 Monitor panans, kemerahan, nyeri atau
2. Nadi perifer menurun/tidak 7. Parastesia menurun bengkak pada ekstermitas
teraba 3. Akral teraba dingin 8. Kelemahan otot menurun Teraupetik
4. Warna kulit pucat 9. Kram otot menurun 2.4 Hindari pemasangan infus atau
5. Turgot kulit menurun 10. Bruit femoralis menurun pengambilan darah di daerah keterbatasan
Data Minor 11. Nekrosis menurun perfusi
DS : 12. Pengisian kapiler membaik 2.5 Hindari pengukuran tekanan darah pada
1. Parastesia 13. Akral membaik ekstermitas dengan keterbatasan perfusi
2. Nyeri ekstremitas 14. Turgor kulit membaik 2.6 Hindari penekanan dan pemasangan
DO : 15. Tekanan darah sistolik membaik tourniquet pada area yang cidera
1. Edema 16. Tekanan darah diastolik membaik 2.7 Lakukan pencegahan infeksi
2. Penyembuhan luka lama 17. Tekanan arteri rata-rata membaik 2.8 Lakukan perawatan kaki dan kuku
3. Bruit femoralis 18. Indeks ankle-brachial membaik Edukasi
2.9 Anjurkan berhenti merokok
2.10 Anjurkan berolah raga rutin
2.11 Anjurkan mengecek air mandi untuk

39
menghindari kulit terbakar
2.12 Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
darah, antikoagulan,dan penurun kolestrol, jika
perlu
2.13 Anjurkan minum obat pengontrl tekanan
darah secara teratur
2.14 Anjurkan menggunakan obat penyekat
beta 2.15 Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi ( mis. Rendah lemak
jenuh, minyak ikam omega 3)
4. (D.0022) Hipervolemia L.03020 Keseimbangan Cairan I.03114 Manajemen Hipervolemia
berhubungan dengan Ekspektasi: meningkat Observasi
gangguan mekanisme Kriteria hasil: 3.1 Periksa tanda dan gejala hipervolemia
regulasi, kelebihan asupan 1. Asupan cairan meningkat (mis. Ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP
cairan, kelebihan asupan 2. Haluaran urin meningkat meningkat, refleks hepatojugular positif, suara
cairan. 3. Kelembaban membran mukosa npas tambahan) 3.2 Identifikasi penyebab
Data Mayor meningkat hipervolemia
DS : 4. Asupan makanan meningkat 3.3 Monitor status hemodinamik (mis.
1. Ortopnea 5. Edema menurun frekuensi jantung, tekanan darah, MAP, CVP,
2. Dispnea 6. Dehidrasi menurun PAP, PCWP, CO, CI), jika tersedia

40
3. Paroxymal nocturnal 7. Asites menurun 3.4 Monitor intake dan output cairan
dyspnea 8. Konfusi menurun 3.5 Monitor tanda hemokonsentrasi
(PND) 9. Tekanan darah membaik (mis. kadar natrium, BUN, hematokrit, berat
DO : 10. Denyut nadi radial membaik jenis urine)
1. Edema anasarka dan/atau 11. Tekanan arteri rata-rata membaik 3.6 Monitor tanda peningkatan tekanan
edema perifer 12. Membran mukosa membaik onkotik plasma (mis. kadar protein dan
2. Berat badan meningkat 13. Mata cekung membaik albumin meningkat)
dalam waktu singkat 14. Turgor kulit membaik 3.7 Monitor keceptan infus secara ketat
3. Jugular venous pressure 15. Berat badan membaik 3.8 Monitor efek samping diuretik (mis.
(JVP) dan/atau Central Hipotensi ortostatik, hipovolemia, hipokalemia,
Venous Pressure (CVP) hiponatremia)
meningkat Terapeutik
4. Refleks hepatojugular positif 3.9 Timbang berat badan setiap hari pada
Data Minor waktu yang sama
DS : - 3.10 Batasi asupan cairan dan garam
DO : 3.11 Tinggikan kepala tempat tidur 30- 40°
1. Distensi vena jugularis Edukasi
2. Terdengar suara napas 3.12 Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5
tambahan mL/kg/jam dalam 6 jam
3. Hepatomegali 3.13 Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1

41
4. Kadar Hb/Ht menurun kg dalam sehar
5. Oliguria 3.14 Ajarkan cara mengukur dan mencatat
6. Intake lebih banyak asupan dan haluaran cairan
daripada output (balans cairan 3.15 Ajarkan cara membatasi cairan
positif) Kolaborasi
3.16 Kolaborasi pemberian diuretic
3.17 Kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat diuretik

5. (D.0019) Defisit nutrisi I.03030 Status Nutrisi I.03119 Manajemen Nutrisi


berhubungan ketidakmampuan Ekspektasi: membaik Observasi
mengabsorbsi nutrient, Kriteria hasil: 4.1 Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan mencerna 1. Porsi makanan yang dihabiskan 4.2 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
makanan, factor psikologis meningkat 4.3 Identifikasi makanan yang disukai
(keengganan untuk makan). 2. Kekuatan otot pengunyah meningkat 4.4 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
Data Mayor 3. Kekuatan otot menelan meningkat nutrient 4.5 Monitor asupan makanan
DS : - 4. Serum albumin meningkat 4.6 Monitor berat badan
DO : 5. Verbalisasi keinginan untuk 4.7 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
1. Berat badan menurun meningkatkan nutrisi meningkat Teraupetik
minimal 10% dibawah rentang 6. Pengetahuan tentang pilihan makanan 4.8 Lakukaoral hygiene sebelum makan, jika

42
ideal yang sehat meningkat perlu 4.9 Fasilitasi menentukan pedooman diet
Data Minor 7. Pengetahuan tentang pilihan minuman (mis. Piramida makanan)
DS : yang sehat meningkat 4.10 Sajikan makanan secara menarik dan
1. Cepat kenyang setelah 8. Pengetahuan tentang standar asupan suhu yang sesuai
makan nutrisi yang tepat meningkat 4.11 Berikan makanantinggi serat untuk
2. Kram/nyeri abdomen 9. Penyiapan dan penyimpanan makanan mencegah konstipasi
3. Nafsu makan menurun yang aman meningkat 4.12 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
DO : 10. Penyiapan dan penyimpanan minuman protein
1. Bising usus hiperaktif yang aman meningkat 4.13 Berikan makanan rendah protein
2. Otot pengunyah lemah 11. Sikap terhadap makanan/minuman Edukasi
3. Otot menelan lemah sesuai dengan tujuan kesehatan 4.14 Anjurkan posisi dusuk, jika mampu
4. Membran mukosa pucat meningkat 4.15 Anjurkan diet yang diprogramkan
5. Sariawan 12. Perasaan cepat kenyang menurun Kolaborasi
6. Serum albumin turun 13. Nyeri abdomen menurun 4.16 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
7. Rambut rontok berlebihan 14. Sariawan menurun makan (mis. Pereda nyeri, antiemetic), jika
8. Diare 15. Rambut rontok menurun perlu 4.17 Kolaborasi dengan ahli gizi
16. Diare menurun menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
17. Berat badan membaik yang dibutuhkan, jika perlu
18. Indeks Massa Tubuh (IMT) membaik
19. Frekuensi makan membaik

