Anda di halaman 1dari 29

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP BBLSR
2.1.1 Definisi BBLSR
Bayi baru lahir sangat rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang
dari 1500 gr tanpa melihat usia gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 jam setelah lahir . BBLSR dapat terjadi pada bayi kurang dari
37 minggu atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction /IUGR).
Bayi lahir dengan presentase berat badan dibawah dari 10% pada kurva intrauterine
bayi tersebut dapat lahir dalam keadaan preterm, aterm atau postterm, (Sudarti &
Fauziah, 2013).
2.1.2 Etiologi
Umumnya BBLR dan BBLSR disebabkan oleh faktor yang sama hanya saja
dibedakan dari berat badan bayi saat lahir. Penyebabnya dapat terjadi karena
persalinan kurang bulan atau bayi lahir kecil masa kehamilan karena adanya
hambatan pertumbuhan saat dalam kandungan atau kombinasi keduanya,
(Kemenkes, 2011).
a. Factor Ibu: Penyebab lainnya berat ibu yang rendah, usia ibu remaja,
kehamilan ganda, riwayat kelahiran premature, perdarahan antepartum,
penyakit sistemik akut. Ibu kekurangan gizi, hipertensi, toksemia, anemia,
penyakit kronik dan merokok.
b. Factor plasenta: solosio plasenta, plasenta previa.
c. Factor janin: kehamilan ganda, cacat bawaan, infeksi, (Handriana, 2016).
2.1.3 Tanda dan gejala
Tanda dan gejala bayi premature menurut surasmi 2003 dalam handriana 2016 :
1. Usia kehamilan 37 minggu atau kurang.
2. Berat badan 1500gr atau kurang dari.
3. Panjang badan 46cm atau kuran dari.
4. Kuku panjang belum melewati ujung jarinya.
5. Batas tidak jelas antara dahi dan ujung rambut kepala.
6. Lingkar kepala 33cm atau kurang dari.

4
5

7. Masih terdapat banyak rambut lanugo.


8. Kurangnya jaringan subkutan lemak atau tipis.
9. Tulang rawan daun telinga seperti tidak teraba karena pertumbuhannya yang
belum sempurna..
10. Tumit tampak mengkilap dan telapak kaki teraba halus.
11. Alat kelamin pada bayi laki-laki pigmentasi dan rugae pada skrotum
kurang, testis belum turun kedalam skrotum, untuk perempuan klitoris
menonjol, libia minora tertutup oleh libia mayora.
12. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah.
13. Fungsi syaraf yang belum atau kurang matang mengakibatkan refleks
hisap atau menelan kurang.
14. Jaringan kelenjar mamae masih kurang.
15. Verniks tidak ada atau kurang.
2.1.4 Patofisiologi
Bayi BBLR mengalami kekurangan nutrisi in-utero diakibatkan karena
buruknya suplai nutrisi dari plasenta. Beberapa penyebab berhubungan dengan
buruknya kesehatan ibu, sosial ekonomi, factor ibu, dan beberapa dari factor janin,
Factor genetic dan rasial juga diperkirakan memicu terjadinya kecil pada berat dan
mengukur dengan standar percentile charts didesain untuk rata-rata untuk populasi
European Caucasian. Seringkali ini terjadi pada bayi-bayi yang original Asians. Hal
ini juga diakibatkan diet dan kesehatan yang buruk, dimana ibu hidup berbeda
budaya, susah untuk memenuhi makanan yang biasanya dia konsumsi. Keadaan
plasenta yang kurang baik menyebabkan janin tidak mendapat cukup asupan
glikogen dan saat lahir, bayi akan sulit untuk mempertahankan suhu tubuh dan
kadar gula darah dan dapat menyebabkan bayi kecil mungkin organ-organ bisa
sudah matur, terutama bila usia kehamilannya mendekati aterm, Jika bayi ini
premature, maka masalah-masalahnya bisa imaturitas dari resiko komplikasi dan
prematuritasnya danmembutuhkan sebagai bayi premature. (Sudarti & Fauziah,
2013).

5
6

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan pertumbuhan dan
perkembangan janin intra uterine serta untuk menemukan gangguan
pertumbuhan.
b. Memeriksa kadar gula darah (true glucose) dengan dextrostik atau
labopratorium dan jika hipoglikemi perlu diatasi.
c. Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya.
d. Bayi membutuhkan lebih banyak kalori.
e. Melakukan tracheal – washing pada bayi yang diduga akan menderita
aspirasi mekonium.
f. Sebaiknya setiap jam dihitung frekuensi pernafasan dan bila frekwensi
lebih dari 60x/menit dibuat foto thorax, (Rahardjo dan Marmi, 2012).
2.1.6 Penatalaksanaan
Dengan memperhatikan gambaran klinik dan berbagai kemungkinan yang dapat
terjadi pada bayi prematuritas, maka perawatan dan pengawasan bayi prematuritas
ditujukan pada pengaturan panas badan, pemberian makanan bayi, dan menghindari
infeksi, (Rahardjo dan Marmi, 2012) :
1. Suhu badan bayi prematuritas/BBLSR akan cepat kehilangan panas badan
dan menjadi hipotermi, hal ini diakibatkan fungsi pusat pengaturan panas
badan bayi belum bekerja dengan baik, rendahnya metabolisme dan luasnya
relative permukaan badan. Oleh karena itu, bayi prematuritas harus dirawat
di dalam inkubator sehingga panas badan mendekati dalam rahim. Bila
belum memiliki inkubator, bayi prematuritas dapat dibungkus dengan kain
kemudian di sampingnya diletakkan botol yang berisi air panas, sehingga
panas badan bayi dapat dipertahankan.
2. Makanan bayi prematur/BBLSR Alat pencernaan bayi prematur masih
belum sempurna seperti lambung kecil atau belum sempurna sehingga
enzim pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan pada bayi BBLSR
yaitu kebutuhan protein 3 sampai 5gr/kgBB dan kalori 110 kal/kgBB, agar
pertumbuhan dapat meningkat. Bayi sekitar 3 jam setelah lahir diberikan
minum kemudian didahului dengan mengisap cairan lambung bayi.
Lemahnya reflek menghisap bayi sehingga untuk pemberian minum

