Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Post traumatic stress disorder (PTSD) merupakan gangguan kecemasan
yang dapat terjadi setelah mengalami atau menyaksikan suatu peristiwa
traumatis. PTSD dapat terjadi secara akut (gejala berlangsung <3 bulan), kronis
(gejala berlangsung> 3 bulan), atau onset tertunda (selang 6 bulan dari acara
untuk onset gejala).

Banyak korban menunjukkan gejala terjadinya PTSD segera sesudah


terjadinya bencana, sementara sebagian lainnya baru berkembang gejala PTSD
beberapa bulan ataupun beberapa tahun kemudian. Pada sebagian kecil orang,
PTSD dapat menjadi suatu gangguan kejiwaan yang kronis dan menetap
beberapa puluh tahun bahkan seumur hidup.

Tabel 2.1
Perbedaan stress biasa dengan stress pasca trauma
NO STRES BIASA/UMUM STRES PASCA TRAUMA

1 Ada perubahan yang terjadi secara Perubahan terjadi sangat mendadak,


perlahan atau bertahap sering dalam bentuk kehilangan dan
kesakitan.

2 Menyebabkan waktulah yang dapat di Sangat mengejutkan, menyebabkan


selesaikan selaras dengan waktu shock/mengguncang system
individu/kumpulan.

3 Yang terkena mampu berencana dan Menimbulkan rasa tak berdaya yang
mengambil keputusan sangat kuat/tak tertahankan.

4 Satu orang dan orang lain terkena Menyebabkan keganasan, menakutkan


(dipengaruhi) secara berbeda bagi (hamper) semua orang.

5 Tidak sampai menimbulkan trauma Dispalay/ciri-ciri trauma :

1. Perasaan seperti mengalami


kembali peristiwa
2. Mati rasa, perasaan tidak
disambung dengan reality
3. Ingatan terus menerus tentang
peristiwa
2.2 Patofisiologi
2.2.1 Biologis
Beberapa penelitian menunjukan bahwa bagian otak amigdala
adalah kunci dari PTSD, ditunjukan bahwa pengalaman yang traumatik
dapat merangsang bagian tersebut untuk menimbulkan rasa takut yang
dalam terhadap kondisi-kondisi yang mungkin menyebabkan
kembalinya pengalaman traumatic tersebut. Amigdala dan berbagai
struktur lainnya seperti hipotalamus, bagian abu-abu otak dan
nucleus,mengaktifkan neurotransmitter dan endokrin untuk
menghasilkan hormone-hormon yang berperan dari berbagai gejala
PTSD. Bagian otak depan (frontal) sebenarnya berfungsi untuk
menghambat aktivasi rangkaian ini, walaupun begitu pada
penelitianterhadap orang-orang yang mengalami PTSD, bagian ini
mengalami kesulitan untuk menghambat aktivasi system amigdala.

Amigdala menerima informasi berupa rangsangan eksternal. Hal


ini kemudian memicu respon emosional termasuk “fight, flight, or
freezing" dan perubahan dalam hormon stress dan katekolamin.
Hipokampus dan korteks prefrontal medial mempengaruhi respon
amigdala dalam menentukan respon ketakutan akhir. Ketika kita dalam
keadaan takut dan terancam, tubuh kita mengaktifkan respon fight or
flight. Dalam reaksi ini tubuh mengeluarkan adrenalin yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah,denyut jantung, glikogenolisis.
Setelah ancaman bahaya itu mulai hilang makatubuh akan memulai
proses inaktivasi respon stress dan proses ini menyebabkan pelepasan
hormon kortisol. Jika tubuh tidak melepaskan kortisol yang cukup untuk
menginaktivasi reaksi stress maka kemungkinan kita masih akan
merasakan efek stress dari adrenalin.