43
20. Nafsu makan membaik
21. Bising usus membaik
22. Tebal lipatan kulit trisep membaik
23. Membran mukosa membaik
6. (D.0056) Intoleransi aktivitas L.05047 Toleransi Aktivitas I.05178 Manajemen Energi Observasi
berhubungan dengan Ekspektasi: meningkat 5.1 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
ketidakseimbangan antara Kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
suplai dan kebutuhan O2, 1. Frekuensi nadi meningkat 5.2 Monitor kelelahan fisik dan emosional
kelemahan.. 2. Saturasi oksigen meningkat 5.3 Monitor pola dan jam tidur
Data Mayor : 3. Kemudahan dalam melakukan aktivitas 5.4 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
DS : - sehari-hari meningkat selama melakukan aktivitas
DO : 4. Kecepatan berjalan meningkat Terapeutik
1. Frekuensi jantung 5. Jarak berjalan meningkat 5.5 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
meningkat >20% dari kondisi 6. Kekuatan tubuh bagian atas meningkat stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
istirahat 7. Kekuatan tubuh bagian bawah 5.6 Lakukan latihan rentang gerak pasin
Data Minor meningkat dan/atau aktif
DS : 8. Toleransi dalam menaiki tangga 5.7 Berikan aktivitas distraksi yang
1. Dispnea saat/setelah meningkat menenangkan 5.8 Fasilitasi duduk di sisi
beraktivitas 9. Keluhan lelah tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
2. Merasa tidak nyaman 10. Dipsnea saat aktivitas menurun berjalan

44
setelah beraktivitas 11. Dipsnea setelah aktivitas menurun Edukasi
3. Merasa lemah 12. Perasaan lemah menurun 5.9 Anjurkan tirah baring
DO : 13. Aritmia saat beraktivitas menurun 5.10 Anjurkan melakukkan aktivitas secara
1. Tekanan darah berubah 14. Aritmia setelah beraktivitas menurun bertahap
>20% dari kondisi istirahat 15. Sianosis menurun 5.11 Anjurkan menghubungi perawat jika
2. Gambaran EKG 16. Warna kulit membaik tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
menunjukkan aritmia 17. Tekanan darah membaik 5.12 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
saat/setelah aktivitas 18. Frekuensi napas membaik kelelahan
3. Sianosis 19. EKG Iskemia membaik Kolaborasi
5.13 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

Tabel 2.3. Tabel Intervensi Keperawatan

45
d. Implementasi

Implementasi digunakan untuk membantu klien dalam

mencapai tujuan yang sudah ditetapkan melalui penerapan

rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi. Pada

tahap ini perawat harus memiliki kemampuan dalam

berkomunikasi yang efektif, mampu menciptakan hubungan

saling percaya dan saling bantu, observasi sistematis, mampu

memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan dalam

advokasi dan evaluasi (Asmadi, 2008). Implementasi adalah

tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan.

Tindakan ini mncangkup tindakan mandiri dan kolaborasi

(Tarwoto & Wartonah, 2011).

e. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap kelima dari proses

keperawatan. Tahap ini sangat penting untuk menentukan

adanya perbaikan kondisi atau kesejahteraan klien (Perry &

Potter, 2013). Hal yang perlu diingat bahwa evaluasi

merupakan proses kontinu yang terjadi saat perawat

melakukan kontak dengan klien. Selama proses evaluasi

perawat membuat keputusan-keputusan klinis dan secara

terus-menerus mengarah kembali ke asuhan keperawatan.

46
Tujuan asuhan keperawatan adalah membantu klien

menyelesaikan masalah kesehatan actual, mencegah

terjadinya masalah risiko, dan mempertahankan status

kesehatan sejahtera. Proses evaluasi menentukan keefektifan

asuhan keperawatan yang diberikan.

Perawat dapat menggunakan format evaluasi SOAP untuk

mengevaluasi hasil intervensi yang dilakukan. Poin S merujuk

pada respon subjektif pasien setelah diberikan intervensi. Poin

O melihat pada respon objektif yang dapat diukur pada pasien

setelah dilakukannya intervensi. Poin A adalah analisis perawat

terhadap intervensi yang dilakukan. Poin P adalah

perencanaan terkait tindakan selanjutnya sesuai analisis yang

telah dilakukan sebelumnya.

47
B. Tinjauan Kasus

1. Identitas Pasien

No. Rekam Medis : 17-04-27

Nama : Tn. “ B”

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tgl/ Umur : 19-03-1947/ 75 tahun

Rujukan dari : -

Diagnosa : Chronic Kidney Disease

Nama keluarga yang bisa dihubungi :Tn “F”

Transfortasi waktu datang : Mobil

Alasan masuk :

Tn B masuk dengan keluhan sesak napas dirasakan sejak

beberapa hari terakhir memberat tadi malam. Keluhan disertai

batuk berdahak dan nyeri pada dada Ketika batuk, demam tidak

ada, muntah 1x Riwayat CKD dan On HD serta Riwayat Diabetes

melitus. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran

Composmentis, keadaan umum lemas, untuk tanda-tanda vital,

nadi 85 kali per menit, TD 150/70 mmHg, suhu 36,50-c, respirasi

28x/menit. SpO2 88%.

a. Primary survey

1.) Airway

(a.) Pengkajian jalan napas

Bebas √Tersumbat sebagian

Trachea di tengah : √ Ya Tidak

48
(b.) Resusitasi : -

(c.) Re evaluasi: -

(d.) Masalah keperawatan : Bersihan jalan napas

2.) Breathing

Fungsi pernapasan :

(a.) Dada simetris : √ Ya Tidak

(b.) Sesak napas : √ Ya Tidak

(c.) Respirasi : 28 x/menit, dan terdapat penggunaan otot

bantu pernapasan.

d) Krepitasi : Ya Tidak √

e) Suara napas : Ronchi

f) Saturasi 02 : 88 %,

Assesment :-

Resusitasi :-

Re evaluasi :-

Masalah keperawatan : - Pola napas tidak efektif

- Gangguan pertukaran gas, PH:

7.470, PCO2 : 43.7, HCO3 : 32.1

kesan: Alkalosis Metabolik

3.) Circulation

Keadaan sirkulasi :

a) Tensi : 150/70 mmHg

b) Nadi : 85x/menit Kuat , Regular

49
c) Suhu axial : 36,5oC

d) Temperatur kulit : Hangat

e) Gambaran kulit: kering

f) Warna sawo matang

g) Pengisian kapiler : < 2 detik

Assesment : -

Resusitasi : -

Re evaluasi : -

Masalah keperawatan :-

4.) Disability
a.) Penilaian fungsi neurologis: Kesadaran composmentis
dengan GCS 15 (E4V5M6)
b.) Masalah keperawatan : -
c.) Intervensi/Implementasi : -
d.) Evaluasi : -
5) Exposure
a) Penilaian Hipotermia/hipertermia : Tidak ada peningkatan
dan penurunan suhu, dengan suhu : 36,5oC
b) Masalah keperawatan : -
c) Intervensi/Implementasi : -
d) Evaluasi : -

50
TRAUMA SCORE
A. Frekuensi pernapasan
 10 -25 4
 25 -35 3
> 35 2
< 10 1
0 0
B. Usaha napas
 Normal 1
 Dangkal 0
C. Tekanan darah
 > 89mmHg 4
70 -89 3
50 -69 2
1- 49 1
0 0
D. Pengisian kapiler
 < 2 dtk 2
 > 2 dtk 1
0 0
E. Glasgow Coma Score (GCS)
 14 -15 5
11- 13 4
8 – 10 3
5- 7 2
3- 4 1
Total trauma score : 14
PENILAIAN NYERI :
Nyeri :  Tidak Ya,
Jenis

51
b. Survey Sekunder

1.) Riwayat Kesehatan

S : Sign/Symtom ( tanda dan gejala) :

Pasien masuk dengan keluhan sesak napas dirasakan sejak

beberapa hari terakhir memberat tadi malam. Keluhan

disertai batuk berdahak dan nyeri pada dada ketika batuk.

A : alergi:

Tidak ada alergi obat dan maupun makanan.

