html
Paru kanan terbagi menjadi menjadi dua fisura dan tiga lobus : superior, media, dan
inferior. Paru kiri dibagi oleh sebuah fisura menjadi dua lobus : superior dan inferior.
Bronkus pada setiap sisi bercabang menjadi cabang cabang utama, satu untuk setiap
lobus paru. Segmen paru pada daerah tersebut disuplai oleh cabang utama bronkus ; setiap
segmen adalah unit mandiri dengan suplai darah sendiri. Paru kanan memiliki sepuluh
segmen, paru kiri memiliki sembilan segmen .
Didalam segmennya, cabang bronkus utama memecah menjadi cabang cabang yang
lebih kecil dan tidak memiliki kartigo dalam dindingnya. Setiap bronkiolus memecah menjadi
lebih kecil. Duktus alveolaris adalah cabang yang paling kecil, setiap ujung terdapat
sekelompok alveolus. Alveolus adalah kantung berdinding tipis yang mengandung udara,
melalui seluruh dinding inilah terjadi pertukaran gas. Setiap paru mengandung sekitar 300
juta alveoli. Lubang lubang kecil didalam dinding alveolar memungkinkan udara melewati
satu alveolus yang lain. Lobulus primer atau unit paru adalah bronkiolus dengan kelompok
kelompok alveolusnya.
Pleura adalah membran tipis transparan yang melapisi paru dalam dua lapis :
lapisan viseral, melekat erat pada permukaan paru, dan lapisan parietal yang melapisi
permukaan pada dinding dada. Kedua lapisan ini bersambungan pada hilus paru. Cavum
pleura adalah rongga diantara kedua lapisan tersebut lapisan yang saling melekat itu lembab
dan dapat saling bergerak satu sama lainya ( John Gibson ; 2003 :144 )
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut .
lobus paru paru, garis titik menunjukan kedudukan pleura ( Evelyn C pearce, 1997 :216 )
Gambar II : Potongan diagrammatikc melalui paru dan pleura ( John Gibson ,2003 :144 )
paru paru sendiri. Cabang akhir arteri arteri ini membentuk plexus kapiler yang tampak
jelas dan terpisah, terbentuk oleh cabang akhir arteri pulmonalis ,tetapi beberapa dari kapiler
ini akhirnya bersatu kedalam vena pulmonalis. Sisa darah itu diantarkan dari setiap paru
paru oleh vena bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena cava superior. Maka dengan
demikian paru paru mempunyai persediaan darah ganda.
Hilus ( tampuk ) paru paru dibentuk oleh struktur sebagai berikut :
Arteri pulmonalis, yang mengembalikan darah tanpa oksigen kedalam paru paru untuk diisi
oksigen. Vena pulmonalis, yang mengembalikan darah berisi oksigen dari paru paru ke
jantung . Bronkus yang bercabang dan beranting membentuk pohon bronkial , merupakan
jalan utama udara.
Arteri bronkial , keluar dari aorta dan mengantarkan darah dari paru paru ke vena cava
superior , dan pembuluh limfe yang masuk keluar paru paru, sangat banyak..
Persyaratan penting dalam aksi pergerakan pernafasan disuplai melalui nervus phrenicus
dan nervus spiral toraxic. Nervus phrenicus mempersyarafi diafragma sementara nervus
spiral toraxic mempersyarafi otot otot intercosta. Disamping syaraf syaraf tersebut syaraf
simpatis dan para simpatis .
2.2 Fisiologi pernafasan
Pernafasan paru paru ( pernafasan pulmoner ) merupakan pertukaran oksigen dan
karbon dioksida yang terjadi pada paru paru. Pernafasan melalui paru paru atau pernafasan
eksterna, oksigen masuk melalui trakea. Sampai ke alveoli memisahkan oksigen dari darah,
oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari
jantung dipompakan keseluruh tubuh.
Didalam paru paru karbon dioksida merupakan hasil buangan menembus membran
alveoli dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan
hidung.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner :
1. Ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara dalam aveoli dengan udara luar.
2. Arus darah melalui paru paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh, karbon
dioksida keseluruh tubuh masuk ke paru paru
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah
tercapai untuk semua bagian
4. Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbon dioksida lebih mudah
berdifusi dari pada oksigen.
Di dalam aktifitas respirasi terdapat proses- proses yaitu ventilasi, difusi dan
transportasi.
1. Ventilasi
Gerakan respirasi adalah inspirasi dan ekspirasi, pada inspirasi otot diafragma
berkontraksi dan kubah diafragma turun ; pada saat yang sama muskulus intercostalis
eksterna berkontraksi dan menarik dinding dada agak keluar. Oleh kerja ini, ruang di dalam
dada membesar, tekanan dalam alveolus menurun, dan udara pada ekspirasi otot diafragma
dan musculus intercostalis eksterna berelaksasi. Diafragma naik ,dinding dada masuk ke
dalam, dan ruang di dalam dada mengecil.
2. Difusi udara
Gas lewat dengan segera diantar alveolus dan darah dengan cara difusi. Pada difusi ini
molekul gas lewat dari tempat dengan tekanan parsial tinggi ke tempat dengan tekanan
parsial rendah.
Oksigen dalam alveolus berada dalam tekanan parsial yang lebih tinggi dari pada
dalam darah dan dengan demikian berpindah dari alveolus ke dalam darah. Volume gas yang
berpindah bergantung pada luas permukaan alveolus dan ketebalan dinding alveolus.
3.
Transportasi gas
Oksigen diangkut dalam darah :
Dalam entrosit : oksigen bergabung dengan hemoglobin membentuk oksi hemoglobin (Oksi
Hb ) yang berwarna merah terang
Dalam plasma : sebagian oksigen yang di bawa larut dalam plasma karbondioksida diangkat
dalam darah sebagai bikarbonat
Natrium bikarbonat didalam plasma,
Kalium bikarbonat dalam eritrosit ; dalam larutan , bergabung dengan hemaglobin dan protein
plasma
3. Etiologi
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediastinum, sindroma Meig (tumor ovarium)
dan sindroma vena cava superior.
serat serat elastis. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan intertitial subpleura yang sangat
banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari arteri pulmonalis dan arteri bronkialis serta
pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel dengan kuat
pada jaringan parenkim paru.
- Pleura parietalis, disini lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri juga dari sel sel mesotelial +
jaringan ikat ( jaringan kolagen dan serat pleura parietalis), disini lapisan jaringan lebih tebal
dan terdiri dari juga dari sel sel mesotelial + jaringan ikat ( jaringan kolagen dan serat- serat
elastis ). Dalam jaringan ikat ini terdapat pembuluh kapiler dari arteri interkostalis dan arteri
mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor syaraf syaraf sensori yang
peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem persyarafan ini berasal dari nervus
interkostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada. Keseluruhan jeringan
pleura parietal ini menempel dengan mudah tapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada
diatasnya.
Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong antara kedua pleura tersebut
karena biasanya disana hanya terdapat sedikit ( 10- 20 cc ) cairan yang merupakan lapisan
tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur cairan yang sedikit ini merupakan pelumas
antara kedua pleura, sehingga mudah tergeser satu sama lain dalam keadaan patologis rongga
antara pleura ini dapat terisi dengan beberapa cairan /udara.
Diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parietal dan
selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura viseralis via sistem
limfalik dan vaskular. Penggerakan cairan dari pleura parietal ke pleura viseralis dapat terjadi
karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan
diabsorbsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorbsi oleh sistem kapiler
pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura viseralis adalah terdapatnya
banyak mikropili disekitar sel- sel mesotelial.( Soeparman, Sarwono Waspadji, 1994 : 785 )
5. Manajemen Medik Secara Umum
5.1 Sinar tembus dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti
kurva, dengan permukaan daerah lateral tinggi daripada medial. Cairan dalam pleura bisa
juga tidak membentuk kurva. Karena cairan terlokalisasi. Keadaan ini sering terjadi pada
daerah bagian bawah paru- paru yang berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Untuk
jelasnya dapat dilihat dengan foto dada lateral dekubitus, sehingga gambaran perubahan
effusi tersebut menjadi nyata.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan dalam
rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membantu sebagian penuntun waktu melakukan
aspirasi cairan tersebut terutama pada effusi yang terlokalisasi.
5.2 Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura ( torakosintesis ) berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun
terapeutik. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru disela iga garis aksilaris posterior
untuk mencegah terjadinya shock biasanya cairan dikeluarkan tidak melebihi 1000- 1500 cc
setiap aspirasi untuk pleura dilakukan pemeriksaan :
a. Warna Cairan
Cairan pleura berwarna agak kekunig- kuningan. Bila agak kemerah- merahan ini dapat
terjadi trauma, infark paru, keganasan, adanya kebocoran anerisma aorta, bila kuning
kehijauan dan agak purulen ini menunjukan adanya empiema, bila merah tengguli ini
menunjukkan adanya abses karena amoeba.
b. Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat. Transudat adalah keadaan
normal cairan pleura yang sedikit jumlahnya. Transudat terjadi apabila hubungan normal
antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga
terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorbsi oleh pleura lainnya.
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang permeabel
abnormal berisi protein berkonsentrasi tinggi dibanding protein transudat. Kegagalan aliran
protein getah bening akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura,
sehingga menimbulkan eksudat.
c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura sangat penting untuk diagnostik. Penyakit pleura,
terutama bila ditemukan sel sel patologis atau dominasi sel sel tertentu.
d. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang kadang dapat
mengandung mikroorganisme,
apabila cairanya purulen . Effusi yang purulen dapat mengandung kuman kuman.
5.3 Biopsi pleura
Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukan
50-75% diagnosis kasus kasus pleuritis tuberkulosa atau tumor pleura.( Soeparman ,
Sarwono Waspadji, 1994 :786 )
5.4 Water Seal Drainase (WSD ) /Selang Dada
Merupakan tindakan invasif dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,
pus atau cairan ) dari rongga thorax dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung
selang dimasukan ke dalam rongga pleura penusukkan untuk selang dilakukan dibagian
anterior dada diruang interkosta ke empat atau ke lima.( Depkes RI ,1994: 72 )
5.5 Pemeriksaan Sputum
Spesimen diambil dari sputum yang di keluarkan melalui batuk atau suction yang
dilakukan. Pemeriksaan ini berguna untuk mengidentifikasi organisme patologis atau adanya
sel- sel abnormal pada kondisi keganasan ataupun reaksi hipersensitifitas. Kultur sputum dan
analisa sensitifitas infeksi bakteri baik organisme gram positif maupun gram negatif dan
hasilnya sangat berguna untuk memberikan antibiotik yang tepat. Selain pemeriksaan
mikroskopis sputum perlu diperiksa pula tentang karakter sputum seperti jumlah, warna,
konsistensi, bau dan lain- lain. Karakter tersebut juga memberikan gambaran secara kasar
tentang status sistem pernafasan klien.
6.Dampak Effusi Pleura Terhadap Perubahan Struktur / Pola fungsi Sistem
1.
Tubuh
Terakumulasinya cairan di rongga pleura menyebabkan penekanan terdapat paru paru yang
mengakibatkan daya pengembangan paru terganggu sehingga mengakibatksan sesak napas.
2.
Sistem Kardiovaskuler
Adanya peningkatan denyut nadi dan manifestasi dari sesak napas karena terjadi konfensasi
tubuh terhadap kekurangan O2
3.
4.
pendidikan,
pekerjaan, status marital, suku /bangsa, agama, tanggal masuk RS, No. Medrec, tanggal
pengkajian, diagnosa medis, dan alamat.
Penanggung jawab mencakup nama, usia, jenis kelamin, dan hubungan dengan klien serta
alamat
2.Riwayat Kesehatan
- Keluhan utama biasanya sering terdapat berupa sesak nafas, nyeri dada.
- Riwayat kesehatan sekarang, mengungkapkan yang menyebabkan klien mencari pertolongan
atau berobat sampai klien harus dirawat dikembangkan dengan P. Q. R. S. T.
- Riwayat kesehatan dahulu, perlu dikaji apakah klien ada riwayat batuk lama dan sering pilek,
demam hilang timbul, keringat dimalam hari, penyakit TBC, sering merokok dan riwayat
keganasan
- Riwayat kesehatan keluarga, adanya anggota keluarga yang mempunyai penyakit seperti klien
derita. Adakah penyakit keturunan dari pihak Ayah atau Ibu yang ditirunkan yang
berhubungan dengan penyakit klien
Pemeriksaan fisik
Melakukan pengkajian melalui pemeriksaan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi terhadap sistem tubuh sehingga akan ditemukan hal- hal sebagai berikut :
a.
Keadaan Umum
Pada klien dengan effusi pleura akan tampak sesak, lemah, kesadaran kompomentis, bicara
berat, postur tubuh kurus, punggung agak bengkok / ( melengkung )
b.
Sistem pernafasan
Mengkaji mulai dari bentuk hidung ada atau tidaknya sekret pada lubang hidung adanya
pergerakan cuping hidung saat bernafas ditemukan vokal fremitus yang menurun ruang
interkosta yang menonjol pada effusi yang berat. Pergerakan dada berkurang dan terlambat
pada bagian yang terkena, perkusi redup dan pekak, suara nafas berkurang diatas pleura effusi
klien tanpa sesak respirasi cepat.
c.
Sistem Kardiovaskuler
Tachycardi reguler atau ireguler tekanan darah bisa normal atau tinggi.
d. Sistem Gastrointestinal
Biasanya didapatkan pernafasan perut umumnya nafsu makan menurun, mual, mungkin
terjadi bila ada retensi lambung.
e.
Sistem Integumen
Adanya cianosis pada bibir atau daerah perifer suhu meningkat, dan berkeringat.
f.
Sistem Muskuloskeletal
Biasanya tidak ada kelainan yang serius hanya ada kelemahan anggota tubuh bila stadiumnya
telah lanjut
g. Sistem Pernafasan
Adanya hipoxia jaringan otak yang mengakibatkan pusing.
4. Pola Aktivitas Sehari- hari
Karena kelemahan anggota tubuh dan adanya sesak, aktivitas terganggu /tidak optimal
terutam klien yang dipasang WSD.