Pada korban trauma yang berkembang menjadi PTSD seringkali


memiliki hormon stimulasi (katekolamin) yang lebih tinggi bahkan pada
saat kondisi normal. Hal ini mengakibatkan tubuh terus berespon seakan
bahaya itu masih ada. Setelah sebulan dalam kondisi ini, di mana hormon
stres meningkat pada akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan fisik.
Beberapa studi telah menemukan konsentrasi kortisol rendah orang
dengan post-traumatic stress disorder dan berlawanan menanggapi
penindasan deksametason tes daripada yang terlihat dengan depresi
berat.
2.2.2 Psikososial
Pengalaman hidup yang dialami seseorang sepanjang hidupnya
juga merupakan salah satu penyebab terjadinya PTSD. Pengalaman
hidup ini mencakup pengalaman yang dialami dari masa kecil sampai
dengan dewasa. Selain itu pengalaman hidup yang dialami, jumlah dan
tingkat keparahan peristiwa traumatik yang dialami oleh individu
tersebut juga memberikan pengaruh. Smith dan Segal menyebutkan
peristiwa traumatik yang dapat mengarah kepada munculnya PTSD
termasuk bencana alam ( natural disaster ), kecelakaan mobil atau
pesawat, penyerangan fisik, prosedur medikal terutama pada anak –
anak.

Faktor psikologis lain yang ikut berkontribusi adalah faktor yang


dibawa oleh individu dari lahir, yaitu sifat bawaan atau yang sering
disebut dengan kepribadian seseorang juga merupakan penyebab
terjadinya PTSD.

Pengalaman pada masa lalu bisa menyebabkan seseorang


menderita PTSD. Pengalaman masa lalu terkait pengalaman pada masa
anak-anak, seperti menjadi korban kekerasan seksual, perpisahan dengan
orang tua pada usia dini, perceraian, bahkan kemiskinan. Kurangnya
support sosial juga salah satu faktor yang bisa menimbulkan PTSD,
disfungsi keluarga merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya
PTSD.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek


psikososial yang menyebabkan terjadinya PTSD adalah pengalaman
hidup yang terkait dengan trauma, sifat bawaan atau kepribadian individu
tersebut, dan kurangnya support sosial. Faktor-faktor tersebut merupakan
penyebab timbulnya PTSD jika dilihat dari faktor psikososial dari in
dividu yang mengalami trauma.
PATHWAY

Post-Traumatic Stress Disorder

Biologis Psikososial

Terjadi proses biologis di otak Pengalaman hidup


mencakup
Sindrom Pascatrauma
pengalaman yang dialami

Perubahan Fisik
Ketakutan
Trauma Bencana alam

Mempengaruhi SSP & SSO

Perpisahan dg ortu pada usia dini

Penurunan ukuran hipokampus Amigdala yg over reaktif

Kurangnya support sosial

Mengalami kesulitan untuk belajar Ketakutan

harapan-harapan baru untuk berbagai Disfungsi Keluarga

situasi yg terjadi setelah trauma Ancaman Ketidakberdayaan

Keputusasaan Komunikasi
terganggu Ansietas

Gangguan hubungan sosial


Koping keluarga
tidak efektif

Koping defensif
2.3 Gejala Utama PTSD
Gejala utama PTSD terbagi menjadi tiga, yaitu:

a. Re-experience phenomena
1. Munculnya kembali perasaan tertekan atau terancam baik dalam
imajinasi, pikiran ataupun persepsi.
2. Munculnya mimpi-mimpi yang menakutkan.
3. Adanya reaksi psikologis yang merupakan simbol/ terkait dengan
peristiwa trauma.
4. Adanya reaksi fisik yang merupakan simbol/ terkait dengan peristiwa
trauma.
b. Avoidance or numbing reaction
1. Menghindari pikiran, perasaan atau pembicaraan yang berkaitan dengan
peristiwa traumatic.
2. Menghindari kegiatan, tempat atau orang-orang yang terkait dengan
trauma.
3. Ketidakmampuan untuk mengingat aspek penting dari trauma.
4. Berkurangnya minat atau partisipasi dalam kegiatan yang terkait.
5. Kekakuan perasaan atau ketidakmampuan mengekspresikan perasaan
seperti kasih sayang.
6. Kehilangan harapan seperti tidak memiliki minat terhadap karir,
perkawinan, keluarga atau kehidupan jangka panjang.
c. Symptoms of increased arousal: peningkatan gejala distress
Adapun kriterianya adalah :