M: pengobatan:

Nevorapid dan Captopril

P : Riwayat penyakit:

Pasien memiliki Riwayat DM dan HD

L :Makanan yang dikomsumsi terakhir,sebelum sakit:

Pasien makan seperti biasa , nasi , sayur , dan lauk

pauk

E : Kejadian sebelum injury/sakit:

Awalnya pasien hanya batuk

2.) Riwayat dan mekanisme trauma (dikembangkan

menurut OPQRST

O :Onset (seberapa cepat efek dari suatu interaksi

terjadi) Tidak ada nyeri

52
P :Provokatif (penyebab)

Q :Quality (kualitas)

R :Radiation (paparan)

S :Severity ( tingkat keparahan)

T :Timing (waktu)

3.) Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 150/70 mmHg

Frekunsi Nadi : 85x/ menit

Frekuensi Napas : 28 x/ menit

Suhu tubuh : 36.5ºC

4) Pemeriksaan fisik (HEAD TO TOE)

(a.) Kepala

Inspeksi : Rambut beruban, kulit kepala tampak bersih,

dan tidak ada ketombe.

Palpasi : Tidak teraba adanya massa dan tidak ada

nyeri tekan

(b.) Mata

Inspeksi : Tidak ada perdarahan sub konjungtiva,

konjungtiva anemis,sklera ikterik, tidak ada cedera

pada kornea,

Palpasi : Tidak teraba adanya massa

(c.) Telinga

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak tampak adanya

serumen.

53
Palpasi : Tidak teraba adanya massa dan tidak ada

nyeri tekan

(d.) Hidung

Inspeksi : Tampak bersih, tidak ada benjolan pada

hidung, dan tidak terdapat rinorhea.

Palpasi : Tidak teraba adanya massa

(e.) Mulut dan gigi

Inspeksi : Mukosa mulut tampak kering,gigi

tampak bersih dan tidak terdapat stomatitis.

(f.) Wajah

Inspeksi : Wajah tampak pucat

(g.) Leher

Inspeksi : Tidak terdapat pembesaran tonsil.

Palpasi: Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada

pembesaran kelenjar thyroid

(h.) Dada/thoraks dan Paru-paru ;

Inspeksi : Simetris antar kedua lapang paru, pasien

tampak menggunakan otot bantu napas, frekuensi

napas : 28 x/menit. Terdapat selang DLC

Palpasi : terdapat nyeri tekan

Perkusi :redup

Auskultasi : Suara napas ronchi

54
(i.) Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Perkusi : pekak

Auskultasi : S1 dan S2 murni, tidak terdapat suara

jantung tambahan atau abnormal

(j.) Abdomen

Inspeksi : Tidak ada ascites

Auskultasi : bising usus 10x/menit

Palpasi : tidak ada nyeri

Perkusi : timpani

(k.) Pelvis

Inspeksi : tidak dikaji

Palpasi : ada nyeri tekan

(l.) Perineum dan rectum

Inspeksi : tidak dikaji

(m.) Genitalia

Inspeksi : tidak dikaji

Palpasi : tidak dikaji

(n.) Ekstremitas

Status sirkulasi: Pengisian kapiler pada ektermitas atas

dan bawah < 2 detik.

Ekstremitas atas : Simetris, gerakan aktif, jumlah jari

lengkap masing-masing 5, tidak ada odema, tidak ada

sianosis, kuku bersih warna merah muda.

55
Ekstremitas bawah : Simetris, gerakan aktif, jumlah jari

lengkap masing-masing 5, tidak ada odema, tidak ada

varices, reflek patella ada, kuku bersih warna merah

muda

(o.) Neurologis

Fungsi sensorik : Pasien dapat merasakan

stimulus berupa sentuhan ringan pada anggota tubuh.

Fungsi Motorik : Pasien dapat mengangkat kedua

kakinya dan tangannya.

Kekuatan otot 5 5

5 5

5) Hasil Laboratorium

(a.) Hasil Laboratorium darah rutin

Tanggal 05-01-2022

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan


3 3
WBC 17 4.00-10.00 10 /mm
6 3
RBC 2,70 4.50-6.50 10 /mm
HGB 7,5 13.0-17.0 g/dl
HCT 23,8 40-54 %
3
MCV 88,1 80-100 µm
MCH 27,8 27.0-32.0 pg
MCHC 31,5 32.0-36.0 g/dl
RDW cv 15,1 10.0-15.0 %
3
RDW sd 53,2 37-54 µm
3 3
PLT 330 150-500 10 /mm
3
MPV 6,6 6.0-11.0 µm
PCT 0,22 0.15-0.50 %
PDW 18,9 10.0-18.0 %
Tabel 2.4. Hasil Laboratorium Darah Rutin

56
(b.) Elektrolit Darah
Tanggal, 05-01-2022. Kesan: Hiponatremia dan Azotemia
Hasil Normal
Natrium : 128.5 (136 – 145 mmol/L)
Kalium : 4.43 (3.5 – 5.1 mmol/L)
Clorida : 96 (94 – 110 mmol/L)
Urea UV : 131 ( 15-40 mmol/dl)
Creatinin : 9.2 (0.5-1.3 mg/dl)
Tabel 2.5. Elektrolit darah

(c.) Kimia Darah


Tanggal 05-01-2022. Kesan: Alkalosis Metabolik
Hasil Normal
PH : 7.470 7.35-7.45
SO2 : 96.4 95-98 %
PO2 : 84.4 80.0-100.0 mmHg
ctO2 : 12.3 15.8-22.3 ml/dl
PCO2 : 43.7 35.0-45.0 mmHg
CtCO2 : 33.4 23-27 mmol/l
HCO3 : 32.1 22-26 mmol/l
BE : 8.2 -2 s/d +2 mmol/l
Tabel 2.6. Kimia darah

6) Pengobatan

(a.)IVFD NaCl dengan 20 tts/mnt.

(b.)Nebulizer NaCl 0.9%

(c.) Moxifloxacin 400mg/IV

(d.)Injeksi Ranitidine 1 amp

(e.)Injeksi Ketorolac 1amp

(f.) Terapi Oksigen NRM 10 lpm

57
7) Analisa Data

ANALISA DATA
No Data Subjektif & Data Diagnosa Etiologi
Objektif
1 Data Subjektif : Chronic Kidney Disease
- Pasien mengatakan (CKD)

batuk berdahak
- Pasien mengeluh Adanya benda asing
(sekret)
sesak napas
- Pasien mengatakan
Penumpukan sekret di
badannya lemas saluran pernapasan
sehingga Bersihan Jalan
membuatnya sulit Napas Tidak Jalan napas tidak
adekuat
beraktivitas Efektif
Data Objektif :
- Pasien tampak Bersihan jalan napas
batuk berdahak
- Terdengar suara
Dyspneu
napas tambahan
(Ronkhi)
- RR : 28x/m
2 Data Subjektif : Chronic Kidney Disease
1. Pasien mengeluh (CKD)

sesak napas
Data Objektif : Gangguan reabsorbsi

1. Tampak pasien
Pola Napas Hipernatremis
bernapas
tidak efektif
menggunakan
Retensi cairan
otot bantu
pernapasan
Vol vaskuler meningkat
2. Terdengar suara
napas tambahan Oedema pulmonal

58
(Ronkhi)
3. Tampak napas Ekspansi paru turun
pasien cepat dan
dangkal Dyspneu
4. Terpasang NRM
10liter/m Pola Napas tidak efektif
5. RR : 28x/m
3. DS: Chronic Kidney Disease
(CKD)
- Pasien
mengatakan
sesak Retensi cairan

DO:
Tekanan Pulmonal Naik
- PH: 7.470
- PCO2: 43.7,
- HCO3: 32.1, Gangguan Vol vaskuler meningka
- SPO2: 88%
pertukaran gas
- Bunyi napas
Ronchi Oedema pulmonal
- Tampak pasien
bernapas Gangguan pertukaran
menggunakan
otot bantu gas
pernapasan
- Tampak napas
pasien cepat
dan dangkal