Pemeriksaan Laboratorium
- pemeriksaan cairan pleura : tes rivalta untuk memenuhi transudat atau eksudat
- pemeriksaan urine : effusi pleura salah satunya diakibatkan hypo albumenia seperti pada
penyakit ginjal, mungkin pada pemeriksaan hypoproteinuria.
bebas akan
Perawatan
- Perawatan : istirahat dengan posisi semi fowler, perawatan luka sayatan WSD, ganti balutan
setiap hari dan tehnik nafas dalam, dan diit TKTP.
e. Analisa Data
Suatu proses dalam pengkajian dengan mengelompokkan seluruh data yang menunjang
kemudian diinterprestasikan sehingga jelas masalah keperawatan.
f. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan bisa muncul pada penderita effusi pleura adalah sebagai berikut :
1. Tidak efektifnya pola napas
Kemungkinan Penyebab :
Menurunnya daya pengembangan paru- paru akibat terakumulasinya cairan dirongga pleura
ditandai dengan :
- Sesak napas
- Adanya traksi dada
- Perubahan dalam keadaan respirasi
masalah
yang dihadapi
Ditandai dengan :
- Ungkapan rasa takut tentang rasa penyakitnya
- Menolak tindakan atau pengobatan yang akan dilakukan padanya
6. Gangguan mobilitas ; keterbatasan gerak, rasa nyeri karena pemasangan WSD
Ditandai dengan :
-
mual,
muntah..
Ditandai dengan :
-
sesak.
Ditandai dengan :
-
Intervensi
Rasional
Posisi ini meningkatkan inspirasi yang
maksimal memperluas ekspansi paru
ventilasi pada sisi yang tidak kena akan
mengurangi penekanan cairan pada sisi
yang kena
Sokongan pada dada dan abdomen
membuat batuk menjadi lebih efektif
dan mampu mengurangi nyeri,
membantu pengembangan paru dan
memeperlancar pengeluaran dahak
Nafas dalam dapat merelaksasikan otototot pernafasan dan mengurangi
kelelahan
b. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pemasangan selang dada guna
pengeluaran cairan pleura
Tujuan : menunjukan oksigenisasi yang adekuat.
Kriteria evaluasi :
-
Rasional
Untuk memastikan masing-masing
berfungsi dengan baik
waktu singkat
dari klien
Perdarahan yang berlebihan merupakan
tanda-tanda adanya haemotoraks,
kehilangan darah yang berlebih
menimbulkan syok hipovolemik
suhu 37 oC
luka sembuh
selang diangkat
Tabel 4
Intervensi
Ikut kewaspadaan umum dan lakukan
tehnik aseptic ( cuci tangan, penggunaan
sarung tangan dan gunakan pelindung
mata bila kontak dengan cairan tubuh
atau daerah yang mungkin terjadi )
bila mengganti balutan. dapatkan
specimen dari cairan drainase atau
perubahan sistem drainase
Perkuat balutan didada jika akan lepas,
bila balutan menjadi basah karena cairan
drainase gantilah dengan balutan yang
baru dengan tehnik steril, mintalah
batuan dari perawat yang lain
Berikan antibiotik sesuai dengan anjuran
dan evaluasi keefektifannya, atur jadwal
penyebaran yang telah ditentukan
sehingga kadar obat dalam darah
dipertahankan rujuk kereferensi
farmakologi dan konsul pada ahli
farmasi bila diperlukan untuk
menghindari interaksi antara obatobatan yang tidak diinginkan terutama
bila diiberikan beberapa obat- obatan
secara bersama.
Rasional
Mencegah terjadinya infeksi nosokomial
d. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat
pemasangan selang WSD
Rasional
e. Gangguan rasa aman cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien terhadap
prosedur pengobatan
Tujuan : rasa aman cemas hilang
Kriteria evaluasi :
-
Rasional
Mengetahui apa yang diharapkan dari
tindakan medis dapat memperendah
penyesuaian klien dan membantu
menurunkan cemas yang berhubungan
dengan tindakan medis tersebut
Rasional
Intervensi
Berikan penjelasan tentang pentingnya
makanan bagi penyembuhan klien
Rasional
Meningkatkan kemampuan klien untuk
mengerti dan memahami pentingnya diet
untuk menyembuhkan penyakit
h. Gangguan kebutuhan istirahat tidur berhgubungan dengan peningkatan kerja otot- otot
pernafasan akibat menurunnya daya pengembangan paru
Tujuan : kebetuhan istirahat terpenuhi
Kriteria evaluasi :
-
Intervensi
Rasional
Membuat
perasaan
tenang
akan
mempercepat
relaksasi
otootot
memudahkan rangsangan untuk tidur
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan tahap pengelolaan dan perwujudan dari rencana- rencana
perawatan yang telah ditetapkan untuk mengetahui masalah- masalah yang ditemukan
3. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap pengukuran keberhasilan tindakan keperawatan dalam
memecahkan masalah- masalah yang ditemukan untuk memenuhi kebutuhan klien. Penilaian
berdasarkan data secara objektif maupun subjektif. Dari hasil tersebut apakah tujuan tercapai
atau belum, apakah intervensi masih layak untuk dilanjutkan atau dihentikan.
BAB III
TUNJAUAN KASUS
PENGKAJIAN
A.IDENTITAS
1. Identitas Klien
Nama
: Tn. Y
Umur
: 37 Tahun
Jenis kelamin
: Laki- laki
Agama
: Islam
Status marital
: Kawin
Pebdidikan
: S1 ( Sarjana Ekonomi )
Pekerjaan
Suku/ bangsa
: Sunda/ Indonesia
Tanggal masuk
: 31 Juli 2003
Tanggal pengkajian
: 1 Agustus 2003
Daignosa medis
: Effusi pleura
No. medrec
: 03014668
Subang
: Tn. I
Pekerjaan
: Swasta
: Adik
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
klien mengeluh sesak nafas
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Sejak 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit, klien mengeluh batuk- batuk kering yang
disertai sesak, dahak dan darah tidak ada. Sesak nafas dirasakan semakin berat dan akhirnya
klien oleh keluarga dibawa ke Rumah Sakit Paru- Paru Cisarua dan dirawat selama 3 minggu
untuk menjalani pengobatan, karena tidak ada perbaikan kemudian dirujuk ke RSHS. Pada
saat dikaji klien masih mengeluh sesak nafas, sesak dirasakan bertambah berat jika klien
beraktifitas dengan posisi semi fowller. Rasa sesak disertai pegal pada daerah punggung,
sesak dirasakan seperti tertindih benda berat. Apabila keadaan tersebut terjadi, klien hanya
bisa duduk dan dipijat sekitar punggung serta kadang diberi balsem untuk menghilangkan
rasa pegalnya. Rasa sesak yang disertai pegal pada daerah punggung menyebabkan
terganggunya aktifitas dan selera makan klien berkurang, serta berat badan klien menurun
sejak klien sakit. Sesak timbul setiap saat.
3. Riwayat Kesehatan Dulu
Klien belum pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya. Klien mempunyai kebiasaan
merokok sebelum sakit, klien merokok dalam sehari dapat menghabiskan 2 bungkus rokok.
Klien tidak pernah sakit berat sampai dirawat di Rumah Sakit, hanya sakit ringan seperti
influenza dan sembuh dengan sendirinya tanpa diobati.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut klien dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit seperti yang diderita
klien sekarang. Dan tidak ada yang menderita penyakit menular serta penyakit keturunan
seperti TBC, DM, dan Asma.
C. PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum
: 92x /mnt
BB
: 54 Kg
R : 27x /mnt
S : 36,7 oC
TB : 172 cm
1. Sistem Pernafasan
Bentuk hidung simetris, frekuensi pernafasan 27x /mnt, terdapat sesak nafas dan punggung
terasa pegal, terpasang O2 2 ltr /mnt, klien bernafas melalui hidung, pola nafas dangkal dan
cepat, tidak terdapat cuping hidung, bentuk dada tidak simetris, dada sebelah kiri lebih besar,
suara nafas rales, dada kanan terpasang WSD, cairan yang keluar dari WSD berwarna kuning
kemerahan sebanyak 250 cc, ada batuk tetapi tidak sering, tanpa disertai dahak dan darah.
