Anda di halaman 1dari 19

Tatalaksana Hemoptoe

Cindy Fitriyani*, Mariani Rasjid**


*
Program Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako/SMF
Penyakit Dalam RSUD Undata Palu
**
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako/Rumah Sakit Umum Tadulako
Palu

1. Pendahuluan
Hemoptisis didefisinikan sebagai ekpetorasi dari darah yang berasal dari paru
atau trunkus bronkotrakeal sedangkan hemoptisis masif adalah batuk darah dengan
volume 100-1000 mL (jumlah yang digunakan masih beragam pada beberapa
pusat pendidikan). Belum ada volume spesifik yang dapat digunakan secara
universal untuk definisi hemoptisis masif. Volume cairan yang bisa ditampung di
dalam saluran nafas sebesar 100-200 ml. Oleh karena itu, hemoptisis dapat
dikatakan non-masif bila perdarahan kurang dari 200 ml.(1)
Di Indonesia, prevalensi hemoptisis pada pasien rawat inap di RSP tahun 2007
dan 2008 sebesar 30.99% dan 34.68%. Etiologi dari hemoptisis ini beragam, di
antaranya adalah penyakit parenkimal, penyakit saluran nafas, dan penyakit
vaskuler. Namun dari beberapa penelitian, 3-42% pasien dengan hemoptisis
etiologinya tidak dapat diketahui dan dapat disebut sebagai kriptogenik. Pasien
dengan hemoptisis masif sebaiknya selalu dianggap kondisi yang mengancam
nyawa yang memerlukan terapi yang cepat, tepat, dan efektif.(1)
Penyakit terbanyak yang mendasari terjadinya hemoptisis adalah TB paru,
sebanyak 49 kasus atau 47,6% dari total kejadian hemoptisis di bangsal paru
RSUP Dr. M. Djamil selama Januari 2011 – Desember 2012. Penelitian
sebelumnya oleh Russilawati, dkk di RSUP Dr. M. Djamil juga mendapatkan TB
aktif sebagai penyebab utama hemoptisis, dengan persentase 43% dari total kasus
hemoptisis selama 5 tahun, diikuti oleh bekas TB 22% dan kanker paru 10%. Pada
penelitian ini ditemukan bekas TB paru sebagai penyakit yang mendasari
hemoptisis ditemukan sebanyak 11 kasus (10,7% dari total kejadian hemoptisis).

1
Etiologi hemoptisis terbanyak kedua adalah suspek karsinoma bronkogenik
sebanyak 14 kasus atau 13,6% dari total kejadian hemoptisis, dan karsinoma
bronkogenik ada 2 kasus (1,9%). Hasil yang didapat cukup berbeda dengan hasil
penelitian sebelumnya, hal ini dapat terjadi jika terdapat perbedaan tingkat
keakuratan diagnostik histopatologi yang dilakukan sebagai gold standard dalam
pemeriksaan suatu karsinoma. Karsinoma bronkogenik adalah kanker paru yang
menjadi etiologi utama dari seluruh kasus.(2)
Lain halnya dengan kasus hemoptisis di negara-negara Eropa yang cenderung
rendah insiden tuberkulosisnya. Studi Valipour di Austria terhadap pasien dengan
life-threatening hemoptysis menunjukkan kanker paru sebagai penyakit yang
paling banyak menyebabkan hemoptisis, yaitu pada 20 kasus (35%), dan TB paru
sebagai penyebab terbanyak kedua sebesar 23%.(2)
Hasil berbeda juga dapat terlihat pada penelitian Fartoukh di Perancis, yang
menyimpulkan bronkiektasis sebagai etiologi utama hemoptisis, dengan persentase
40% dari total kasus hemoptisis. Pada penelitian ini didapatkan bronkiektasis
hanya terjadi pada 9,7% kasus hemoptysis.(2)

