SKENARIO 3
STEP 1
STEP 2
STEP 3
STEP 4
b. ASI sedikit
i. ASI penuh dipayudara menyebabkan obstruksi sehingga
permebilitas meningkat. Epitel lobus dan cairan protein
masuk, peningkatan resiko bakteri masuk dan
menyebabkan respon imun sehingga terjadi inflamasi
ii. Hormon oksitosin dapat menyebabkan mastitis, penurunan
kadar hormon pksitosin menyebabkan efekasi keluar
menurun
iii. Peningkatan kadar prolaktin, dan bayi tidak mau
menghisap, prolaktin menumpuk sehingga ASI yang keluar
sedikit
c. Prolaktin
i. Selama kehamilan estrogen mendorong perkembangan
ekstensif duktus dan progesteron merangsang pertumbuhan
alveolus lobus
ii. Peningkatan konsentrasi prolaktin berperan dalam
perkembangan kelenjar mamaria dan mmenginduksi
sintesis enzimatis yang dibutuhkan untuk memproduksi
susu
2. Perubahan fisiologis pada ibu nifas antara lain :
a. Uterus diameternya kembali seperti semula (involusi)
i. Turun 2 jari dibawah umbilikus
ii. 5 hari ke pertengahan simpisis pubis
iii. Lebih dari 12 hari sampai ke fundus uteri
Minggu 1 = 500g
Minggu 2 = 300g
Minggu 3 = 60g
b. Lochia : peluruhan desidua dan menjadi lochia
i. 2 hari, lochia rubra kemudian menjadi serosa (pucat),
kemudian putih (alba)
ii. Volume darah embali keposisi sebelum darah
4
iii. Penurunan berat badan 6-5kg, karea bayi keluar dan darah
juga keluar
c. Lochia rubra : 1-5 hari warna merah
Lochia serosa : 5-9 hari berwana coklat
Lochia alba : lebih dari 9 hari warna kekuningan (leukosit +
keputihan)
3. Faktor resiko dari gejala yang muncul adalah :
a. Higenitas
b. Cara menyusui : cuci air mengalir, duduk jangan sambil tidur,
posisikan bayi dengan benar, mulut bayi dirangsang dengan puting
ibu
c. Mastitis : dapat terjadi karena puting ibu lecet, anaknya tidak mau
menyusu atau pengosongan ASI tidak sempurna
d. Jarang menyusui menyebabkan statis ASI dan menyebabkan
penekan duktus alveoli sehingga sel-sel myoepitel menimbulkan
respon tertekan
e. Trauma : post d`entry menyebabkan invasi pada duktus sinus
mamae dan menyebabkan respon inflamasi
f. Primipara
4. Penegakan diagnosis pada kasus :
a. Anamnesis :
i. Teraba benjolan : ukuran, nyyeri, inflamasi
ii. Primapara / multipara untuk meliht jarak dan cara
persalinan
iii. Perubahan yang ada pada pasien
b. PF : 4 posisi (perhatikan apakah ada : benjolan, peu d’orange,
inflamasi, keluar sekret)
c. PP :
i. USG
ii. Darah rutin : untuk melihat apakah ada infeksi atau tidak
dan adanya anemia atau tidak
5
5. Tatalaksana dan edukasi untuk pasien serta obat yang aman untuk ibu
menyusui :
a. Non farmako :
i. Pakaian jangan terlalu ketat karena menyebabkan sesak dan
kelembapan yang tinggi
ii. Higenitas perlu ditingkatkan
b. Farmako :
i. Paracetamol 500mg 3x1 (kategori A)
ii. Amoksisilin 500mg 3x1 (kategori B)
MIND MAP
Faktor
Resiko
Perubahan
Tatalaksana
patologis
PF PP Anamnesis
STEP 5
c. Mastitis
d. Engorgement
2. Patomekanisme dari komplikasi dihubungkan dengan etiologi, faktor
resiko, dan tatalaksana.
STEP 6
BELAJAR MANDIRI
STEP 7
a. Steroid
Dengan ekspulsi plasenta, kadar steroid akan turun
mendadak dan waktu paruh dapat terukur beberapa menit atau jam.