Tabel 2.7. Analisa Data

8) Diagnosa Keperawatan

59
(a.)Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan

Spasme jalan napas

(b.) Pola Napas tidak efektif berhubungan dengan depresi

pusat pernapasan

(c.) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

9.) Intervensi Keperawatan

INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Keperawatan
Hasil (SLKI) Keperawatan (SIKI)
1 Bersihan Jalan Setelah dilakukan Latihan batuk efektif
Napas Tidak tindakan, selama Observasi
Efektif b.d Spasme 1x24 jam perawatan 1. Ientifikasi kempuan
jalan napas di harapkan bersihan batuk
jalan napas 2. Monitor adanya
meningkat dengan retensi sputum
kriteria hasil : Terapeutik
1. Batuk efektif 3. Atur posisi semi
meningkat fowler dan fowler
2. Produksi 4. Pasan perlak dan
sputum bengkok pada
menurun pasien
3. Disnpne 5. Buang sekret pada
menurun tempat sputum
4. Frekuensi Edukasi
napas 6. Jelaskan tujuan dan
membaik prosedur batuk
5. Pola napas efektif
membaik 7. Anjurkan Tarik

60
napas dalam
melalui hidung
selama 4 detik,
ditahan selama 2
detik, kemudian
keluarkan dari
mulut dengan bibir
dibulatkan selama 8
detik
8. Anjurkan batuk
dengan kuat
langsung setelah
Tarik napas dalam
yang ke-3
Kolaborasi
9. Kolaborasi
pemberian mukolitik
atau eksektoran,
jika perlu

2 Pola Napas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan napas


efektif b.d depresi tindakan, selama Observasi
pusat pernapasan 1x24 jam perawatan 1. Monitor pola napas
di harapkan Pola (frekuensi,
napas membaik kedalaman, usaha
dengan napas)
Kriteria Hasil : 2. Monitor bunyi
1. Dispnea napas tambahan
menurun 3. Monitor sputum
2. Penggunaan Terapeutik
otot bantu 4. Posisikan semi
napas menurun fowler atau fowler

61
3. Frekuensi 5. Berikan minum
napas membaik hangat

Edukasi
6. Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
7. Kolaborasi
pemberian oksigen
3. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
pertukaran gas b.d tindakan, selama Observasi
ketidakseimbangan 1x24 jam perawatan 1. Pantau kecepatan,
ventilasi-perfusi di harapkan irama, kedalaman,
gangguan pertukaran dan usaha respirasi
gas membaik 2. Auskultasi bunyi
dengan napas
Kriteria Hasil : 3. Pertahankan
1. Dispnea kepatenan jalan
menurun napas
2. Bunyi napas 4. Pantau efek
tambahan perubahan posisi
menurun pada perubahan
3. PCO2 membaik oksigenasi: AGD,
4. PO2 membaik SPO2
5. pH arteri Terapeutik
membaik 5. Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
Kolaborasi

62
7. Kolaborasi
pemberian oksigen

Tabel 2.8. Intervensi Keperawatan

10.) Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Hari /
D Implementasi
No Tang Jam Evaluasi Keperawatan
X Keperawatan
gal
1 Rabu/ I Latihan batuk efektif S:
05- Observasi - Klien
01- 1. Mengidentifikasi 14:00 mengatakan
2022 kempuan batuk napas sesak
Hasil: batuk dan - Klien
tidak bisa 14:05 mengatakan
mengeluarkan
sputum batuk dan
2. Memonitor mampu
adanya retensi 14:10 mengeluarkan

63
sputum sputum
Hasil: pasien - Klien
memiliki sputum mengatakan
Terapeutik 14:15 badan terasa
3. Mengatur posisi lemas
semi fowler dan O:
fowler 14:20 - Klien tampak
Hasil: terpasang O2
memposisikan NRM 10 liter
pasien semi - Klien tampak
fowler dispnea saat
4. Memasang 14:25 beraktivitas,
perlak dan frekuensi napas
bengkok pada 28 x/menit
pasien - Suara napas
Hasil: 14:25 ronchi
menyiapkan - Klien tampak
tissue untuk lemas
sputum A : Masalah bersihan
5. Membuang jalan napas belum
sekret pada teratasi
tempat sputum P : Intervensi dilanjutkan
Hasil: setelah di 1. Identifikasi
buang di tissue, 14:30 kempuan batuk
maka di buang di 2. Monitor adanya
tempat sampah retensi sputum
Edukasi 3. Atur posisi semi
6. Menjelaskan 14:35 fowler dan fowler
tujuan dan 4. Pasan perlak dan
prosedur batuk bengkok pada
efektif pasien
Hasil: pasien 5. Buang sekret

64
mengerti dengan pada tempat
penjelasan yang sputum
di berikan 6. Jelaskan tujuan
7. Menganjurkan dan prosedur
Tarik napas batuk efektif
dalam melalui 7. Anjurkan Tarik
hidung selama 4 napas dalam
detik, ditahan melalui hidung
selama 2 detik, selama 4 detik,
kemudian ditahan selama 2
keluarkan dari detik, kemudian
mulut dengan keluarkan dari
bibir dibulatkan mulut dengan
selama 8 detik bibir dibulatkan
Hasil: pasien selama 8 detik
mengikuti 8. Anjurkan batuk
anjuran yang di dengan kuat
ajarkan langsung setelah
8. Menganjurka Tarik napas
n batuk dalam yang ke-3
dengan kuat 9. Kolaborasi
langsung pemberian
setelah Tarik mukolitik atau
napas dalam eksektoran, jika
yang ke-3 perlu
Kolaborasi
9. Mengkolabor
asikan
pemberian
mukolitik
atau
eksektoran,

65
jika perlu
Hasil:
pemberian
nebulizer
NaCl 0.9%
2. Rabu/ II Manajemen jalan S:
05- napas - Klien
01- Observasi 14:05 mengatakan
2022 1. Memonitor pola napas sesak
napas berkurang
(frekuensi, 14:10 - Klien
kedalaman, mengatakan
usaha napas) 14:10 mampu
Hasil: mengeluarkan
pernapasan 28 sputum
x/menit O:
2. Memonitor 14:15 - Klien tampak
bunyi napas terpasang O2
tambahan NRM 10 liter
Hasil: suara - frekuensi napas
Ronchi 14:20 28 x/menit
3. Memonitor - Suara napas
sputum ronchi
Hasil: warna 14:30 - Klien tampak
putih, jumlah lemas
banyak A : Masalah Pola napas
belum teratasi
14:35 P : Intervensi dilanjutkan
1. Monitor pola
napas (frekuensi,
Terapeutik kedalaman,
4. Memposisik usaha napas)

66
an semi 2. Monitor bunyi
fowler atau napas tambahan
fowler 3. Monitor sputum
Hasil: 4. Posisikan semi
memposisik fowler atau fowler
an pasien 5. Berikan minum
semi fowler hangat
5. Memberikan 6. Ajarkan teknik
minum batuk efektif
hangat 7. Kolaborasi
Hasil: pasien pemberian
minum air oksigen
hangat
Edukasi
6. Mengajarkan
teknik batuk
efektif
Hasil: pasien
mengerti
cara batuk
efektif
Kolaborasi
7. Kolaborasi
pemberian
oksigen
Hasil:
Pasien
terpasang
oksigen
NRM 10lpm