2. Definisi
Hemoptisis atau batuk darah merupakan gejala yang tidak jarang ditemukan
pada praktek sehari-hari dan berpotensi menyebabkan kematian. Kasus hemoptisis
ini bervariasi, dapat berupa batuk darah yang self limiting sampai ke hemoptisis
masif yang mengancam nyawa. Mortalitas dari hemoptisis masif ini berkisar
antara 50%, dengan prevalensi sekitar 5% dari seluruh kasus hemoptisis.
Sedangkan mortalitas dari hemoptisis itu sendiri antara 7-30%. Kematian pada
hemoptisis dapat terjadi akibat banyaknya darah pada saluran pernafasan sehingga
menyebabkan asfiksia dan diikuti oleh gagal sistem kardiovaskular.(1)

Hemoptisis atau batuk darah merupakan gejala yang tidak jarang


ditemukan pada praktek sehari-hari dan berpotensi menyebabkan kematian. Kasus
hemoptisis ini bervariasi, dapat berupa batuk darah yang self limiting sampai ke
hemoptisis masif yang mengancam nyawa(1). Hemoptisis adalah ekspektorasi darah

2
yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah dengan jumlah minimal hingga
masif yang dapat membahayakan jiwa.(2)

3. Etiologi
Etiologi hemoptisis yang diketahui saat ini sangat beragam, tidak hanya
infeksi dan kelainan paru, tetapi juga neoplasma, kelainan kardiovaskular, kelainan
hematologi ataupun penyakit sistemik. Perbedaan etiologi hemoptisis terkait letak
geografis terutama dipengaruhi tingginya angka kejadian tuberkulosis di suatu
negara. Penyebab utama hemoptisis di negara barat adalah keganasan dan kelainan
non tuberkulosis lainnya. Berbeda halnya dengan di negara berkembang yang
sebagian besar endemik tuberkulosis, penyakit tersebut masih menjadi penyebab
utama yang mendasari hemoptysis.(2)
4. Klasifikasi
Pengelompokan hemoptisis berdasarkan volume dan frekuensi batuk darah
(hemoptisis) yaitu : (2)

a. Hemoptisis ringan: volume batuk darah < 30 ml/hari.

b. Hemoptisis sedang: volume batuk darah 30 – 150 ml/hari.

c. Hemoptisis berat: volume batuk darah > 150 ml/hari tetapi tidak memenuhi

kriteria hemoptisis massif.

d. Hemoptisis masif:

-Batuk darah > 600 ml dalam 24 jam dan dalam pengamatan batuk darah tidak
berhenti.

-Batuk darah > 250 ml tetapi kurang dari 600 ml dalam 24 jam dan pemeriksaan
laboratorium menunjukkan hemoglobin kurang dari 10 gr/dl, dalam pengamatan
batuk darah tetap berlangsung.

3
-Batuk darah > 250 ml tetapi kurang dari 600 ml dalam 24 jam dan dari
pemeriksaan laboratorium hemoglobin lebih dari 10 gr/dl, tetapi dalam
pengamatan 48 jam dengan pengobatan konservatif batuk darah tidak berhenti.

5. Patofisiologi
Hemoptisis memiliki banyak penyebab yang biasanya dikategorikan di bawah
parenkim penyakit, penyakit saluran napas, dan penyakit vaskular. Perdarahan
dapat berasal dari pembuluh paru kecil atau besar. dari pembuluh kecil biasanya
menyebabkan pendarahan alveolar fokal atau difus dan terutama karena
imunologi, vaskulitik, kardiovaskular, dan penyebab koagulasi. Penyebab
perdarahan dari pembuluh besar termasuk infeksi, kardiovaskular, kongenital,
neoplastik, dan vaskulitik penyakit Namun, penyakit yang paling sering
menyebabkan hemop-tysis adalah bronkiektasis, tuberkulosis, infeksi jamur, dan
kanker. Dua pasokan sistem pembuluh darah arteri darah ke paru-paru: arteri
pulmonalis dan arteri bronkial. Itu arteri pulmonalis menyediakan 99% dari darah
arteri ke paru-paru dan terlibat dalam pertukaran gas. Bronkial arteri menyediakan
makanan untuk saluran udara ekstra dan intrapulmonary dan ke arteri pulmonal
(vasa vasorum), tanpa terlibat dalam pertukaran gas. Limfolus mediastinum simpul
dan saraf, pleura visceral, kerongkongan, vasa vasorum aorta, dan vena pulmonal
juga disediakan oleh arteri bronkial. Anastomosis kapiler kompleks ada antara
arteri pulmonal dan arteri bronkial sistemik . Ketika sirkulasi pulmonal terganggu
(mis., dalam tromboembolik penyakit, gangguan vaskulitis, atau hipoksia
vasokonstriksi), bronkial pasokan secara bertahap meningkat menyebabkan
hyperflow dalam pembuluh anastomotic, yang menjadi hipertrofik dengan tipis
dinding dan cenderung masuk ke alveoli dan bronkus, sehingga menimbulkan
hemoptisis. Demikian juga, pada gangguan inflamasi kronik, seperti bronkiektasis,
kronis bronkitis, tuberkulosis, paru-paru mikotik penyakit, dan abses paru, serta di
penyakit neoplastik, pelepasan angiogenik faktor pertumbuhan mempromosikan