1. Seseorang biasanya mengalami atau dihadapkan pada ancaman yang


serius termasuk bencana, kematian, kecelakan luar biasa, ancaman fisik
terhadap diri maupun orang lain.
2. Individu mengalami kondisi ketakutan, tidak berdaya dan selalui dihantui
oleh peristiwa tersebut. Pada kasus anak sering terjadi perilaku yang
disorganized atau agitasi. Jika kedua kriteria tersebut muncul maka dapat
dilakukan pengelompokan gejala kedalam tiga gejala utama tadi.
2.4 Fase-fase PTSD
Fase-fase keadaan mental pasca bencana:

a. Fase Kritis
Fase dimana terjadi gangguan stres pasca akut (dini/cepat) yangmana
terjadi selama kira-kira kurang dari sebulan setelah menghadap bencana.
Pada fase ini kebanyakan orang akan mengalami gejala-gejala depresi
seperti keinginan bunuh diri, perasaan sedih mendalam, susah tidur,dan
dapat juga menimbulkan berbagai gejala psikotik.

b. Fase setelah kritis


Fase dimana telah terjadi penerimaan akan keadaan yang dialami dan
penstabilan kejiwaan, umumnya terjadi setelah 1 bulan hingga tahunan
setelah bencana, pada fase ini telah tertanam suatu mindset yang menjadi
suatu phobia/trauma akan suatu bencana tersebut (PTSD) sehingga bila
bencana tersebut terulang lagi, orang akan memasuki fase ini dengan cepat
dibandingkan pengalaman terdahulunya.

c. Fase stressor
Fase dimana terjadi perubahan kepribadian yang berkepanjangan
(dapat berlangsung seumur hidup) akibat dari suatu bencana dimana
terdapat dogma “semua telah berubah”.

Periode bencana menurut Rice (1999):

a. Periode Impak.
Hanya berlangsung selama kejadian bencana. Pada periode ini, korban
selalu diliputi perasaan tidak percaya dengan apa yang dialami. Periode ini
selalu berlangsung singkat.

b. Periode penyejukan suasana (Recoil period)


Berlangsung beberapa hari selepas kejadian. Pada periode ini, tampak
bahwa para korban mulai merasakan diri mereka lapar dan mencari bekal
makanan untuk dimakan. Mereka tidak memahami bagaimana mereka harus
memulihkan keadaan dan mengganti harta benda mereka yang hilang.

c. Periode post traumatic (Recovery period)


Berlangsung lama, bahkan sepanjang hayat. Periode ini berlangsung
tatkala korban bencana berjuan untuk melupakan pengalaman yang terjadi
berupa tekanan, gangguan fisiologi, dan psikologi akibat bencana yang
mereka alami.
2.5 Dampak PTSD
Gangguan stress pasca traumatik ternyata dapat mengakibatkan sejumlah
gangguan fisik, kognitif, emosi, behavior (perilaku), dan sosial.

a. Gejala gangguan fisik :


1. Pusing.
2. Gangguan pencernaan.
3. Sesak napas.
4. Tidak bisa tidur.
5. Kehilangan selera makan.
6. Impotensi, dan sejenisnya.
b. Gangguan kognitif :
1. Gangguan pikiran seperti disorientasi.
2. Mengingkari kenyataan.
3. Linglung.
4. Melamun berkepanjangan.
5. Lupa.
6. Terus menerus dibayangi ingatan yang tak diinginkan.
7. Tidak fokus dan tidak konsentrasi.
8. Tidak mampu menganalisa dan merencanakan hal-hal yang sederhana.
9. Tidak mampu mengambil keputusan.
c. Gangguan emosi :
1. Halusinasi dan depresi (suatu keadaan yang menekan, berbahaya, dan
memerlukan perawatan aktif yang dini).
2. Mimpi buruk.
3. Marah.
4. Merasa bersalah.
5. Malu.
6. Kesedihan yang berlarut-larut.
7. Kecemasan dan ketakutan.
d. Gangguan perilaku :
Menurunnya aktivitas fisik, seperti gerakan tubuh yang minimal. Contoh,
duduk berjam-jam dan perilaku repetitif (berulang-ulang).
e. Gangguan sosial:
1. Memisahkan diri dari lingkungan
2. Menyepi
3. Agresif
4. Prasangka
5. Konflik dengan lingkungan
6. Merasa ditolak atau sebaliknya sangat dominan.