Suara perkusi paru kanan dullness.
2. Sistem Kardiovaskuler
Tekanan darah : 100/80 mmHg, Nadi : 92x /mnt, JVP tidak meningkat, tidak meningkat, tidak
ada clubing finger, konjungtiva tak anemis, Ht : 108x /mnt.
3. Sistem Pencernaan
Mulut bersih, gigi bersih, tidak ada stomatitis, bibir kering, bising usus
ada pembesaran hati, abdomen lembut dan datar, berat badan klien sebelum sakit 72 Kg, dan
BB sesudah sakit 54 Kg.
4. Sistem Perkemihan
Tidak terpasang katether, ginjal tidak teraba, tidak ada nyeri tekan pada daerah pinggang,
tidak ada nyeri saat BAK.
5. Sistem Muskuloskeletal
Bentuk ekstremitas atas dan ekstremitas bawah simetris, tidak terdapat edema,
perawat
4
: - refleks trisep
= ++/++
- refleks bisep
= ++/++
- refleks patella
= ++/++
- refleks babinski
= negatif
6. Sistem Integumen
Suhu tubuh 37 oC, rambut mudah dicabut, distribusi merat, kulit kepala bersih, kulit tubuh
kotor, kuku panjang dan kulit disekitar luka WSD kotor.
7. Sistem Persyarafan
- skala GCS : E = 4
M = 6
15
-
syaraf cranial :
torius )
ius )
lomuterius )
: refleks pupil dapat melebar dan mengecil pada saat diraangsang cahaya
minus )
8x /mnt, tidak
Nervus IV ( trochlearis )
usen )
cialis )
: klien dapat tersenyum dan mengerutkan dahi dan klien dapat merasakan rasa asam jeruk
ustikus )
esorius )
Nervus X ( vagus )
Tabel 10
D. POLA AKTIFITAS SEHARI- HARI
No
Jenis Kegiatan
1.
Nutrisi
a.
Di Rumah
Di Rumah Sakit
- frekuensi
3x /hari
2x /hari
- porsi
1 porsi
porsi
- jenis
TKTP
tidak ada
makanan :
- keluhan
makannya berkurang
b. minum
2.
- frekuensi
1000 cc /hari
1500 cc /hari
- keluhan
tidak ada
tidak ada
- jenis
air putih
air putih
- frekuensi
1x /hari
1x /hari
- konsistensi
lembek
lembek
- keluhan
tidak ada
tidak ada
- warna
kuning khas
kuning khas
Eliminasi
a.
BAB
b. BAK
- frekuensi/ jumlah
3- 4x /hari, 1000 cc
2- 3x /hari, 1000 cc
- warna
kuning jernih
kuning jernih
- keluhan
tidak ada
tidak ada
Waktu
5- 6 jam /hari
Keluhan
tidak ada
3.
Istirahat /tidur
5.
Personal higiene
- mandi
2x /hari diguyur
- gosok gigi
2x /hari
1x /hari
- keramas
2x /minggu
1x /minggu
- potong kuku
jika panjang
belum pernah
Aktifitas klien
aktifitas secara
mandiri
secara sederhana
E. DATA PSIKOLOGI
Klien tampak murung, klien selalu bertanya apakah penyakitnya bisa disembuhkan dan kapan
slang WSDnya dicabut.
F. DATA SOSIAL
Klien adalah seorang suami sekaligus seorang ayah dan klien dapat berhubungan baik dengan
anggota keluarganya terbukti anggota keluarganya selalu bergantian menunggui klien di
Rumah Sakit. Hubungan klien dengan perawat ataupun tim medis lainnya terjalin baik serta
klien sangat kooperatif.
G. DATA SPIRITUAL
Klien beragama Islam, selama di Rumah Sakit klien selalu sholat dengan cara berbaring, serta
klien selalu berdoa demi kesembuhannya.
H. DATA PENUNJANG
a.
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
Hb
11,9
13- 18
gr /dl
Leukosit
10.500
3,8- 10,6
ribu /mm3
Trombosit
555.000
150- 440
ribu /mm3
Hematokrit
37
40- 52
Umum
26
15- 50
mg /dl
Kneatinin
0,62
0,6- 1,1
mg /dl
Glukosa sewaktu
84
< 150
mg /dl
2. Kimia klinik
ceftriaxone 1 x 2 gram IV
diet tktp
O2 2 ltr /mnt
Tabel 13
Perencanaan Keperawatan
Nama
Medis
Umur
Medrec
No
: Tn. Y
: Effusi Pleura
: 37 tahun
: 03014668
Diagnosa
No.
perencanaan
implementasi
Diagnosa
keperawatan
2
1
1.
cairan
satu botol
WSD
aliran
selang WSD
bawah
kanan
Tupen :
1.
Dalam waktu 1-2
minggu.
pengembangan paru
adekuat dengan
kriteria :
klien
semi fowller
respirasi
kembali
2.
normal 20x /mnt
perkusi dada resonan
jumlah cairan yang
keluar berkurang
3.
kaji
tanda
tanda
dan
merelaksasikan
4. mengajarkan untuk
latihan nafas dalam
otot batuk efektif
pernafasan
dan
cc
mengeluarkan dahak.
perkusi
dada
dengan
selang
efektif
1.
berhubungan
adanya
WSD
luka
ditandai
dapat
4. ajarkan
klien
dapat
untuk
latihan klien
nafas dalam dan mengetahui cara untuk
mengurangi
sesak
batuk efektif
nafasnya
5. berikan HE
tentang
teknik
nafas dan batuk
efektif
kepada
klien
kanan
nyeri
2.
posisi
sesak
atur
terdengar dullness
-
observasi
rasional
Tupan :
intervensi
Tanggal 2 AgustusS :
2003 jam 08.00
1.
mengatur posisi
Posisi semi fowler ,
klien
semi fowler
cairan dirongga pleura
O :- res
mengikuti gaya
grafitasi sehingga
tidak menekan dada
dan pengembangan
paru adekuat.
Mengkaji TTV dapat
diketahui secara cepat 2. mengkaji tandatanda vital setiap 8
adanya tanda- tanda
:ma
jam sekali
peringatan.
P lanju
untuk mengetahui
3. Mengobservasi
jumlah cairan yang
cairan WSD dan
keluar dan kelancaran
aliran selang WSD
aliran cairan yang
500 cc /24 jam
keluar dari rongga
pleura.
DS :
Tujuan
Tupan :
Rasa
dengan :
terpenuhi
DS :
klien mengatakan nyeri
pada derah dada bawah
nyaman
2.
latih
klien
Tupen :
nafas
dalam
mengalihkan
nyeri
untuk
dan
rasa
berkurang
3.
dengan kriteria :
nyeri
WSD
cairan
meningkatkan kontrol
diri
DO :
yang
keluar
luka
dan
Tanggal 2 Agustus
2003 jam 09.30
1. mengkaji rasa S : K
nyeri klien
rawat
5. memberikan HE
tentang teknik
nafas dan batuk
efektif kepada
klien
kondisi
adanya
sayatan
aptiseptik
menghindari
saat bergerak
luka
luka
dan
pertahankan
selang WSD
berwarna
kuning
kemerahan
-
klien
1. Anjurkan
meringis
saat
klien
bergerak
Gangguan pemanuhan
nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan
dengan nafsu makan
ditandai dengan :
DS :
Tupan :
Kebutuhan
makannya berkurang
klien terpenuhi
Tupen :
Diet TKTP
selera
bertambah
posisi
P
2. anjurkan
untuk
kriteria :
-
nutrisi
klien
makan
makanan
yang
disediakan RS
makan
3. timbnag berat badan
dengan
klien 2 hari sekali
diet TKTP
3.