Akibat produksi kontinu progesteron dalam kadar rendah oleh
korpus luteum, maka kadarnya dalam darah tidak segera mencapai
kadar basal pranatal, seperti halnya estradiol. Progesteron plasma
menurun mencapai kadar fase luteal dalam 24 jam setelah
8
e. Organ Reproduksi
i. Vagina dan Ostium Vagina
Pada awal masa nifas, vagina dan ostiumnya
membentuk saluran yang berdinding halus dan lebar yang
ukurannya berkurang secara perlahan namun jarang
kembali ke ukuran semula saat nulipara. Rugae mulai
muncul kembali pada minggu ke tiga namun tidak
semenonjol sebelumnya. Hymen tinggal berupa potongan-
potongan kecil sisa jaringan, yang membentuk jaringan
parut disekitar carunculae myniformes. Epitel vagina mulai
berproliferasi pada minggu ke-4 sampai minggu ke-6,
biasanya bersammaan dengan dengan kembalinya produksi
estrogen ovarium.2
ii. Uterus
Pembuluh darah Terdapatnya peningkatan aliran
darah uterus massif yang penting untuk mempertahankan
kehamilan, dimungkinkan oleh adanya hipertrofi dan
remodeling signifikan yang telah terjadi pada pembuluh
darah pelvis. Setelah pelahiran, diameternya berkurang
kira-kira ke ukuran sebelum kehamilan. Pada uterus
puerperal, pembuluh darah yang membesar menjadi
tertutup oleh perubahan hialin, secara perlahan terabsorbsi
kembali, kemudian digantikan oleh yang lebih kecil. Akan
tetapi sedikit sisa-sisa dari pembuluh darah yang lebih besar
tersebut tetap bertahan selama beberapa tahun. 2
iii. Segmen serviks dan uterus bagian bawah
Selama persalinan, batas serviks bagian luar, yang
berhubungan dengan ostium externum, biasanya mengalami
11
b) Lokia
c) Saluran kemih
2. Komplikasi :
A. Subinvolusi uterus
Sesudah persaiinan uterus yang beratnya 1.000 gram akan
mengecil sampai menjadi 40 - 60 gram dalam 6 minggu. Proses ini
dinamakan involusi uterus, yang didahului oleh kontraksi uterus
yang kuat, yang menyebabkan berkurangnya peredaran darah
dalam organ tersebut. Kontraksi itu dalam masa nifas beriangsung
terus walaupun tidak sekuat pada permulaan. Hal tersebut serta
hilangnya pengaruh estrogen dan progesteron menyebabkan
autolisis dengan akibat sel-sel otot pada dinding uterus menjadi
lebih kecil dan lebih pendek.3
Pada sub-invoiusi proses mengecilnya uterus terganggu.
Faktor-faktor penyebab antara lain tertinggalnya sisa plasenta di
dalam rongga uterus, endometritis, adanya mioma uteri, dan
sebagainya. Pada peristiwa ini lokhia benambah banyak dan tidak
jarang terdapat pula perdarahan. 3
15
B. Mastitis
Mastitis merupakan masalah yang sering dijumpai pada ibu
menyusui. Diperkirakan sekitar 3-20% ibu menyusui dapat
mengalami mastitis. Terdapat dua hal penting yang mendasari kita
memperhatikan kasus ini. Pertama, karena mastitis biasanya
menurunkan produksi ASI dan menjadi alasan ibu untuk berhenti
menyusui. Kedua, karena mastitis berpotensi meningkatkan
transmisi vertikal pada beberapa penyakit (terutama AIDS). 4
Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama
setelah bayi lahir (paling sering pada minggu ke-2 dan ke-3),
meskipun mastitis dapat terjadi sepanjang masa menyusui bahkan
pada wanita yang sementara tidak menyusui. 4
Definisi dan Diagnosis
Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau
lebih segmen payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa
infeksi. Dalam proses ini dikenal pula istilah stasis ASI, mastitis
tanpa infeksi, dan mastitis terinfeksi. Apabila ASI menetap di
bagian tertentu payudara, karena saluran tersumbat atau karena
payudara bengkak, maka ini disebut stasis ASI. Bila ASI tidak juga
dikeluarkan, akan terjadi peradangan jaringan payudara yang
disebut mastitis tanpa infeksi, dan bila telah terinfeksi bakteri
disebut mastitis terinfeksi. Diagnosis mastitis ditegakkan
berdasarkan kumpulan gejala sebagai berikut: 4
Demam dengan suhu lebih dari 38,5oC
16
Menggigil
Nyeri atau ngilu seluruh tubuh
Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas,
bengkak, dan terasa sangat nyeri.
Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang
membuat bayi menolak menyusu karena ASI terasa
asin
Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.
