Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kekerasan merupakan suatu hal yang paling banyak ditakuti oleh


manusia. Baik kekerasan langsung maupun tidak langsung, baik kekerasan
verbal maupun non verbal. Kekerasan bisa terjadi dimana saja. Di rumah, di
lingkungan kerja, bahkan di sekolah sekalipun. Menurut Bourdieu, kekerasan
berada dalam lingkup kekuasaan. Hal tersebut berarti kekerasan merupakan
pangkal atau hasil sebuah praktik kekuasaan. (Nanang Martono, 2012)

Bentuk kekerasan yang paling sering terjadi di sekolah adalah


bullying. Umumnya orang lebih mengenalnya dengan istilah-istilah seperti
“penggencetan”, “pemalakan”, “pengucilan”, “intimidasi”, dan lain-lain.
Menurut penelitian yang dilakukan untuk pemerintah pada 2009, hampir
separuh anak-anak di Inggris (46 persen) berkata mereka pernah di-bully.
(Nicola Morgan, 2012)

Menurut Prestyo tahun 2011. bullying merupakan perilaku agresif


yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap orang-orang atau
kelompok lain yang dilakukan secara berulang-ulang dengan cara menyakiti
secara fisik maupun mental. Bullying tidak memilih umur atau jenis kelamin
korban. Biasanya yang menjadi korban pada umumnya adalah anak yang
lemah, pemalu, pendiam, dan special (cacat, tertutup, pandai, cantik, atau
punya ciri tubuh tertentu), yang dapat menjadi bahan ejekan. (Ponny Retno
Astuti, 2008)

Pada survei tahun 2011 lebih dari 300.000 pelajar dari 48 negara
maju dan berkembang di dapatkan data bahwa 50% pelajar pernah mengalami
bullying di sekolah dan 33% pelajar lainnya mengatakan bahwa mereka
medapatkan prilaku bullying hampir setiap minggunya. Sedangkan data dari
Department of Health and Human Services di dapatkan data bahwa hampir
160.000 anak bolos sekolah setiap harinya karena takut mendapatkan
perlakuan bullying. Bahkan di Inggris 50% dari data anak dan remaja yang
bunuh diri salah satu faktornya disebabkan karena stress dan trauma yang di
akibatkan oleh bullying (Oliveira, FR., 2017)

Di Indonesia sendiri, kasus bullying di sekolah sudah merajalela.


Baik di tingkat sekolah dasar, menengah, sampai perguruan tinggi. Menurut
KPAI, saat ini kasus bullying menduduki peringkat teratas pengaduan
masyarakat. Data KPAI bidang pendidikan, kasus anak pelaku kekerasan
dan bullying yang paling banyak terjadi. Dari 161 kasus, 41 kasus di antaranya
adalah kasus anak pelaku kekerasan dan bullying. Kasus terbanyak berasal
dari jenjang SD sebanyak 13 kasus (48%), disusul dari jenjang SMA/SMK
berjumlah 9 kasus (34,7 %), dan SMP sebanyak 5 kasus (17,3%). KPAI
mengungkapkan, daerah Jabodetabek menjadi daerah terbanyak yang
memberikan pengaduan kekerasan terhadap anak di bidang pendidikan yaitu
sebanyak 21% dari total laporan yang masuk. Kemudian diikuti oleh daerah
Bandung (Jawa Barat), Bali, Yogyakarta, Lombok Timur (NTB), dan Palu
(Sulawesi Tengah). (KPAI, 2018)

Jawa Barat menjadi daerah kasus bullying di pendidikan terbanyak


setelah daerah Jabodetabek. Pada hasil laporan kasus kekerasan terhadap anak
di Kota Bandung juga mengalami peningkatan . Di tahun 2018 berdasarkan
rekap dari Januari-Juli, ada sekitar 71 laporan. Sejak 2017 justru banyak
laporan soal kekerasan anak, seperti bullying, pemerkosan, sodomi, jadi
memang meningkat di tahun ini. (UPT P2TP2A, Kota Bandung, 2018)

Sekolah merupakan salah satu institusi pendidikan formal yang


seharusnya mampu memberikan tempat yang aman untuk anak-anak belajar
seperti yang tercantum dalam pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang perlindungan anak bahwa:
“Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau temantemannya
di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.”

(Pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak)

Namun, beberapa tahun belakangan ini semakin banyak bullying


yang dilakukan di sekolah. Hal ini dapat dilakukan oleh siapa saja, misalnya
teman sekelas atau kakak kelas kepada adik kelas. Sebuah riset yang
dilakukan oleh LSM Plan International dan International Center for Research
on Women (ICRW) yang dirilis awal bulan Maret 2015 lalu menunjukkan
terdapat 84% anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Angka
tersebut lebih tinggi dari tren di kawasan Asia yakni 70%. (Edupost, 2015)

Bullying antar siswa yang semakin marak terjadi di sekolah telah


menunjukkan tingkat yang memprihatinkan. Tingkat emosional siswa yang
masih labil, memungkinkan perilaku bullying ini sering terjadi di kalangan
para siswa. Salah satu bentuk emosi yang diidentifikasikan oleh Daniel
Goleman (1995) adalah amarah. Amarah di dalamnya meliputi brutal,
mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit,
berang, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan, dan kebencian patologis.
(Mohammad Ali, 2011)

Bullying juga terjadi karena adanya kesenjangan kelas yang sangat


kentara. Menurut Bourdieu, bahwa selera gaya hidup serta konsepsi yang
dimiliki setiap kelas mengenai dirinya, terutama dalam masalah peran sosial
yang dimainkannya, Perbedaan kelas ini yang bisa memicu terjadinya bullying
antar siswa, karena adanya perbedaan kepentingan serta gaya hidup yang
berbeda pula. (Nanang Martono, 2012)

Pada korban bullying yang mendapat pengalaman negatif di


kehidupan sosial, akademik dan kehidupan pribadi akan berdampak terhadap
pertumbuhan dan perkembangan di kehidupan sosial di masyarakat dan ini
akan berpengaruh negatif juga terahadap pelaku bullying tersebut. Pelaku
bullying akan menderita efek jangka panjang jika perilaku tersebut tidak
diatasi. Jika masalah ini tidak diatasi dengan cepat dan tepat akan
menimbulkan perilaku remaja yang menjurus kepada perilaku kejahatan. Pada
tahap ini peran dari orang tua, guru dan teman sebaya dapat memberikan
pengaruhn hal ini juga merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi
perilaku seorang pelaku bullying. Ada bukti empiris yang mengatakan pelaku
bullying dua kali lebih beresiko dari teman sebayanya untuk melakukan
tindakan kejahatan dan empat kali lipat beresiko untuk melakukan suatu
pelanggaran (Ammara, 2016)

Bullying berdampak besar bagi keadaan psikologis korban. Oleh


karena itu, peran perawat sangat dibutuhkan dalam membantu korban
bullying. Perawat selaku tenaga professional harus berkolaborasi baik dengan
keluarga maupun dengan pihak sekolah dalam megatasi masalah bullying
sehingga dapat memaksimalkan perannya sebagai konselor dan edukator. Hal
ini berkaitan dengan peran dan fungsi perawat dalam upaya pelayanan
kesehatan utama yang berfokus pada preventif dan promotif tanpa
meninggalkan peran kuratif dan rehabilitatif yaitu melakukan penyuluhan dan
memberikan pendidikan untuk pengenalan dan pencegahan atau pengendalian
masalah kesehatan (Effendy, 1998 & MacKenzie & Ross, 2013)

Akhir-akhir ini kasus kekerasan termasuk bullying di sekolah juga


semakin marak ditemui baik di media cetak maupun media elektronik.
Berdasarkan berita yang di dapat dari salah satu media online siswi kelas XI
SMA X Kota Bandung menjadi korban baru-baru ini, bullying yang dilakukan
oleh alumninya sendiri, M (18) dan A (17). A ini bukan alumni SMA 10
Bandung. Hal ini merupakan suatu bentuk tindakan bullying yang terjadi pada
remaja. Informasi dihimpun, aksi kekerasan tersebut dilakukan di belakang
ruang laboratorium SMA X pada Senin (27/7) kemarin pukul 12.00 WIB.
Wajah korban dicengkram M, A kemudian menampar korban. Terkait motif
polisi masih mendalami.
Akan tetapi, belum diketahui secara pasti apa yang menjadi faktor
penyebab sehingga terjadinya bullying tersebut dan hal ini diperkuat pula
dengan belum adanya penelitian yang secara khusus meneliti tentang “Faktor
Yang Berhubungan Dengan Perilaku Bullying Pada Anak Sekolah Di SMAN
X Kota Bandung.”
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU BULLYING
PADA ANAK SEKOLAH DI SMAN X KOTA BANDUNG

Outline

• Kekerasan itu apa ?

• Bentuk kekerasan di sekolah ?

• Definisi bullying ?

• Data survey bullying di dunia ?

• Data survey bullying di Indonesia ?

• Data survey bullying di Jawa Barat ?

• Data survey bullying di Kota Bandung ?

• Sekolah itu apa ?

• UU perlindungan anak tentang keamanan di sekolah

• Hasil penelitian yang menunjang kasus bullying terjadi di sekolah

• Menjelaskan kenapa bisa terjadi bullying antar siswa

• Menyebutkan faktor terjadi bullying di sekolah

• Dampak bullying baik korban maupun pelaku

• Kenapa sebagai perawat concern tentang hal ini ?

• Adakah kasus bullying di rencana tempat penelitian

• Penelitian akan dilakukan tentang apa dan dimana?

Anda mungkin juga menyukai