4
neovaskularisasi dan pembuluh pulmonal remodelling, dengan keterlibatan
pembuluh sistemik.(3)

5. Penegakan Diagnosis
Diagnosis biasanya di tegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
gambaran radiologis. Untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan urutan
anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik maupun penunjang sehingga
penanganan dapat di tentukan.

6. Anamnesis
Hal yang perlu di tanyakan dalam batuk darah adalah : Jumlah dan warna
darah yang di batukkan, lamanya pendarahan, batuk yang diderita bersifat
produktif atau tidak, batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan, ada
merasakan nyeri dada, nyeri substernal atau nyeri pleuritik, hubungan perdarahan
dengan gerakan fisik, istirahat, dan posisi badan saat batuk, riwayat penyakit paru
atau jantung terdahulu.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Toraks
Foto toraks merupakan pencitraan yang dapat dilakukan pada awal pasien
dengan hemoptisis. Pemeriksaan ini cepat, tidak mahal, dan tersedia di banyak
rumah sakit. Foto toraks dapat membantu melihat adanya keterlibatan paru secara
difus maupun fokal, dan dapat mendeteksi kelainan pada parenkim paru dan
pleura, seperti tumor, pneumonia, penyakit paru kronik, atelektasis, kavitas, dan
opasitas alveolar akibat perdarahan alveoli. Sensitivitas foto toraks dalam
mendiagnosis hemoptisis cukup beragam.(1)

b. Bronkoskopi

5
Bronkoskopi merupakan metode diagnostik utama untuk hemoptisis.
Bronkoskopi dapat mengidentifikasi apakah perdarahan masih aktif dan melihat
kondisi saluran pernafasan pasien. Bronskoskopi yang digunakan adalah rigid
ataupun flexible. Bronkoskopi tipe rigid biasanya lebih stabil dan dapat
mempertahankan patensi dari saluran nafas, namun bronkoskopi tipe fleksibel
dapat dilakukan secara bedside seperti pada pasien yang dirawat di ICU.
Keberhasilan bronkoskopi dalam menentukan lokasi perdarahan bergantung
kepada beratnya hemoptisis. Penelitian oleh Hirshberg menunjukkan bahwa
bronkoskopi lebih efektif dalam menentukan lokasi perdarahan pada pasien
dengan hemoptisis berat (67%) dibandingkan hemoptisis ringan (49%). Namun,
bronkoskopi dapat menyebabkan iritasi mukosa dan perdarahan rekuren. Dengan
bronkoskopi, pada pasien dengan lesi endobronkial, dapat dilakukan pengambilan
jaringan untuk pemeriksaan seperti kultur. Selain itu, dapat dilakukan beberapa
modalitas seperti inflasi balon atau koagulasi laser untuk menghentikan sumber
perdarahan. Pada pasien hemoptisis dengan foto toraks normal, biasanya
kemungkinan untuk menemukan adanya tumor pada bronkoskopi hanya sekitar
5%.(1)
c. Multi Detector CT
Multi detector CT (MDCT) merupakan pencitraan yang non-invasif dan
mampu memberikan gambaran parenkim paru, saluran nafas, dan pembuluh darah
toraks pasien dengan hemoptisis. Multi detector CT ini dapat mengidentifikasi
sumber perdarahan pada 63%-100% pasien dengan hemoptisis, dan mampu
menentukan etiologi dari perdarahan tersebut, seperti bronkiektasis, keganasan
paru, dan sebagainya. Dibandingkan bronkoskopi, MDCT memiliki sensitivitas
yang lebih baik untuk mendeteksi sumber perdarahan. (1)