6
7

diberikan sedikit sedikit tetapi dengan frekuensi yang lebih sering. ASI
diberikan lebih utama, karena merupakan makanan yang paling utama. Bila
faktor mengisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan
dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde arah lambung.
Cairan awal yang diberikan sekitar 50 sampai 60 cc/kgBB/hari dan terus
dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kgBB/hari.
3. Menghindari infeksi, bayi prematuritas mudah terkontaminasi infeksi,
disebabkan daya tahan tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih
kurang, dan pembentukan antibodi yang belum sempurna. Oleh karena itu,
upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak
terjadi persalinan prematuritas (BBLSR). Dengan demikian perawatan dan
pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik.
4. Penimbangan ketat Perubahan berat badan mencerminkan kondisi
gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu
penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat.
2.1.7 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan BBLSR
2.1.7.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan data awal atau dasar bagi pasien yang
komperehensif yang meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, hasil
pemeriksaan diagnostic dan laboratorium serta informasi dari keluarga pasien
dan tim kesehatan, Pada saat kelahiran bayi baru harus menjalani pengkajian
cepat namun seksama untuk menentukan setiap masalah yang muncul dan
mengidentifikasi masalah yang menuntut perhatian yang cepat. Pemeriksaan
ini terutama ditujukan untuk mengevaluasi kardiopulmonal dan neurologis.
Pengkajian meliputi penyusunan nilai APGAR dan evaluasi setiap anomaly
congenital yang jelas atau adanya tanda gawat neonatus (Wong, 2009).
Pengkajian tersebut meliputi:
1) Biodata
Identitas pasien atau bidata yang terdiri dari, Terdiri dari nama,
umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah saudara
dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena
berkaitan dengan diagnosa bayi BBLR.

7
8

2) Keluhan utama
Pada pasien BBLR yang tampak yaitu BBL > dari 2500 gram.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Apa yang dirasakan pasien hingga dirawat di Rumah Sakit atau
perjalanan penyakit pasien.
4) Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm,
letak bayi belakang kaki atau sungsang.
5) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum, pada umumnya pasien dengan BBLR dalam keadaan
lemah, bayi terlihat kecil, pergerakan masih kurang dan lemah, BB
<2500 gram, dan tangisan masih lemah.
b) Tanda-tanda vital, umumnya suhu tubuh mudah terjadi hipotermi.
c) Pemeriksaan fisik head to toe
 Kepala, dilakukan inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan
minor
masih cekung, sutura belum menutup dan kelihatan masih
bergerak. Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm.
 Rambut, npeksi: lihat distribusi rambut merata atau tidak, bersih atau
bercabang dan halus atau kasar. Palpasi: mudah rontok atau tidak
 Mata, Inpeksi: biasanya kunjungtiva dan scklera berwana normal,
lihat reflek kedip baik atau tidak, terdapat radang atau tidak dan
pupil isokor. Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya.
 Hidung, npeksi: biasanya terdapat pernafasan cuping hidung, terdapat
sekret berlebih dan terpasang O2 Palpasi: adanya nyeri tekan dan
benjolan.
 Mulut dan faring, Inspeksi: pucat sianosis, membrane mukosa kering,
bibir
kering, dan pucat.
 Telinga, Inpeksi: adanya kotoran atau cairan dan baigaimana bentuk
tulang rawanya. Palpasi: adanya respon nyeri pada daun telinga.