atur
Gangguan pemenuhan
istirahat tidur
berhubungan dengan
sering terjaga dari tidur
akibat sesak ditandai
dengan
DS :
A: m
tidur
Untuk
mengetahui
1.
perkembangan berat
badan
klien
perencanaan
yang adekuat
alat
sesak
DO :
Tupan :
Istirahat
muka
terpenuhi
posisi
senyaman mungkin
tampak
membantu
terang
klien
Tgl 2 Agustrus
2003 jam 11.00
menciptakan
memenuhi kebutuhan
lingkungan yang
nutrisi
terang disekitar
klien dan mengatur
posisi tidur klien
senyaman mungkin
merapikan dan
S
mengganti alat
tenun yang kotor
Karena pihak RS telah
3. menganjurkan klien
O: untuk
menarik
menetukan diet bagi
nafas dalam jika
setiap klien
sesak
Dapat
1. ciptakan lingkungan
yang
Tgl. 2 Agustus
2003 jam 09. 30
luka dan selang WSD1. menganjurkan
dengan
mengganti klien untuk makan
dengan porsi
S
balutan
sedikit tapi sering
2. menganjurkan
klien untuk makan
Sehingga
tidak makanan yang O:- p
merubah selang dan disediakan RS
mengurangi timbulnya dengan diet TKTP 3. menimbang berat trauma
badan klien
tenun
yang
kotor
tidur
3. anjurkan
klien
tidur klien di RS 5- 6
tidur
Tupen :
dapat
nutrisi
2.
klien
dan
- klie
pucat
klien
sesuai
membantu
O:
menganjurkan
klien untuk
melakukan aktifitas
secara sederhana
A:
jam
kriteria :
-
4.
-
4.
1.bantu
keluarga
klien
memendikan
dan
menggunting
kuku
klien
untuk
Lingkungan
yang
mengurangi
Intoleransi aktifitas
sehari- hari ( ADL )
berhubungan dengan
otot- otot pernafasan
ditandai dengan :
DS :
2.ikut
untuk
klien
sedang tidur
sertakan
kleuarga
dalam
melakukan tindakan
kebutuhan
Membantu
klien
pemenuhan
higiene
keluarga
dalam
personal
agar
klien
tampak bersih
keluarga
-
Tupan :
untuk
aktifitas
terpenuhi
dan kotor
sederhana
Tupen :
3.
anjurkan
klien
melakukan
secara
Mengikutsertakan
keluarga
dalam
melakukan
untuk
tindakan
memenuhi
Daklam waktu 2- 3
yang
mengetahui
otot
klien
pernafasan
berkurang
dengan
kriteria :
dibutuhkan
untuk
tindakan
memenuhi
ADL
tiodak
untuk
lagi
tindakan
perawatan
dirumah
kaku
tetapi
tidak
membahayakan klien
Agak
klien
melakukan
dapat
secara
berjalan jauh
B. PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini penulis membahas kesenjangan antara teori dan kasus, pada saat
melekukan asuhan keperawatan pada klien Tn Y dengan gangguan sistem pernapasan akibat
effusi pleura di ruang 10A Perjan RSHS Bandung pada tanggal 01 Agustus 2003 sampai
dengan 05 Agustus 2003 dengan pendekatan proses keperawatan melelui tahap pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1.
Tahap pengkajian
Dalam melakukan pengkajian penulis mengelompokan data yang didapat dari klien
sendiri meliputi : identitas klien, riwayat kesehatan klien sekarang, riwayat kesehatan dahulu,
riwayat kesehatan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik dan pola aktivitas sehari-hari.
Sedangkan data yang didapat dari catatan medis meliputi : data penunjang dan program
pengobatan. Dalam mencari dan memperoleh data yang dibutuhkan, penulis tidak mendapat
kesulitan ataupun hambatan karena kerjasama antara klien dan keluarga cukup kooperatif.
Pada kasus, tanda dan gejala yang ditemukan tidak jauh beda dengan tinjauan teori.
2.
Pola nafas tidak efektif kemungkinan penyebab turunnya daya pengembangan paru-paru
akibat terakumulasinya cairan di rongga pleura.
2.
3.
Resiko tinggi infeksi atau penyebaran kemungkinan penyebab tindakan invasif atau ketidak
adekuatan pertahanan utama .
4.
Gangguan rasa nyaman : nyeri kemungkinan penyebab inflamasi parenkim paru atau
pemasangan selang dada.
5.
6.
7.
8.
Sedangkan yang ditemukan pada kasus Tn.Y hanya lima diagnosa keperawatan adalah
sebagai berikut :
1.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi cairan dirongga pleura.
2.
3.
Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan selera makan
kurang akibat nyeri.
4.
Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhububgan dengan sering terjaga dari tidur akibat
sesak.
5.
1.
Gangguan pertukaran gas karena tidak terjadi retension pneumotoraks sekunder terhadap
sumbatan pada selang dada.
2.
Resiko tinggi infeksi atau penyebaran karena keadaan luka kering dan tidak terdapat tandatanda infeksi.
3.
Gangguan rasa aman : cemas karena klien mengetahui tentang penyakitnya dan klien sudah
lama dirawat serta klien tampak tenang.
3.
Tahap Perencanaan
Tahap Implementasi
Dalam tahap implementasi, penulis melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan atas
rencana tindakan yang telah dibuat mengacu pada tinjauan teoritis, selama tahap
implementasi keperawatan ini penulis tidak menemukan hambatan-hambatan.
5.
Tahap Evaluasi
Pada tahap evaluasi ini merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai kemajuan / kemunduran kondisi kesehatan klien setelah dilakukabn
asuhan keperawatan.
Dalam tahap ini penulis merespon klien dalam menerina asuhan keperawatan. Dari lima
masalah yang dialami klien Tn.Y hanya dapat teratasi empat masalah oleh karena kerjasama
klien dan keluarga dengan penulis cukup baik, dan pada akhir evaluasi tanggal 5 agustus
2003 klien masih di rawat.
Dalam mengevaluasi hasil pelaksanaan, penulis dapat melihat hasil-hasil tindakan
sesuai dengan kriteria evaluasi yang dibuat secara teoritis sehingga memudahkan penulis
untuk menilai tindakan keperawatan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan asuhan keperawatan pada klien Tn. Y
dengan gangguan sistem pernafasan akibat effusi pleura di Ruang 10 A Perjan Rumah Sakit
Dr. Hasan Sadikin Bandung selama lima hari dari tanggal 01 Agustus sampai tanggal 05
Agustus 2003. Dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan, maka penulis dapat
mengambil kesimpulan dari setiap tahapan dari proses keperawatan, yaitu :
1.
Pada tahap pengkajian dapat disimpulan bahwa penulis tidak mengalami kesulitan dalam
memperoleh data keadaan kesehatan pada klien. Karena klien kooperatif serta dapat
berkomunikasi terbuka dengan penulis, kelurga dan klien sendiri. Didapat data yang fokus
dari klien effusi pleura yaitu keluhan sesak nafas, nyeri dada seperti di bebani benda berat.
2.
a.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi cairan di rongga pleura
b.
Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan adanya luka selang WSD
c.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan selera makan
kurang.
d. Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan sering terjaga dari tidur akibat
sesak
e.
3.
Pada tahap perencanaan, penulis tidak mengalami kesulitan sehingga dalam menyusun
rencana asuhan keperawatan pada klien Tn .Y berjalan lancar, karena klien dapat bekerjasama
dengan penulis.