67
3. Rabu/ III Pemantauan S:
05- Respirasi - Klien mengatakan
napas sesak
01- Observasi 14:00
berkurang
2022 1. Memantau O:
kecepatan, - Klien tampak
terpasang O2 NRM
irama,
10 liter
kedalaman, dan - frekuensi napas 22
usaha respirasi 14:05 x/menit
- Klien tampak lemas
Hasil:
- Klien tampak
pernapasan 28 14:10 menggunakan otot
x/menit napas bantu napas
dangkal, - PH: 7.470, PCO2:
43.7, HCO3: 32.1,
menggunakan 14:49
SPO2: 99%
otot bantu A : Masalah Gangguan
napas pertukaran gas belum
teratasi
2. Mengauskultasi
P : Intervensi dilanjutkan
bunyi napas 1. Pantau
Hasil: suara 15:00 kecepatan,
ronchi irama,
3. Mempertahanka kedalaman, dan
n kepatenan usaha respirasi
jalan napas 2. Auskultasi bunyi
Hasil: 14:00 napas
4. Pantau efek 3. Pertahankan
perubahan kepatenan jalan
posisi pada napas
perubahan 4. Pantau efek
oksigenasi: 14:35 perubahan posisi
AGD, SPO2 pada perubahan
Hasil: PH: oksigenasi: AGD,

68
7.470, PCO2: SPO2
43.7, HCO3: 5. Dokumentasikan
32.1, SPO2: hasil pemantauan
88% 6. Jelaskan tujuan
Terapeutik dan prosedur
5. Mendokumenta pemantauan
sikan hasil 7. Kolaborasi
pemantauan pemberian
Hasil: mencatat oksigen
hasil yang di
dapatkan

Edukasi
6. Menjelaskan
tujuan dan
prosedur
pemantauan
Hasil: keluarga
paham dengan
penjelasan
Kolaborasi
7. Kolaborasi
pemberian
oksigen
Hasil: Pasien
terpasang NRM
10 lpm

69
Tabel 2.9. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

70
71
BAB III
PEMBAHASAN KASUS KELOLAAN

Pada bab ini akan dibahas pelaksanaan asuhan keperawatan pada

pada Tn. “B” yang dilkukan di ruangan IGD Rumah Sakit Ibnu Sina YW-

UMI Makassar menggunakan primary survey untuk memberikan

penanganan meliputi pengkajian Airway, Breathing, Circulation, Disability

dan Exposure dimana gangguan-gangguan yang ada pada primary survey

akan ditangani segera apabila belum teratasi maka akan dilakukan

pengkajian secondary survey pendekatan proses asuhan keperawatan

yang meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Berikut ini akan membahas tentang perbedaan yang terjadi antara teori

dan kasus yang didapat dari asuhan keperawatan teori dan kasus yang

didapat dari asuhan keperawatan pada pasien Tn. "B”.

A. Pengkajian

1. Pengkajian Primary Survey

a. Airway

Pada teori dapat dilihat terdapat sekresi mucus, mucus ini

digiring ke faring dengan mekanisme pembersihan silia dari epitel

yang melapisi saluran pernapasan. Keadaan abnormal produksi

mucus yang berlebihan (karena gangguan fisik, kimiawi atau

infeksi yang terjadi pada membran mukosa), menyebabkan proses

pembersihan tidak berjalan secara normal sehingga mucus ini

banyak tertimbun. Bila hal tersebut terjadi membran mukosa akan

71
terangsang dan mucus akan dikeluarkan dengan tekanan intra

thorakal dan intra abdominal yang tinggi, dibatukkan udara keluar

dengan akselerasi yang cepat beserta membawa sekret mucus

yang tertimbun tadi. Mucus tersebut akan keluar sebagai sputum

(Sylvia, 2012). Pengkajian pada pasien Chronic Kidney Diseases

(CKD) dilakukan sesuai dengan tanda gejala mayor minor, pada

bersihan jalan napas tidak efektif, data mayornya yaitu, data

subjektif tidak tersedia, data objektif batuk tidak efektif, tidak

mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing dan/atau,ronchi

kering, meconium di jalan napas (pada neonates). Untuk data

minor yaitu, data subjektif dispnea, sulit bicara, ortopnea. Data

objektif, gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas

berubah pola napas berubah (PPNI T.P., 2016). Pada kasus yang

ditemukan penulis saat melakukan pengkajian pada Tn. “B”

ditemukan pernapasan pasien tersumbat karena adanya obstriksi

jalan nafas, terdapat penggunaan otot bantu, pasien nampak

batuk berlendir, serta terdengar suara ronchi pada dada, pada

saat inspirasi kedua dinding dada dan perut Tn. “B” sama antara

kiri dan kanan. dan pada kasus di temukan obstruksi jalan nafas.

akibat dari cairan sekret.

b. Breathing

Pada teori dapat di lihat tanda-tanda umum distress

pernapasan: dispneu, berkeringat, penggunaan otot bantu

pernapasan aksesorius, pernapasan abdomen. Pada teori,

72
dengar (listen) suara napas abnormal pada jarak dekat dari wajah

pasien dan secara auskultasi seperti ronchi, stridor, dan

wheezing. Menurut teori Dialife (2012) Sesak napas dengan

irama pernapasan kussmaul terjadi karena adanya penumpukan

cairan didalam jaringan paru atau dalam rongga dada. Hal ini

didukung oleh hasil pemeriksaan foto thorax AP dengan kesan

massa mediastinum, suspek tumor metastase paru, serta efusi

pleura bilateral. Pada kasus yang ditemukan penulis saat

melakukan pengkajian pada Tn.”B” pada saat melakukan

inspeksi tampak sesak napas dengan frekuensi pernapasan 28

kali/menit, Terdengar suara nafas ronchi. Pergerakan dinding

dada simestris kiri dan kanan, serta Tn.”B” menggunakan otot

bantu napas. Penurunan fungsi renal sehingga produk akhir

metabolisme protein (yang normalnya di sekresikan melalui urin)

tertimbun dalam darah menyebabkan ditemukannya kandungan

ureum dalam darah akibatnya terjadi gagal ginjal. Uremia

kejadian akibat dari ketidakmampuan tubuh untuk menjaga

metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit yang

dikarenakan adanya gangguan pada fungsi ginjal yang bersifat

progresif dan irreversible. Pasien Chronic Kidney Diseases (CKD)

yang sudah menjalani terapi hemodialisis rata-rata mengalami

sesak nafas. Hemodialisis dilakukan sebagai cara untuk

menggantikan fungsi ginjal yang tidak berfungsi sebagaimana

mestinya. Sesak nafas merupakan bentuk ketidakpatuhan pasien

73
akan konsumsi makanan yang tidak bergizi dan asupan cairan

yang berlebih sehingga pasien yang belum masuk jadwal

hemodialisis sudah merasakan keparahan dari penyakit gagal

ginjal kronis berupa sesak nafas akibat penumpukan cairan di

paru-paru. Sesak nafas sering kali ditemukan pada penderita

Chronic Kidney Diseases (CKD). Salah satu faktor pencetus

terjadinya sesak nafas adalah hipertensi. Hipertensi yang tidak

terkontrol akan menyebabkan arteri di sekitar ginjal menyempit,

melemah, dan mengeras. Kerusakan pada arteri ini akan

menghambat darah yang diperlukan oleh jaringan sehingga

menyebabkan nefron tidak bisa menerima oksigen dan nutrisi

yang dibutuhkan (Sumiadi , 2017). Jika ginjal terganggu, maka

proses pembentukan sel darah merah di sumsum tulang juga

akan ikut terganggu yang dapat menyebabkan jumlah oksigen

yang bisa dihantarkan ke seluruh tubuh ikut berkurang,

sehingga penderita CKD tidak bisa bernafas secara normal

dan mengalami sesak nafas, dan masalah utama yang sering

terjadi adalah pola nafas tidak efektif (Muttaqin & Sari, 2014).

c. Circulation

Pada teori dapat dinilai dengan warna tangan dan jari-jari.

