Oleh:
dr. Dony Marthen Bani
Pembimbing:
dr. Ibnoe Soedjarto, M.Si Med., Sp.S
2015
Diajukan Oleh :
Nama : dr. Dony Marthen Bani
Dipresentasikan
Tanggal :
Pembimbing I
Pembimbing II,
: RSUD AM Parikesit
Topik
Tanggal (kasus)
Tanggal Presentasi
Pendamping
Obyektif Presentasi
Keilmuan
Keterampilan Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bumil
Bayi
Remaja
Dewasa
Lansia
Deskripsi
Dewasa laki-laki, 69Tahun, dibawa ke rumah sakit karena BAB cair warna coklat
kehitaman disertai riwayat stroke
Tujuan
Mampu mendiagnosis kasus Stroke non hemorrhagic dengan double hemiparese+
anemia et causa suspect gastritis erosiva serta mampu melakukan penatalaksanaan awal
Bahan Masalah
Tinjauan pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara Membahas
Diskusi
Pos
LAPORAN KASUS
Indentitas
ANAMNESIS
Umur
: 69 tahun
Suku
: Kutai
Agama
: Islam
Pekerjaan
: PNS
No CM
: RS:2005
Ruangan
: Tulip
Tgl MRS
Keluhan Utama:
Buang air besar berwarna hitam kecoklatan sejak 1 hari sebelum
R.penyakit dahulu:
Sebelum dirawat di RS , tanggal 17-06-2015 pasien pernah di rawat di ruang
anggrek RSUD dengan keluhan Lemas seluruh tubuh dan tidak bisa bicara
sejak 1 minggu secara tiba-tiba saat bangun tidur, napsu makan menurun
sejak sakit,DM(-),HT (+),terkontrol ,astma(-),ambeien(-)
Riwayat trauma kepala(-),
diagnosis masuk nya: Syndrom Geriatric,+anemia Susp CKD
Lalu di rujuk ke AWS untuk rencana Hemodialisis.
Di AWS tidak jadi di HD karena pemeriksaan lab ulang di AWS fungsi ginjal
sudah normal kembali.
Riwayat Glaukoma (+)pada mata kanan dan kiri sejak 5 tahun yang lalu,
visus mata kanan dan mata kiri mata 1/~
Pemeriksaan Fisik
Vital sign:
Tensi:110/60
Nadi:90104x/m
RR:20x/m
Suhu:36,5
Kepala/Leher:
Normocephali,deformitas(-)tanda radang pada kulit
kepala(-)
Mata: konjungtiva palpebra anemis-/-,ikterus-/,reflek pupil:
Visus:1/~ ,1/~
leher:massa(-),tidak terdapat pembesaran KGB
Thorax:
Abdomen:Inspeksi:
auskultasi:
Bising usus :+ N
Palpasi:
Perkusi:
timpani(+)
Jenis Nervus
NI
Olfaktorius
N II
Optikus
N III
okulomotorius
N IV
Trochlearis
NV
Trigeminus
N VI
Abducens
N VII
Facialis
N VIII
Octavus
N IX
glossopharyngeu
s
NX
Jenis Pemeriksaan
Subjektif
Objektif
Tajam Penglihatan
Lapangan pandang (tes
konfrontasi)
Melihat Warna
Pergerakan bola mata
Strabismus
Nistagmus
Eksoftalmus
Besar pupil (diameter)
Bentuk pupil
Refleks cahaya
Melihat kembar
Pergerakan bola mata (lateral
Kanan
TDE
TDE
TDE
TDE
TDE
TDE
TDE
TDE
TDE
TDE
bawah)
Melihat Kembar
Membuka mulut
Mengunyah
Menggigit
Sensibilitas wajah
Pergerakan bola mata (ke lateral)
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Memperlihatkan gigi
Sudut bibir
Detik arloji
Suara berbisik
Uvula
Perasaan lidah bagian belakang
Bicara
Kiri
TDE
TDE
TDE
TDE
TDE
TDE
TDE
TDE
TDE
TDE
TDE
TDE
+
+
TDE
TDE
+
TDE
Tertinggal Tertinggal
TDE
TDE
TDE
TDE
TDE
TDE
-
10
Vagus
Menelan
N XI
Mengangkat bahu
Accesorius
Memalingkan kepala
N XII
Menjulurkan lidah
hypoglossus
Tremor lidah
Keterangan :
TDE : Tidak dapat di Evaluasi
Sukar
-
Ekstremitas
inferior
Pemeriksaan
Sensibilitas taktil
Sensibilitas nyeri
Pergerakan
Kekuatan
Humerus
Antebrachii
Manus
Refleks fisiologis
Refleks biceps
Refleks triceps
Refleks patologis
Refleks Trommer
Refleks Hoffman
Sensibilitas taktil
Sensibilitas nyeri
Pergerakan
Kekuatan
Femur
Cruris
Pedis
Refleks fisiologis
Refleks patella
Refleks Achilles
Refleks patologis
Refleks Babinski
Refleks Chaddock
Refleks Oppenheim