Patofisiologi
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di
dalam duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak
segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan
dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi
datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat.
Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan
natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke
jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI,
adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan
terjadinya infeksi. 4
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui
duktus laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke
kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran
hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering
adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus.
Kadangkadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang
menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah
endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.
Faktor risiko terjadinya mastitis antara lain : 4
Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.
Puting lecet.
17
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk
menunjang diagnosis tidak selalu diperlukan. World Health
Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji
sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila: 4
pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan
respons yang baik dalam 2 hari
terjadi mastitis berulang
mastitis terjadi di rumah sakit
penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus
yang berat.
C. Breast engorgement
Pengertian pembengkakan payudara
Pembengkakan payudara adalah pembendungan air susu
karena penyempitan duktus lakteferi atau oleh kelenjar-kelenjar
yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan
pada puting susu. 2
Pembengkakan payudara diartikan peningkatan aliran vena
dan limfe pada payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk
laktasi. Hal ini bukan disebabkan overdistensi dari saluran laktasi
sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai
kenaikan suhu badan. 2
Wanita yang tidak menyusui dapat mengalami
pembengkakan payudara, perembesan ASI dan nyeri payudara,
yang memuncak pada hari ke-3 sampai ke-5 setelah melahirkan.
Setengahnya memerlukan analgesia untuk meredakan nyeri
payudara tersebut. Sepuluh persen wanita melaporkan nyeri berat
sampai 14 hari. 2
Payudara harus didukung oleh bra yang sesuai. Agen
farmakologis atau hormonal tidak direkomendasikan untuk
menekan laktasi. Di samping itu aplikasi es dan analgesic oral
untuk 12-24 jam dapat digunakan untuk meredakan nyeri. 2
pengeluaran air susu yang tidak iancar, karena bayi tidak cukup
sering men)'usu, produksi meningkat, terlambat menyusukan,
hubungan dengan bayi (bonding) kurang baik, dan dapat pula
karena adanya pembatasan waktu menysui. 3
Komplikasi
Tindakan untuk meringankan gejala pembengkakan
payudara sangat dibutuhkan. Apabila tidak ada intervensi yang
baik maka akan menimbulkan : 3
Infeksi akut kelenjar susu
Mastitis
Abses payudara sampai dengan septicemia.
Pencegahan
Untuk mencegah pembengkakan payudara maka diperlukan
menyusui dini, perlekatan yang baik, menyusui “on demand” bayi
lebih sering disusui, apabila payudara terasa tegang, atau bayi tidak
24
Penatalaksanaan
Farmakologi
Terapi farmakologis yang digunakan adalah obat anti
inflamasi serrapeptase (danzen) yang merupakan agen enzim anti
inflamasi 10 mg tiga kali sehari atau Bromelain 2500 unit dan
tablet yang mengandum enzim protease 20.000 unit. Terapi
pembengkakan payudara diberikan secara simtomatis yaitu
mengurangi rasa sakitnya (analgetik) seperti paracetamol atau
ibuprofen. 3
Non Farmako
Penggunaan terapi non farmakologis untuk mengurangi
rasa sakit dari pembengkakan payudara adalah sebagai berikut
akupuntur, (perawatan payudara tradisional) yaitu kompres panas
dikombinasikan dengan pijatan, kompres panas dan dingin secara
bergantian, kompres dingin, daun kubis dan terapi ultrasound. 3
Menurut Bahiyatun, penatalaksanaan pembengkakan
payudara adalah sebagai berikut: 3
25
D. Abses payudara
Definisi
Abses mammae adalah akumulasi nanah pada jaringan
payudara. Hal ini biasanya disebabkan oleh infeksi pada payudara.
Cedera dan infeksi pada payudara dapat menghasilkan gejala yang
sama dengan di bagian tubuh lainnya, kecuali pada payudara,
infeksi cenderung memusat dan menghasilkan abses kecil. Hal ini
dapat menyerupai kista. Abses payudara berbeda dengan mastitis.
Abses payudara terjadi apabila mastitis tidak tertangani dengan
baik, sehingga memperberat infeksi. 3
27
Penegakan diagnosis
Pemeriksaan Urin Empat Porsi Pemeriksaan ini dilakukan untuk
penderita prostatitis. Pemeriksaan ini terdiri dari urin
empat porsi yaitu : 6
Porsi pertama (VB1): 10 ml pertama urin, menunjukkan
kondisi uretra
Porsi kedua (VB2): sama dengan urin porsi tengah,
menunjukkan kondisi bulibuli,
Porsi ketiga (EPS): sekret yang didapatkan setelah masase
prostat,
Porsi keempat (VB4): urin setelah masase prostat.