4.
Pada tahap pelaksanaan, penulis dapat melaksanakan implementasi sesuai rencana yang telah
ditentukan sebelumnya.
5.
Pada tahap evaluasi dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditetakan pada tujuan dan
mengacu pada tindakan yang diberikan. Dengan keterbatasan waktu yang diberikan kepada
penulis dalam melaksanakan asuhan keperawatan selama lima hari penulis hanya dapat
mengatasi empat masalah yang dialami klien. Untuk selanjutnya penulis menyerahkan
kepada perawat ruangan untuk melanjutkan implementasinya.
B. Rekomendasi.
1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian diharapkan kerjasama yang baik antara perawat / mahasiswa,
untuk melengkapi lembar pengkajian yang ada di status agar mendapat data yang sama.
2. Perencanaan
Dalam rencana tindakan yang akan dilakukan kepada klien diharapkan perawat atau
mahasiswa terlebih dahulu memberi penjelasan tentang prosedurnya agar klien dapat
mengetahui.
3. Pelaksanan.
Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan, diharapkan agar perawat atau mahasiswa
didasarkan pada perencanaan yang telah ditentukan dan tetap menjaga untuk tidak terjadi
komplikasi nosokomial terhadap klien lain.
4. Evaluasi.
Didalam tahap evaluasi diharapkan perawat atau mahasiswa memberikan gambaran keadaan
klien setiap hari yang ditulis pada catatan perkembangan klien sesuai dengan tindakan yang
telah diberikan.
Tabel 14
CATATAN PERKEMBANGAN
No.
Tanggal dan
Waktu
DP
Catatan Perkembangan
1.
3 Agustus 2003
1.
jam 08.00
Nama dan
tanda tangan
berawarna
kuning
kemerahan
sebanyak 500 cc
Perkusi dada kanan dullness
A : Masalah belum teratasi
P :-
: 107x /mnt
: 27x /mnt
S
: 36,7 OC
cairan
WSD
dan
agustus
O:-
Luka kering
sebanyak 500 cc
Klien sedikit meringis saat bergerak
A : Masalah teratasi sebagian
P: -
luka
dan
selang
WSD
klien
jika
akan
RS
klien
fowller
terapy
O2sesuai
higiene
Libatkan keluarga untuk membantu
5
aktifitas klien
Membantu
klien
uintuk
melakukan
O2 sesuai
program
2.
terapy
O2sesuai
cairan
WSD
dan
tidak
meringis
pada
saat
bergerak
A : Masalah teratasi
P : - Rawat luka dan selang WSD
dengan teknik aseptik dan antiseptik
- Anjurkan klien jika akan merubah posisi
dengan pelan dan pertahankan selang
- Merawat luka dan selang WSD dengan
teknik aseptik dan antiseptik
Menganjurkan klien jika akan merubah
4
Agustus
2003 jam
semakin bertambah
2
4 Agustus 2003
S : Klien mengatakan dapat tidur
dengan nyenyak
O:-
A : Masalah teratsi
P : - Ciptakan lingkungan yang tenang
disekitar
klien
dengan
cara
Memberikan
terpy
O2 sesuai
4
S : Klien mengatakan masih sedikit lelah
bila beraktifitas dan sedikit sesak
O:-
dapat
beraktivitas
sebagian
keluarga
dalam
keluarga
dalam
O:-
jam 08.00
Respirasi 25 x /mnt
S : 36 ,5 o C
Memberikan
5 Agustus 2003
terpy
O2 sesuai
3.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1.
I.
DEFENISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan ( terjadi penumpukkan cairan dalam
rongga pleura).Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura
parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis
danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura, proses penyakit primer jarang terjadi namun
biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan
transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan viseral dan
parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai
pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)
Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang melapisi rongga dada
(pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis).
1.
II.
ETIOLOGI
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi
kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava
superior.
Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis,
1.
2.
3.
4.
abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah
dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis. Kelebihan cairan rongga pleura dapat
terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan
oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
Penurunan tekanan osmotic koloid darah
Peningkatan tekanan negative intrapleural
Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
Neoplasma, seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik.
1.
Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak sputum.
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang
signifikan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah
tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal),
pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung (garis Ellis Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis
Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi
lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
1.
ANATOMI FISIOLOGI
Pleura adalah suatu lapisan ganda jaringan tipis yang terdiri dari; sel-sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh
pembuluh darah kapiler, dan pembuluhpembuluh getah bening. Seluruh jaringan tersebut memisahkan paru
paru dari dinding dada dan mediastinum.Pleura terdiri dari 2 lapisan yang berbeda yakni pleura viseralis dan
pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan
antara kedua pleura ini yakni:
1.
Pleura viseralis, bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak
lebih dari 30 um). Diantara celahcelah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Dibawah selsel mesotellial
ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan
tengah) terdapat jaringan kolagen dan seratserat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan
interstitial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari Arteri pulmonalis dan
Arteri brakialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseral ini menempel dengan
kuat pada jaringan parenkim paru.
2.
Pleura parietalis, disini lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri juga dari sel-sel mesotelial dan jaringan
ikat (jaringan kolagen dan seratserat elastik). Dalam jaringan ikat ini terdapat pembuluh kapiler dari arteri
interkostalis dan arteri mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf saraf
sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem persyarafan ini berasal dari
nervus interkostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada. Keseluruhan jaringan
pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada diatasnya.
1.
V.
PARASITOLOGI
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam
ronggapleura.dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh
darah kapiler.Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial,
kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura.Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh
limfe sekitar pleura.
Pada umumnya, efusi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat) , sedangkan yang timbul pada
pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi yang berhubungan dengan pleuritis disebabkan
oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder ( akibat samping) terhadap peradangan atau adanya
neoplasma.
Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika terjadi payah jantung/gagal
jantung kongestif.Saatjantung tidak dapat memompakkan darahnya secara maksimal keseluruh tubuh maka akan
terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya timbul hipertensi kapiler sistemik dan cairan
yang berada didalam pembuluh darah pada area tersebut bocor dan masuk kedalam pleura, ditambah dengan
adanya penurunan reabsorbsi cairan tadi oleh kelenjar limfe di pleura mengakibatkan pengumpulan cairan yang
abnormal/berlebihan.Hipoalbuminemia (misal pada klien nefrotik sindrom, malabsorbsi atau keadaan lain dengan
asites dan edema anasarka) akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukkan cairan pleura dan
reabsorbsi yang berkurang.Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskular yang
mengakibatkan cairan akan lebih mudah masuk kedalam rongga pleura.
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru, sebagian akan bergantung pada kekakuan relatif paru dan
dindingdada.Pada volume paru dalam batas pernapasan normal, dinding dada cenderung rekoil keluar
sementara paru-paru cenderung untuk rekoil kedalam.
1.
VII.
KLASIFIKASI
Klasifikasi efusi pleura berdasarkan cairan yang terbentuk (Suzanue C Smeltezer dan Brenda G. Bare,
2002).
1)
Transudat
Merupakan filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh, terjadi jika faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan dan reabsorbsi cairan pleura terganggu yaitu karena ketidakseimbangan tekanan
hidrostaltik atau ankotik.
Transudasi menandakan kondisi seperti asites, perikarditis. Penyakit gagal jantung kongestik atau gagal ginjal
sehingga terjadi penumpukan cairan.
2)
Eksudat
Ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau kavitas. Sebagai akibat inflamasi oleh produk bakteri atau humor
yang mengenai pleura contohnya TBC, trauma dada, infeksi virus.