2.6 Penatalaksanaan Medis


a. Farmakologi
1. Terapi anti depresan: Obat yang biasa digunakan adalah benzodiazepin,
litium, camcolit dan zat pemblok beta– seperti propranolol, klonidin, dan
karbamazepin. Dosis contoh, estazolam 0,5-1 mg per os,
Oksanazepam10-30 mg per os, Diazepam (valium) 5-10 mg per os,
Klonaz-epam 0,25-0,5 mg per os, atau Lorazepam 1-2 mg per os atau IM.
2. Antiansietas: alprazolam digunakan untuk mengatasi depresi dan panik
pada pasien PTSD, buspirone dapat meningkatkan serotonin.
b. Non- farmakologi
Psikoterapi yang dapat digunakan dan efektif untuk penanganan
PTSD yaitu dengan Anxiety Management diamana terapis akan
mengajarkan beberapa keterampilan untuk membantu mengatasi gejala
PTSD dengan lebih baik melalui:

1. Relaxation training, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan kecemasan


secara sistematis dan merelaksasikan nyaman, bahkan reaksi fisik yang
tidak baik seperti jantung berdebar dan sakit kepala.
2. Breathing retraining, belajar bernafas dengan perut secara perlahan,
santai. Menghindari bernafas tergesa-gesa yang merasakan tidak
nyaman.
3. Positive thinking dan self-talk, yaitu belajar untuk menghilangkan pikiran
negatif dan mengganti dengan pikiran positif ketika menghadapi hal– hal
yang membuat stress (stresor).
4. Assertiveness training, yaitu belajar bagaimana mengekspresikan
harapan, opini dan emosi tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain.
5. Thought stopping, yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika
kita sedang memikirkan hal-hal yang membuat kita stress.
6. Cognitive therapy, terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang
tidak rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan.
Tujuan kognitif terapi adalah mengidentifikasi pikiran- pikiran yang
tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak
rasional untuk melawan pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi
pikiran yang lebih realistik untuk membantu mencapai emosi yang lebih
seimbang.
7. Exposure therapy: para terapis membantu menghadapi situasi yang
khusus, orang lain, obyek, memori atau emosi yang mengingatkan pada
trauma dan menimbulkan ketakutan yang tidak realistik dalam
kehidupannya. Terapi dapat berjalan dengan cara: exposure in the
imagination, yaitu bertanya pada penderita untuk mengulang cerita
secara detail sampai tidak mengalami hambatan menceritakan; atau
exposure in reality, yaitu membantu menghadapi situasi yang sekarang
aman tetapi ingin dihindari karena menyebabkan ketakutan yang sangat
kuat.
8. Terapi bermain (play therapy) mungkin berguna pada penyembuhan
anak dengan PTSD. Terapi bermain dipakai untuk menerapi anak dengan
PTSD. Terapis memakai permainan untuk memulai topik yang tidak
dapat dimulai secara langsung. Hal ini dapat membantu anak lebih
merasa nyaman.
2.7 Pengkajian
Pengkajian untuk klien dengan PTSD meliputi empat aspek yang akan bereaksi
terhadap stress akibat pengalaman traumatis, yaitu :
a. Pengkajian Perilaku (Behavioral Assessment) yang dikaji adalah:
1. Dalam keadaan yang bagaimana klien mengalami perilaku agresif yang
berlebihan.
2. Dalam keadan yang seperti apa klien mengalami kembali trauma yang
dirasakan.
3. Bagaimana cara klien untuk menghindari situasi atau aktifitas yang akan
mengingatkan klien terhadap trauma.
4. Seberapa sering klien terlibat aktivitas sosial.
5. Apakah klien mengalami kesulitan dalam masalah pekerjaan semenjak
kejadian traumatis.
b. Pengkajian Afektif (Affective Assessment)
1. Berapa lama waktu dalam satu hari klien merasakan ketegangan dan perasaan
ingin cepat marah.
2. Apakah klien pernah mengalami perasaan panik.
3. Apakah klien pernah mengalami perasaan bersalah yang berkaitan dengan
trauma.
4. Tipe aktivitas yang disukai untuk dilakukan.
5. Apa saja sumber - sumber kesenangan dalam hidup klien.
6. Bagaima hubungan yang secara emosional terasa akrab dengan orang lain
c. Pengkajian Intelektual (Intellectual Assessment)
1. Kesulitan dalam hal konsentrasi.
2. Kesulitan dalam hal memori.
3. Berapa frekuensi dalam satu hari tentang pikiran yang berulang yang
berkaitan dengan trauma.
4. Apakah klien bisa mengontrol pikiran-pikiran berulang tersebut
5. Mimpi buruk yang dialami klien.
6. Apa yang disukai klien terhadap dirinya dan apa yang tidak disukai klien
terhadap dirinya.
d. Pengkajian Sosiokultural (Sociocultural Assessment)
1. Bagaimana cara keluarga dan teman klien menyampaikan tentang perilaku
klien yang menjauh dari mereka.
2. Pola komunikasi antara klien dengan keluarga dan teman.
3. Apa yang terjadi jika klien kehilangan kontrol terhadap rasa marahnya.
4. Bagaimana klien mengontrol kekerasan terhadap sistem keluarganya.