Sensibilitas taktil
Sensibilitas nyeri
Lasseque
Kernig
Kanan
Kiri
TDE
+
2
2
2
2
2
2
+
+
+
+
TDE
2
2
2
2
2
2
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
TDE
11
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Parameter
Hb
Ht
Leukosit
Trombosit
07-09-2015
4,5 g/dl
14 %
12.100
340.000
10-09-2015
11-09-
8,1g/dl
24
7900
309.000
2015
8,5g/dl
24
8000
262.00
-
GDS
Glukosa Puasa
Ureum
Creatinin
Uric acid
SGOT
SGPT
Cholesterol
Trigleserida
HDL-
170 mg/dl
91 mg/dl
1,1 mg/dl
-
0
-
Cholesterol
LDL-
Cholesterol
Na+
K+
Cl-
139 q/L
3,2 q/L
109 q/L
12
13
CT SCAN
14
Diagnosis Akhir :
-
Diagnosis klinis
Afasia Global
- Diagnosis topikal
: Hemisfer Dextra et sinistra
- Diagnosis etiologis : Stroke Non Hemorrhagic
- Diagnosa lain :anemia suspect et causa gastritis erosiva+Glaukoma
Terapi:
02 2 LPM
diet sonde 3x250
infus Nacl0,9% 10tpm
transfusi PRC 2 kolf/Hari sampe Hb>10
Inj,tranxamine 3x500mg
drip Adona 1 ampul/Hari
inj.citicholin 250mg 2x1 ampul
Inj.furosemide 2x1 ampul
inj.ranitidin 2x1 ampul
15
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi Stroke
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat
menimbulkan cacat atau kematian. Secara umum, stroke digunakan sebagai
sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter
di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat gangguan
peredaran darah otak (GPDO). Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut
juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas,
invaliditas).
Stroke Non Hemoragik
Klasifikasi Stroke Non Hemoragik
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik
dan proses patologik (kausal):
A. Berdasarkan manifestasi klinik:
Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA).
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
Ischemic
dari seminggu.
Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation). Gejala
terjadi
penyumbatan
pembuluh
darah
yang
sumbatan.
b) Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.
Gangguan mental.
Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
Bisa terjadi kejang-kejang.
c) Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih
ringan.
Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
d) Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
18
19
kerusakan otak.
Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal
gerakan-gerakan
tertentu.
Kelainan
ini
sering
dengan ruang.
Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku
akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere
20
atau
bila
likuor
Stroke Hemoragik
Klasifikasi Stroke Hemoragik
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases
and Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
a. Perdarahan Intraserebral (PIS). Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah
perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak
dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh
hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma
kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemofilia, leukemia,
trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor
otak yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.
b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA). Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
adalah
keadaan
terdapatnya/masuknya
darah
ke
dalam
ruangan
vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter atau karena
robeknya araknoidea.