9. Tatalaksana

6
Dasar-dasar pengobatan yang diberikan adalah mencegah penyumbatan
saluran nafas, memperbaiki keadaan umum penderita, menghentikan perdarahan,
dan mengobati penyakit. Bila perdarahannya sedikit atau hanya berupa bercak
pada dahak, umumnya pertukaran gas tidak terganggu, dan penegakkandiagnostik
yang mendasari menjadi prioritas. Upaya mempertahankan jalan napas termasuk
mencegah asfiksia atau darah masuk dan menyumbat saluran napas yang sehat.
Pemberian oksigen dilakukan bila ada tanda gangguan pertukaran gas.Bila perlu
resusitasicairan dan darahharus diberikan.(6)
Petugas medis yang menangani pasien dengan hemoptisis sebaiknya memakai
alat pelindung diri yang lengkap, untuk menghindari transimisi penyakit. Petugas
medis sebaiknya memakai pelindung tangan panjang, goggles, masker, dan sarung
tangan. Pasien juga sebaiknya ditaruh di ruang isolasi untuk mencegah transmisi
penyakit melalui udara, karena semua pasien dengan hemoptisis sebaiknya
dicurigai sebagai tuberkulosis. Jika sudah diketahui sumber perdarahan pasien
(paru kiri/kanan), pasien sebaiknya diposisikan dengan cara dimiringkan dengan
paru yang mengalami perdarahan berada di sisi bawah, agar paru yang sehat tidak
terendam oleh darah.(1)
 Double Lumen Endotracheal Intubation
Intubasi dengan double lumen endotracheal dapat dilakukan pada keadaan
hemoptisis masif dengan ancaman gagal nafas untuk mencegah aspirasi. Intubasi
dilakukan untuk ventilasi paru yang tidak tertutup oleh darah dan mencegah
terjadinya aspirasi darah ke paru tersebut. Setelah itu, dapat dilakukan suction
pada paru dengan perdarahan aktif. Setelah dilakukan intubasi, bronkoskopi masih
dapat dilakukan menggunakan bronkoskop flexible. Intubasi ini bersifat life saving
yang segera dilakukan di Instalasi Gawat Darurat dan bersifat sementara sambil
menunggu prosedur lain untuk menghentikan perdarahan.(1)
 Asam Traneksamat

7
Obat antifibrinolitik ini sering digunakan untuk pasien dengan perdarahan
mukosa atau pasien dengan gangguan pembekuan darah. Asam traneksamat selain
diberikan melalui intravena dan oral, dapat juga diberikan secara topikal, seperti
pemberian secara intra pleural pada pasien dengan mesotelioma maligna dengan
hemotoraks.(1)
 Fibrinogen/Trombin
Sebelum diberikan fibrinogen-trombin, pasien diberikan aplikasi dengan
lavage saline dingin atau epinefrin terlebih dahulu, setelah gagal baru dilakukan
pemberian fibrinogen-thrombin. Untuk stabiliasasi clot, cairan juga ditambahkan
dengan faktor XIII dan aprotinin.(1)