2.8 Diagnosa Keperawatan


a. Ansietas b/d Krisis situasiona
b. Koping Defensif b/d Kurangnya system dukungan
c. Ketakutan b/d berasal dari dlaam (neurotransmitter)
d. Duka cita b/d kematian orang terdekat
e. Resiko sindrom pasca trauma b/d bencana
f. Sindrom stress akibat perpindahan b/d pindah dari satu lingkungan ke lingkungan
lain (Nanda NIC-NOC, 2015.)

2.9 Intervensi keperawatan


Berdasarkan literature dari Nanda NIC-NOC 2015.

a. Ansietas (00146)
Domain 9 : Koping/toleransi stress
Kelas 2 : Respons koping
Definisi : perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons
autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan
takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan
individu untuk bertindak menghadapi ancaman.
Batasan karakteristik
Perilaku
 Penurunan produktivitas
 Gerakan yang irelevan
 Gelisah
 Melihat sepinyas
 Insomnia
 Kontak mata yang buruk
 Mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup
 Agitasi
 Mengintai
 Tampak waspada
Afektif  Mulut kering
 Gelisah  Wajah merah
 Kesedihan yang mendalam  Jantung berdebar-debar
 Distress  Pupil melebar
 Ketakutan  Lemah
 Perasaan yang tidak adekuat Parasimpatik
 Berfokus pada diri sendiri  Nyeri abdomen
 Gugup  Penurunan denyut nadi
 Senang berlebihan  Vertigo
 Menyesal  Letih
 Bingung  Mual
 Khawatir  Gangguan tidur
Fisiologis Kognitif
 Wajah tegang  Menyadari gejala kognitif
 Tremor tangan  Bloking pikiran
 Peningkatan keringat  Konfusi
 Peningkatan ketegangan  Lupa
 Suara bergetar  Melamun
Simpatik  Gangguan perhatian
 Anorexio  Cenderung menyalahkan orang lain
 Diare
Faktor yang berhubungan
 Perubahan dalam:  Status peran
 Status ekonomi
 Lingkungan  Pemajanan toksin
 Status kesehatan  Terkait keluarga
 Pola interaksi  Herediter
 Fungsi peran  Infeksi
 Penularan penyakit interpersonal  Status kesehatan
 Krisis maturasi  Pola interaksi
 Krisis situasional  Fungsi peran
 Stress  Status peran
 Penyalahgunaan zat  Konsep diri
 Ancaman kematian  Konflik yang tidak disadari
 Ancaman pada: mengenai tujuan penting
 Satatus ekonomi  Kebutuhanyangtidakdipenuhi.
 Lingkungan
NOC: Anxiety Self – Control (1402)
Setelah dilakukan tindakan Keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri dapat teratasi dengan
indikator:
 (140201) monitor intensitas dari ansietas
 (140206) gunakan strategi koping efektif
 (140207) menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan ansietas
NIC: Anxiety Reduction (5820)
 Gunakan pendekatan yang menenangkan
 Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
 Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
 Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
 Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
 Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
 Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Identifikasi tingkat kecemasan
 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
 Kelola pemberian obat anti cemas
b. Ketakutan (00148)
Domain 9 : koping/ toleransi stress
kelas 2 : respons koping
Defenisi : respons terhadap persepsi ancaman yang secara sadar dikenali sebagai
sebuah bahaya.
Batasan karakteristik:
 Melaporkan isyarat/ peringatan
 Melaporkan kegelisahan
 Melaporkan rasa takut
 Melaporkan penurunan kepercayaan diri
 Melaporkan ansietas
 Melapokan kegembiraan
 Melaporkan peningkatan ketegangan
 Melaporkan kepanikan
 Melaporkan terror
Fakor yang berhubungan:
 Berasal dari luar (mis: kebisingan tiba-tiba, ketinggian, nyeri, penurunan
dukungan fisik)
 Berasal dari dalam (neurotransmiter)
 Kendala bahasa
 Stimulus fobik
 Gangguan sensorik
 Berpisah dari system pendukung dalam situasi yang berpotensi menimbulkan
stress
 Tidak familier dengan pengalaman lingkungan.