Gejala Stroke Hemoragik
1) Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS). Gejala yang sering djumpai pada
perdarahan intraserebral adalah: nyeri kepala berat, mual, muntah dan
adanya darah di rongga subarakhnoid pada pemeriksaan pungsi lumbal
merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan sering kali di siang hari,
waktu beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran biasanya menurun
dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara
1/2-2 jam, dan 12% terjadi setelah 3 jam).
2) Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA). Pada penderita PSA dijumpai
gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher dan punggung, mual,
muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan
pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk mengetahui kondisi
rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi gangguan
pada fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf otonom terjadi demam
setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum karena pemberian
obat antimuntah disertai peningkatan kadar gula darah, glukosuria,
albuminuria, dan perubahan pada EKG.
3) Gejala Perdarahan Subdural. Pada penderita perdarahan subdural akan
dijumpai gejala: nyeri kepala, tajam penglihatan mundur akibat edema
papil yang terjadi, tanda-tanda deficit neurologik daerah otak yang
tertekan. Gejala ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-bulan
setelah terjadinya trauma kepala.
Diagnosis Stroke Hemoragik
a. Perdarahan Intraserebral (PIS). Diagnosis didasarkan atas gejala dan
tanda-tanda klinis dari hasil pemeriksaan. Untuk pemeriksaan tambahan
dapat dilakukan dengan Computerized Tomography Scanning (CT-Scan),
Magnetic
Resonance
Imaging
(MRI),
Elektrokardiografi
(EKG),
22
23
TOTAL
SKOR
6,5
6,5
3.Waktu serangan :
- Waktu kerja
6,5
10
- Hebat
7,5
- Ringan
- Tidak ada
24
5.Muntah :
- Langsung habis serangan
10
7,5
- Tak ada
6.Kesadaran :
- Hilang waktu serangan (langsung)
10
10
- Tidak ada
7.Tekanan darah :
- Waktu serangan sangat tinggi ( > 200 / 110 )
7,5
7,5
10
- Tidak ada
9.Fundus Okuli
- Perdarahan subhyaloid
10
7,5
- Normal
10.Pupil
- Isokor
- Anisokor
10
10
25
10
- Kecil + reaktif
11.Darah
10
1
1
- < 1 hari
- > 1 hari
0
TOTAL SKOR
Keterangan :
Bila skor menurut Prof. Djoenaidi Widjaja ini menunjukkan hasil :
-
26
Terapi
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.
1
sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak
mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah
menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Sehingga
perlu dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan darah darah
dipertahankan pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah
yang tinggi tidak diturunkan dengan derastis), bila gawat balans cairan, elektrolit,
dan asam basa harus terus dipantau.
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak
yang menderita di daerah iskemik (ischemic penumbra), antara lain:
1
Anti-edema otak:
a. Gliserol 10% perinfus, 1gr/kgBB/hari dalam 6 jam
b. Kortikosteroid, yang banyak digunakan deksametason dengan bolus 1020mg i.v., diikuti 4-5 mg/6jam selama beberapa hari, lalu tapering off,
dan dihentikan setelah fase akut berlalu.
c.
27
Anti-Agregasi trombosit
Asam asetil salisilat (ASA) seperti aspirin, aspilet dengan dosis rendah 80300 mg/hari
Lain-lain:
a
28
Afasia
Definisi
Afasia
merupakan
gangguan
berbahasa.
Dalam
hal
ini
pasien
29
rangsangan
yang
diterimanya,
hanya
untuk
Mengulang
(repetisi)
dan
membaca
kuat-kuat
sama
terbatas, misalnya hanya mengenal namanya saja atau satu atau dua patah
kata. Repetisi juga sama berat gangguannya seperti bicara spontan.
Membaca dan menulis juga terganggu berat. Afasia global hamper selalu
disertai hemiparese atau hemiplegia yang menyebabkan invaliditas kronis
yang parah.
Manifestasi Klinis
Gejala dan Gambaran klinik Afasia
Afasia global. Afasia global ialah bentuk afasia yang paling berat.