Tatalaksana Intervensi
 Bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan dengan melakukan insersi endotrakeal tube dengan
diameter setidaknya 8 mm. Pada keadaan dengan hemoptisis masif, sebaiknya
menggunakan bronkoskopi tipe rigid karena dapat mempertahankan patensi
saluran nafas dan memiliki kemampuan menyedot lebih kuat. Bronkoskope tipe
rigid ini hanya dapat dilakukan di ruang operasi dengan anestesi umum atau
sedasi. Namun sayangnya, bronkoskopi tipe rigid hanya dapat melihat sampai
kedalaman bronkus mayor, sementara lesi lebih perifer dan lobus paru bagian
atas tidak dapat dilihat. Bronkoskopi tipe flexible dapat melihat bronkus 5 dan 6,
serta dapat dilakukan di mana saja (IGD/ICU). Setelah sumber perdarahan
terlihat, dapat dilakukan beberapa terapi.(1)
 Endobronkial tamponade
Teknik ini menggunakan kateter berujung balon untuk menutup bronkus
dengan perdarahan aktif. Ada beberapa jenis kateter yang dapat digunakan, yaitu
kateter Folley dan kateter Fogarty. Kateter Folley hanya dapat masuk melalui
bronkoskopi tipe rigid , sehingga hanya dapat mencapai bronkus utama saja.

8
Kateter Fogarty memiliki diameter yang lebih kecil dan dapat dipasang
menggunakan bronkoskopi flexible. Ada kateter yang dikembangkan oleh Freitag
pada tahun 1993 yang lebih fleksibel dan mudah dipakai. Kateter ini memiliki
katup yang mudah dipisahkan untuk infasi balon dan kateter ini memiliki satu
jalur untuk menyuntikkan obat vasoaktif. Freitag mengatakan kateter ini dapat
menghentikan perdarahan pada 26 dari 27 pasien. Selain menggunakan kateter,
bronkus dengan perdarahan aktif juga dapat ditutup menggunakan sealant (N-
butyl cyanoacrylate) melalui bronskosopi. Efek samping dari prosedur ini adalah
batuk yang disertai ekspektorasi material bergranulasi.(1)

Gambar 1. Pemasangan kateter Fogarty sebagai penghambat darah agar tidak


membanjiri paru yang sehat.(1)

Selain menggunakan balon kateter, Brandes menggunakan stent yang bersifat


self-expanding pada pasien hemoptisis akibat non small cell lung cancer.
Setelah dilakukan bronkoskopi, ditemukan sumber perdarahan, dilakukan
pemasangan stent Polyflex ukuran 8 mm x 2 cm, lalu dilakukan pemasangan
stent Ultraflex ukuran 14 mm x 6 cm. Stent ini dapat menutupi bronkus
proksimal mayor hingga bronkus lobus atas.(1)

9
Gambar 2. Stent Polyflex yang digunakan untuk perdarahan saluran nafas.(2)

Silikon spigot juga dapat dipasang sementara untuk mengendalikan hemoptisis.


Ukuran silikon spigot ini 6 mm. dan Setelah terpasang, pasien kemudian dilakukan
embolisasi arteri bronkial. Silikon spigot ini kemudian dilepas setelah prosedur
embolisasi selesai. (1)

Gambar 3. Silikon spigot yang digunakan pada perdarahan saluran nafas.(3)

Laser Photocoagulation
Penggunaan laser sudah digunakan sejak tahun 1982. Penggunaan laser koagulasi
dilaporkan dapat digunakan pada perdarahan yang visibel pada bronkoskopi. laser lebih
bermanfaat pada perdarahan akibat keganasan. (1)

Argon Plasma Coagulation


Metode ini menggunakan argon plasma untuk menghantarkan listrik frekuensi
tinggi melalui probe yang fleksibel. Argon Plasma Coagulation sebaiknya hanya
dilakukan bila sumber perdarahan terlihat melalui bronkoskopi. Nd-YAG laser dapat

10
mempenetrasi jaringan lebih dalam dan mampu membuat vaporasi lebih baik, namun
APC dapat menjangkau sumber perdarahan yang terletak secara lateral dan di bagian
sudut. Argon Plasma Coagulation juga mampu membuat jaringan menjadi lebih
mudah kering karena listrik mampu mencari jaringan yang lebih banyak cairan,
dalam hal ini perdarahan. Oleh karena itu, APC mungkin dapat dianjurkan pada
pasien dengan hemoptisis ringan-sedang yang persisten.(1)
Endobronchial Brachytherapy dan Cryotherapy