8
9

 Thorax, Inspeksi : Nafas cepat dan tarikan dada bagian bawah ke dalam.
Pada lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm Auskultasi :
Adanya stridor atau wreezing menunjukkan tanda bahaya
 Abdomen, Inpeksi: lihat kesimetrisan dan adanya pembesaran abdomen
Palpasi: adanya nyeri tekan dan pembesaran abdomen
 Kulit dan kelamin, Inspeksi : pada kulit terlihat keriput, tipis, penuh
lanugo, pada dahi, pelipis, telinga, dan lengan, terlihat hanya sedikit
lemak jaringan. Pertumbuhan genetalia belum sempurna. Palpasi : pada
bayi laki – laki testis belum turun, sedangkan
pada bayi perempuan labia mayora lebih menonjol (labia
mayora belum menutup labia minora)..
 Musculoskeletal, nspeksi : tumit terlihat mengkilap, dan telapak kaki
teraba
halus, tonus otot masih lemah sehingga bayi kurang aktif dan
pergerakkannya lemah, tubuhnya kurang berisi ototnya lembek,
dan kulitnyapun terlihat keriput dan tipis Palpasi : adanya nyeri tekan dan
benjolan
d) Neurologi atau reflek, Fungsi saraf yang belum efektif dan tangisannya
lemah, Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam).
Reflek menghisap: suckling Reflek menelan swallowing: masih buruk
atau kurang. Reflek batuk yang belum sempurna
6) Kebutuhan dasar
a) Pola nutrisi
Pada neonatus dengan BBLR perlu perawatan kusus, karena organ tubuh
terutama lambung belum sempurna.
b) Pola eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama
pencernaan belum sempurna.
c) Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama
saat BAB dan BAK, saat BAB dan BAK harus diganti popok kusus bayi
BBLR yang kering dan halus.

9
10

d) Pola tidur
Terlihat gerak bayi masih pasif, tangisannya masih merintih, meskipun
keadaan lapar bayi tetap tidak menangis, bayi cenderung lebih banyak
tidur dan pemalas.
2.1.7.2. Diagnose
Diagnosa keperawatan menurut NANDA tahun 2015 -2017: Hipotermi
berhubungan dengan kegagalan mempertahankan suhu tubuh, penurunan
jaringan lemak subkutan. Diagnosis keperawatan yang sering muncul
menurut wong, 2009 :
a. Ketidakefektian Pola Nafas yang berhubungan dengan Imaturitas paru
dan neuromuscular, penurunan energy dan keletihan.
b. Ketidakefektifan termoregulasi yang berhubungan dengan kontrol suhu
imatur dan berkurangnya lemak tubuh subkutan.
c. Resiko infeksi yang berhubungan dengan defek pertahanan imunologik.
d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (resiko) yang
berhubungan dengan ketidakmampuan mengingesti nutrient karena
imaturitas dan/ atau sakit.
2.1.7.3. Intervensi
Intervensi keperawatan yang diberikan menurut wong 2009 :
a. Ketidakefektian Pola Nafas yang berhubungan dengan Imaturitas
paru dan neuromuscular, penurunan energy dan keletihan.
Tujuan : pasien memperlihatkan parameter oksigenasi yang adekuat.
Tindakan :
1) Posisikan telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung
menghadap keatas dalam posisi “mengendus”. Rasional : untuk
mencegah penyempitan nafas.
2) Selama penggantian popok, angkat bayi sedikit dibawah panggul
dan jangan menaikkaan kaki dan tungkai Rasional : karena perut
akan menekan bagian dada.
3) Laksanakan program yang ditetapkan untuk terapi suplemen
oksigen (pertahankan konsentrasi O2 ruangan pada tingkat FiO2

10
11

minimal berdasarkan pada gas darah arteri SaO2) Rasional : untuk


meningkatkan O2.
4) Observasi adanya tanda gawat nafas, pernafasan cuping hidung,
retraksi, takipnea, apnea, grunting , sianosis, saturasi oksigen
(SaO2 rendah)
b. Ketidakefektifan termoregulasi yang berhubungan dengan kontrol
suhu imatur dan berkurangnya lemak tubuh subkutan.
Tujuan : pasien akan mempertahankan suhu tubuh yang stabil.
1) Letakkan bayi dalam inkubator, penghangat, radiasi, atau pakaian
hangat dalam tempat tidur terbuka untuk mempetahankan kestabilan
suhu tubuh. Rasional : agar bayi tiidak kehilangan panas tubuh.
2) Hindari situasi bayi yang mendesprosisikan bayi pada kehilangan
panas, seperti pajanan terhadap udara dingin kekeringan, mandi,
timbangan dingin atau Kasur dingin. Rasional : untuk menstabilkan
suhu tubuh bayi.
3) Pantau kadar glukosa serum Rasional : untuk menjamin eugikemia.
4) Pantau suhu aksila bayi yang tidak stabil(gunakan probe kulit
atau kontrol suhu udara, periksa fungsi servokontrol, bila
digunakan) Rasional : untuk mengetahui kondisi suhu bayi.
c. Resiko infeksi yang berhubungan dengan defek pertahanan
imunologik.
Tujuan : pasien tidak memperlihatkan tanda infeksi nosocomial.
Tindakan :
1) Yakinkan semua pemberi asuhan telah mencuci tangan sebelum
dan setelah menangani bayi Rasional : untuk meminnimalkan
pajanan organisme infeksi.
2) Cegah personel yang mengalami infeksi saluran nafas atas atau
infeksi menular untuk tidak kontak langsung dengan bayi Rasional :
bayi memiliki sistem imun yang lemah sehingga mudah tertular
penyakit.
3) Berikan antibiotika sesuai permintaan Rasional : antibiotik dapat
mencegah terjadinya infeksi.