Koadaan ini ditandai oleh tidak adanya lagi bahasa spontan atau berkurang sekali
dan menjadi beberapa patah kata yang diucapkan secara stereotip (itu-itu saja,
berulang), misalnya : "iiya, iiya, iiya", atau: "baaah, baaaah, baaaaah" atau:
"amaaang, amaaang, amaaang". Komprehensi menghilang atau sangat terbatas,
misalnya hanya mengenal namanya saja atau satu atau dua patah kata. Repetisi
(mengulangi) juga sama berat gangguannya seperti bicara spontan. Membaca dan
menulis juga terganggu berat.
Afasia global disebabkan oleh lesi luas yang merusak sebagian besar atau
semua daerah bahasa. Penyebab lesi yang paling sering ialah oklusi arteri karotis
interna atau arteri serebri media pada pangkalnya. Kemungkinan
buruk.
Afasia
global
hampir
selalu
pulih
ialah
31
Kesalahan parafasia
32
mengetahui kata yang diucapkannya, apakah benar atau salah. Maka terjadilah
kalimat yang isinya kosong, berisi parafasia, dan neologisme. Misalnya menjawab
pertanyaan: Bagaimana keadaan ibu sekarang ? Pasien mungkin menjawab: "Anal
saya lalu sana sakit tanding tak berabir".
Pengulangan (repetisi) terganggu berat. Menamai {naming) umumnya
parafasik. Membaca dan menulis juga terganggu berat.
Gambaran klinik afasia Wernicke:
Artikulasi baik
Prosodi baik
Repetisi terganggu
yang tidak. Penderita yang tanpa hemiparese, karena kelainannya hanya atau
terutama pada berbahasa, yaitu bicara yang kacau disertai banyak parafasia, dan
neologisme, bisa-bisa disangka menderita psikosis.
Lesi yang menyebabkan afasia jenis Wernicke terletak di daerah bahasa
bagian posterior. Semakin berat defek dalam komprehensi auditif, semakin besar
kemungkinan lesi mencakup bagian posterior dari girus temporal superior. Bila
pemahaman kata tunggal terpelihara, namun kata kompleks terganggu, lesi
cenderung mengenai daerah lobus parietal, ketimbang lobus temporal superior.
Afasia jenis Wernicke dapat juga dijumpai pada lesi subkortikal yang merusak
isthmus temporal memblokir signal aferen inferior ke korteks temporal.
Penderita
dengan
defisit
komprehensi
yang
berat,
pronosis
33
Pemahaman buruk
Repetisi baik
Ekholalia
34
Repetisi baik
Inisiasi ot/fpunerlambat
Ungkapan-ungkapan singkat
Parafasia semantik
Ekholalia
Komprehensi buruk
Repetisi baik
Ekholalia mencolok
Afasia transkortikal disebabkan oleh lesi yang luas, berupa infark
berbentuk bulan sabit, di dalam zona perbatasan antara pembuluh darah serebral
mayor (misalnya di lobus frontal antara daerah arteri serebri anterior dan media).
Afasia transkortikal motorik terlihat pada lesi di perbatasan anterior yang
menyerupai huruf C terbalik (gambar 9-1). Lesi ini tidak mengenai atau tidak
melibatkan korteks temporal superior dan frontal inferior (area 22 dan 44 dan
lingkungan sekitar) dan korteks peri sylvian parietal. Korteks peri sylvian yang
utuh ini dibutuhkan untuk kemampuan mengulang yang baik.
Penyebab yang paling sering dari afasia transkortikal ialah:
Demensia.
Afasia anomik. Ada pasien afasia yang defek berbahasanya berupa
kesulitan dalam menemukan kata dan tidak mampu menamai benda yang
dihadapkan kepadanya. Keadaan ini disebut sebagai afasia anomik, nominal atau
35
amnestik. Berbicara spontan biasanya lancar dan kaya dengan gramatika, namun
sering tertegun mencari kata dan terdapat parafasia mengenai nama objek.