35
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan dua
parameter penting ISK yaitu leukosit dan bakteri. Pemeriksaan
rutin lainnya seperti deskripsi warna, berat jenis dan pH,
konsentrasi glukosa, protein, keton, darah dan bilirubin tetap
dilakukan. 6
Pemeriksaan Dipstik
Pemeriksaan dengan dipstik merupakan salah satu alternatif
pemeriksaan leukosit dan bakteri di urin dengan cepat. Untuk
mengetahui leukosituri, dipstik akan bereaksi dengan
leucocyte esterase (suatu enzim yang terdapat dalam granul primer
netrofil). Sedangkan untuk mengetahui bakteri, dipstik akan
bereaksi dengan nitrit (yang merupakan hasil perubahan nitrat oleh
enzym nitrate reductase pada bakteri). Penentuan nitrit sering
memberikan hasilegatif palsu karena tidak semua bakteri patogen
memiliki kemampuan mengubah nitrat atau kadar nitrat dalam urin
menurun akibat obat diuretik. Kedua pemeriksaan ini memiliki
angka sensitivitas 60-80% dan spesifisitas 70 – 98 %. Sedangkan
nilai positive predictive value kurang dari 80 % dan negative
predictive value mencapai 95%. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak
lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik
urin dan kultur urin. Pemeriksaan dipstik digunakan pada kasus
skrining follow up. Apabila kedua hasil menunjukkan hasil negatif,
maka urin tidak perlu dilakukan kultur. 6
semua jenis ISK dan dalam semua situasi. Berikut interpretasi urin
yang secara klinis termasuk relevan: 6
≥103 cfu/mL uropatogen dalam sebuah urin sampel
tengahdalam acute unkomplikata cystitis pada wanita
≥104 cfu/mL uropathogen dalam sebuah MSU dalam acute
unkomplikata pyelonephritis pada wanita
≥105 cfu/mL uropathogen dalam sebuah MSU pada wanita,
atau ≥104 cfu/mL uropatogen dalam sebuah MSU pada
pria, atau pada straight catheter urine pada wanita, dalam
sebuah komplikata ISK. spesimen pungsi aspirasi
suprapubic, hitungan bakteri berapapun dikatakan
bermakna.
F. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum (membran serosa
yang melapisirongga abdomen dan menutupi visera abdomen)
merupakan penyulit berbahayayang dapat terjadi dalam bentuk
akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadiakibat
penyebaran infeksi dari organ abdomen, perforasi saluran cerna,
atau dariluka tembus abdomen. Organisme yang sering
menginfeksi adalah organismeyang hidup dalam kolon (pada kasus
ruptura appendik) yang mencakup Eschericia coli atau Bacteroides.
Sedangkan stafilokokus dan streptokokus seringkali masuk dari
luar. 6
Etiologi
Peritonitis bakterial diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder 6
1) Peritonitis primer 6
Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal
yanglangsungdari rongga peritoneum.Banyak terjadi pada
penderita :
Sirosis hepatis dengan asites
Nefrosis
SLE
Bronkopnemonia dan tbc paru
Pyelonefritis
2) Peritonitis sekunder 6
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau
perforasi tractus gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada
umumnya organisme tunggal tidakakan menyebabkan
38
Gambaran Radiologis6
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang
untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan
46
H. Endometritis
Definisi 6
Endomteritis adalah suatu peradangan yang terjadi pada
endometrium. Terdapat berbagai tipe endometritis,
yaitu endometritis post partum, endometritis sinsitia (akibat tumor
jinak disertai sel sinsitial dan trofoblas yang banyak), serta
endometritis tuberkulosa (peradangan pada dinding rahim
endometrium dan tuba fallopi yang biasanya akibat
Mycobacterium tuberculosis).
Etiologi 6
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri patogen meliputi Chlamidiya
trachomatis, Neisseria gonorrhoeae , Streptococcus agalactiae,
cytomegalovirus.
Patofisiologi 6
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri patogen yang naik dari
serviks ke endometrium.Uterus merupakan organ yang steril
sedangkan di vagina terdapat banyak mikroorganisme oportunistik.