NOC : Anxiety control, Fear control


Setelah dilakukan tindakan keperawatan takut klien teratasi dengan kriteria hasil :
 Memiliki informasi untuk mengurangi takut
 Menggunakan tehnik relaksasi
 Mempertahankan hubungan sosial dan fungsi peran
 Mengontrol respon takut

NIC: Coping Enhancement


 Jelaskan pada pasien tentang proses penyakit
 Jelaskan semua tes dan pengobatan pada pasien dan keluarga
 Sediakan reninforcement positif ketika pasien melakukan perilaku untuk mengurangi
takut
 Sediakan perawatan yang berkesinambungan
 Kurangi stimulasi lingkungan yang dapat menyebabkan misinterprestasi
 Dorong mengungkapkan secara verbal perasaan, persepsi dan rasa takutnya
 Perkenalkan dengan orang yang mengalami penyakit yang sama
 Dorong klien untuk mempraktekan tehnik relaksasi

c. Koping Defensif (00071)


Domain 9 : Koping/ Toleransi Stres
Kelas 2 : Respons Koping
Defenisi : Proyeksi evaluasi- diri positif yang salah dan berulang yang didasarkan
pada pola perlindungan-diri untuk bertahan terhadap ancaman yang dirasakan terhadap
ancaman yang dirasakan terhadap harga diri yang positif
Batasan Karakteristik:
 Penyangkalan masalah yang jelas terjadi
 Penyangkalan kelemahan yang jelas terjadi
 Kesulitan membina hubungan
 Kesulitan memelihara hubungan
 Kesulitan dalam persepsi pengujian realita
 Waham kebesaran
 Tertawa menghina
 Hipersensitif terhadap kritik
 Hipersensitif terhadap ejekan/ penghinaan
 Tidak komplet menjalani terapi
 Tidak adekuat menjalani pengobatan
 Kurang partisipasi dalam terapi
 Sedikit partisipasi dalam menjalani pengobatan
 Proyeksi menyalahkan diri
 Proyeksi tanggung jawab
 Rasionalisasi kegagalan
 Distorsi realitas
 Menghina orang lain
 Sikap superior terhadap orang lain.

Faktor yang berhubungan:


 Konflik antara persepsi diri dan sistem nilai
 Kurangnya system dukungan
 Takut gagal
 Takut akan penghinaan
 Takut akan karma
 Kurangnya penyesuaian
 Tingkat kepercayaan yang rendah pada orang lain
 Tingkat kepercayaan diri rendah
 Ragu/ tidak percaya
 Harapan diri yang tidak realistic
NOC:
Kriteria hasil:
 Mengungkapkan kemampuan untuk menaggulangi dan meminta bantuan jika perlu
 Menunjukkan kemampuan untuk memecahkan masalah dan ikut serta bermasyarakat
 Mempertahankan bebas dari perilaku yang destruktif pada diri sendiri maupun orang
lain
 Mengkomunikasikan kebutuhan dan berunding dengan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan
 Mendiskusikan bagaimana tekanan kehidupan yang ada melebihi strategi
penanggulangan yang normal
 Menemukan kecepatan penyakit dan kecelakaan tidak melebihi tingkat perkembangan
dan usia
NIC: Nursing Therapeutic Intervention (Intervensi Terapeutik Perawat)
 Amati penyebab tidak efektifnya penaggulanagn seperti konsep diri yang buruk,
kesedihan, kurangnya ketrampilan dalam memecahkan masalah, kurangnya
dukungan, atau perubahan yang ada dalam hidup.
 Amati kekuatan seperti kemampuan untuk menceritakan kenyataan dan mengenali
sumber tekanan
 Monitor risiko membahayakan diri atau orang lain dan tangani secara tepat
 Bantu pasien menentukan tujuan yang realistis dan mengenali ketrampilan dan
pengetahuan pribadi
 Gunakan komunikasi empatik, dan dorong pasien/keluarga untuk mengungkapkan
ketakutan, mengekspresikan emosi, dan menetapkan tujuan
 Anjurkan pasien untuk membuat pilihan dan ikut serta dalam perencanaan perawatan
dan aktivitas yang terjadwal
 Berikan aktivitas fisik dan mental yang tidak melebihi kemampuan pasien (misal
bacaan, televisi, radio, ukiran, tamasya, bioskop, makan keluar, perkumpulan sosial,
latihan, olahraga, permainan)
 Jika memiliki kemampuan fisik, anjurkan latihan aerobik yang sedang
 Gunakan sentuhan dengan izin. Berikan pasien pijatan punggung berupa usapan
perlahan dan berirama dengan tangan. Gunakan 60 kali usapan dalam semenit selama
3 menit pada luasan 2 inchi pada kedua sisi mulai dari daerah atas ke bawah
 Berikan informasi perihal perawatan sebelum perawatan diberikan

d. Duka Cita (00136)


Domain 9 : Koping/Toleransi Stres
Kelas 2 : Respons Koping
Defenisi : Proses kompleks normal yang meliputi respons dan perilaku emosional,
fisik, spiritual, sosial, dan intelektual yakni individu, keluarga, dan komunitas
memasukan kehilangan yang actual, adaptif, atau dipersepsikan ke dalam kehidupan
sehari-hari mereka.
Batasan Karakteristik:
 Perubahn tingkat aktivitas
 Perubahan pola mimpi
 Perubahan fungsi imun
 Gangguan fungsi neuroendokrin
 Marah
 Menyalahkan
 Berpisah/ menarik diri
 Putus asa
 Disorganisasi/kacau
 Gagngguan pola tidur
 Mengalami kelegaan
 Memelihara hubungan dengan almarhum/ah
 Membuat makna kehilangan
 Kepedihan
 Perilaku panic
 Pertumbuhan personal
 Distress psikologis
 Menderita
Faktor yang Berhubungan
 Mengantisipasi kehilangan hal yang bermakna
 Mengantisipasi kehilangan orang terdekat
 Kematian orang terdekat
 Kehilangan objek penting
NOC: Resolusi dukacita (1304)
 Mampu mengespresikan kepercayaaan dengan kematian
 Menggambarkan tentang kehilangan
 Partisipasi dalam perencanaan
NIC: Fasilitasi Pendampingan dukacita (5290)
 Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya. Izinkan penyangkalan yang
adaptif.
 Dorong atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima dukungan.
 Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan masa lalu saat
ini.
 Dorong klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan personal.
 Dorong klien untuk merawat dirinya sendiri.
 Tawarkan makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk makan.
 Gunakan komunikasi yang efektif.
 Tawarkan kehadiran dan berikan pertanyaan terbuka
 Gunakan refleksi
 Berikan informasi
 Nyatakan keraguan
 Gunakan teknik menfokuskan
 Berupaya menerjemahkan dalam bentuk perasaan atau menyatakan hal yang
tersirat
 Bina hubungan dan pertahankan keterampilan interpersonal
 Kehadiran yang penuh perhatian
 Menghormati proses berduka klien yang unik
 Menghormati keyakinan personal klien

e. Risiko Sindrom Pasca Trauma (00145)


