Anda di halaman 1dari 2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hemoptisis merupakan suatu masalah dalam bidang kesehatan, baik di negara maju
maupun di negara berkembang. Pada penelitian yang dilakukan di Nepal melaporkan terdapat
sekitar 63 kasus pasien hemoptisis, di antaranya yang paling sering adalah pasien terinfeksi TB
sebesar 65%, diikuti oleh pneumonia sebesar 17%, bronkitis sebesar 13% dan kanker paru-paru
sebesar 5%. Namun, TB bukanlah penyebab utama hemoptisis di beberapa negara maju tingkat
menengah. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Turki melaporkan terdapat sebesar 108 kasus
hemoptisis dengan kanker paru-paru sebagai penyebab paling umum yaitu sekitar 34,3%, diikuti
dengan bronkiektasis sekitar 25,0%, TB sekitar 17,6%, pneumonia sekitar 10,2% dan emboli
paru sekitar 4,6%. Di negara maju, bronkiektasis, kanker paru-paru dan bronkitis juga menjadi
penyebab utama hemoptisis.1 Di Indonesia, sebuah penelitian menunjukkan bahwa sejak Januari
2011 Desember 2012 terdapat 103 kejadian hemoptisis dan prevalensi kejadiannya sebesar
3,6%. Sebagian besar pasien dengan hemoptisis adalah laki-laki (65%) dengan kelompok usia
terbanyak yaitu 31 40 tahun.2 Dalam kebanyakan kasus, hemoptisis atau batuk darah tersebut
dapat sembuh dengan sendirinya, tetapi kurang dari 5% kasus menyebabkan keadaan yang lebih
berat bahkan dapat mengancam jiwa.3
Hemoptisis atau yang disebut juga dengan batuk darah adalah ekspektorasi darah akibat
perdarahan yang berasal dari saluran pernapasan bagian bawah, biasanya perdarahan di parenkim
paru (alveoli paru) dan arteri bronkial.1,3 Etiologi hemoptisis yang diketahui saat ini sangat
beragam, tidak hanya infeksi dan kelainan paru. Hemoptisis dapat disebabkan oleh berbagai
macam hal, yaitu seperti neoplasma, kelainan kardiovaskular, kelainan hematologi ataupun
penyakit sistemik.2
Hemoptisis dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu hemoptisis masif dan non masif. 3
Hemoptisis dalam jumlah yang banyak (masif) termasuk kegawatan medis yang harus
mendapatkan penanganan intensif dengan terapi yang tepat. Selain dapat mengganggu kestabilan
hemodinamik akibat kehilangan darah dalam jumlah yang banyak, hemoptisis masif juga dapat
mengganggu pertukaran gas di alveoli dan menimbulkan komplikasi asfiksia yang tinggi angka
mortalitasnya. Meskipun angka kejadian hemoptisis masif hanya 515% dari total kasus, hal ini
harus selalu ditanggapi sebagai suatu kasus yang mengancam jiwa dan memerlukan penanganan
dan manajemen yang efektif.2

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan informasi tentang definisi, epidemiologi,
etiologi dan faktor risiko, patogenesis atau patofisiologi, gejala klinis, diagnose banding,
penegakan diagnose, penatalaksanaan serta komplikasi dari Hemoptoe.

1.3. Manfaat Penulisan

1. Melalui tulisan ini penulis mendapat pengetahuan dan bahan pembelajaran tentang
Hemoptoe.
2. Sebagai salah satu syarat dalam kegiatan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam
di Rumah Sakit Umum HKBP Balige.

Anda mungkin juga menyukai