Mikroskop dari vagina ini dapat secara ascendens masuk ke uterus
terutama pada saat hubungan seksual atau melahirkan. Bila jumlah
mikroorganisme terlalu banyak dan kondisi uterus mengalami
gangguan maka dapat terjadi endometritis.
Organisme yang menyebabkan vaginosis bacterial dapat juga
menyebabkan endometritis histologik meskipun pada perempuan
tanpa keluhan.Endometritis merupakan komponen penting penyakit
56
GejalaKlinis
Endometritis kronik
Banyak perempuan dengan endometritis kronik
tidak mempunyai keluhan. Keluhan klasik endometritis
kronik adalah perdarahan vaginal intermenstrual.Dapat juga
terjadi perdarahan pasca senggama dan menoragia.
Perempuan lain mungkin mengeluh nyeri tumpul pada
perut bagian bawah terus-menerus. Endometritis menjadi
penyebab infertilitas yang jarang.
Endometritis akut
57
I. Vaginitis
keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang ditandai
dengan perubahan konsentrasi hirogen peroksida (H2O2) hasil
produksi flora normal Lactobacillus di vagina. Penurunan
konsentrasi H2O2 digantikan oleh peningkatan konsentrasi bakteri
anaerob (Mobiluncus, Provetella, Peptostreptococcus, Bacteroides,
dan Eubacterium) dan bakteri fakultatif (Gardnella vaginalis,
Mycoplasma hominis, Enterococcus dan grup β Streptococcus).
58
Etiologi 6
1) Gardnella vaginalis
Meskipun demikian dengan media kultur yang
sensitif Gardnella vaginalis dapat diisolasi dengan
konsentrasi yang tinggi pada wanita tanpa tanda-tanda
infeksi vagina. Gardnella vaginalis dapat diisolasi pada
sekitar 95% wanita dengan vaginosis dan 40-50% pada
wanita asimtomatis atau tanpa penyebab vaginitis lainnya.
Gardnella vaginalis diperkirakan berinteraksi melalui cara
tertentu dengan bakteri anaerob dan mycoplasma genital
menyebabkan Vaginosis.
2) Bakteri anaerob
Bacteroides sp diisolasi sebanyak 76% dan
Peptostreptococcus sebanyak 36% pada wanita dengan
Vaginosis. Pada wanita normal, kedua tipe anaerob ini
jarang ditemukan. Penemuan spesies anaerob dihubungkan
dengan penurunan laktat dan peningkatan suksinat dan
asetat pada sekret vagina. Mikroorganisme anaerob lain
yaitu Mobiluncus sp. Merupakan batang anaerob lengkung
yang juga ditemukan bersama-sama dengan organisme lain
yang dihubungkan dengan VB. Mobiluncus Sp. hampir
tidak pernah ditemukan pada wanita normal, 85% wanita
dengan VB mengandung organisme ini.
59
3) Mycoplasma hominis
Mycoplasma hominis juga harus dipertimbangkan
sebagai agen etiologi untuk Vaginosis, bersama-sama
dengan Gardnella vaginalis dan bakteri anaerob.
Mikroorganisme ini terdapat dengan konsentrasi 10-100
kali lebih besar pada wanita dengan VB daripada wanita
normal.
Faktor resiko6
Oral seks
Pemakaian pencuci vagina
Kehamilan dan persalinan
Merokok
Berhubungan seksual pada saat menstruasi
Pemasangan IUD (Intra Uterine Device)
Berhubungan seksual pada usia dini
Bergonta-ganti partner seksual
Patogenesis saat kehamilan6
Ada kehamilan normal, cairan vagina bersifat asam (pH 4-
5), karena adanya peningkatan kolonisasi Lactobacillus (flora
normal vagina) yang memproduksi asam laktat. Keadaan asam
yang berlebih ini membuat Lactobacillus tumbuh subur, sehingga
mencegah terjadinya pertumbuhan berlebihan bakteri patogen.
Lactobacillus diketahui sebagai mikroorganisme yang
mempertahankan homeostasis vagina dengan menghasilkan asam
laktat dan memproduksi H2O2 yang akan menghambat
pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme lainnya, sehingga
menurunkan risiko persalinan preterm. Keadaan ini tidak selalu
dapat dipertahankan. Apabila jumlah bakteri Lactobacillus
60
Tissue : 6
Retensio plasenta
Sisa plasenta
Plasenta acreta dan variasinya.
2) Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin
lahir, hal itu dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa
disebabkan karena : plasenta belum lepas dari dinding
uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum
dilahirkan. Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak
terjadi perarahan, tapi apabila terlepas sebagian maka akan
terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
karena :
63
K. Adneksitis
66
Definisi6
Radang tuba falloppi dan radang ovarium biasanya terjadi
bersamaan. Oleh sebab itu tepatlah nama salfingo-ooritis atau
adneksitis untuk radang tersebut. Radang itu kebanyakan akibat
infeksi yang menjalar ke atas dari uterus, walaupun infeksi ini juga
bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat jalan darah atau
menjalar dari jaringan-jaringan di sekitarnya.
Etiologi 6
Di antara sebab- sebab yang paling banyak terdapat ialah
infeksi gonorrhea dan infeksi puerperal dan postabortum. Kira-kira
10 % infeksi disebabkan oleh tuberculosis. Selanjutnya bisa timbul
radang adneksa sebagai akibat tindakan ( kerokan, laparotomi,
pemasangan IUD dan sebagainya ) dan perluasan radang dari alat
yang letaknya tidak jauh seperti appendiks.
Klasifikasi 6
1. Salpingo-ooritis akut
Salpingo-ooritis akut yang disebabkan oleh
gonorrhea sampai ke tuba sampai uterus melalui mukosa .
Pada endosalping tampak oedema serta hyperemia dan
infiltrasi leukosit, pada infeksi yang ringan, epitel masih
utuh., tapi pada infeksi yang lebih beratkelihatan degenerasi
epitel yang kemudian menghilang pada daerah yang agak
luas, dan ikut juga terlihat lapisan otot dan serosa. Dalam
hal yang akhir ini dijumpai eksudat purulen yang dapat
keluar melalui ostium tuba abdominalis dan menyebabkan
peradangan di sekitarnya ( peritonitis pelvika )
Salpingitis akuta piogenik banyak ditemukan pada
infeksi puerperal atau pada abortus septic, akan tetapi dapat
disebabkan pula sebagai akibat berbagai tindakan, seperti
67
Gejala6
Terapi6
Penatalaksanaan 3
Menghindari penggunaan bahan yang dapat menimbulkan
iritasi di sekitar daerah genital.
Menggunakan salep kortison. Jika vulvitis disebabkan
infeksi vagina, dapat dipertimbangkan pemberian antibiotik
sesuai penatalaksanaan vaginitis atau vulvovaginitis.
Kriteria Rujukan 3
Pasien dirujuk ke dokter spesialis kulit dan kelamin jika
pemberian salep kortison tidak memberikan respon.
M. Salphingitis
Salpingitis adalah infeksi dan peradangan di saluran tuba.
Hal ini sering digunakan secara sinonim dengan penyakit radang
panggul (PID), meskipun PID tidak memiliki definisi yang akurat
dan dapat merujuk pada beberapa penyakit pada saluran kelamin
72
Klamidia
Gonococcus (yang menyebabkan gonore)
Mycoplasma
Staphylococcus
Streptococcus
Patofisiologi 3
Kebanyakan kasus salpingitis terjadi dalam 2 tahap.
Pertama melibatkan akuisisi infeksi vagina atau leher rahim. Yang
kedua melibatkan peningkatan saluran kelamin bagian atas.
Meskipun mekanisme yang tepat untuk peningkatan tidak
diketahui, siklus menstruasi mundur dan pembukaan leher rahim
selama menstruasi tapi hal tersebut merupakan faktor yang dapat
meningkatkan infeksi.
Proses membedahan seperti biopsi endometrium, kuret dan
hysteroscopies, merupakan predisposisi wanita untukinfeksi ini.
Perubahan dalam lingkungan mikro cervicovaginal dihasilkan dari
terapi antibiotik, ovulasi, menstruasi atau penyakit menular seksual
(PMS) dapat mengganggu keseimbangan flora endogen,
nonpatogenik biasanya menyebabkan organisme untuk
berkembang biak sangat cepat dan akan naik ke saluran bagian
atas.
Faktor – faktor ini juga dapat memfasilitasi peningkatan
bakteri patogen, seperti neisseria gonorrhoeae atau chlamdia
trachomatis. Intercourse juga dapat berkontribusi untuk
peningkatan infeksi dengan kontraksi rahim secara mekanis
membujuk organisme untuk meningkat. Selainitu sperma dapat
membawa organisme ke saluran kelamin bagin atas pada saat
hubungan seksual
Diagnosis
Gambaran klinis3
Salpingitis akut
74
DAFTAR PUSTAKA