11
12

4) Yakinkan asepsis dan/atau sterilitas ketat pada prosedur invasif


dan peralatan sepertiterapi IV perifer, tusukan lumbal dan
pemasangan kateter arteri/vena Rasional : sterilitas pada prosedur
invasif dapat mencegah terjadinya infeksi
d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (resiko) yang
berhubungan dengan ketidakmampuan mengingesti nutrient karena
imaturitas dan/ atau sakit.
Tujuan ; pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat, dengan asupan
kalori untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan
memperlihatkan pertambahan berat badan yang bermakna. Tindakan:
1) Kaji kesiapan untuk menyusu, terutama kemampuan untuk
mengoordinasi penelanan dan pernafasan Rasional : Bayi berat
badan lahir rendah memiliki sistem pencernaan yang belum matang.
2) Bantu ibu memerah payudaranya Rasional : untuk mempertahankan
dan memastikan laktasi sampai bayi dapat menyusu payudara.
3) Gunakan selang orogastrik bila bayi mudah kelelahan atau
refleks, menghisap, muntah, atau menelan lemah Rasional : karena
pemberian susu dengan menyusu payudara sering mengakibatkan
penurunan berat badan.
2.1.7.4. Implementasi
Implementasi keperawatan menurut (Wong, 2009):
a. Mempertahankan patensi jalan nafas.
b. Mempertahankan kestabilan suhu tubuh.
c. Perlindungan dari infeksi dan cidera.
d. Pertahankan keadekuatan nutrisi.
2.1.7.5. Evaluasi
Efektivitas intervensi keperawatan ditentukan oleh pengkajian berulang
dan evaluasi terus menerus asuhan berdasarkan pada panduan observasi
berikut (Wong, 2009):
a. Ukur tanda vital dan lakukan pengkajian respirasi dengan interval
waktu berdasarkan kondisi dan kebutuhan bayi, observasi usaha respirasi

12
13

bayi dan responnya terhadap terapi, periksa fungsi peralatan, periksa


hasil uji laboratorium.
b. Ukur suhu kulit abdomen dan aksila dengan interval tertentu.
c. Obervasi tingkah laku dan penampilan bayi untuk melihan adanya
tanda sepsis.
d. Kaji hidrasi, kaji dan ukur asupan cairan, observasi bayi selama
pemberian nutrisi, ukur jumlah susu formula atau asupan parenteral,
timbang setiap hari.

13
WOC : BBLSR
14
Pengertian : Berat Bayi Lahir Rendah (BBLSR) Macam-macam BBLSR : Pemeriksaan penunjang : Penatalaksanaan : monitoring secara
adalah bila berat badannya kurang dari 1500 gram . BBLSR premature kurang pemeriksaan skor ballad, teratur, pengaturan suhu badan bayi
Bayi yang dilahirkan dengan BBLSR umumnya bulan, BBLSR tidak darah rutin, foto dada atau dengan berat lahir rendah, Atasi infeksi
kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang sesuai usia kehamilan baby gram, USG kepala. dengan terapi pencegahan pemberian
baru sehingga dapat mengakibatkan pada (dimatur). vaksin dan antibiotik yang adekuat, Obat-
terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, obatan : Pemberian vitamin K1: Injeksi 1
bahkan dapat menggangu kelangsungan hidupnya mg IM sekali pemberian, atauPer oral 2
(Prawirohardjo, 2006). BBLSR dapat terjadi pada Etiologi : faktor mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali
bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi genetic, faktor pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan
cukup bulan (intrauterine growth restriction) lingkungan, faktor umur 4-6 minggu), Pemberian nutrisi
(Pudjiadi, dkk., 2010).
janin, faktor plasenta. kepada bayi.

BBLSR (Berat Bayi Lahir Sangat


Rendah)

Pernafasan Otak Kardio Imunologi Gastroinstestinal Jaringan Jaringan


subkutan lemak subkutan lemak
lebih tipis lebih tipis
Imaturitas Membran Katub System Tidak
paru hialin jantung imunitas mampu
belum belum belum mencerna Kehilang Kekuran Penguap Pemapar
terbentuk terbentuk matang nutrisi an panas gan an an suhu
Membran Surfaktan cadangan berlebih luar
hialin belum energi
Anoksia Darah kaya
belum terbentuk otak O2 dan
terbentuk Kehilang Kehilang
darah
malnutris an cairan an panas
Perdarahan miskin O2
i berlebih
spontan akan
Dispnue pada bercampur 14 Hipoglik
asfiksia pentrikel emia
otak
15