Tanda-tanda gangguan kardiovaskuler termasuk akral perifer yang

dingin dan pucat. Selain itu mengecek waktu pengisian kapiler

(Capillary refill time, CRT), CRT yang memanjang > 2 detik dapat

74
menunjukkan perfusi perifer yang buruk. Pada teori dilakukan

pengukuran tekanan darah. tekanan darah sistolik yang rendah

menunjukkan syok. Namun demikian, bahkan pada keadaan syok,

tekanan darah tetap normal sebagai mekanisme kompensasi

untuk meningkatkan resistensi perifer sebagai respon terhadap

penurunan curah jantung. Pada kasus yang ditemukan penulis

saat melakukan pengkajian pada Tn.”B” capillary refill time (CRT)

normal yaitu < 2 detik dan masih dalam batas normal namun

Tn.”B” mengalami pucat dan didapatkan temperatur kulit hangat

dan akral perifer dingin dan Nadi 85x/menit. Pada kasus yang

ditemukan yaitu Tn.”B” dengan melakukan pengukuran tekanan

darah yaitu 150/70 mmHg.

d. Disability

Penilaian disabilitas melibatkan evaluasi fungsi sistem saraf

pusat. Pada pengkajian primery survey, disability dikaji dengan

menggunakan skala AVPU : A - alert, yaitu merespon suara

dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang diberikan, V -

vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang

tidak bisa dimengerti, P - responds to pain only (harus dinilai

semua keempat tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan

untuk mengkaji gagal untuk merespon), U - unresponsive to pain,

jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun stimulus

verbal. Selain menggunakan skala AVPU pada pengkajian

disability, dapat pula menggunakan skala Glasgow Coma Scale

75
(GCS) untuk menilai berbagai penyebab perubahan tingkat

kesadaran.Pada kasus yang ditemukan penulis saat melakukan

pengkajian pada kasus Tn.”B” pengkajian disability menggunakan

skala GCS didapatkan tingkat kesadaran composmentis dengan

hasil GCS 15 yaitu respon membuka mata spontan 4, respon

verbal 5, dan respon motorik 6.

e. Exposure

Secara khusus pengkajian exposure meliputi pengkajian

suhu tubuh berupa adanya hipertermia dan hipotermia.

Berdasarkan kasus didapatkan suhu tubuh Tn.”B” tidak terjadi

peningkatan suhu tubuh yaitu 36,5ºC.

2. Pengkajian Secondary Survey

a. Keluhan utama

Biasanya di dapatkan keluhan berupa : sesak napas, lelah

setelah beraktivitas, sering berkeringat,penurunan nafsu makan.

Berdasarkan kasus di dapatkan keluhan utama yang dirasakan

Tn.”E” yaitu sesak nafas.

b. Riwayat penyakit sekarang

Pada pasien Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney

Diseases (CKD) biasanya terjadi sesak nafas, bagian bawah

tubuh terutama kaki dan pergelangan kaki membengkak dari

ukuran normalnya, terjadi perubahan pada air seni dengan

76
frekuensi lebih sedikit, kulit kering dan gatal, nafsu makan

menurun serta kelelahan di siang hari.

Berdasarkan temuan kasus di dapatkan keluhan utama yang

dirasakan Tn.B” yaitu sesak nafas

c. Riwayat penyakit sekarang

Pada pasien Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney

Diseases (CKD) biasanya terjadi sesak nafas, bagian bawah

tubuh terutama kaki dan pergelangan kaki membengkak dari

ukuran normalnya, terjadi perubahan pada air seni dengan

frekuensi lebih sedikit, kulit kering dan gatal,nafsu makan

menurun serta kelelahan di siang hari.

Berdasarkan kasus Tn.”B” di dapatkan data bahwa Tn.”B”

masuk Rumah Sakit dengan keluhan sesak nafas, batuk berdahak

serta nyeri dada ketika batuk.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kesehatan terdahulu pada pasien dengan Gagal

Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Diseases (CKD) antara lain:

pasien dengan riwayat DM dan HD dan Penting untuk dikaji

mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya

riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.

Berdasarkan kasus Tn.”B” pengkajian riwayat kesehatan

dahulu dikaji dengan mewawancarai pasien dan keluarga pasien

didapatkan data bahwa Tn. “B” memiliki riwayat DM dan HD.

77
e. Riwayat Penyakit Keluarga

Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang

mengalami penyakit yang sama yaitu Gagal Ginjal Kronik atau

Chronic Kidney Diseases (CKD).

Berdasarkan kasus Tn.”B” penulis melakukan pengkajian

riwayat kesehatan keluarga pada Tn.”B” dengan mewawancarai

pasien dan didapatkan data bahwa Tn.”B” tidak memiliki riwayat

keluarga yang menderita Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney

Diseases (CKD). Pasien memiliki Riwayat penyakit keluarga

diabetes.

B. Diagnosis

Diagnosis keperawatan yang muncul pada pada pasien dengan

kasus Chronic Kidney Diseases (CKD) di dalam buku Standar

Diagnosa Keperawatan Indonesia yaitu: Bersihan jalan napas tidak

efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan. Definisi bersihan

jalan napas tidak efektif yaitu ketidakmampuan membersihkan sekret

atau obtruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap

paten, yang di tandai dengan gejala mayor dan minor. Adapun data

mayor yaitu data subjektif tidak tersedia dan data objektif batuk tidak

efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing atau

ronkhi, meconium di jalan napas (pada neonates). Untuk data minor

yaitu data subjektif dispnea, sulit bicara, ortopnea dan data objektif

gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah,

78
pola napas berubah (PPNI T.P.,2016). Dari hasil pengkajian Penulis

mengangkat diagnosis tersebut karena pada saat pengkajian terdapat

adanya obtruksi jalan napas berupa cairan sekret, pasien nampak

sesak dan terdengar suara ronkhi serta perubahan frekuensi napas.

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya

napas. Pola napas tidak efektif adalah inspirasi atau ekspirasi yang

tidak memberikan ventilasi adekuat (PPNI T.P.,2016). Keluhan utama

yang paling sering dirasakan oleh penderita gagal ginjal kronik adalah

sesak nafas, nafas tampak cepat dan dalam atau yang disebut

pernafasan kussmaul (Reyva, 2016). Dalam perumusan diagnosis

keperawatan pola napas tidak efekti terdapat data mayor dan minor.

Adapun data mayor yaitu data subjektif dispnea dan data objektif

penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola

napas abnormal. Untuk data minor yaitu data subjektif ortopnea dan

data objektif pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung,

tekanan ekspirasi menurun, terkanan inspirasi menurun. Berdasarkan

hasil pengkajian yang di dapatkan penulis, sesuai dengan batasan

karakteristik pada diagnosis pola napas tidak efektif yaitu: pasien

mengeluh sesak napas, nampak pasien bernapas menggunakan otot

bantu pernapasan, suara napas ronkhi, dan nampak napas pasien

cepat dan dangkal.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Gangguan pertukaran gas adalah

kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eleminasi

79
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler (PPNI T.P.,2016).

Dalam perumusan diagnosis gangguan pertukaran gas terdapat data

mayor dan minor, Adapun data mayor yaitu data subjektif dispnea dan

data objektif PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH

arteri meningkat/menurun, bunyi napas tambahan. Untuk data minor

yaitu data subjektif pusing, penglihatan kabur dan data objektif

sianosis, diaforesis, gelisah, napas cuping hidung, pola napas

abnormal, warna kulit abnormal, kesadaran menurun. Dari hasil

pengkajian Penulis mengangkat diagnosis gangguan pertukaran gas

karena pada saat pengkajian pasien mengeluh sesak, nampak kesan

pada hasil kimia darah pasien alkalosis metabolik, dan bunyi napas

pasien ronchi.