Gambaran klinik afasia anomik:
Keluaran lancar
Komprehensi baik
Repetisi baik
anomik, dengan demikian nilai lokalisasi jenis afasia ini terbatas. Anomia dapat
demikian ringannya sehingga hampir tidak terdeteksi pada percakapan biasa atau
dapat pula demikian beratnya sehingga keluaran spontan tidak lancar dan isinya
kosong. Prognosis untuk penyembuhan bergantung kepada beratnya defek inisial.
Karena output bahasa relatif terpelihara dan komprehensi lumayan utuh, pasien
demikian dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik daripada jenis afasia lain
yang lebih berat.
Afasia dapat juga terjadi oleh lesi subkortikal, bukan oleh lesi kortikal
saja. Lesi di talamus, putamen-kaudatus, atau di kapsula interna, misalnya oleh
perdarahan atau infark, dapat menyebabkan afasia anomik. Mekanisme terjadinya
afasia dalam hal ini belum jelas, mungkin antara lain oleh berubahnya input ke
serta fungsi korteks di sekitarnya.
Beberapa bentuk afasia mayor
Bentuk
Afasia
Ekspresi
(Broca)
Reseptif
Ekspresi
Komprehensi
Tak lancar
verbal
Relatif
Lancar
terpelihara
Terganggu
Komprehensi
Repetisi
Menamai
Terganggu
Terganggu
membaca
Bervariasi
Terganggu
Terganggu
Terganggu
Menulis
Lesi
Terganggu
Frontal
Terganggu
posterior
Temporal
(Wermicke)
Global
Konduksi
Superior Posterior
Tak lancar
Lancar
Terganggu
Relatif
Terganggu
Terganggu
Terganggu
Terganggu
Terganggu
Bervariasi
Terganggu
Terganggu
terpelihara
Nominal
Lancar
Relatif
Tak lancar
Relatif
(Area Wernicke)
Fronto temporal
Fasikulus
arkualtus,
Terpelihara
Terganggu
Bervariasi
Bervariasi
terpelihara
Transkortikal
Inferior
girus
supramarginal
Girus
angular,
temporal superior
Terpelihara
Terganggu
Bervariasi
Terganggu
posterior
Peri
sylvian
36
motor
Transkortikal
Lancar
terpelihara
Terganggu
Terpelihara
Terganggu
Terganggu
Terganggu
sensorik
anterior
PerisylvianPosteri
or
Penatalaksanaan Medis
DASAR-DASAR REHABIL1TASI
Bina wicara (speech therapy) pada afasia didasarkan pada :
1. Dimulai seawal mungkin. Segera diberikan bila keadaan umum pasien
sudah memungkinkan pada fase akut penyakitnya.
2. Dikatakan
bahwa
bina
wicara
yang
diberikan
pada
bulan
37
jangka waktu satu menit, ulnu menyebutkan kata-kata yang mulai dengan huruf
tertentu, misalnya huruf S atau huruf B dalam satu menit.
Menyebutkan nama hewan : Pasien disuruh menyebutkan sebanyak
mungkin nama hewan dalam waktu 60 detik. Kita catat jumlahnya serta kesalahan
yang ada, misalnya parafasia. Skor : Orang normal umumnya mampu
menyebutkan 18 - 20 nama hewan selama 60 detik, dengan variasi I
5 - 7.
pasien dengan
tingkat
pendidikan
Menengah Pertama.
Pemeriksaan pemahaman (komprehensi) bahasa lisan
Kemampuan pasien yang afasia untuk memahami sering sulit dlnllal
Pemeriksaan klinis disisi-ranjang dan tes yang baku cenderung kurang cukup dan
dapat memberikan hasil yang menyesatkan. Langkah terakhir dapat digunakan
untuk mengevaluasi pemahaman (komprehensi) secara klinis, yaitu dengan cara
konversasi, suruhan, pilihan (ya atau tidak), dan menunjuk.
38
hal
ini
harus
50%,
jumlah
pertanyaan
harus
banyak,
paling
sedikit 6
pertanyaan, misalnya :
"Andakah yang bernama Santoso?"
"Apakah AC dalam ruangan ini mati ?"
"Apakah ruangan ini kamar di hotel ?"