Efusi pleura mungkin merupakan komplikasi gagal jantung kongestif. TBC, pneumonia, infeksi paru, sindroma
nefrotik, karsinoma bronkogenik, serosis hepatis, embolisme paru, infeksi parasitik.
VIII. KOMPLIKASI
1.
Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa
antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas
dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya.
Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
1.
Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi
pleura.
1.
Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan.
Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru
yang terserang dengan jaringan fibrosis.
1.
Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian
paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
1.
IX.
A.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sinar Tembus Dada
Yang dapat terlihat dalam foto efusi pleura adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan
cairan. Akan tetapi, bila terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan dengan cairan, mediastinum akan tetap
pada tempatnya.
1.
Torakosintesi
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik. Torakosentesis sebaiknya
dilakukan pada posisi duduk. Lokasi aspirasi adalah pada bagian bawah paru disela iga ke-9 garis aksila
posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari
1000-1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Jika aspirasi dilakukan sekaligus dalam jumlah banyak, maka akan
menimbulkan syok pleural ( hipotensi ) atau edema paru. Edema paru terjadi karena paru-paru terlalu cepat
mengembang.
1.
Biopsi Pleura
Pemeriksaan histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50-75% diagnosis kasus
pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura. Bila hasil biopsi pertama tidak memuaskan dapat dilakukan biopsi
ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotorak, hemotorak, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
Pendekatan pada Efusi yang tidak terdiagnosis
Pemeriksaan penunjang lainnya:
Bronkoskopi: pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum, abses paru.
Scanning isotop: pada kasus-kasus dengan emboli paru.
Totakoskopi ( fiber-optik pleuroscopy ) : pada kasus dengan neoplasma atau TBC.
PERBEDAAN CAIRAN TRANSUDAT DAN EKSUDAT
N
o
Transudat
Eksudat
Warna
Jernih,keruh,purulen,hemorag
ik
Bekuan
-/+
Berat jenis
< 1018
>1018
Leukosit
<1000Ul
Bervariasi,>1000uL
Eritrosit
Sedikit
Biasanya banyak
Hitung jenis
MN(limfosit/mesotel
)
Terutama polimorfonuklear
(PMN)
Protein total
<50% serum
>50% serum
LDH
<60% serum
>60% serum
Glukosa
= plasma
=/<plasma
10
Fibrinogen
0,3- 4 %
11
Amilase
>50% serum
12
Bakteri
-/+
1.
X.
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab yang mendasari untuk mencegah kembali penumpukan
cairan, dan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman serta dispnea. Pengobatan spesifik diarahkan pada
penyebab yang mendasari.
1.
2.
3.
4.
Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, mengumpulkan spesimen untuk analisis, dan
menghilangkan dispnea.
Selang dada dan drainase water-seal mungkin diperlukan untuk pneumotoraks ( kadang merupakan
akibat torasentesis berulang )
Obat dimasukkan kedalam ruang pleural untuk mengobliterasi ruang pleura dan mencegah
penumpukan cairan lebih lanjut.
Modalitas pengobatan lainnya : radiasi dinding dada, operasi pleuraktomi, dan terapi diuretik.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
1.
1.
Identitas klien
PENGKAJIAN
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan
dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996.
Hal 1).
Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah
sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada,
nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta
batuk non produktif.
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya
sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengobatan.
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri
pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhankeluhannya tersebut.
Keadaan atau penyakit penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan
tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga
diteruskan penularannya.
Riwayat psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien
terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang
dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (dr.
Hendrawan Nodesul, 1996).
1.
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan,
tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya
riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi
timbulnya penyakit.
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak desakan, kurang cahaya matahari,
kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
1.
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan
untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan
selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan
penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien
dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.
1.
Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah
MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan
menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik
otot-otot tractus degestivus.
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi.
1.
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada
aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk
memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas.
1.
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan
tidur dan istirahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan
tidur dan istirahat.
1.
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu
rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya,
mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu
mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular.
1.
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan.
1.
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak
nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah
penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap
dirinya. Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang
penyakitnya.
1.
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk sementara waktu
karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
1.
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin pasien akan
banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu
mengenai penyakitnya.
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa
mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
1.
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa
penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.
Pemeriksaan fisik
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien
selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk
mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat
badan pasien.
1.
1.
2.
DIAGDOSA
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan
membran alveolar kapiler
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas
Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan primer dan sekresi yang
statis
3.
INTERVENSI
A.
1.
Dx 1 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan
ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
Intervensi Rasionalisasi
Kaji adanya dyspnea, penuruna suara nafas, bunyi nafas tambahan, peningkatan usaha untuk bernafas,
ekspansi dada yang terbatas , kelelahan
Rasional : Tuberkulosis pulmonal dapat menyebabkan efek yang luas, termasuk penimbunan cairan di pleura
sehingga menghasilkan gejala distress pernafasan.
Evaluasi perubahan kesadaran . Perhatikan adanya cyanosis , dan perubahan warna kulit, membran
mukosa danclubbing finger.
Rasional : Akumulasi sekret yang berlebihan dapat mengganggu oksigenasi organ dan jaringan vital
Rasional : Menciptakan usaha untuk melawan outflow udara, mencegah kolaps karena jalan napas yang sempit,
membantu doistribusi udara dan menurunkan napas yang pendek
Rasional : Mengurangi konsumsi oksigen selama periode bernapas dan menurunkan gejala sesak napas
(Doengoes, Marilyn (1989))
1.
2.
Dx 2 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret di jalan
napas
Kriteria hasil :
Intervensi
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napoas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otototot aksesori
Rasional : Penurunan bunyi napas mungkin menandakan atelektasis, ronchi, wheezing menunjukkan adanya
akumulasi sekret, dan ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas menyebabkan penggunaan otot
aksesori dan peningkatan usaha bernapas.
Rasional :Memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. Ventilasi maksimal dapat
membuka area atelektasis, mempermudah pengaliran sekret keluar
3.
Dx 3 : . Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan
primer dan sekresi yang statis
Intervensi :
Jelaskan tentang patologi penyakit secara sederhana dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet
air borne
Rasional : Membantu klien menyadari/menerima prosedur pengobatan dan perawatan untuk mencegah
penularan pada orang lain dan mencegah komplikasi
Ajarkan klien untuk batuk dan mengeluarkan sputum dengan menggunakan tissue. Ajarkan membuang
tissue yang sudah dipakai serta mencuci tangan dengan baik
Observasi perkembangan klien setiap hari dan kultur sputum selama terapi
Rasional :Inh merupakan pilihan obat untuk klien beresiko terhadap perkembangan TB dan dikombinasikan
dengan primary drugs lain jhususnya pada penyakit tahap lanjut.(Doengoes, Marilyn (1989)
http://aalazhiez.blogspot.co.id/p/kti-efusi-pluera.html
http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2014/01/laporan-pendahuluan-efusipleura.html
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
a.
b.
c.
d.
C.
Serosa jernih
Berat jenis rendah (dibawah 1.012)
Terdapat limfosit dan mesofel tetapi tidak ada neutrofil
Protein < 3%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan hydrothorax, penyebabnya:
Payah jantung
Penyakiy ginjal (SN)
Penyakit hati (SH)
Hipoalbuminemia (malnutrisi, malabsorbsi)
Efusi pleura eksudat
Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri yang berkaitan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler (missal pneumonia) atau drainase limfatik yang berkurang
(missal obstruksi aliran limfa karena karsinoma). Ciri cairan eksudat:
Berat jenis > 1.015 %
Kadar protein > 3% atau 30 g/dl
Ratio protein pleura berbanding LDH serum 0,6
LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum normal
Warna cairan keruh
Penyebab dari efusi eksudat ini adalah:
Kanker : karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau penyakit metastatic ke paru atau
permukaan pleura.