Gangguan integritas kulit adalah kerusakan kulit (dermis

dan/atau epidermis) atau jaringan membran mukosa, kornea, fasia,

otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen. (PPNI

T.P.,2016). Dalam perumusan diagnosis Gangguan integritas kulit

terdapat gejala mayor dan minor. Adapun gejala mayor yaitu data

subjektif tidak tersedia dan data objektif kerusakan jaringan dan/atau

lapisan kulit. Untuk data minor yaitu data subjektif tidak tersedia dan

data objektif nyeri, perdarahan,kemerahan, hermatoma. Dari hasil

pengkajian tidak nampak kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit

pada pasien.

80
C. Intervensi

1. Bersihan jalan napas tidak efektif

Intervensi utama bersihan jalan napas tidak efektif yang di

rumuskan berdasarkan Standar intervensi keperawatan Indonesia

(SIKI) yaitu: Latihan batuk efektif, manajemen jalan napas dan

pemantauan respirasi. Pada kasus yang di temukan penulis pada

saat pengkajian dengan adanya temuan data seperti pasien

mengatakan batuk berdahak, sekret yang di temukan pada jalan

napas dan pasien mengeluh sesak serta terdengar suara napas

tambahan ronchi, sehingga penulis mengangkat intervensi utama

Latihan Batuk efektif, yang terdiri dari identifikasi kemampuan

batuk, monitor adanya retensi sputum, atur posisi semi fowler dan

fowler, pasang perlak dan bengkok pada pasien, buang sekret pada

tempat sputum, jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif, anjurkan

Tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2

detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir dibulatkan

selama 8 detik, anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah Tarik

napas dalam yang ke-3, kolaborasi pemberian mukolitik atau

ekspektoran, jika perlu. Penulis tidak mengangkat intervensi

pemantauan respirasi karena bersifat observasi sedangkan pasien

dengan adanya produksi sputum yang berlebih harus segera di

keluarkan dengan cara melatih pasien batuk efektif, memposisikan

pasien dengan posisi semi fowler atau fowler serta berkolaborasi

81
dengan dokter pemberian mukolitik yang bertujuan untuk

mengencerkan dahak sehingga mudah dikeluarkan.

2. Pola napas tidak efektif

Intervensi utama Pola napas tidak efektif yang di rumuskan

berdasarkan Standar intervensi keperawatan Indonesia (SIKI) yaitu:

manajemen jalan napas dan pemantauan respirasi. Pada kasus

yang di temukan penulis pada saat pengkajian dengan adanya

temuan data seperti pasien mengeluh sesak, pasien tampak

bernapas menggunakan otot bantu pernapasan,tampak penapasan

cepat dan dangkal, frekuensi pernapasan 28x/m. sehingga penulis

mengangkat intervensi utama manajemen jalan napas yang terdiri

dari monitor pola napas (frekuensi,kedalaman, usaha napas),

monitor bunyi napas tambahan, monitor sputum, posisikan semi

fowler atau fowler, berikan minum hangat, ajarkan Teknik batuk

efektif, kolaborasi pemberian oksigen. Penulis tidak mengangkat

intervensi pemantauan respirasi karena pada kondisi pasien harus

segera kolaborasi pemberian oksigen yang dimana pada intervensi

pemantauan respirasi tidak terdapat intervensi pemberian oksigen.

3. Gangguan pertukaran gas

Intervensi utama Gangguan pertukaran gas yang di rumuskan

berdasarkan Standar intervensi keperawatan Indonesia (SIKI) yaitu:

pemantauan respirasi dan terapi oksigen. Pada kasus yang di

temukan penulis pada saat pengkajian dengan adanya temuan

data seperti, pasien mengatakan sesak, hasil kimia darah

82
menunjukkan kesan alkalosis metabolik, saturasi oksigen 88%,

bunyi napas ronchi, tampak pasien mengguanakan otot bantu

pernapasan, tampak napas pasien cepat dan dangkal. Penulis tidak

mengangkat intervensi terapi oksigen karena pada diagnosa pola

napas tidak efektif pasien telah diberikan oksigen sehingga untuk

intervensi pemantauan respirasi lebih untuk memonitor kecepatan,

irama, kedalaman dan usaha respirasi, pertahankan kepatenan

jalan napas, dan pantau efek perubahan posisi pada perubahan

oksigenasi: Analisa gas darah dan SPO2.

D. Implementasi

Implementasi yang dilakukan berdasarkan perencanaan

sebelumnya, semua yang telah direncanakan harus dilakukan

diimplmentasi. Setelah dilakukan tindakan tersebut jangan lupa

melihat respon pasien baik dari data subyektif maupun data objektif.

Tindakan semua telah dilakukan dan melihat respon atau kondisi

pasien secara umum atau biasa disebut evaluasi. Apabila masalah

hanya teratasi sebagian, intervensi bisa dilanjutkan atau dimodifikasi.

Apabila masalah sudah teratasi, intervensi dipertahankan atau

dihentikan.

Implementasi Bersihan jalan napas yaitu, identifikasi

kemmpuan batuk pasien dan monitor adanya sputum, posisiskan semi

fowler, mengajarkan Teknik batuk efektif serta kolaborasi pemberian

mukolitik untuk mengencerkan sekret yang menyumbat jalan napas.

83
Implementasi ketidakefektifan pola nafas yaitu, memonitor kecepatan,

irama, kedalaman dan kesulitan bernapas/TTV, memonitor

pergerakan dada, ketidaksimetrisan, penggunaan otot bantu

pernapasan, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta,

Memberikan posisi semifowler untuk mengurangi dyspnea,

memberikan minuman hangat,mengajarkan tehnik batuk efektif,

kolaborasi dengan memberikan oksigen sesuai kebutuhan pasien

dengan menggunakan O2 NRM 10 liter, memonitor aliran oksigen.

Implementasi gangguan pertukaran gas yaitu, pantau

kecepatan, irama,kedalaman, dan usaha respirasi, auskultasi bunyi

napas, pertahankan kepatenan jalan napas,pantau efek perubahan

oksigenasi, AGD dan SPO2 dan kolaborasi pemberian oksigen.

E. Evaluasi

Majid & Prayogi (2013), evaluasi adalah penilaian keberhasilan

rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Pada

pasien Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Diseases (CKD)

dapat dinilai hasil pelaksanaan perawatan dengan melihat catatan

perkembangan, hasil pemeriksaan pasien, melihat langsung keadaan

dari keluhan pasien, yang timbul sebagai masalah.

Evaluasi yang dilakukan pada Tn “B” semua Diagnosis belum

teratasi. Hal ini dibuktikan dengan hasil evaluasi pada tanggaL

05 Januari 2022, didapatkan bahwa masalah bersihan jalan napas

belum teratasi dengan hasil pasien masih tampak memproduksi

sputum berlebih dan terdengar bunyi pernapasan ronchi,

84
ketidakefektifan pola nafas belum teratasi dengan hasil sesak nafas

berkurang. Gangguan pertukaran gas belum teratasi yang dengan

hasil pasien masih tampak lemas dan hasil kimia darah pH 7.470

dengan kesan alkalosis metabolik.

85
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Gagal ginjal merupakan salah satu penyakit yang mengalami

peningkatan setiap tahun dan menjadi masalah kesehatan utama

pada seluruh dunia, terjadinya penyaki gagal ginjal merupakam resiko

kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah serta meningkatkan

angka kesakitan dan kematian (Wiliyanarti & Muhith, 2019)

Dari hasil pembahasan di dapatkan hanya di dapatkan satu

kesenjangan antara teori dan kasus yang ditemukan penulis dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. B menggunakan primary

survey untuk memberikan penanganan meliputi pengkajian Airway:

tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus yang di

dapatkan dimana di dapatkan suara ronchi, Breathing : Tidak terdapat

kesenjangan karena dalam teori dan kasus sama-sama pasien

mengalami sesak nafas, Circulation : Terdapat kesenjangan karena

dari hasil pengkajian di dapatkan normal dan CRT < 2 detik. Disability

: Tidak terdapat kesenjangan karena dari hasil pengkajian tingkat

kesadaran Tn. “E” yaitu GCS 15. dan Exposure : tidak terdapat

kesenjangan karena dari hasil pengkajian tidak terdapat peningkatan

suhu tubuh.