"Apakah diluar sedang hujan?"
"Apakah saat ini malam hari?"
Menunjuk. Kita mulai dengan suruhan yang mudah difahami dan
kemudian meningkat pada yang lebih sulit. Misalnya: "tunjukkan lampu",
kemudian "tunjukkan gelas yang ada disamping televisi".
Pemeriksaan sederhana ini, yang dapat dilakukan di sisi-ranjang, kurang
mampu menilai kemampuan pemahaman dengan baik sekali, namun dapat
39
Map
Bola
Kereta
Rumah Sakit
Sungai Barito
Lapangan Latihan
melibatkan
40
suku
kata
pemula
atau
dengan
menggunakan
kalimat
bagian dari
objek
tersebut. Kita dapat menilai dengan memperlihatkan misalnya arloji, bolpoin, kaca
mata, kemudian bagian dari arloji (jarum menit, detik), lensa kaca mata.
Objek atau gambar objek berikut dapat digunakan: Objek yang ada di ruangan:
meja, kursi, lampu, pintu, jendela. Bagian dari tubuh: mata, hidung, gigi, ibu jari,
41
jarum jam,
lensa kaca mata, sol sepatu, kepala ikat pinggang, bingkai kaca mata.
Perhatikanlah apakah pasien dapat menyebutkan nama objek dengan cepat
atau lamban atau tertegun atau menggunakan sirkumlokusi, parafasia, neologisme
dan apakah ada perseverasi. Disamping menggunakan objek, dapat pula
digunakan gambar objek.
Bila pasien tidak mampu menyebutkan nama objek, dapatkah ia memilih nama
objek tersebut dari antara beberapa nama objek.
Gunakanlah sekitar 20 objek sebelum menentukan bahwa tidak didapatkan
gangguan.
Area bahasa di posterior ialah area kortikal yang terutama bertugas memahami
bahasa lisan. Area ini biasa disebut area Wernicke; mengenai batasnya belum ada
kesepakatan. Area bahasa bagian frontal berfungsi untuk produksi bahasa. Area
Brodmann 44 merupakan area Broca.
Penelitian dengan PET (positron emission tomography) tentang meta-bolisme
glukosa pada penderita afasia, menyokong spesialisasi regional tugas ini. Namun
demikian, pada hampir semua bentuk afasia, tidak tergantung pada jenisnya,
didapat pula bukti adanya hipometabolisme di daerah temporal kiri. Penelitian ini
memberi kesan bahwa sistem bahasa sangat kompleks secara anatomi-fisiologi,
dan bukan merupakan kumpulan dari pusat-pusat kortikal dengan tugas-tugas
terbatas atau terpisah-pisah atau sendiri-sendiri.
Pemeriksaan sistem bahasa
Evaluasi sistem bahasa harus dilakukan secara sistematis. Perlu
diperhatikan bagaimana pasien berbicara spontan, komprehensi (pemahaman),
repetisi (mengulang) dan menamai (naming).
Membaca dan menulis harus dinilai pula setelah evaluasi bahasa lisan.
Selain itu, perlu pula diperiksa sisi otak mana yang dominan, dengan melihat
penggunaan tangan (kidal atau kandal).
Dengan melakukan penilaian yang sistematis biasanya dalam waktu yang
singkat dapat diidentifikasi adanya afasia serta jenisnya. Pasien yang afasia selalu
agrafia dan sering aleksia, dengan demikian pengetesan membaca dan menulis
dapat dipersingkat. Namun demikian, pada pasien yang tidak afasia, pemeriksaan
42
membaca dan menulis harus dilakukan sepenuhnya, karena aleksa atau agrafia
atau keduanya dapat terjadi terpisah (tanpa afasia).