Infark paru
Pneumonia
Pleuritis virus
ETIOLOGI
1.
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan
seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma
meig(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior
2.
Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, v i r u s ) , b r o n k i e k t a s i s , a b s e s a m u b a s u b f r e n i k y a n g
m e n e m b u s k e r o n g g a pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah
dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
3.
a.
b.
c.
d.
e.
Gagal jantung
Kadar protein yang rendah
Sirosis
Pneumonia
Tuberculosis
f.
g.
h.
i.
Emboli paru
Tumor
Cidera di dada
Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin klorpromazin, nitrofurantoin,
bromokriptin, dantrolen, prokarbazin).
j. Pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.
D.
Selain hal hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi pleura yang
diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.
PATHWAY
KOMPLIKASI
1.
Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
2.
3.
Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari
alveoli masuk ke vena pulmonalis)
4.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis
efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor
3. USGdada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit,
sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan
cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada
dibawah pengaruh pembiusan lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi,
dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab
dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
7. Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi
dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya
cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau
PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP
atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi pleura telah
didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan jarum,
tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan
seperti:
a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase, pH, dan
glucose
b. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan terjadi
infeksi bakteri
c. Pemeriksaan hitung sel
8. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan apakan cairan
tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh
faktor sistemik yang mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan
pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan
efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru,
pneumonia bakteri, infeksi virus, dan keganasan
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang dilanjutkan dengan
pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi ditujukan pula untuk melakukan
aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan pada alat-alat
mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan
umum penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin sedikit jumlah
cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita. Komplikasi yang
dapat timbul dengan tindakan aspirasi :
a. Trauma
b.
c.
1)
2)
3)
2.
3.
4.
a.
b.
c.
a.
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai pembuluh darah, saraf
atau alat-alat lain disamping merobek pleura parietalis yang dapat menyebabkan
pneumothorak.
Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan pleura tersebut.
Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan bergesernya kembali struktur
mediastinal. Tekanan negatif yang berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur
mediastinal kepada struktur semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan
perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan pada hemodinamik.
Gangguan keseimbangan cairan, Ph, elektroit, anemia dan hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat menimbulkan tiga
pengaruh pokok :
Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang dapat menyebabkan
anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan elektrolit dalam tubuh
Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum pleura yang negatif sebagai faktor yang
menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih banyak
Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.
Water Seal Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan maka
akan terjadi kembali pembentukan cairan.
Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang kontraversi
juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan pembentukan cairan karena malignancy
adalah karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic misalnya
tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine
atau penggunaan talc poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak
menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.
Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula menimbulkan
gangguan fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang berulang kali, dikenal ula
berbagai cara lainnya yaitu :
Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula dengan WSD atau
dengan suction dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi untuk melakukan torasentesis adalah :
Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga plera.
Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena pengambilan
cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan
oedema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak. Kerugian :
Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan pleura.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan
pasien.
b. Keluhan Utama
1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau
berobat ke rumah sakit.
2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak nafas, rasa
berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir
terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c.
j.
l.
1)
2)
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain
sebagainya.
Pemeriksaan Fisik
Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap
petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan
pasien.
Sistem Respirasi
Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar,
ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah
hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung
meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.
Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada
dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi
penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan
ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis EllisDamoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas
makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan
ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS 5 pada linea
medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya pembesaran jantung.
Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman
dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran
ictuscordis.
Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini
bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi
jantung
III
yang
merupakan
gejala
payah
jantung
serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35kali per
menit.
Pada palpasi
perlu
juga
diperhatikan,
adakah
nyeri
tekan
abdomen,
adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar
teraba.
Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara
pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS.
Adakah composmentis atau somnolen atau comma
Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu
dikaji
seperti
pendengaran,
3. RENCANA KEPERAWATAN
N DIAGNOSA KEPERAWATAN
NOC
NIC
O
1
Bersihan Jalan Nafas tidak
NOC :
NIC :
Respiratory
status
:
Ventilation
Efektif berhubungan dengan
Airway suction
Pastikan kebutuhan oral /
adanya akumulasi sekret jalan Respiratory status : Airway
napas
patency
tracheal suctioning
Aspiration Control
Auskultasi suara nafas
Kriteria Hasil :
sebelum dan sesudah
Mendemonstrasikan batuk efektif suctioning.
dan suara nafas yang bersih, tidak Informasikan pada klien
ada sianosis dan dyspneu
dan keluarga tentang
(mampu mengeluarkan sputum,
suctioning
mampu bernafas dengan mudah, Minta klien nafas dalam
tidak ada pursed lips)
sebelum suction dilakukan.
Menunjukkan jalan nafas yang Berikan O2 dengan
paten (klien tidak merasa
menggunakan nasal untuk
tercekik, irama nafas, frekuensi
memfasilitasi suksion
pernafasan dalam rentang normal, nasotrakeal
tidak ada suara nafas abnormal) Gunakan alat yang steril
Mampu mengidentifikasikan dan
sitiap melakukan tindakan
Anjurkan pasien untuk
mencegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas
istirahat dan napas dalam
setelah kateter dikeluarkan
dari nasotrakeal
Monitor status oksigen
pasien
Ajarkan keluarga
bagaimana cara melakukan
suksion
Hentikan suksion dan
berikan oksigen apabila
pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan
2.
NOC :
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway
patency
Vital sign Status
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
Airway Management
Buka jalan nafas,
guanakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien
perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
Lakukan suction pada
mayo
Berikan bronkodilator bila
perlu
Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan
status O2
NIC :
Airway
Management
Buka jalan nafas,
guanakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien
perlunya pemasangan alat
Mendemonstrasikan peningkatan
ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat
distress pernafasan
Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu
normal
NIC :
Airway
Management
Buka jalan nafas,
guanakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien
perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
Lakukan suction pada
mayo
Berika bronkodilator bial
perlu
Barikan pelembab udara
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan
status O2
Respiratory
Monitoring
Ketidakseimbangan nutrisi
NOC :
NIC :
Nutritional
Status
:
food
and
Fluid
kurang dari kebutuhan tubuh
Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan
berhubungan dengan penurunan Intake
Kolaborasi dengan ahli gizi
keinginan makan sekunder
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat badan
akibat dyspnea
untuk menentukan jumlah
sesuai dengan tujuan
kalori dan nutrisi yang
Berat badan ideal sesuai dengan
dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk
tinggi badan
Mampu mengidentifikasi
meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk
kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda tanda malnutrisi
meningkatkan protein dan
Tidak terjadi penurunan berat
vitamin C
Berikan substansi gula
badan yang berarti
Yakinkan diet yang
dimakan mengandung
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Berikan makanan yang
terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas
normal
Monitor adanya penurunan
berat badan
Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
5.
DAFTAR PUSTAKA
Alfarisi. 2010. Definisi dan Klasifikasi Efusi Pleura. Diakses pada tanggal 8 April 2012
padahttp://doc-alfarisi.blogspot.com/2011/05/definisi-dan-klasifikasi-efusi-pleura.html
Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit RGC,
Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarths, Ed
8 Vol 1. Jakarta: EGC.