Cryotherapy dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan memicu


pembentukan trombus pada kapiler dan vena. Namun karena efeknya yang muncul
agak lama, cryotherapy tidak cocok dilakukan untuk penanganan pasien dengan
hemoptisis masif. Brachytherapy hanya diindikasikan untuk terapi paliatif pada
keganasan paru stadium lanjut dan tidak dianjurkan untuk terapi hemoptisis terutama
yang massif.(1)

Bronchial Artery Embolization (BAE)


Bronchial Artery Embolization (BAE) pertama kali dilakukan pada tahun 1973
oleh Remy dkk. Sebelum prosedur ini, dilakukan angiografi atau Digital Substraction
Angiography (DSA) pada pembuluh darah bronkus terlebih dahulu untuk menentukan
lokasi perdarahan. Biasanya akan terlihat suatu gambaran hipertrofi vaskuler,
pembuluh darah yang berliku/berputar, formasi aneurisma, dan hipervaskularisasi.
Para ahli mengatakan ukuran arteri bronkial yang abnormal adalah >3 mm, dengan
diameter 1,5 mm. Tindakan DSA ini biasanya dilakukan melalui akses arteri
femoralis atau arteri brakialis, namun akses dari arteri brakialis dikatakan memiliki
mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi.(1)

11
Gambar 4. Angiografi pada pria 54 tahun. Dapat dilihat ada hipervaskularisasi pada
panah putih.(1)

10. Laporan Kasus :


a. Identitas Pasien
 Nama :Tn.i
 Umur :64 Tahun
 Alamat :Jl.Tibo Donggala
 Status Pernikahan :Sudah menikah
 Pendidikan Terakhir :SMP
 Agama :Islam
 Tgl pemeriksaan :17-09-18
 Ruangan :Dahlia
b. Anamnesis
 Keluhan Utama :Batuk berlendir
 Riwayat penyakit sekarang :Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan
batuk berlendir selama kurang lebih 3 bulan,terdapat bercak darah pada saat
batuk sudah 2 minggu ini, demam (+) naik turun dengan waktu tidak
menentu, sakit kepala (+) terasa nyut-nyut, nyeri dada (+) terutama saat batuk,
nafsu makan berkurang, badan terasa lemas, BAB lancer bewarna kuning
dengan tekstur padat, BAK lancer, pasien sudah mengonsumsi OAT kurang
lebih satu minggu.
 Riwayat penyakit dahulu : Tidak ada riwayat penyakit terdahulu.

12
 Riwayat penyakit dalam keluarga :Tidak ada yang mengalami penyakit
lain atau keluhan yang sama seperti pasien.
c. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum:
- Sp : Sakit sedang/composmentis (GCS E4V5M6)
- BB : 45 kg
- TB : 162cm
- IMT: 17,17 kg/m2

 Vital sign
- TD : 110/60 mmhg
- N : 120x/menit
- RR : 20x/menit
- S : 40,22̊ C
 Pemeriksaan kepala:
- Wajah :Simetris, edema (-), ruam (-)
- Bentuk :Normocephal
- Rambut :Warna hitam, tidak mudah rontok
- Deformitas:Tidak ditemukan
- Mata :
 Konjungtiva :Anemis (-/-)
 Sklera :Ikterik (-/-)
 Pupil :Isokor (2,5mm/2,5mm)
- Mulut :
 Bibir : Sianosis (-)
 Lidah : Bentuk kesan normal, warna merah muda, tremor (-),
lidah kotor (-).
 Mukosa mulut : Kesan normal

13
- Faring : Hiperemis (-)
- Tonsil : Ukuran T1/T1
 Pemeriksaan leher
- Kelenjar getah bening : Pembesaran (-) nyeri tekan (-)
- Kelenjar tiroid : Pembesaran (-)
- JVP : Peningkatan (-) 5+3
- Massa : Tidak ditemukan