Pemeriksaan penggunaan tangan (kidal atau kandal)
Penggunaan tangan dan sisi otak yang dominan mempunyai kaitan yang
erat Sebelum menilai bahasa perlu ditentukan sisi otak mana yang dominan,
dengan melihat penggunaan tangan. Mula-mula tanyakan kepadn p irsion apakah
ia kandal (right handed) atau kidal. Banyak orang kidal telah illnjarkan sejak kecil
untuk menulis dengan tangan kanan. Dengan ilcmikian, mengobservasi cara
menulis saja tidak cukup untuk menentukan npakah seseorang kandal atau kidal.
Suruh pasien memperagakan tangan mana yang digunakannya untuk memegang
pisau, melempar bola, dsb.
Tanyakan pula apakah ada juga kecenderungannya menggunakan tangan
yang lainnya. Spektrum penggunaan tangan bervariasi dari kandal yang kuat;
kanan sedikit lebih kuat dari kiri; kiri sedikit lebih kuat dan kanan dan kidal yang
kuat. Ada individu yang kecenderungan kandal dan kidalnya hampir sama (ambidextrous)
Pemeriksaan berbicara - spontan
Langkah pertama dalam menilai berbahasa ialah mendengarkan bagaimana
pasien berbicara spontan atau bercerita. Dengan mendengnrknn pasien berbicara
spontan atau bercerita, kita dapat memperoleh data yang sangat berharga
mengenai kemampuan pasien berbahasa. Cara Ini tidak kalah pentingnya dari testes bahasa yang formal.
Kita dapat mengajak pasien berbicara spontan atau berceritera melalui pertanyaan
berikut : Coba ceriterakan kenapa anda sampai dirawat di rumah sakit. Coba
ceritakan mengenai pekerjaan anda serta hobi anda.
Bila mendengarkan pasien berbicara spontan atau bercerita, perhatikan:
1. Apakah bicaranya pelo, cadel, tertegun-tegun, disprosodik (irama, ritme,
intonasi bicara terganggu).
irama (disprosodi).
2. Apakah ada afasia,
menggunakan kata
43
dengan bunyi yang lain, misalnya bir dengan kir, balon dengan galon.
Afasia motorik yang berat biasanya mudah dideteksi. Pasien berbicaranya
sangat terbatas atau hampir tidak ada; mungkin ia hanya mengucapkan: "ayaa,
ayaa, aaai, Hi". Sesekali ditemukan kasus dimana pasien sangat terbatas
kemampuan bicaranya, namun bila ia marah, beremosi tinggi, keluar ucapan
makian yang cara mengucapkannya cukup baik.
Afasia ialah kesulitan dalam memahami dan/atau memproduksi bahasa
yang disebabkan oleh gangguan (kelainan, penyakit) yang melibatkan hemisfer
otak.
Didapatkan berbagai jenis afasia, masing-masing mempunyai pola abnormalitas
yang dapat dikenali, bila kita berbincang dengan pasien serta melakukan beberapa
tes sederhana.
44
Daftar Pustaka
Antonio R. Damasio, 1992. Review Article Aphasia. The New England Journal
of Medicine.www.nejm.org
Aliah, A., Kuswara, F. F., Limoa, R. A., & Wuysang, G. 2007. Gambaran
Umum Tentang Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO). Dalam
Harsono, Kapita Selekta Neurologi (hal. 81-102). Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Ginsberg, L. 2008. Lecture Notes Neurologi . Jakarta: Penerbit Erlangga
Gupta, A., Singhal,G. 2011. Understanding Aphasia in a Simplified Manner.
Depratment of Medicine, LLRM Medical College, Meurut, Uttar
Pardesh. Journal, Indian Academy of Clinical Medicine Vol 12 No 1.
Harsono. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinik Dasar. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Japardi, I. 2002. Patofisiologi Stroke Infark Akibat Tromboemboli. Medan :
Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara, hal 1-9.
Misbach, J, dkk. 2007. Guideline Stroke 2007 (Edisi Revisi). Jakarta : Kelompok
Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
Sarno MT, 1993. Aphasia Rehabilitation : Pysychososial and Ethical
Considerations. Aphasiology-id 61639, Vol 7 Stat Journal Article.
WHO.
2003.
Fakta-fakta
tentang
Penyakit
Jantung
dan
Stroke.
45