Ketidak Menurunnya Hipoksemia Daya tahan Status Hipoter Resiko Dehidra Hipoter
efektifan pola nutrisi mi ketidaksta si mi
kesadaran tubuh
bilan
nafas terhadap menurun
kadar
infeski glukosa
menurun darah Ikterus
Dipsnea
Nutrisi Metabolism
Intervensi : kurang meningkat
Monitor pola
dari
Nafas, Observasi
frekuensi dan bunyi kebutuhan
Ketidakefektifan tubuh Intervensi :Monitor Intervensi : Amati
nafas, Observasi Resiko
pola nafas tanda-tanda hipertermi tanda-tanda icterus,
adanya sianosis, infeksi dan hipotermi, Rawat Terapkan tambalan
Beri O2 sesuai
bayi dengan suhu untuk menutup kedua
program dokter, Intervensi :Observasi lingkungan sesuai, mata, menghindari
Observasi respon Intervensi : Kaji tanda-tanda intake dan output, Beri Hindarkan bayi kontak tekanan yang
bayi terhadap infeksi, Cuci tangan sebelum minum sesuai program, langsung dengan benda berlebihan, Ubah posisi
ventilator dan dan sesudah kontak dengan Pasang NGT bila reflek Sebagai sumber tiap 4 jam, Memantau
terapi O2, Atur bayi, Pastikan semua menghisap dan dingin/panas, Ukur tingkat bilirubin, Amati
ventilasi ruangan perawatan yang kontak dengan menelan tidak ada, suhu bayi setiap 3 jam tanda-tanda dehidrasi.
tempat perawatan bayi dalam keadaan bersih Monitor tanda-tanda atau kalau perlu, Ganti
klien. /steril, Berikan antibiotic intoleransi terhadap popok bila basah.
sesuai program. nutrisi parenteral.

15
16

16
17

2.2 KONSEP HIPERBILIRUBIN


2.2.1 Pengertian Hiperbilirubin
Hiperbilirubin merupakan kadar nilai normal bilirubin dalam darah
meningkat dari nilai normalnya, (Suriadi & Yuliani, 2010). Ikterus fisiologis
merupakan warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke dua sampai
ke tiga setelah lahir yang tidak mempunyai dasar patologis dan pada hari
kesepuluh akan menghilang dengan sendirinya, (Susilaningrum dkk, 2013).
Icterus, jaundice, atau “sakit kuning” adalah warna kuning pada sclera mata,
mukosa, dan kulit oleh karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah
(hyperbilirubinemia) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan bilirubin
dalam cairan luar sel (extracellular fluid), (Widagdo, 2012). Ikterus Neonatorum
adalah diskolorisasi kuning penumpukan pada kulit atau organ lain akibat
penumpukan bilirubin dalam darah, (Sukarni & Sudarti, 2014). Hiperbilirubin
merupakan kadar dalam darah berlebihan sehinga menimbulkan jaundice pada
neonatus didaerah sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh, (Ayu,
niwang, 2016).
2.2.2 Etiologi Hiperbilirubin
Meningkatnya kadar bilirubin dalam darah dapat terjadi karena
keadaan sebagai berikut:
1. Polychetemia (banyaknya jumlah sel darah merah dalam tubuh)
2. Isoimmun Hemolytic Disease
3. Adanya kelainan pada struktur dan enzim sel darah merah
4. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)
5. Hemolisis ekstravaskuler
6. Cephalhematoma
7. Ecchymosis
8. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu
(atresia biliary), infeksi, masalah metabolic galaktosemia, hipotiroid
jaundice ASI
9. Terdapat komplikasi asfiksia, hipotermi, hipoglikemi, menurunnya ikatan
albumin; lahir premature, asidosis.
1) Peningkatan produksi:

17
18

a. Hemolisis, seperti inkompatibilitas terjadi dikarenakan adanya


ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
b. Adanya trauma melahirkan seperti pendarahan tertutup.
c. Adanya gangguan metabolic yang pada bai hipoksia ata asidosis
atau Ikatan bilirubin dengan protein terganggu.
d. Defisiensi G6PD/Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
e. Keluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid),
menyebabkan terjadinya icterus ASI.
f. Kadar bilirubin indirek meningkat yang disebabkan karena
kurangnya enzim Glukoronil Transferase.
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia.
2) Gangguan transportasi diakibatkan penurunan kapasitas
pengangkutan seperti pada Hipoalbuminemia atau adanya pengaruh
obat tertentu seperti Sulfadiasine.
3) Toksion atau mikroorganisme yang merusak sel hati dan sel darah
merah seperti infeksi, toksoplamosis, syphilis sehingga terjadi
gangguan fungsi hati.
4) Terjadi gangguan ekskresi pada intra atau ekstra hepatik.
5) Peningkatan sirkulasi enterohepatik misalnya pada ileus obstruktif.
2.2.3 Tanda Dan Gehala Hiperbilirubin
a. Membrane mukosa, kulit, kuku dan sclera tampak icterus.
b. Dalam 24 jam pertama akan tampak jaundice disebabkan oleh penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir atau faktor lainnya.
c. Jaundice tampak pada hari ke-2 atau ke-3, dan mencapai puncak pada
hari ke-3 sampai hari ke-4 kemudian menurun pada hari ke-5 hingga hari
ke-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
d. Icterus type obstruktif atau bilirubin indirek kulit tampak kekuningan,
kehijauan atau keruh perbedaan tersebut hanya tampak pada icterus
berat.