 Pemeriksaan paru-paru
- Inspeksi : Ekspensi paru simetris bilateral, retraksi (-), jejas (-)
- Palpasi : Ekspansi dada simetris,vocal fremitus simetris kanan dan kiri
- Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-
 Pemeriksaan jantung
- Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
- Palpasi : Pulsasi ictuscordis teraba
- Perkusi : Dullnes (+)
- Auskultasi : Bunyi jantung l/ll murni regular,murmur (-)
 Pemeriksaan abdomen
- Inspeksi : Tampak datar
- Auskultasi : Bunyi peristaltic usus (+)
- Perkusi : Timpani (+)
- Palpasi : Nyeri tekan (-)
 Pemeriksaan anggota gerak
- Ekstremitas atas :
 Kulit : Edema (-/-), akral hangat (+/+)
 Otot : Bentuk dan tonus normal, kekuatan otot 5/5
 Sendi : Luas pergerakan dalam batas normal

14
- Ekstremitas bawah:
Kulit : Edema (-/-), akral hangat (+/+)
Otot : Bentuk dan tonus normal, kekuatan otot 5/5
Sendi : Luas pergerakan dalam batas normal
d. Resume
- Batuk produktif
- Hemoeptoe
- Febris
- Cephalgia
- Torakodinia
- Nafsu makan berkurang
- Malaise
e. Diagnosis kerja
- Cephalgia
- TB paru on treatment
- B20
- Hepatitis
f. Diagnosis banding
- Pneumonia
- Bronchitis kronis
- Bronkiektasis
g. Usulan pemeriksaan lanjutan
- TCM
- SGOT
- SGPT
- HIV (anti) tes 1
- Glukosa
- Kreatinin
- Urea

15
h. Penatalaksanaan
 Non medikamentosa
- Penggunaan masker
- Menjaga kebersihan diri
- Istirahat yang cukup
- Mengonsumsi makanan bergizi
 Medikamentosa
- Sanmol infuse (drips)
- Ranitidin inj 1 amp
- Infus RL 20tpm
- OAT FDC
- Acetyl sistein 3x1
- Asam mefenamat 3x1
- Neurodex
i. Pemeriksaan penunjang
- HIV (anti) tes 1 : Nonreaktif
- Glukosa :150 mg/dl
- Kreatinin : 1.27mg/dl
- SGOT : 17 u/L
- SGPT : 9 u/L
- Urea : 28.1 mg/dl
Radiologi:
Kesan:
- Infiltrat, cavitas dan fibrosis lapangan atas kedua paru
- Cor ukuran dalam batas normal
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulang intak
Kesimpulan:

16
TB paru lama aktif lesi luas
EKG : (-)
Pemeriksaan lainnya:
- TCM
- MTB not detected
j. Diagnosis akhir
- TB paru lama aktif
- Cephalgia
k. Prognosis
- Ad vitam : Bonam/malam
- Ad fungsionam : Bonam/malam
- Ad sanational : Malam/bonam

11. Resume
Hemoptisis didefisinikan sebagai ekpetorasi dari darah yang berasal dari paru
atau trunkus bronkotrakeal sedangkan hemoptisis masif adalah batuk darah dengan
volume 100-1000 mL (jumlah yang digunakan masih beragam pada beberapa pusat
pendidikan). Belum ada volume spesifik yang dapat digunakan secara universal untuk
definisi hemoptisis masif. Volume cairan yang bisa ditampung di dalam saluran nafas
sebesar 100-200 ml. Oleh karena itu, hemoptisis dapat dikatakan non-masif bila
perdarahan kurang dari 200 ml.(1)
Hemoptisis memiliki banyak penyebab yang biasanya dikategorikan di bawah
parenkim penyakit, penyakit saluran napas, dan penyakit vaskular. Perdarahan dapat
berasal dari pembuluh paru kecil atau besar. dari pembuluh kecil biasanya
menyebabkan pendarahan alveolar fokal atau difus dan terutama karena imunologi,
vaskulitik, kardiovaskular, dan penyebab koagulasi. Penyebab perdarahan dari
pembuluh besar termasuk infeksi, kardiovaskular, kongenital, neoplastik, dan
vaskulitik penyakit Namun, penyakit yang paling sering menyebabkan hemop-tysis
adalah bronkiektasis, tuberkulosis, infeksi jamur, dan kanker.(3)