Domain 9 :Koping/Toleransi Stress
Kelas 1 :Respon Pascatrauma
Definisi :Berisiko Mengalami respon maladaftif yang terus menerus terhadap peristiwa
traumatitis dan memilukan
faktor resiko:
 Penurunan kekuatan ego staf unit gawat darurat, petugas
 Pindah rumah. kesehatan jiwa, tenaga reparasi).
 Durasi peristiwa.  Persepsi peristiwa.
 Rasa tanggung jawab yang  Parah sebagai orang yang selamat
berlebihan. dalam peristiwa.
 Dukungan sosial yang tidak  Lingkungan yang tidak mendukung
adekuat.
 Pekerjaan (Mis.,Polisi pemadam
kebakaran, petugas penyelamat,
NOC: Spiritual Health (2001)
 Quality Of Faith (200101)
 Quality Of Hope (200102)
 Makna dan Tujuan Hidup (200103)

NIC : Dukungan Rohani (5420)


 Menggunakan komunikasi untuk membangun kepercayaan dan terapi empatik
peduli
 Mengobati individu dengan martabat dan menghormati
 Mendorong melalui meninjau kehidupan melalui kenang-kenangan
 Memberikan privasi dan tenang kali untuk activitas rohani
 Mendorong partisipasi dalam kelompok pendukung
 Mengajari metode relaksasi , meditasi , citra dan memberinya petunjuk
 Berdoa dengan sendiri
 Selalu terbuka untuk individu ekspresi perhatian
 Mengungkapkan perasaan empati secara pribadi
 Tersedia untuk mendengarkan individu perasaan

f. Sindrom Stress Akibat Perpindahan 00114


Domain 9 : Koping / Toleransi stress
Kelas : Respon pascatrauma.
Defenisi : Gangguan fisiologis dan atau psikososial setelah pindah dari satu
lingkungan ke lingkungan lain.
Batasan karakteristik
 Perasaan asing  Peningkatan verbalisasi kebutuhan
 Merasa sendirian  Ketidakpercayaan diri
 Marah  Kesepian
 Ansietas (mis., perpisahan)  Kehilangan identitas
 Harga diri rendah kronik  Kehilangan harga diri
 Khawatir terhadap perpindahan  Kehilangan penghargaan terhadap
 Perasaan ketergantungan diri
 Depresi  Pesimisme
 Takut  Gangguan tidur
 Frustasi  Mengatkan tidak bersedia pindah
 Perburukan penyakit  Menarik diri
 Peningkatan gejala fisik  Khawatir.
Faktor yang berhubungan
 Penerunan status kesehatan
 Gangguan kesehatan psikososial
 Isolasi
 Kurang sistem dukungan yang adekuat
 Kurangnya konseling pra keberangkatan
 Kendala bahasa
 Tersesat
 Pindah dari satu lingkungan ke lingkungan lain.
 Koping pasif
 Menyatakan perasaaan tidak berdaya
NOC: Stress level (1212)

 Depresi (121221)
 Kegelisahan (121222)

NIC: Pengurangan Kecemasan Stres (Stress Anxiety Reduction) (5820)

 Menggunakan pendekatan meyakinkan membuat pasien tenang


 Tetap bersama pasien untuk keamanan dan mengurangi rasa takut
 berusaha untuk memahami pasien dari situasi stres
 Memberikan informasi berdasarkan fakta
 Mendengarkan dengan perhatian
 Memberi dukungan untuk mekanisme koping pasien
 Membantu pasien mengenali situasi yang memicu kecemasan
 Mengidentifikasi pasien ketika mengalami perubahan tingkat kecemasan
 Mendorong verbalisasi perasaan persepsi dan ketakutan
 Mendorong keluarga untuk tetap berada di dekat pasien

Dr. Hatta, K, Mp.d. (2016). Trauma dan pemulihannya, sebuah kajian berdasarkan
kasus pasca konflik dan tsunami. ISBN: 978-602-60756-3-5.

Nanda. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis dan Nanda
Nic-Noc Edisi Jilid 1. Jojakarta: Mediaction Jogja.

Anda mungkin juga menyukai