18
19

e. Warna urine tampak gelap dan tinja tampak pucat seperti dempul,
kelelahan, muntah.
f. Pembesaran hati dan limpa, perut membuncit atau besar.
g. Mata tampak berputar-putar namun tidak jelas diawal.
h. Tidak ada dorongan untuk menghisap, tampak lemah dan kejang.
i. Gangguan perkembangan otak, gangguan bicara, dapat terjadi tuli.
j. Pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejang,
stenosis, yang disertai otot tegang jika bayi hidup.
k. Kurangnya nagsu makan.
l. Tidak ada reflek hisap.
m. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
2.2.4 Patofisiologi Hiperbilirubin
Pemecahan hemoglobin oleh heme oksigenase biliverdin reduktase dan
agen pereduksi nonenzimatik dalam system retikuloendotelial menyebabkan
adanya pigmen kuning dalam empedu. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin
tak terkonjugasi diambil oleh protein intraselular “Y protein” dalam hati.
Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatic dan adanya ikatan protein.
Beberapa bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati akan diubah atau
dikonjugasi oleh enzim asam uridin difosfoglukuronat uridin diphospho
glucuronic acid (UPGA) glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan
diglucuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi direk). Bilirubin yang
terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal. Bilirubin
dapat masuk ke empedu melalui membrane kanalikular, kemudian ke sistem
gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi urobilinogen dalam urine
dan feses. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik.
Kekuningan yang tampak pada kulit diakibatkan adanya akmulasi pigmen
bilirubin yang larut lemak tak terkonjugasi, nonpolar (bereaksi indirek). Bayi
dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari difisiensi atau
tidak aktifmya glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik
kemungkinan karena penurunan protein hepatic sejalan dengan penurunan aliran
darah hepatic. Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil
dari hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak

19
20

bebas yang terdapat dalam ASI. Dalam empat sampai tujuh hari setelah lahir,
terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25-30 mg/dl selama
minggu ke 2-3, biasanya hingga usia 4 minggu dan menurun 10 minggu.
Apabila pemberian ASI terus diberikan maka hiperbilirubinemia akan menurun
berangsur-angsur dapat menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yang lebih
rendah, namun bila pemberian ASI dihentikan maka kadar bilirubin serum akan
menurun dengan cepat mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI
selama 1-2 hari dan penggantian ASI dengan formula memgakibatkan
penurunan bilirubin serum dengan cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat
dimulai lagi dan hiperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti
sebelumnya. Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24
jam pertama kelahiran, sedangkan pada bayi dengan ikterus fisiologis muncul
antara 3 hingga 5 hari sesudah lahir.
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Visual
a. Menggunakan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya
matahari) karena ikterus ata hasil bisa terlihat lebih parah bila dilihat
dengan pencahayaan yang kurang.
b. Untuk mengetahui warna jaringan subkutan dan warna dibawah kulit
tekan kulit bayi dengan lembut menggunakan jari.
c. Parah icterus dapat ditentukan berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh
yang tampak kuning. Jika kekuningan terlihat pada bagian tubuh
manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan,
dan kaki pada hari kedua, maka di golongkan sebagai ikterus sangat
berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu
hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.
2. Laboratorium (pemeriksaan Darah)
a. Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-
positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi (Rh-
positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.

20
21

b. Golongan darah bayi dan ibu : untuk mengidentifikasi incompatibilitas


ABO.
c. Nilai bilirubin total. Kadar direk (terkonjugasi) menunjukkan apabila
melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang mungkin dihubungkan dengan sepsis.
Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam
24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau
1,5 mg/dl pada bayi praterm tergantung pada berat badan.
d. Protein serum total, Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan
kapasitas ikatan terutama pada bayi praterm.
e. Hitung darah lengkap, Hb mungkin rendah (<14 gr/dl) karena
hemolysis. Hematokrit mungkin meningkat (>65%) pada polisitemia,
penurunan (<45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Glukosa, Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30
mg/dl atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir
hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan
asam lemak.
g. Daya ikat karbon dioksida, Jika kadar menurun menunjukkan terjadinya
hemolysis.
h. Meter ikterik transkutan, untuk mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin serum.
i. Pemeriksaan bilirubin serum pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai
kurang lebih 6 mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya
lebih dari 10 mg/dl tidak fisiologis.
j. Smear darah perifer, dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur,
eritroblastosis pada penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas
ABO.
k. Test Betke-Kleihauer, evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit
janin.
3. Pemeriksaan radiologi, untuk melihat metastasis pada paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati atau hepatoma.
4. Ultrasonografi dilakkan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic
dengan ekstra hepatic.

21
22

5. Biopsy hati dilakukan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus


yang sukar atau tidak jelas seperti untuk membedakan obstruksi ekstra
hepatic dengan intra hepatic selain itu juga memastikan keadaan seperti
hepatitis, serosis hati, hepatoma.
2.2.6 Penatalaksanaan
1. Tindakan umum
a. Melakukan pemeriksaan golongan darah ibu (Rh, ABO) saat hamil,
kemudian melakukan pencegahan trauma lahir, pemberian obat pada
ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikterus,
infeksi dan dehidrasi.
b. Memberikan ASI sejak dini atau makanan dini sesuai kalori dengan
jumlah cairan yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
c. Melakukan imunisasi yang baik di tempat bayi dirawat. Dilihat dari
penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubin
diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
Hiperbilirubin. Pengobatan mempunyai tujuan :
1) Menghilangkan Anemia
2) Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3) Meningkatkan Badan Serum Albumin
4) Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubin meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
1) Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan
neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan
menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar
Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan
mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke
pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah

22
23

Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.


Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh
Hati Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan
kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan
dan hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin
Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang
dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5
mg/dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi
Propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan Berat
Badan Lahir Rendah.
2. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
d. Tes Coombs Positif.
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
3) Menghilangkan Serum Bilirubin
4) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin

23
24

Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera


(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil
2.2.7 Konsep Dasar Asuhan keperawatan hiperbilirubin
2.2.7.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian
adalah proses pengumpulan semua data dari klien (atau keluarga/ kelompok/
komunitas), proses mengolahnya menjadi informasi, dan kemudian mengatur
informasi yang bermakna dalam kategori pengetahuan, yang dikenal sebagai
diagnosis keperawatan. Ada dua jenis pengkajian: pengkajian skrining dan
pengkajian mendalam. Keduanya membutuhkan pengumpulan data, keduanya
mempunyai tujuan yang berbeda. Pengkajian skrining adalah adalah langkah
awal pengumpulan data, dan mungkin yang mudah untuk diselesaikan
(Internasional, 2018).
a. Identitas, seperti : Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, dan lebih
sering diderita oleh bayi laki-laki.
b. Keluhan utama Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas
menyusu, tampak lemah, dan bab berwarna pucat.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang Keadaan umum bayi lemah, sklera
tampak kuning, letargi, refleks hisap kurang, pada kondisi
bilirubin indirek yang sudah. 20mg/dl dan sudah sampai ke
jaringan serebral maka bayi akan mengalami kejang dan
peningkatan
tekanan intrakranial yang ditandai dengan tangisan
melengking.
2) Riwayat kesehatan dahulu Biasanya ibu bermasalah dengan
hemolisis. Terdapat gangguan hemolysis darah (ketidaksesuaian
golongan Rh atau golongan darah A,B,O). Infeksi, hematoma,
gangguan
metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita

24
25

DM. Mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi
dengan letardasio pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar
untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi dengan ibu diabetes.
Terjadi lebih sering pada bayi pria daripada bayi wanita.
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran Antenatal care yang kurang
baik, kelahiran prematur yang dapat menyebabkan maturitas pada
organ dan salah satunya hepar, neonatus dengan berat badan lahir
rendah, hipoksia dan asidosis yang akan menghambat konjugasi
bilirubin, neonatus dengan APGAR score rendah juga
memungkinkan terjadinya hipoksia serta asidosis yang akan
menghambat konjugasi bilirubin.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala-leher.
Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.
2) Dada
Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akan
terlihat pergerakan dada yang abnormal.
3) Perut
Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkan oleh
gangguan metabolisme bilirubin enterohepatik.
4) Ekstremitas
Kelemahan pada otot.
5) Kulit
Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah kepala
dan leher termasuk ke grade satu, jika kuning pada daerah kepala
serta badan bagian atas digolongkan ke grade dua. Kuning
terdapat pada kepala, badan bagian atas, bawah dan tungkai
termasuk ke grade tiga, grade empat jika kuning pada daerah
kepala, badan bagian atas dan bawah serta kaki dibawah tungkai,
sedangkan grade 5 apabila kuning terjadi pada daerah kepala,
badan bagian atas dan bawah, tungkai, tangan dan kaki.

25
26

6) Pemeriksaan neurologis Letargi, pada kondisi bilirubin indirek


yang sudah mencapai jaringan serebral, maka akan menyebabkan
kejang-kejang dan penurunan kesadaran.
7) Urogenital
Urine berwarna pekat dan tinja berwarna pucat. Bayi yang sudah
fototerapi biasa nya mengeluarkan tinja kekuningan.
e. Pemeriksaan diagnostic
1) Pemeriksaan bilirubin serum Bilirubin pada bayi cukup bulan
mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari
kehidupan. Jika nilainya diatas 10 mg/dl yang berarti tidak
fisiologis, sedangkan bilirubin pada bayi prematur mencapai
puncaknya 10-12 mg/dl, antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar
bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl yaitu tidak fisiologis. Ikterus
fisiologis pada bayi cukup bulan bilirubin indirek munculnya
ikterus 2 sampai 3 hari dan hilang pada hari ke 4 dan ke 5 dengan
kadar bilirubin yang mencapai puncak 10-12 mg/dl, sedangkan
pada bayi dengan premature bilirubin indirek munculnya sampai
3 sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9 hari dengan kadar bilirubin
yang mencapai puncak 15 mg/dl/hari. Pada ikterus patologis
meningkatnya bilirubin lebih dari 5 mg/dl perhari.
2) Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3) Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu
membedakan hepatitis dan atresia biliary. (Surasmi, dkk, 2003;
Lynn & Sowden, 2009; Widagdo, 2012).
f. Data penunjang
1) Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total) (normal =
<2mg/dl).
2) Pemeriksaan darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi.
3) Penentuan golongan darah dari ibu dan bayi.
4) Pemeriksaan kadar enzim G6PD.
5) Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid,
uji urin terhadap galaktosemia.