17
Kasus pasien Tn.i yang didiagnosis TB paru lama aktif diketahui penyebabnya
adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kuman tuberkulosis banyak menyerang
organ paru meskipun dapat menyerang organ yang lain sehingga penyakit ini dikenal
dengan nama tuberkulosis paru (TB paru) sedangkan yang menyerang organ lain
selain paru dinamakan tuberkulosis ekstra paru. Bakteri tuberculosis mempunyai
keistimewaan, yaitu tahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, oleh
karena itu disebut basil tahan asam.(4)
Pasien juga mengalami batuk darah, Hemoptisis terjadi akibat perubahan
struktur vaskular pada paru. Fritz Valdemar Rasmussen (1886) menyatakan adanya
dilatasi aneurismatik dari pembuluh darah paru di dinding kavitas TB sebagai
penyebab hemoptisis. Pada tuberkulosis, hemoptisis dapat terjadi karena beberapa
hal, antara lain; (a) Kelainan paru aktif dengan atau tanpa kavitas dapat menyebabkan
perdarahan baik dengan jumlah sedikit atau banyak. Pada sebagian besar penderita ini
ditemukan bakteri tahan asam (BTA) pada sputumnya; (b) Kelainan TB aktif dapat
menyebabkan ruptur spontan dari aneurisma Rasmussen.(5)
Hemoptisis adalah ekspektorasi darah yang berasal dari saluran pernafasan
bagian bawah dengan jumlah minimal hingga masif yang dapat membahayakan
jiwa.Hemoptisis atau batuk darah merupakan gejala yang tidak jarang ditemukan
pada praktek sehari-hari dan berpotensi menyebabkan kematian. Kasus hemoptisis ini
bervariasi, dapat berupa batuk darah yang self limiting sampai ke hemoptisis masif
yang mengancam nyawa.Hemoptisis memiliki banyak penyebab yang biasanya
dikategorikan di bawah parenkim penyakit, penyakit saluran napas, dan penyakit
vaskular. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh paru kecil atau besar. dari
pembuluh kecil biasanya menyebabkan pendarahan alveolar fokal atau difus dan
terutama karena imunologi, vaskulitik, kardiovaskular, dan penyebab koagulasi.
Penyebab perdarahan dari pembuluh besar termasuk infeksi, kardiovaskular,
kongenital, neoplastik, dan vaskulitik penyakit Namun, penyakit yang paling sering
menyebabkan hemop-tysis adalah bronkiektasis, tuberkulosis, infeksi jamur, dan
kanker.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Yulisar Reza Nugraha, Telly Kamelia.2016. Diagnosis Dan Tata Laksana


Hemoptisis.Viewed 17 November 2018.From<Http://Www.Indonesian
Journal Of Chest.Vol 3 No.2>
2. Irfa Intan, Irvan Medison And Detty Iryani. 2014. Gambaran Kejadian
Hemoptisis Pada Pasien Di Bangsal Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang
Periode Januari 2011 – Desember 2012.Viewed 17 November 2018.From
<Http://Www.Jurnal.Fk.Unand.Ac.Id.Vol 3 No.3>
3. Larici Anna Rita Et All.2014. Diagnosis And Management Of
Hemoptysis.Viewed 17 November 218.From<Http:// Diagn Interv Radiol
2014; 20:299-309>
4. Nugroho Nur Prasetyo.2018. Bronkiektasis.Viewed 17 November
2018.From<Http://Www.Jurnal IDI CONTINUING MEDICAL
EDUCATION. CDK Edisi Suplemen-2/Vol. 45>
5. Atikawati Desilia, Isnin Anang Marhana.2015. Sequelae Tuberkulosis Dengan
Hemoptisis Rekurens.Viewed 17 N0vember 2018.From<Http:// Jurnal
Respirasi (JR), Vol. 1. No. 3>
6. Setiati S , et all.2009.Ilmu Penyakit Dalam.Jilid 1 Edisi V. Jakarta:Universitas
Indonesia.

19

Anda mungkin juga menyukai