Dan hasil diagnosa yang di angkat terdapat kesenjangan yaitu

diagnosa, bersihan jalan napas tidak efektif,. Hal ini disebabkan oleh

86
respon tubuh setiap orang yang berbeda-beda sesuai dengan tanda

dan gejala yang dialami oleh pasien.

B. Saran

Berdasarkan manfaat penelitian yang telah dipaparkan

sebelumnya, penulis memberikan beberapa saran terkait hasil asuhan

keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD)

1. Bagi Rumah Sakit Di harapkan dari pihak Rumah Sakit

memberikan pendidikan dan pelatihan secara berkala,

khususnya mengenai metode pelayanan terkini pada pasien

dengan kasus-kasus keperawatan gawat darurat, untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dari tenaga

keperawatan, khususnya yang berada di ruangan IGD Non

Bedah Rumah Sakit IBNU SINA YW UMI Makassar

2. Bagi Bidang Akademik Penyediaan kualitas tenaga dosen

yang professional serta fasilitas belajar mengajar perlu untuk

ditingkatkan agar menghasilkan lulusan yang berkualitas.

3. Pasien dan keluarga Pasien agar dapat bekerjasama dengan

tim kesehatan dalam penanganan dan proses tindakan medis

yang dilakukan.

4. Bagi penulis

Diharapkan dimasa yang akan datang dapat digunakan

sebagai salah satu sumber data untuk penulisan karya ilmiah.

87
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, K, ( 2018). Keperawatan Gawat darurat dan Bencana


Sheehy.Jakarta:Elsiver

Arif Muttaqin dan Kumala Sari. 2019. Asuhan Keperawatan Gangguan


SistemPerkemihan. Jakarta : Selemba Medika Herdmand.

Black and Hawks. Medical Suurgical Nursing Clinical Management for Positive
Outcomes. Elsevier Saunders. 2018

Bruner and Suddarth (2010).Keperawatan Medikal Bedah, EGC Jakarta:Elseiver,


Toronto company, USA.

Burrows, N, et al. (2014). Survival on Dialysis Among American Indians and


Alaska Natives With Diabetes in the United States, 1995–2010.
American Journal of Public Health, Supplement 3, 2014, Vol 104,
No. S3 .
https://ajph.aphapublications.org/doi/10.2105/AJPH.2014.301942

Carpenito, Lynda .2006.Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih Bahasa Yasmi


Asih, Edisi ke -10. Jakarta : EGC.

Eka Putri , Alini, Indrawati ( 2020) Hubungan Dukungan Keluarga dan Kebutuhan
Spiritual dengan Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik
dalam MenjalaniTerapi Hemodialisis di RSUD Bangkinang
Jurnal Ners Volume 4 Nomor 2 Tahun 2020 Halaman 47 - 55

Hutahaen, (2010). Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan. Buku


Kesehatan : Jakarta

Iriondo-DeHond, A., Uribarri, J., & Castilloa, M. D. del. (2018). Usefulness of


dietary components as sustainable nutraceuticals for chronic kidney
disease. Encyclopedia of Food Security and Sustainability, 323–
331.
https://doi.org/10.1016/B978-0-08-100596-5.22138-0

Kozier, B., Glenora, Berman, A., & Snyder, J. S. (2011). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC

Laporan Nasional Raskesdas 2018


file:///C:/Users/thosiba/Desktop/KTI%20Ners/Laporan_Nasional_RK
D2018_FINAL%20(1).pdf

Laporan Raskesdas 2018,


file:///C:/Users/thosiba/Desktop/KTI%20Ners/LAPORAN%20RISKE
SDAS%20SULAWESI%20SELATAN%202018.pdf

Mansjoer, Arif, dkk. 2007.Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke-3, Medica


Aesculpalus, FKUI. Jakarta.
Mardhatillah,( 2020) Ketahanan hidup pasien penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialysis di RSUP.DR.Wahidin Sudirohusodo
Makassar. JKMM, Vol. 3 No. 1, Maret 2020
Margaret L. Campbell (2012 ) Nurse to Nurse Perawatan Paliatif .Salemba
Medika

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta:
Mediaction Jogjakarta.

Pangaribuan Feni, ( 2020). Strategi Koping Pasien Gagal Ginjal Kronik yang
Menjalani Terapi Hemodialisa dikota Medan,Skripsi Universitas
Sumatera Utara

Pamela, K. (2018). Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran: EGC.

Permana, Sari, 2012. ‘Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Chronic Kidney
Disease Di Ruang Hemodialisa Rsud Dr. Moewardi Surakarta’.
[Online] Jurnal. Dari Jurnal.
http://Eprints.Ums.Ac.Id/22368/10/Naskah_Pdf (29 Januari 2022)

Pitang , (2016). Fungsi Keperawatan Gawat Darurat. Pustaka Pelajar : Jakarta

Potter & Perry AG. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,Proses, dan
Praktik. 4th ed. EGC: Jakarta.2013.

Rendy, M Clevo dan Margareth TH. 2012.Asuhan Keperawatan Medikal Bedah


Penyakit Dalam.Yogyakarta : Nuha Medika

Retno, Dwy, 2014. ‘Efektivitas Training Efikasi Diri Pada Pasien Penyakit Ginjal
Kronik Dalam Meningkatkan Kepatuhan Terhadap Intake
Cairan’.[Online] Jurnal. Dari Jurnal.
Media.Neliti.Com/Media/Publications/219966-None.Pdf (26
Desember 2018)

Robinson J.M. 2013. Professional Guide to Desease Tenth Edition. Philadelphia:


Lippincot William & Walkins.

Semeltzer, S. C. and Bare, B. G. 2006. Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Alih Bahasa H. Y. Kuncara
Monica Ester, Yasmin Asih, Jakarta : EGC.

Sjamsuhidajat, (2013).Buku Ajar Ilmu Bedah : Penerbit buku kedokteran: EGC

Susilowati. (2015). Survival Kidney Transplantation from Related and 72


Emotionally Related Living Donors in Cipto Mangunkusumo Hospital
2010- 2015.

Sylvia, (2012).Buku Patologias : Penerbit buku kedokteran : EGC

Tao. L. (2013). Sinopsin Organ Sytem Ginjal. Karisma.


World Health Organization, (2018). Data Kesehatan Dunia.

Wartonah, T. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan


(5th ed.). Salemba Medika.

Yuni Kurniawatya, Ni Nyoman Wahyu Lestarina,Baswara Yua Kristamac ( 2020)


Perilaku Penderita Penyakit Ginjal Kronis The Behavior of
Patients with Chronic Kidney Disease ,Jurnal Keperawatan 188
Vol. 11, No.2, Juli 2020,pp.188-199

Ulya Najikhah, Warsono,( 2020) Penurunan Rasa Haus Pada Pasien Chronic
Kidney Disease (CKD) Dengan Berkumur Air Matang ,
Jurnal Universitas Muhammadiyah Semarang
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/nersmuda.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Muhammad Multhazam Umar, S.Kep


Tempat, Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 17 Oktober 1996
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Alamat : Jl.Abubakar Lambogo no 12
No HP : 085399991738
Email : umar.multhazam@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL

Tingkat Nama Tahun


TK TK Aisyiyah Bustanul Athfal 2002-2003
SD SDN Mangkura 1 2003-2009
SMP MTsN Model Makassar 2009-2012
SMA SMAN 4 Makassar 2012-2015
D3 Poltekkes Kemenkes Makassar 2015-2018
S1 STIKES Panakkukang Makassar 2018-2020

Makassar, Februari 2022

Muhammad Multhazam Umar

Anda mungkin juga menyukai