26
27

6) Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur


darah, urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CPR).
2.2.7.2. Diagnose
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga atau kelompok terhadap proses kehidupan/masalah
kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan
tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut (Taqiyyah
Bararah & Mohammad Jauhar, 2013).
a) Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d efek dari phototherapy.
b) Risiko tini injury pada syaraf b/d peningkatan bilirubin indirek dalam
darah.
c) Risiko tingi perubahan hubungan orang tua-anak b/d terapi blue light.
2.2.7.3. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Tindakan keperawatan adalah
perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk
mengimplementasikan intervensi keperawatan.(Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018a).
a) Diagnose 1
 Perhaikan adanya perkembangan bilirubin dan ostruksi usus
 Ukur kuantitas fotoenergi bola lampu dengan mengunakan
fotometer
 Berikan penutup untuk menutup mata
 Unag posisi bayi dengan sering sedikitnya setiap 2 jam.
b) Diagnose 2
 Timbang berat badan bayi setiap hari tanpa pakaian dan timban
juga sebelum memberi makan.
 Pantau masukan dan pengeluaran cairan.
c) Diagnose 3
 Jelaskan perlunya memberi masukan cairan yang adekuat.
 Anjurkan orangtua berpartisipasi dalam peraatan bayi.

27
28

 Tinjau ulan perawatan bayi denan hiperbilirubinemia.


2.2.7.4. Implementasi
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan kedalam bentuk rencana keperawatan guna membantu
pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perawat
melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk rencana
yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap
implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respons pasien
terhadap tindakan tersebut. Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi.
a. Memonitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali.
b. Memonitor efek samping fototerapi (mis, hipertermi, diare, rush
pada kulit, penurunan berat badan lebih dari 8-10%).
c. Menyiapkan lampu fototerapi dan inkubator atau kotak bayi.
d. Melepaskan pakaian bayi kecuali popok.
e. Memberikan penutup mata pada bayi.
f. Mengukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi.
g. Membiarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi secara
berkelanjutan.
h. Mengganti segera alas dan popok bayi jika bab/bak.
i. Mengunakan linen berwarna putih agar memantulkan cahaya
sebanyak mungkin.
j. Menganjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit.
k. Berkolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin direk dan indirek.
2.2.7.5. Evaluasi
Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan, dalam
konteks ini aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan dan terarah ketika
pasien dan professional kesehatan menentukan kemajuan kemajuan pasien
menuju pencapaian tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan
(Kozier et al., 2010). Evaluasi ikterik merupakan salah satu dari berbagai
tanggung jawab keperawatan yang membutuhkan pemikiran kritis yang
efektif. Perawat harus melakukan observasi dengan penuh perhatian dan

28
29

mengetahui respon apa yang akan diantisipasi berdasarkan kualitasn


perubahan warna kulit dan waktu pemberian terapi. (Perry & Potter, 2009).
a. Elastisitas kulit meningkat.
b. Hidrasi meningkat.
c. Perfiusi jaringan meningkat.
d. Kerusakan jaringan menurun.
e. Kerusakan lapisan kulit menurun.
f. Pigmentasi abnormal menurun.
g. Suhu kulit membaik.
h. Sensasi membaik.
i. Tekstur membaik.
j. Pertumbuhan rambut membaik

29
WOC : Hiperbiliubin Prematuritas Hemolysis Kerusakan sel darah Defisiensi protein
Sel darah merah
rusak merah “Y”
hemoglobin

Immaturitas hepar
Heme Globin Uptake bilirubin ke
Etiologi
sel hepar gagal
Produksi bilirubin
Fungsi hepar
biliverdin
terganggu Peningkatan
inkompatibilitas Bilirubin akan terus
darah Rh, ABO dan bersirkulasi
Gangguan konjugasi gagal melakukan
sepsis
bilirubin konjugasi erah rusak

Pemecahan bilirubin Hepar Bilirubin gagal Kelainan sel darah


berlebihan dipecah merah, infeksi

Suplai bilirubin
melebihi kemampuan

Hepar gagal
berkonjugasi

Bilirubin bersirkulasi
kembali
Icterus pada skelra Icterus neonatus Hiperbilirubinemia
dan leher,
Peningkatan bilirubin peningkatan bilirubin
Sebagian masuk ke unconjugated dalam >12 mg/dl
sikulus enterohepatik darah
30
Gangguan system
Kadar bilirubin >12 Kadar bilirubin >20
tubuh
mg/dl mg/dl

System System System


Indikasi fototerapi
pencernaan integumen persyarafan Indkasi transfuse
tukar
Reflek hisap
Defisiensi Kelebihan
menurun Sinar intensitas
protein “Y” bilirubin
tinggi Resiko infeksi
indirek

Bayi malas Bilirubin


menyusu indirek terus Gangguan suhu
Akumulasi
bersirkulasi ke tubuh
bilirubin dalam
jaringan darah tidak
perifer diekskresikan
Nutrisi yang Hipertermi Diare
dicerna sedikit

Ikterik Menumpuk
neonatus dan melekat di Resiko kerusakan
Resiko infeksi Resiko
sel otak integritas kulit
kekurangan

Kern ikterus
Resiko cedera
Ketidakefektifan
pola makan bayi
Kejang dan
penurunan Kematian
Resiko kesadaran
kekuarangan
volume cairan 31
32

Anda mungkin juga menyukai